1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tergantung dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan warga negaranya. Salah satu bidang yang erat kaitannya dengan kemajuan bangsa adalah matematika, karena matematika menjadi dasar dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Akan tetapi pembelajaran matematika, khususnya di sekolah masih mengalami sejumlah permasalahan. Dewasa ini masalah pembelajaran sedang menjadi topik pembicaraan terutama bagi orang-orang yang peduli terhadap pendidikan, termasuk pembelajaran matematika di dalamnya. Dalam pendidikan formal, pembelajaran matematika dimulai dari tingkat Sekolah Dasar, sebagaimana yang dikemukakan Sadulloh (Veragawati, 2009: 2) bahwa pada pendidikan dasar diberikan pengetahuan yang esensial sebagai dasar dan bekal pendidikan umum, penguasaan bahasa tertentu, matematika dan dasar-dasar metode dan teknik berpikir ilmiah. Matematika merupakan bidang studi yang sangat penting, karena berguna dalam mempelajari berbagai keahlian dan kejuruan. Dengan belajar matematika, seseorang akan dilatih untuk berpikir jelas, tepat, dan cepat. Pendidikan matematika saat ini sangat memprihatinkan jika kita melihat kenyataan bahwa prestasi matematika di Indonesia belum menggembirakan. Hal tersebut terlihat dari hasil penelitian OECD PISA, dukungan Bank Dunia
2
(Adiyoga, 2008: 2-3) terhadap 7.355 siswa usia 15 tahun dari 290 SLTP/SMU/SMK se-Indonesia pada tahun 2003 diketahui bahwa 96% dari siswa tersebut hanya mampu menguasai matematika sebatas memecahkan satu permasalahan sederhana, mereka belum mampu menyelesaikan masalah yang kompleks dan masalah yang rumit. Salah satu fakta di atas menunjukan bahwa kemampuan kompetensi siswa Indonesia sangat rendah. Kompetensi matematis merupakan kemampuan yang dimiliki siswa selama proses dan sesudah pembelajaran matematika. Kompetensi matematika tersebut di antaranya pemahaman, penalaran, koneksi, investigasi, komunikasi, observasi, inkuiri, konjektur, hipotesis, generalisasi, eksplorasi, kreativitas, dan pemecahan masalah (Suherman, 2008: 1-2). Sejalan dengan hasil penelitian di atas, hasil penelitian yang dilakukan oleh Johari (Setiahati, 2008: 2) di SMU Negeri 1 Siantan-Natuna menggambarkan bahwa hasil belajar matematika siswa belum memuaskan yang ditunjukkan sangat kurangnya siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Setiahati (2008: 5) di SMA Negeri 2 Bandung menyatakan bahwa siswa tidak terbiasa dengan soal-soal pemecahan masalah, sehingga saat siswa dihadapkan pada soal pemecahan masalah, siswa tidak bisa membuat model matematis dari masalah yang disediakan, tidak bisa menentukan kombinasi dan aturan-aturan yang dipelajari sebelumnya untuk dipakai dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu faktor yang mendasari anak mengalami kesulitan dalam belajar matematika terutama dalam pemecahan masalah adalah kesalahan pembelajaran.
3
Cawley (Suherman, 2005:146) mengidentifikasi tipe-tipe kesalahan pembelajaran sebagai berikut: (1) pengajaran tidak tepat, salah atau selalu membatasi, (2) siswa harus beralih ke topik lain, sedangkan topik sebelumnya belum dikuasai, (3) menetapkan tujuan pembelajaran yang berlebihan. Faktor-faktor ini diakui cukup signifikan dalam memberikan kontribusi pada kegagalan anak. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Porter dan R. L. Meese (Suherman, 2005: 146) yang mengungkapkan bahwa guru lebih mencurahkan perhatian pada pengajaran kemampuan berhitung, daripada konsep dan pengembangan pemecahan masalah. Padahal Ruseffendi (1998: 291) mengemukakan bahwa kemampuan memecahkan masalah amatlah penting bukan saja bagi mereka di kemudian hari yang akan mendalami matematika, melainkan juga yang akan menerapkannya baik dalam bidang studi lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya pemilikan kemampuan pemecahan masalah matematis juga diungkapkan oleh Branca (Veragawati, 2009: 5) yang menyatakan bahwa kemampuan penyelesaian masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika. Ariel (Suherman, 2005: 155) menyatakan pentingnya pengembangan keterampilan dalam pemecahan masalah bagi seluruh siswa adalah untuk membantu meraih kesuksesan dalam keahliankeahlian perhitungan dan penggunaan fakta-fakta menyelesaikan algoritma. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu mengatasi masalah yang dihadapi oleh siswa dalam belajar matematika terutama dalam pemecahan masalah matematis adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat. Djudjuri (Abdurahman, 2003: 145) dalam penelitiannya menyimpulkan, bahwa
4
“upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran
dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan hakikat ilmu atau mata pelajaran yang diajarkan, sesuai dengan karakteristik siswa dan hakikat belajar.” Sejalan itu, Haenilah (Veragawati, 2009: 5) dalam penelitiannya menyimpulkan, bahwa guru mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan metode yang bervariasi dalam membimbing dan mengungkapkan proses berpikir siswa. Jika tidak, maka pembelajaran akan kembali ke model yang konvensional, yang didominasi oleh kegiatan guru. Pada penelitian ini penilaian lebih ditekankan hanya untuk mengukur kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Indikasi pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam permasalahan matematis dan kehidupannya. Dengan mempelajari matematika siswa selalu dihadapkan kepada masalah matematis yang terstruktur, sistematis dan logis yang dapat membiasakan siswa untuk mengatasi masalah yang timbul secara mandiri dalam kehidupannya tanpa harus selalu meminta bantuan kepada orang lain. Melalui penggunakan model Missouri Mathematics Project (MMP) diharapkan permasalahan siswa dapat teratasi. Salah satu kelebihan model pembelajaran MMP menurut Gitaniasari (2008: 4) adalah siswa mudah terampil dengan beragam soal. Hal ini dikarenakan dalam model pembelajaran MMP siswa diberikan lembar tugas proyek yang berisi sederetan soal ataupun perintah untuk mengembangkan satu idea atau konsep matematis. Proyek ini dapat diselesaikan secara kelompok (pada langkah latihan terkontrol) secara individu (pada langkah
5
seatwork) bahkan bersama-sama seluruh siswa dalam kelas (pada langkah pengembangan). Melalui proyek ini siswa diharapkan dapat memiliki berbagai pengalaman dalam menyelesaikan permasalahan matematis yang nantinya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suherman dkk (2003: 93) yang menyatakan bahwa untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah seseorang (dalam hal ini siswa) harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah. Sejalan dengan pendapat tersebut, Suryadi (Ratnasari, 2005: 15-16) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah diperlukan latihan-latihan yang sistematis dengan terlebih dahulu menguasai prasyarat-prasyarat, yaitu telah dicapainya kemampuan yang bertaraf rendah seperti pengusaaan konsep, prinsip, dan aturan dari suatu cabang ilmu terkait. Waktu pemahaman siswa dalam aspek kemampuan pemecahan masalah harus diperhatikan. Strategi Think-Talk-Write akan membantu siswa mempercepat memahami suatu permasalahan. Hal ini sejalan menurut Baroody (Maheswari, 2008: 6) bahwa penggunaan strategi Think-Talk-Write bertujuan untuk mempercepat pemahaman, memberi kesempatan pada siswa mendiskusikan suatu strategi penyelesaian untuk mempercepat problem solving maupun reasoning. Strategi Think-Talk-Write merupakan rangkaian pembelajaran yang terdiri dari tiga tahap yaitu: (1) think, dalam tahap ini siswa secara individu membaca teks bacaaan pada lembar kegiatan siswa (LKS). Siswa memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), menandai konsep yang dianggap penting, atau
6
yang tidak dipahami, hasilnya ditulis dalam catatan kecil, (2) talk, dalam tahap ini siswa mengomunikasikan hasil kegiatan membacanya pada tahap think melalui diskusi (brainstorming, sharing, membuat kesepakatan, atau negosiasi idea dalam kelompoknya yang terdiri dari 4-6 orang) sampai mendapatkan solusi, dan (3) write, dalam tahap ini siswa menulis kembali hasil diskusi pada lembar kegiatan siswa (LKS) berupa landasan, keterkaitan, strategi, serta solusi dari soal. Untuk meminimalisir kekurang dari model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dan strategi Think-Talk-Write, penulis berupaya menggabungkan metode dan strategi tersebut yang diharapkan dapat mengatasi permasalah yang terjadi di sekolah-sekolah khususnya pada aspek kemampuan pemecahan masalah siswa. Berdasarkan pemaparan di atas, judul yang diajukan dalam penelitian ini yaitu, “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dengan Strategi Think-Talk-Write terhadap Peningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA.”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalahnya adalah: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan model Missouri Mathematics Project (MMP) dengan strategi Think-Talk-Write lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?
7
2. Bagaimana
sikap
siswa
terhadap
pembelajaran
matematika
dengan
menggunakan model Missouri Mathematics Project (MMP) dengan strategi Think-Talk-Write?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan model Missouri Mathematics Project (MMP) dengan
strategi
Think-Talk-Write
lebih
baik
daripada
siswa
yang
menggunakan pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan model Missouri Mathematics Project (MMP) dengan strategi Think-TalkWrite.
D. Manfaat Penelitian Jika penelitian ini signifikan diharapkan bermanfaat bagi: 1. Bagi siswa a. Dapat mengasah dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematis. b. Siswa lebih tertantang pada persoalan-persoalan matematis. 2. Bagi guru Guru akan menjadi lebih baik dalam mempersiapkan diri dalam proses pembelajaran matematika.
8
3. Bagi sekolah Kepala sekolah dapat menganjurkan kepada guru-guru khususnya guru bidang studi matematika untuk menerapkan model pembelajaran ini terhadap pembelajaran yang akan dilaksanakan. 4. Bagi peneliti Menambah pengalaman dan wawasan bagi peneliti, mengenai pengembangan pembelajaran matematika yang inovatif.
E. Definisi Operasional Istilah-istilah yang digunakan pada penelitian ini didefinisikan secara operasional sebagai berikut: 1. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Convey (Krismanto, 2003) menyatakan bahwa Missouri Mathematics Project (MMP) adalah model pembelajaran yang terstruktur yang meliputi lima langkah yaitu review, pengembangan, latihan berkelompok, seat work (kerja mandiri) dan penugasan/PR. 2. Strategi Think-Talk-Write merupakan rangkaian pembelajaran yang terdiri dari tiga tahap yaitu: Think yaitu siswa memikirkan kemungkinan (strategi penyelesaian), Talk yaitu siswa menyampaikan/mengomunikasikan hasil kerjanya sampai mendapatkan solusi dan Write yaitu siswa menulis kembali hasil diskusi berupa landasan, keterkaitan, strategi serta solusi dari soal. Maheswari (2008: 6-7).
9
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam memahami masalah, mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan, menyajikan masalah matematis dalam berbagai bentuk, mengembangkan strategi pemecahan masalah, serta membuat dan menafsirkan model matematis dari suatu masalah. 4. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori (secara klasikal), di mana guru menjelaskan materi pelajaran kemudian siswa mengerjakan latihan.