1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan keperawatan menjadi faktor penentu keberhasilan pelayanan kesehatan di rumah sakit . Hal ini disebabkan karena tenaga keperawatan merupakan tulang punggung rumah sakit dan subsistem dalam pelayanan kesehatan serta menjadi bagian integral dari pelayanan rumah sakit ( Depkes, 2006 ). Keperawatan sebagai profesi yang merupakan bagian dari masyarakat akan terus berubah sejalan dengan masyarakat yang terus berkembang dan mengalami perubahan. Keperawatan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain keperawatan sebagai bentuk asuhan kepada masyarakat, keperawatan sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi serta keperawatan sebagai kelompok masyarakat profesional ( Nursalam, 2014 ).
Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan, bahkan pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor penentu bagi mutu pelayanan dan citra rumah sakit ( Nursalam, 2014). Salah satu faktor yang mendukung keyakinan tersebut adalah kenyataan yang dapat dilihat di unit pelayanan kesehatan rumah sakit, dimana tenaga kesehatan yang selama 24 jam harus berada disisi klien adalah keperawatan. Oleh karena itu pelayanan keperawatan berkontribusi dalam menentukan mutu pelayanan di rumah sakit, sehingga setiap upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit harus disertai upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan 2013 ).
( Triwibowo,
2
Mutu pelayanan merupakan kesesuaian pelayanan kesehatan dengan standar profesi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara baik, sehingga semua kebutuhan pelanggan dan tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dapat tercapai. Pelayanan kesehatan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling terkait, saling tergantung dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.
Manajemen keperawatan merupakan pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Manajemen mengandung tiga prinsip pokok yang menjadi ciri utama penerapannya yaitu efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya, efektif dalam memilih alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, dan rasional dalam pengambilan keputusan manajerial.
Menurut Freeman dan Gilbert (1996) dalam Schlosser (2003) terdapat beberapa elemen utama dalam fungsi manajemen keperawatan diantaranya yaitu planning, organizing, actuating (coordinating & directing), staffing, leading, reporting, controlling dan budgeting. Komunikasi merupakan bagian dari strategi coordinating (koordinasi) yang berlaku dalam pengaturan pelayanan keperawatan. Menurut Swansburg (2000), komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam mencapai hasil yang optimal sehingga peran komunikasi sangat penting dalam penerapan manajemen keperawatan. Adapun salah satu komunikasi yang dilakukan perawat secara rutin yaitu kegiatan timbang terima pasien saat pertukaran shift keperawatan
3
yang juga merupakan salah satu dari enam sasaran keselamatan pasien. Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
oleh
resipien/penerima
akan
mengurangi
kesalahan,
dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Alvarado, et al (2006) mengatakan adanya standar komunikasi efektif yang terintegrasi dengan keselamatan pasien dalam timbang terima pasien dan disosialisasikan secara menyeluruh pada perawat pelaksana akan meningkatkan efektifitas dan koordinasi. Efektifitas dapat ditingkatkan dengan mengkomunikasikan informasi penting sehingga meningkatkan kesinambungan pelayanan dalam mendukung keselamatan pasien.
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan, salah satunya adalah prosedur timbang terima yang merupakan kegiatan sehari-hari dan harus dilakukan oleh perawat. Pelaksanaan serah terima pasien merupakan tindakan keperawatan yang secara langsung akan berdampak pada perawatan pasien, selain itu juga serah terima pasien dibangun sebagai sarana untuk menyampaikan tanggung jawab serta penyerahan legalitas yang berkaitan dengan pelayanan keperawatan pada pasien (Safitri, 2012).
Timbang terima merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien. bertujuan menyampaikan kondisi atau keadaan secara umum pasien, menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindak lanjuti oleh dinas berikutnya. Timbang terima pasien harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara
4
singkat, jelas, dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/belum dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna (Nursalam, 2013).
Timbang terima pasien dirancang sebagai salah satu metode untuk memberikan informasi yang relevan pada tim perawat setiap pergantian shift, sebagai petunjuk praktik memberikan informasi mengenai kondisi terkini pasien, tujuan pengobatan, rencana perawatan serta menentukan prioritas pelayanan (Rushton,2010). Timbang terima sangat bermanfaat bagi hubungan antara perawat dengan perawat serta hubungan antara perawat dengan pasien. Manfaat bagi perawat yaitu meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat, menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat, pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien dilaksanakan secara berkesinambungan, Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara paripurna. Sedangkan bagi pasien, manfaat yang didapat pasien bisa menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap. Pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan karena setiap perkembangan yang terjadi maupun tindakan yang akan dilakukan diinformasikan dengan jelas kepada pasien/keluarga (Friesen, 2008)
Akibat yang berkaitan dengan pelaksanaan timbang terima pasien merupakan keprihatinan internasional, sebagaimana dilaporkan Cohen & Hilligoss (2009) dalam suatu studinya yaitu 889 kejadian malpraktek ditemukan 32%
5
akibat kesalahan komunikasi dalam timbang
terima pasien yang dapat
menimbulkan kesalahan dalam pemberian obat, kesalah pahaman tentang rencana keperawatan, kehilangan informasi serta kesalahan pada pemeriksaan penunjang .
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan timbang terima pasien diantaranya adalah timbang terima yang terlalu lama, informasi yang diberikan lebih banyak berkaitan dengan medis, dan hanya sedikit informasi yang diberikan berhubungan dengan keperawatan. Selain itu juga terdapat keprihatinan terhadap pelaksanaan timbang terima pasien yang dalam penelitian ditemukan 70% kesesuaian antara laporan dengan kondisi sebenarnya, terdapat kelalaian 12% yang berkaitan dengan timbang terima dalam pemberian asuhan keperawatan ( Friesen, 2008 ).
Alvarado, et all. 2006 menyatakan bahwa ketidak akuratan informasi dalam melakukan timbang terima dapat menimbulkan dampak yang serius pada pasien, hampir 70% kejadian yang menyebabkan kecacatan atau kematian disebabkan karena buruknya komunikasi. Studi yang dilakukan oleh Andrew (2005) dalam Leonard (2014) di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa 45% pasien
yang
dirawat
di
rumah
sakit
pernah
mengalami
medical
mismanagement dalam pemberian obat, dan sekitar 17 % memerlukan hari rawat inap yang lebih panjang atau mengalami efek samping yang serius. Salah satu penyebab terjadinya medication error adalah adalah timbang terima antar shift yang tidak jelas dan tidak adanya validasi data ke pasien. Berdasarkan data JCHO (2006), di 36 rumah sakit dan nursing home di
6
Colorado dan Georgia 7 USA dari 3216 jenis pemberian obat 4% diberikan obat
yang salah (Joint
Commission
Organization/JCAHO, 2006).
on Accreditiation
of Health
Di Indonesia belum dapat ditemukan
pencatatan yang pasti tentang akibat kesalahan timbang terima, namun Maryan (2009) menyatakan bahwa kasus pemberian obat yang tidak benar maupun tindakan medis yang berlebihan atau kurang sering terjadi di Indonesia, hanya saja tidak terekspos media massa.
Patterson, Emiliy S., & Wears, Robert L. (2010) menyatakan sekitar 20%30% dari informasi yang disampaikan selama pergantian timbang terima tidak didokumentasikan dalam peristiwa perawatan.
buruk
catatan
medis
seperti keterlambatan
dalam
Landrigan
dapat diagnosa
menyebabkan medis
dan
(2007) mengungkapkan hampir 80% kesalahan
medis yang serius terjadi disebabkan oleh miskomunikasi. Penelitian ini membentuk bahwa timbang terima yang dilaksanakan dengan baik dapat membantu
mengidentifikasi
kesalahan
serta
memfasilitasi
kesinambungan perawatan pasien. Hasil penelitian Mayasari (2011)
di Ruang Kelas I Irna Non Bedah
(Penyakit Dalam) RSUP DR. M. Djamil Padang ditemukan pada pelaksanaan timbang terima yang diobservasi pada pergantian shift pagi- sore – malam yang dilaksanakan tiga kali pertemuan tidak ada yang dilaksanakan dengan efektif dengan rata – rata persentase yang diperoleh adalah 60.3%. Hasil penelitian Hardianti Anthon (2012) masih ada 25,6% perawat yang belum melaksanakan sepenuhnya timbang terima diruang rawat inap di RSUD Kabupaten Majene.
7
Timbang terima pasien penting karena informasi yang relevan dapat mempengaruhi keselamatan pasien. Alvarado, et al (2006) menjelaskan bahwa komunikasi berbagai informasi yang diberikan oleh perawat dalam pertukaran shif sangat membantu dalam perawatan pasien. Penelitian Dewi (2012), menunjukkan di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi terjadi peningkatan penerapan keselamatan pasien sebesar 9.77 (8.14%) sesudah perawat pelaksana mendapatkan pelatihan timbang terima pasien menjadi 108.21 (90.17%). Kajian data-data tersebut menjelaskan bahwa timbang terima
dapat menjadi metode komunikasi untuk memberikan
informasi yang relevan bagi perawat.
Timbang terima perlu terus ditingkatkan baik teknik maupun alurnya karena timbang terima merupakan bagian penting dalam menginformasikan permasalahan klien sehari-hari. Penelitian yang dilakukan oleh Clark et al 2009 menyatakan keakuratan komunikasi dalam pelaksanaan timbang terima dipengaruhi oleh pengkajian pasien, komunikasi asertif, kesinambungan perawatan dan kerjasama tim. Hasil penelitiannya juga mendeskripsikan 82% perawat menyatakan perlu adanya standar prosedur timbang terima, 94% menyatakan perlu dilakukan pemahaman komunikasi karena setiap perawatan melakukan pelaporan dengan cara berbeda, hanya 32% yang menyatakan informasi yang dibutuhkan untuk perawatan pasien pada timbang terima. Timbang terima pasien merupakan suatu tindakan atau perilaku perawat. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green. Menurut Green dalam Notoatmodjo ( 2014 ), perilaku
8
ditentukan atau dibentuk oleh 3 faktor utama yakni : faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. faktor predisposisi yang tewujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai dan sebagainya. faktor pendukung yang mencangkup dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas atau sarana – sarana kesehatan . faktor pendorong terwujud dalam sikap dan prilaku petugas kesehatan lainnya yang merupakan kelompok referensi dari prilaku masyarakat.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yudianto 2005 yang melihat faktorfaktor yang berhubungan dengan pelaksanaan timbang terima di RS Hasan Sadikin yaitu timbang terima sudah dilaksanakan dengan baik dan terdapat dukungan pimpinan dalam pelaksanaan timbang terima. Hasil penelitian Kerisyanti 2014 menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan timbang terima serta sikap sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan timbang terima ruang rawat inap RS.UNHAS . Penelitian yang dilakukan oleh Tan Amil Khusain (2013) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan timbang terima adalah dukungan dari pimpinan, komunikasi yang terbuka, pendidikan perawat dan kerjasama tim (dukungan tim). Serta penelitian yang dilakukan oleh O’Copnnell,et al. 2008 dipengaruhi oleh jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja dan pengalaman kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmi 2000 di salah satu ruangan di rumah sakit Hasan Sadikin Bandung (ruangan 2) menemukan bahwa tingkat pengetahuan perawat dalam hal operan pasien menunjukkan baik, penelitian
9
ini juga menemukan bahwa sikap yang ditunjukkan dalam operan pasien menunjukkan sikap yang positif.
Berdasarkan rangkuman beberapa penelitian diatas bahwa faktor yang berhubungan dengan pengetahuan sangat penting karena pengetahuan hal yang berhubungan dengan komitmen yang sangat diperlukan dalam upaya membangun budaya keselamatan pasien melalui pelaksanaan timbang terima pasien, faktor sikap juga mempengaruhi karena sikap perawat dalam pelaksanaan timbang terima menjadi lebih positif disebabkan peningkatan motivasi yang dipengaruhi oleh prilaku perawat itu sendiri, faktor dukungan pimpinan mempengaruhi karena jika bawahan termotivasi dengan baik oleh pimpinannya maka perawat akan dapat menyelesaikan tugas – tugasnya dengan baik, serta dukungan teman sejawat juga dapat mempengaruhi karena menurut Azwar 2005 menyatakan orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang dapat mempengaruhi sikap kita.
RSUD Pariaman merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit kelas B berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No. 445-304 / 2016 pada tanggal 15 maret 2016. RSUD Pariaman sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan untuk masyarakat Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman. Dengan jumlah perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap berjumlah 110 orang. (bidang Keperawatan, 2016).
Kekuatan tenaga keperawatan yang begitu
besar di Rumah sakit akan berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan oleh tenaga keperawatan, kinerja perawat yang baik dan profesional pada
10
gilirannya akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh tenaga keperawatan secara keseluruhan dirumah sakit.
Hasil studi pendahuluan di ruang rawat inap RSUD Pariaman yang dilakukan pada saat residensi melalui observasi dengan lima ruangan rawat inap, kegiatan timbang terima yang dilakukan di RSUD Pariaman menggunakan metode tradisional seperti pelaksanaan timbang terima dimeja perawat, menggunakan komunikasi satu arah, informasi yang disampaikan belum akurat dimana perawat hanya menyebutkan nama pasien dan tindakan yang telah dilakukan tanpa menjelaskan apa yang melatar belakangi keluhan pasien dan rencana tindakan lanjut yang harus di lakukan, tidak semua perawat yang berdinas mengikuti timbang terima karena keterlambatan dan mereka tidak menampakkan sikap bersalah karena tidak mengikuti timbang terima dan ketika ditanya pada 6 orang perawat bagaimana melakukan timbang terima yang benar, mereka mengatakan tidak tahu dan tidak bisa menjelaskan betapa pentingnya informasi yang akurat dalam pelaksanaan timbang terima.
Timbang terima yang dilakukan selama ini di RSUD Pariaman tidak sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) Rumah sakit sehingga menyebabkan status pasien tidak terisi dengan lengkap bahkan informasi penting pasien juga tidak di catat dalam status pasien dan buku laporan timbang terima yang digunakan selama ini hanya berisi nama pasien, terapi apa yang digunakan pasien dan catatan keluar masuk pasien, timbang terima dilanjutkan dengan mengunjungi pasien tapi hanya sekedar melihat pasien jarang melakukan klarifikasi kondisi pasien dan mengecek keselamatan
11
pasien yang menyebabkan belum terjaminnya keselamatan pasien, kesalahan dalam pemberian obat dan injeksi serta kebanyakan kesalah tidak terlihat atau tidak diketahui karena belum lengkapnya sistem pencatatan dan pelaporan yang ada, serta tidak
penah dilakukannya audit internal
keperawatan oleh atasan (Bag.Diklat keperawatan ).
Pemahaman perawat yang belum optimal mengenai pentingnya pelaksanaan timbang terima sebagai langkah awal mengidentifikasi kesalahan beresiko terhadap penerapan keselamatan pasien dalam meningkatkan asuhan keperawatan yang berkesinambungan dalam memberikan pelayanan, ini merupakan kondisi yang ditemukan di RSUD Pariaman. Perlu dilakukan suatu tindakan untuk diketahuinya faktor apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan timbang terima pasien di ruang rawat inap RSUD Pariaman. Untuk itu dalam kaitannya dengan permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu kajian yang mendalam tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan timbang terima pasien diruang rawat inap RSUD Pariaman 2016.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan informasi dan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “faktor – faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan timbang terima pasien diruang rawat inap RSUD Pariaman”
12
1.3
Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Diketahuinya faktor – faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan timbang terima diruang rawat inap RSUD Pariaman.
1.3.2
Tujuan Khusus a. Diketahuinya distribusi frekuensi
pengetahuan perawat di
ruang rawat inap RSUD Pariaman b. Diketahuinya distribusi frekuensi sikap perawat di ruang rawat inap RSUD Pariaman. c. Diketahuinya distribusi frekuensi dukungan pimpinan di ruang rawat RSUD Pariaman d. Diketahui distribusi frekuensi teman sejawat di ruang rawat inap RSUD Pariaman. e. Diketahuinya distribusi frekuensi pelaksanaan timbang terima di RSUD Pariaman f. Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan pelaksanaan timbang terima pasien di ruang rawat inap RSUD Pariaman g. Diketahuinya hubungan sikap dengan pelaksanaan timbang terima pasien di rawat inap RSUD Pariaman h. Diketahuinya
hubungan
dukungan
pimpinan
dengan
pelaksanaan timbang terima pasien di RSUD Pariaman i. Diketahuinya hubungan dukungan teman sejawat dengan pelaksananaan timbang terima psien di RSUD Pariaman
13
j. Diketahuinya faktor dominan dari faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan timbang terima di ruang Rawat Inap RSUD Pariaman.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dalam penerapan pelaksanaan timbang terima : 1.4.1 Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Pariaman / Bidang Keperawatan Masukan dan alternatif bagi pihak manajemen rumah sakit untuk membuat
intervensi
terhadap
peningkatan
kemampuan
dalam
pelaksanaan timbang terima melalui kegiatan pengembangan SDM berupa pendidikan dan pelatihan yang lebih spesifik pada perawat pelaksana untuk meningkatkan kualitas mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit. 1.4.2
Bagi Pelayanan Kesehatan Manfaat untuk pelayanan keperawatan memberikan kesempatan kepada kepala ruangan dan perawat pelaksana sebagai subjek peneliti untuk mengungkapkan dari pengalamannya.
1.4.3
Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan kajian kelompok keilmuan terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan timbang terima serta dapat diaplikasikan secara lansung untuk kepentingan pengembangan teori kepemimpinan dan manajemen keperawatan, manajemen pelayanan khususnya, terkait dengan
14
peningkatan mutu asuhan keperawatan yang merupakan bagian dari lisensi profesi keperawatan. 1.4.4
Bagi Peneliti selanjutnya Penelitian ini dapat memberikan pengalaman belajar yang berharga dalam mengaplikasikan pengetahuan yang didapat selama studi, peningkatan ketrampilan dalam penelitian manajemen keperawatan serta bertambahnya wawasan dibidang penelitian.