1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik yang dimilikinya. Potensi tersebut mencakup berbagai aspek kemampuan yang dapat dikembangkan pada diri peserta didik, baik kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Melalui proses pendidikan, peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (Ali, 2009: 1). Salah satu karakteristik manusia cerdas adalah mampu berpikir kritis. Sebuah kemampuan yang dapat dimiliki manusia melalui pembiasaan yang harus dikembangkan melalui proses pendidikan, dalam jangka waktu yang panjang dan berkelanjutan.
Ennis
(1996:xvii)
dalam
bukunya
Critical
Thinking
mengemukakan bahwa: “ critical thinking is a process, the goal of which to make reasonable decisions about what to believe and what to do”. Selain membutuhkan waktu yang panjang dan berkelanjutan, proses pendidikan untuk mencapai kemampuan berpikir kritis memerlukan proses penguatan sehingga akhirnya kebiasaaan itu menjadi bagian dari jati diri seseorang (characterization) (Hasan, 2012: 130).
Selanjutnya, Ennis (1996: 3) memperkenalkan berpikir kritis sebagai berpikir reflektif yang difokuskan pada membuat keputusan mengenai apa Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
yang diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis mencakup proses pengaturan diri dalam memutuskan (judging) sesuatu yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, maupun pemaparan menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi, kriteria, atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar dibuatnya keputusan. Berpikir kritis penting sebagai alat inkuiri. Berpikir kritis merupakan
suatu
kekuatan
serta
sumber
tenaga
dalam
kehidupan
bermasyarakat dan personal seseorang. Pemikir kritis yang ideal memiliki rasa ingin tahu yang besar, teraktual, nalarnya dapat dipercaya, berpikiran terbuka, fleksibel, seimbang dalam mengevaluasi, jujur dalam menghadapi prasangka personal, berhati-hati dalam membuat keputusan, bersedia mempertimbangkan kembali, transparan terhadap isu, cerdas dalam mencari informasi yang relevan, beralasan dalam memilih kriteria, fokus dalam inkuiri, dan gigih dalam mencari temuan. Dalam bentuk sederhananya, berpikir kritis didasarkan pada nilai-nilai intelektual universal, yaitu: kejernihan, keakuratan, ketelitian (presisi), konsistensi, relevansi, fakta-fakta yang reliabel, alasan-alasan yang baik, dalam, luas, dan sesua. Dalam hal ini, Ennis (1996: 5) membedakan berpikir kritis menjadi dua aspek penting yaitu aspekkarakter (disposition) dan keterampilan (ability). Karakter dan keterampilan merupakan dua hal terpisah dalam diri seseorang. Dari perspektif psikologi perkembangan, karakter dan keterampilan saling menguatkan, karena itu keduanya harus secara eksplisit diajarkan bersama-sama (Kitchener dan King, 1995 dalam Facione et al., 2000: 45). Karakter (disposition) tampak dalam diri seseorang sebagai pemberani, penakut, pantang menyerah, mudah putus asa, dan lain sebagainya. John Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
Dewey menggambarkan aspek karakter dari berpikir sebagai “atribut personal” (Dewey, 1933 dalam Facione et al., 2000: 47). Suatu karakter (disposisi) manusia merupakan motivasi internal yang konsisten dalam diri seseorang untuk bertindak, merespon seseorang, peristiwa, atau situasi biasa. Berbagai pengalaman memperkuat teori karakter (disposisi) manusia yang ditandai sebagai
kecenderungan
yang
tampak,
yang
dapat
dengan
mudah
dideskripsikan, dievaluasi, dan dibandingkan oleh dirinya sendiri dan orang lain.
Mengetahui
karakter
(disposisi)
seseorang
memungkinkan
kita
memperkirakan, bagaimana seseorang cenderung bertindak atau bereaksi dalam berbagai situasi (Facione et al., 2000: 47). Berbeda dengan karakter, keterampilan dimanifestasikan dalam bentuk perbuatan. Seseorang dengan keterampilan yang baik cenderung mampu memperlihatkan sedikit kesalahan dalam mengerjakan tugas-tugas sedangkan orang yang kurang terampil membuat kesalahan yang lebih banyak bila diberikan sejumlah tugas yang sama (Facione et al., 2000: 48). Menurut Paul et al (2010: 1) Konsepsi berpikir kritis berasal dari dua kata dasar dalam bahasa Latin yakni “kriticos” yang berarti penilaian yang cerdas (discerning judgment) dan “criterion” yang berarti standar. Kata kritis juga ditandai dengan analisis cermat untuk mencapai penilaian yang objektif terhadap sesuatu. Konsepsi berpikir kritis dapat dipandang dari dua cara, yakni konsepsi umum dan konsepsi subjek-spesifik. Konsepsi umum memandang sebagai satu set kemampuan dan disposisi yang bisa digeneralisasi dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi dan berbagai domain pengetahuan. Sementara itu, Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
konsepsi subjek-spesifik menganggap sebagai satu bentuk berpikir yang spesifik dalam kerangka kognitif tertentu, tergantung pada dan ditentukan oleh pengetahuan yang luas mengenai masalah yang dipikirkannya (Emilia, 2007: 34).
Mengenai potensi-potensi intelektual yang dimiliki manusia, Gordon (2003:1-2) membagi memori manusia dalam dua kategori yaitu memori biasa (ordinary memory) dan memori cerdas (intelegent memory). Memori biasa terdapat pada orang-orang yang kurang mengembangkan kecerdasan berpikirnya, sedangkan memori cerdas merupakan hasil dari proses pendidikan yang panjang dan terus menerus mengenai berpikir kritis. Walaupun diakui bahwa intelegensi atau kecerdasan dipengaruhi oleh faktor hereditas, namun potensi tersebut tidak akan berkembang dengan baik tanpa campur tangan lingkungan, termasuk di dalamnya lembaga pendidikan. Menurut Harris dalam Hasan (2012:130) berpikir kritis adalah “ a habit of cautious evaluation an analytic mindset aimed at discovering component parts of ideas and philoshopies, eager to weigh the merits of arguments and reasons in order to become a good judge of them”. Dalam definisi tersebut, jelas bahwa berpikir kritis dikembangkan melalui kebiasaan dalam menganalisis sebuah masalah, baik faktor penyebab, proses maupun keputusan-keputusan yang akan diambil dalam memecahkan masalah tersebut. Kemampuan tersebut merupakan salah satu aspek kemampuan
yang
harus
dikembangkan
secara
terus
menerus
dan
berkesinambungan melalui proses pendidikan. Begitu juga Ennis (1996:vxii) menilai bahwa kemampuan berfikir kritis merupakan aspek utama dalam kehidupan manusia, sebab menurutnya manusia senantiasa membuat keputusan-keputusan dalam memecahkan masalah kehidupannya, baik dalam Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
memecahkan masalah-masalah pribadi, pekerjaan, maupun sebagai warga Negara. Pengembangan kemampuan berpikir kritis merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Selain sudah tercakup dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang sangat bermanfaat bagi peserta didik dalam kehidupannya, baik dalam mengembangkan potensi dirinya, masyarakat atau bangsanya. Dalam berfikir kritis seseorang mempunyai kemampuan dalam mengembangkan perhatian (focus), argumentasi-argumentasi rasional (reasons), kesimpulan-kesimpulan (inference), beradaptasi dalam situasi-situasi tertentu (situation), kejelasan dalam berfikir (clarity), dan mempunyai wawasan yang luas (overview). Keenam elemen dasar berfikir kritis tersebut oleh Ennis (1996:4) disebut dengan FRISCO approach atau FRISCO ideas dalam mengembangkan kemampuan berfikir kritis. Keenam
tahap
berpikir
kritis
tersebut
merupakan
tahap-tahap
kemampuan kognitif tingkat tinggi menurut konsep kemampuan kognitif manusia (Yulaelawati, 2007:71). Melalui kemampuan tersebut, maka peserta didik dapat memaksimalkan kemampuan
berpikirnya sehingga dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapinya dengan benar dan tepat. Dalam hal ini Muhfahroyin (2009:1) menjelaskan bahwa: Critical thinking is relates to high level activity covers ability in problem solving, decision making, reflective thinking, creative thinking, and conclusion making. Critical thinking is called as a higher order thinking skill. Student centered learning requires a learner to think critically with creativity, inovation, and supported a curriculum that is supporting the learning.
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
Kemampuan berpikir kritis juga sangat diperlukan peserta didik sebagai bekal dalam menghadapi perkembangan dunia saat ini, di mana tantangan dan kebutuhan hidup manusia terus berkembang dan lebih berat yang membutuhkan daya pikir dan nalar yang lebih berkualitas. Peserta didik yang tidak mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis hanya akan menjadi objek penguasaan globalisasi, di mana pada era informasi global proses masuknya budaya dan informasi baru akan semakin cepat dan membutuhkan keterampilan untuk memilih, menyeleksi, dan mengolah serta menggunakan informasi tersebut dalam meningkatkan kualitas kehidupannya. Pembelajaran sejarah mempunyai kedudukan yang penting dalam pengembangan kemampuan berpikir kritis. Menurut Hasan (2008, 3-4) dari delapan potensi pendidikan sejarah, maka potensi pertama yang dapat dikembangkan
adalah
pendidikan
sejarah
mampu
mengembangkan
kemampuan berpikir kritis. Sebagai pelajaran mengenai peristiwa masa lampau, sejarah memiliki berbagai masalah yang membutuhkan kemampuan berpikir kritis dalam memahami dan menilai berbagai peristiwa sejarah tersebut, baik dari aspek peristiwanya maupun hubungan serta manfaatnya bagi kehidupan masa kini. Dari aspek peristiwanya, banyak sejarah yang disajikan mendorong peserta didik untuk berpikir kritis terhadap fakta-fakta yang ada, misalnya apakah fakta yang disajikan tersebut sesuai dengan yang sebenarnya atau tidak. Materi-materi sejarah yang masih dianggap kontroversial sangat baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran sejarah. (Kamarga, 2008: 16).
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
Selain itu, proses belajar berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah dapat berlangsung dengan mendorong peserta didik untuk menggali keterhubungan peristiwa sejarah dengan peristiwa-peristiwa berikutnya sampai peristiwa saat ini. Menggali nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah peristiwa sejarah kemudian memikirkan manfaat dan kegunaannya dalam kehidupan manusia saat ini merupakan proses berpikir kritis yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah. Dalam hal ini Wiriaatmadja (2002:147) menguraikan konsepsi berpikir kritis dalam pelajaran sejarah sebagai berikut: Kemampuan berfikir peserta didik melalui pendidikan sejarah dikembangkan tidak hanya dengan cara menghafal siapa, kapan, dan di mana (who, when, dan where) saja, melainkan yang perlu lebih mantap dan sering dilakukan adalah denhan memaparkan bagaimana (how atau proses) dan mengapa (why)-nya dari sebuah peristiwa sejarah sehingga peserta didik dilatih dalam aspek kognitif yang lebih tinggi dari pengatahuan saja. Dalam pengembangan kurikulum pendidikan sejarah berpikir kritis juga merupakan salah satu prinsip utama. Hasan (2006) mengemukakan beberapa pengembangan kurikulum pendidikan sejarah antara lain: 1) berdasarkan lingkungan terdekat peserta didik, 2) belajar dari yang konkrit ke yang abstrak serta, 3) Belajar untuk berpikir haruslah sudah menjadi prinsip dalam kurikulum pendidikan sejarah. Prinsip ketiga itulah yang mesti dipahami bagi pengembang kurikulum pendidikan sejarah, baik dari tingkat pusat sampai guru sejarah itu sendiri. Sebab selama ini, masih banyak kesalahfahaman terhadap pendidikan sejarah, yaitu anggapan bahwa pendidikan sejarah hanya menekankan pada kemampuan “ordinary memory” saja atau kemampuan mengingat dan menghafal fakta-fakta sejarah tanpa proses berpikir kritis baik terhadap materi Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
maupun makna dari fakta tersebut dalam meningkatkan kebajikan kehidupan. Padahal objek mata pelajaran sejarah bersifat lebih abstrak dan sesuatu yang abstrak memerlukan kemampuan berpikir yang lebih tinggi. (Hasan, 2007:1-2). Dalam hal ini Hastuti (2010:2) mengungkapkan bahwa: Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah dapat dilakukan guru melalui proses pembelajaran sejarah dengan melakukan pendekatan kreatif yang berdasarkan filosofi kontruktivisme dan berorientasi pada pendekatan kontekstual. Hal itu hanya dapat dilakukan jika guru memahami dan menguasai tidak hanya teori dan konsep sejarah dengan baik, tetapi juga guru diharapkan mampu merekonstruksi suasana pembelajaran yang kondusif, menumbuhkan kreatifitas anak, merangsang proses berpikir dan imajinasi siswa
Nash dan Crabtree dalam Supardan (2004:2) mengemukan pentingnya berpikir kritis dalam belajar sejarah. Menurut mereka, kemampuan berpikir kritis sangat berhubungan dengan pengembangan keterampilan sejarah, sehingga antara pemahaman, kemampuan berpikir kritis dan keterampilan sejarah merupakan kualitas standar yang harus dikuasai oleh setiap siswa yang belajar sejarah. Keterampilan sosial tersebut mencakup didalamnya adalah keterampulan berpikir dan bernalar secara kritis (thinking and reasoning) yang harus
dilatihkan,
dicontohkan
dan
dikembangkan
oleh
guru
dalam
pembelajaran sejarah (Supriatna, 2007). Hasan (1999:9) menyimpulkan bahwa terdapat pergeseran dalam filsafat pendidikan sejarah dari perenialism yang menekankan “transmission of the glorious past” ke arah suatu posisi di mana berbagai aliran filsafat seperti essensialism bahkan social recontructionism bergabung terlebur di dalamnya. Mengajarkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran sejarah memerlukan perencanaan yang baik. Hal itu disebabkan karena belajar sejarah Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
adalah berlajar konsep-konsep yang abstrak sehingga guru harus mampu menyajikan pembelajaran sejarah yang mendorong daya berpikir kritis dan rasional terhadap konsep atau peristiwa sejarah yang diajarkan. Peristiwaperistiwa sejarah dengan berbagai macam interpretasinya akan mendorong peserta didik berpikir kritis sekaligus melakukan refleksi makna dari nilai-nilai yang dapat digali dari materi pelajaran sejarah tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penggunaan media pembelajaran dapat membantu upaya-upaya pembelajaran sejarah dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Media dapat membantu peserta didik lebih memahami materi pelajaran, sekaligus mengkaji secara kritis materi maupun makna dari sebuah peristiwa sejarah. Peserta didik dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai latar belakang, proses atau dampak dari sebuah peristiwa yang dihantarkan melalui media pembelajaran sejarah. Media pembelajaran dapat mempermudah guru dan peserta didik dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini Marlina (2009:1) berpendapat bahwa: Seiring perkembangan jaman dan kemjauan teknologi, maka makin banyak pilihan dalam unsur-unsur program pengajaran tersebut. Pelajaran sejarah sangat membosankan dan bersifat hapalan, sehingga sejarah diremehkan. Melalui tersedianya beraneka ragam faslitas teknologi yang dapat digunakan untuk pembelajaran sejarah tersebut maka memberikan banyak pihan kepada guru untuk memanfaatkannya sehingga dapat memberikan kemudahan dalam proses kegiatan belajar mengajar dan mengoptimalkan hasil belajar. Begitu pula media pembelajaran dapat mempermudah guru dalam menyajikan materi-materi sejarah yang bersifat abstrak dan kemungkinan sulit disampaikan tanpa melalui media, misalnya hanya melalui metode bertutur
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
(bercerita). Mengenai hal tersebut, Santyasa (2007:2) menyimpulkan bahwa prinsip media mediated instruction menempati posisi cukup strategis dalam rangka mewujudkan Ivent belajar secara optimal. Ivent belajar yang optimal merupakan salah satu indikator untuk mewujudkan hasil belajar peserta didik yang optimal pula. Dalam era perkembangan teknologi yang maju saat ini, banyak media pembelajaran yang dapat membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajarannya. Saat ini, media audio-visual adalah salah satu media pembelajaran yang banyak digunakan dalam proses pembelajaran. Media audio-visual terbukti lebih efektif dalam mempermudah peserta didik memahami materi pelajaran yang diberikan dibandingkan dengan pembelajaran tanpa media atau media satu atau dua dimensi saja. Hal tersebut dibuktikan beberapa
penelitian
mengenai
penggunaan
media
audiovisual
dalam
pembelajaran sejarah. Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk mengkaji penggunaan media dalam pembelajaran sejarah. Pertama, penelitian yang dilakukan Marlina (2008) yang berjudul
“Pengaruh Penggunaan Multimedia Terhadap Hasil
Belajar Sejarah (Studi perbandingan Penggunaan Media Film dan Internet dalam Pembelajaran Sejarah Pada siswa Kelas 3 SMA Taruna Bakti Bandung)”. Hasil penelitian tesis tersebut adalah bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas eksperimen sebelum dan sesudah perlakuan. Sehingga penggunaan media audio visual dalam pembelajaran sejarah berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
Silvya dalam penelitian berjudul “Efektifitas Pemanfaatan Media Film dalam Pembelajaran Sejarah Dalam Upaya Meningkatkan Kesadaran Kebangsan Siswa”, Sylvia (2005) menyimpulkan bahwa media film sangat efektif dalam meningkatkan kesadaran kebangsaan siswa Fitria (2008) dalam tesisnya yang berjudul: “Pengaruh Pemanfaatan Media Film dan Internet dalam Meningkatkan
Prestasi
Belajar
Siswa
dalam
Pembelajaran
Sejarah”,
menyimpulkan bahwa penggunaan media film dan internet sangat berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar sejarah siswa. Selanjutnya juga disimpulkan bahwa media film sebagai media audio-visual lebih berpengaruh daripada penggunaan media internet. Selain itu Utomo (2008) dalam penelitiannya mengenai
“Pengaruh
Pemanfaatan Media Pembelajaran Audiovisual dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Sejarah Pada Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri Di Kecamatan Kota Kudus”, menyimpulkan bahwa pemanfaatan media pembelajaran audio-visual berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian mengenai pemanfaatan Media Audio-Visual terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah di MA Al-Jawami Kabupaten Bandung. Penggunaan media audio-visual dalam pembelajaran sejarah, khususnya dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dilatarbelakangi kenyataan bahwa media audio-visual merupakan media terlengkap yang menyajikan suara dan gambar dalam waktu bersamaan sehingga dianggap
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
sebagai media yang paling efektif dalam menghantarkan materi pembelajaran sejarah.
B. Fokus Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini difokuskan kepada masalah
pemanfaatan
media
Audio-Visual
dalam
mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa MA Al-Jawami Kabupaten Bandung. Penelitian akan mengkaji berbagai aspek baik dalam persiapan, pelaksanaan maupun evaluasi pembelajaran sejarah dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis melalui pemanfaatan media audio-visual.
C. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini terurai dalam beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut: 1. Bagaimana desain perencanaan pembelajaran sejarah dengan berpikir kritis melalui penggunaan media audio visual di Madrasah Aliyah Al-Jawami? 2. Bagaimana tahapan-tahapan pengembangan (developing) berpikir kristis melalui penggunaan media audio visual dalam pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah Al-Jawami? 3. Bagaimana hasil yg diperoleh dalam pengembangan berpikir kritis melalui penggunaan media audio visual dalam pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah Al-Jawami?
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13
4. Bagaimana solusi mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pengembangan berpikir kritis melalui penggunaan media audio visual dalam pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah Al-Jawami?
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menyusun desain perencanaan pembelajaran sejarah dengan berpikir kritis melalui penggunaan media audio visual di Madrasah Aliyah Al-Jawami. 2. Menganalisis tahapan-tahapan pengembangan (developing) berpikir kristis melalui penggunaan media audio visual dalam pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah Al-Jawami. 3. Mengetahui hasil yg diperoleh dalam pengembangan berpikir kritis melalui penggunaan media audio visual dalam pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah Al-Jawami. 4. Mencari solusi mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pengembangan berpikir kritis melalui penggunaan media audio visual dalam pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah Al-Jawami. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pengembangan
pendidikan
terutama
berkaitan
dengan
pengembangan
kemampuan berpikir kritis melalui media audio visual dalam pembelajaran sejarah yang searah dengan tujuan kurikulum pendidikan nasional yang juga memberi manfaat secara : Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14
1. Teoritis, berarti bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan sejarah yaitu untuk mengetahui pengembangan kemampuan berpikir kritis melalui media audio visual dalam pembelajaran sejarah. Dalam dekade yang cukup panjang pembelajaran sejarah di negara tercinta ini selalu mengalami kebuntuan.
Bentuk
pembelajaran
sejarah
yang
konvensional
mengakibatkan bentuk pembelajaran satu arah. maka dengan penggunaan media pembelajaran audio visual ini berharap lebih mudah bagi guru dan siswa dalam mentransformasikan ilmu sejarah secara general dan bermakna, sehingga akan menghadirkan pembelajaran yang kritis yang lahir dari siswa-siswa yang mampu berpikir kritis-analistis. 2. Praktis, penelitian ini dapat berguna bagi institusi-institusi pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan menengah. Penelitian ini berguna sebagai feedback sekaligus sebagai para meter untuk mengetahui seberapa jauh pembaharuan pembelajaran pendidikan sejarah di lapangan yang telah bergulir dan membawa hasil yang diharapkan. Selain itu juga bermanfaat untuk mengukur seberapa jauh kesiapan guru-guru pendidikan Sejarah dalam memulai dan memasyarakatkan pembaharuannya baik yang menyangkut strategi pembelajarannya maupun substansi atau konten pembelajarannya.
Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
15
F. Penjelasan Istilah Agar diperoleh kesamaan persepsi dalam penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan tentang istilah yang digunakan. Berikut dijelaskan istilahistilah yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Kemampuan berpikir kritis merupakan berpikir reflektif yang difokuskan pada membuat keputusan mengenai apa yang diyakini atau dilakukan. Batasan berpikir kritis sebagai pengaturan diri dalam memutuskan (judging) sesuatu yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, maupun pemaparan menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi, kriteria, atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar dibuatnya keputusan. 2. Media
audio-visual
(pendengaran)
dan
merupakan visual
penggabungan
(tayangan).
Adanya
media
audio
unsur
audio
memungkinkan siswa untuk dapat menerima pesan pembelajaran melalui
pendengaran,
penciptaan
pesan
sedangkan
belajar
melalui
unsur bentuk
visual
memungkinkan
visualisasi
sehingga
mendorong peserta didik untuk berimajinasi terhadap materi ajar tersebut. 3. Sejarah dalam kurikulum 2006 diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau bedasaran kaidah-kaidah tertentu. Terkait dengan pendidikan di sekolah dasar hingga sekolah menengah, pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
16
watak dan kepribadian peserta didik (Depdiknas, 2006). Sehingga fungsi pembelajaran sejarah merupakan proses menyadarkan peserta didik akan adanya proses perubahan dan perkembangan perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami dan menjelasan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini dan masa depan di tengah-tengah perubahan dunia.
G. Sistematika Penulisan Tesis ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut. Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan serta sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai kajian pustaka pustaka mengenai konsep berpikir kritis, media audio-visual, pembelajaran sejarah, dan peranan media audio-visual dalam pembelajaran sejarah, juga akan dipaparkan paradigma penelitian ini. Bab III Metodologi Penelitian, pada bab ini akan diuraikan pendekatan penelitian, lokasi penelitian, metode, instrumen, langkah-langkah penelitian dan analisis data penelitian. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bab ini akan diuraikan seluruh hasil penelitian serta diikuti dengan pembahasan nya. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi, dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan penelitian yang menjawab pertanyaan penelitian, serta akan disampaikan rekomendasi yang diperoleh dari hasil penelitian. Leni Mulyani, 2013 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Audio Visual Dalam Pembelajaran Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu