BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sebuah usaha yang dijalankan tentunya memerlukan suatu perencanaan dan perhitungan yang tepat. Perencanaan dan perhitungan yang tepat diperlukan agar risiko kegagalan usaha dapat diminimalkan. Suatu usaha dijalankan dengan tujuan untuk menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. Supaya tujuan tersebut dapat tercapai maka diperlukan suatu analisis yang menilai apakah usaha yang dijalankan layak atau tidak. Pengertian layak disini adalah bahwa usaha tersebut akan menghasilkan manfaat atau keuntungan apabila dijalankan. Analisis yang digunakan untuk menilai layak tidaknya suatu usaha disebut analisis kelayakan usaha. Analisis kelayakan usaha ini penting dilakukan sebelum menjalankan suatu usaha dan ketika pemilik usaha ingin mengembangkan usaha karena apabila terjadi kesalahan dalam perhitungan maupun perencanaan usaha dapat berakibat pada biaya investasi yang berlebihan sehingga akan menyebabkan kerugian. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat semakin banyak pula usaha baru di bidang pengolahan pangan karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang utama. Salah satu produk makanan yang relatif baru di kalangan masyarakat adalah keripik bonggol pisang seperti yang diproduksi oleh IKM Al Barik. Keripik adalah makanan ringan (snack food) yang tergolong jenis makanan crackers yaitu makanan yang bersifat kering dan renyah (Sulistyowati,
1
2
1999). Keripik merupakan makanan yang disukai oleh masyarakat Indonesia pada umumnya karena merupakan makanan ringan dan mudah dikonsumsi. Berbagai jenis keripik dapat dengan mudah dijumpai, contohnya keripik buah, keripik tempe, dan keripik kentang. Namun keripik juga dapat dibuat dari bahan yang cukup unik yaitu bonggol pisang seperti yang diproduksi oleh IKM Al Barik di bawah ini.
Gambar 1.1 Keripik Bonggol Pisang Al Barik Bonggol pisang merupakan batang pisang bagian bawah yang umumnya tidak dimanfaatkan setelah proses panen pisang. Padahal, bonggol pisang mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi. Dalam 100 gram bonggol pisang terkandung 43,0 kalori, 0,36 g protein, 11,60 g karbohidrat, 86,0 g air, beberapa mineral seperti Ca, P, dan Fe, vitamin B1 dan C serta bebas kandungan lemak (Rukmana, 2005). Berbagai kandungan gizi yang terdapat pada bonggol pisang tersebut menjadikan bonggol pisang berpeluang untuk diolah menjadi produk makanan sehingga akan memberikan nilai tambah. Bonggol pisang berbentuk bulat dan mempunyai berat sekitar 2-3 kilogram.
3
Gambar 1.2 Bonggol pisang sebagai bahan baku keripik bonggol pisang
IKM Al Barik merupakan IKM yang memproduksi keripik bonggol pisang. IKM Al Barik berlokasi di Dukuh Widaran, Ponggok, Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta. Desa Sidomulyo merupakan salah satu dari tiga desa di Kecamatan Bambanglipuro dengan produksi pisang paling banyak. Produksi pisang di desa Sidomulyo pada tahun 2012 adalah 2.266 kwintal dan mengalami kenaikan sebesar 8,38% menjadi 2.456 kwintal pada tahun 2013 (Kecamatan Bambanglipuro dalam Angka, 2014). Dengan banyaknya produksi pisang ini maka ketersediaan bahan baku bonggol pisang tidak sulit untuk didapatkan. IKM Al Barik memulai usaha pada tahun 2007. Pada saat itu, IKM Al Barik menjalankan usaha dengan memproduksi berbagai makanan seperti kue-kue basah dan ceriping pisang. Namun kendala yang dihadapi adalah pemasaran produk tersebut masih sulit terutama untuk pemasaran ke toko-toko karena jenis produk tersebut sudah banyak pesaingnya. Usaha yang dijalankan tersebut dirasa tidak memberikan hasil yang menguntungkan sehingga pada tahun 2012 IKM Al Barik memproduksi keripik bonggol pisang. Ide pembuatan keripik bonggol pisang ini berawal dari kondisi di sekitar lokasi IKM Al Barik yang terdapat banyak limbah tanaman pisang yang terbuang dan tidak berguna. Bonggol pisang
4
sebenarnya merupakan limbah pascapanen tanaman pisang. Selama ini bonggol pisang di sekitar lokasi IKM Al Barik hanya dibiarkan begitu saja dan lama kelamaan akan membusuk sehingga dapat mencemari lingkungan. Melihat kondisi ini maka IKM Al Barik mencoba memanfaatkan bonggol pisang yang bentuknya menyerupai umbi-umbian tersebut untuk diolah menjadi keripik sehingga dapat memberikan nilai tambah bonggol pisang. Pada awalnya keripik bonggol pisang hanya dibagikan untuk keluarga sendiri, kemudian ada beberapa tetangga yang tertarik dengan produk ini sehingga akhirnya keripik bonggol pisang dikenal masyarakat sekitar. Keripik bonggol pisang Al Barik sudah dipasarkan di toko-toko dan beberapa swalayan di Yogyakarta serta juga dijual secara online. Saat ini produksi keripik bonggol pisang Al Barik sebesar 960 kemasan per bulan. Seiring dengan berkembangnya keripik bonggol pisang ini maka permintaan keripik bonggol pisang mengalami kenaikan. Dengan adanya kenaikan permintaan ini maka IKM Al Barik berencana menambah kapasitas produksi supaya dapat memenuhi permintaan pasar. Selain itu IKM Al Barik juga ingin membangun outlet atau kios sendiri sebagai tempat penjualan produknya. Rencana pengembangan ini tentunya memerlukan perhitungan dan analisis yang matang supaya diketahui apakah rencana pengembangan ini layak dilakukan serta untuk meminimalkan risiko kerugian. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis kelayakan pengembangan usaha keripik bonggol pisang yang ditinjau dari aspek pasar, teknis dan finansial sehingga dapat diketahui apakah rencana pengembangan usaha layak dilakukan atau tidak.
5
1.2 Rumusan Masalah Usaha keripik bonggol pisang Al Barik mempunyai potensi yang besar untuk berkembang. Hal ini dilihat dari grafik penjualan keripik bonggol pisang Al Barik yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Potensi konsumen keripik bonggol pisang ini besar mengingat keripik adalah produk makanan ringan yang banyak disukai masyarakat. Selain itu, kota Yogyakarta yang telah dikenal sebagai kota yang memiliki banyak potensi wisata juga memberikan keuntungan tersendiri bagi produsen keripik bonggol pisang Al Barik karena akan mempermudah pengenalan produk terhadap masyarakat maupun wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Keripik bonggol pisang dapat dikatakan sebagai suatu produk baru karena produk ini sebelumnya belum dijumpai di pasar. Untuk memperluas pasar, IKM Al Barik berencana melakukan pengembangan berupa penambahan jumlah produksi serta ingin mendirikan outlet/kios untuk penjualan produknya. Namun hal ini belum dapat terealisasi karena adanya keterbatasan modal untuk menambah investasi baru tersebut. Oleh karena itu, diperlukan analisis kelayakan pengembangan usaha yang meliputi aspek pasar, teknis, dan finansial untuk mengetahui apakah usaha ini layak untuk dilakukan, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya keterlanjuran investasi yang tidak menguntungkan akibat usaha yang tidak layak.
6
1.3 Tujuan penelitian 1. Menganalisis kelayakan pengembangan usaha keripik bonggol pisang Al Barik dari aspek pasar, teknis dan finansial. 2. Menganalisis tingkat sensitivitas usaha terhadap kenaikan harga input dan penurunan penjualan produk.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi bagi industri mengenai kelayakan usaha keripik bonggol pisang sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan yang dapat membantu pemilik usaha keripik bonggol pisang Al Barik dalam mengambil keputusan untuk melakukan investasi baru apabila industri akan melakukan pengembangan usaha ke arah yang lebih besar.
1.5 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian diperlukan supaya hasil penelitian lebih fokus dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian dilakukan di industri keripik bonggol pisang Al Barik yang berlokasi di Dukuh Widaran, Ponggok, Sidomulyo, Bambanglipuro Bantul Yogyakarta.
7
2. Analisis aspek pasar dibatasi pada pemasaran produk, pesaing, permintaan produk serta strategi pemasaran yang perlu dilakukan supaya produk tetap dapat bertahan dan berkembang di masa mendatang. 3. Analisis aspek teknis dibatasi pada ketersediaan bahan baku, peralatan yang digunakan, proses produksi, serta kapasitas produksi. 4. Analisis aspek finansial dibatasi pada perhitungan aspek-aspek finansial yaitu perhitungan nilai NPV, payback period, IRR, dan B/C ratio.
1.6 Penelitian Terdahulu Maulana (2008) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Studi Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi (BANISI) di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Penelitian ini menganalisis kelayakan non finansial (aspek pasar, bahan baku, teknis, manajemen, hukum, sosial ekonomi dan lingkungan) dan finansial usaha BANISI. Analisis data kuantitatif dilakukan menggunakan program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasi data yang ada serta mempermudah analisis data. Data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif. Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial yaitu analisis aspek pasar, bahan baku, teknis, manajemen, hukum, dan sosial ekonomi dan lingkungan, usaha pembuatan bandeng isi yang dijalankan BANISI layak untuk dilaksanakan karena tidak ada faktor yang menghambat kegiatan produksi BANISI dari tiap-tiap aspek. Sedangkan hasil aspek finansial dalam penelitian dibagi menjadi tiga pola usaha, namun hanya dua dari tiga pola usaha yang telah dirancang layak untuk
8
diusahakan. Satu pola usaha tidak layak dilaksanakan karena mempunyai nilai NPV negatif. Syarif (2011) meneliti tentang Analisis Kelayakan Usaha Minyak Aromatik Merk Flosh di UKM Marun Aromaterapi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis usaha berdasarkan nilai IRR, PI, NPV, BEP, PP, R/C Ratio dan analisis sensitivitas. Hasil analisis kelayakan baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif menunjukkan usaha ini layak untuk dijalankan. Hal ini ditunjukkan dengan analisis finansial yang menghasilkan nilai NPV yang positif yaitu sebesar Rp 659.100.845,-, nilai IRR 79.50% dimana nilai ini lebih besar dari suku bunga pinjaman (14%). Net B/C 2.50, BEP Rp 133.149.038 dan PBP 1.25 tahun yang berarti usaha ini sudah dapat menutup biaya investasi awalnya sebelum umur usaha berakhir. Hasil analisis sensitivitas dengan skenario peningkatan biaya variabel 10% menunjukkan usaha ini menjadi tidak layak. Berbeda dengan skenario penurunan volume penjualan 20% menunjukkan usaha ini masih layak untuk dijalankan. Penelitian mengenai kelayakan usaha lainnya dilakukan oleh Nurwati (2014) yang berjudul Analisis Kelayakan Industri Teh Celup Berbahan Baku Simplisia Ciplukan di Provinsi DIY. Analisis kelayakan usaha ini meliputi aspek pasar, teknis, dan finansial. Berdasarkan analisis pasar, produk teh ciplukan mendapat respon positif dari aspek minat maupun atribut produk sehingga produk dapat diterima konsumen dan layak untuk dipasarkan. Dari aspek teknis, proses
9
produksi layak dijalankan dengan ketersediaan alat dan tenaga kerja sehingga industri ini dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Sementara itu berdasarkan perhitungan aspek finansial industri ini dinyatakan layak dengan hasil perhitungan PBP 1 tahun, NPV sebesar Rp 346.464.949, IRR 85,19%, BCR 1,5 dan BEP senilai Rp 165.487.833,-. Terdapat persamaan dari ketiga penelitian di atas yaitu ketiga obyek yang dianalisis merupakan usaha baru. Studi kelayakan usaha penting dilakukan baik pada usaha yang baru dijalankan maupun kepada perluasan atau pengembangan dari usaha yang telah ada. Hal ini dikarenakan dalam melakukan suatu proyek bisnis digunakan masukan-masukan (input) berupa sumber daya maupun sumber dana, dimana sumber daya dan sumber dana yang digunakan ini jumlahnya terbatas. Agar tidak terjadi pemborosan terhadap penggunaan sumber daya dan sumber dana tersebut maka perlu dilakukan penelitian apakah proyek bisnis yang dilaksanakan menguntungkan atau tidak. Menurut Subagyo (2008), metode penyusunan studi kelayakan tidak ada yang baku, namun pada umumnya terdiri atas beberapa aspek, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis produksi dan teknologis, aspek manajemen, aspek legal dan perizinan, dan aspek keuangan. Tingkat kerumitan, kedalaman, dan kompleksitas studi kelayakan bergantung pada objek kajian studi itu sendiri. Secara umum aspek yang dianalisis dalam penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yaitu aspek pasar, teknis, dan finansial. Penelitian ini tidak membahas aspek manajemen karena skala usaha pembuatan keripik bonggol pisang ini masih kecil sehingga belum membutuhkan banyak tenaga kerja (SDM).
10
Sedangkan untuk aspek legal dan perizinan (lingkungan) juga tidak dibahas karena wilayah operasional IKM yang masih sempit dan terbatas. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah pada obyek/produk yang diteliti. Obyek penelitian ini adalah keripik bonggol pisang yang merupakan produk baru di kalangan masyarakat sehingga belum banyak terdapat penelitian mengenai produk ini. Selain perbedaan obyek yang diteliti, lokasi penelitian ini juga berbeda dengan penelitian sebelumnya.