BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Institusi keluarga sebagai institusi terkecil dalam masyarakat, beberapa tahun terakhir ini dikatakan sebagai tempat paling rawan bagi munculnya tindak kekerasan terhadap perempuan. Banyak penyebab untuk ini diantaranya, menyebutkan bahwa laki-laki merupakan sumber konsep yang berbeda dengan perempuan. Laki-laki bersumber pada keberhasilan pekerjaan, persaingan dan kekuasaan, sementara perempuan bersumber pada keberhasilan tujuan pribadi citra fisik dan dalam hubungan keluarga. Konsep diri yang muncul dari model sosialisasi ini menyebabkan perempuan tidak berani menghadapi suaminya, sebaliknya si suami merasa mendapatkan kekuasaan penuh terhadap istrinya. 4 Kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri sering kali terjadi, faktanya satu dari tiga istri pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga. 5 Ada anggapan yang tumbuh dalam masyarakat yaitu “rumah tangga adalah urusan pribadi dan yang terjadi didalamnya adalah bukan urusan orang lain”. Kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri menunjuk pada penganiayaan dan tindak kejahatan lainnya yang membuat hilangnya hak-hak dari istri. Kekerasan
4
Nawal El Saadawi, Perempuan Dalam Budaya Patriarki, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2001), halaman 2. 5 http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=a&id=210509, akses tanggal 18 Mei 2011.
bukanlah sesuatu yang wajar dari kehidupan berkeluarga. Kalau seseorang diperlakukan secara kejam, seseorang tersebut kehilangan haknya atas ruang pribadi. Pada abad pertengahan sampai dengan permulaan abad IX kaum perempuan di dunia tidak mendapat kedudukan hak-hak yang layak dilindungi oleh hukum .Kaum perempuan disamakan dengan barang-barang yang hanya dimiliki kaum lelaki dan juga hanya sebagai pemuas nafsu. Problem inilah yang sampai saat ini menjadi suatu pemikiran untuk kajian ke depan. Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan suatu hal yang baru. Kekerasan sering dilakukan bersama dengan salah satu bentuk tindak pidana , seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) misalnya pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP), perkosaan (Pasal 285 KUHP) dan seterusnya. Tindak pidana tersebut dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,sedangkan cara bagaimana kekerasan dilakukan atau alat apa yang dipakai masing-masing tergantung pada kasus yang timbul. Perbuatan tersebut dapat menimpa siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, dari anakanak sampai dewasa. Namun yang menarik perhatian publik adalah kekerasan yang menimpa kaum perempuan(istri), dimana pelaku dan korban berusaha untuk merahasiakan perbuatan tersebut dari pandangan publik . 6 Kekerasan adalah suatu kejahatan, kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri atau yang dikenal dengan kekerasan dalam rumah tangga (domestic 6
Soeroso, hadiati moerti, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Jakarta : Sinar Grafika 2010), halaman 1.
violance) adalah salah satu bentuk kejahatan terhadap perempuan yang banyak terjadi di masyarakat. Kekerasan domestik dalam rumah tangga yang dimaksud adalah setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin, berakibat pada kesengsaraan dan penderitaan-penderitaan perempuan secara fisik, seksual dan psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang ada di depan umum atau dalam lingkungan pribadi. 7 Masih lemahnya sistem hukum yang berlaku di masyarakat merupakan faktor penyebab kekerasan terhadap istri. Isi aktual hukum dapat mempengaruhi perempuan, khususnya hukum perkawinan dan perceraian, perwalian anak, tanah dan pekerjaan. Hukum adat di suatu daerah sangat sering merupakan kekuatan menekan yang dahsyat bagi perempuan. Dalam sistem hukum adat, perempuan paling didiskriminasi karena hukum adat berurusan dengan hal-hak seperti hubungan keluarga, perkawinan, perceraian dan perwalian yang kerap kali menjadi isu sentral dalam kehidupan perempuan. Kekerasan terhadap istri selama ini tidak pernah didefinisikan sebagai persoalan sosial. Akibatnya nyaris mustahil bagi istri meminta bantuan untuk mengatasi kekerasan suaminya. Apalagi selubung harmoni keluarga telah mengaburkan soal kekerasan terhadap istri ini. Posisi istri dalam keluarga tidak terlepas dari sistem sosial masyarakat yang melingkupinya, pembagian peran antara suami dan istri, tak urung, menempatkan istri dalam posisi rentan terhadap kekerasan. Dalam keluarga,
7
Ahmad Suaedy, Kekerasan Dalam Perspektif Pesantren , (Jakarta: Grasindo, 2000) , halaman . 79-80.
suami dianggap sebagai sentrum kekuasaan dan istri sekedar kanal kekuasaan suami. Istri berkewajiban menjaga harmoni dan tertib keluarga. Celakanya, ini tidak diletakkan dalam kewajiban yang setara. Istri harus menopang kesuksesan karir suami di wilayah publik dan privat. Karena itu, ia harus selalu bersikap lembut dan mengorbankan kepentingan pribadinya. Tidak sebaliknya bagi suami. Dalam bias androsentrik (penglihatan bahwa laki-laki sebagai norma kemanusiaan), laki-laki mengaku dirinyalah yang memiliki kontrol atas dunia dan perempuan. Karena itu laki-lakilah yang berhak menentukan norma kehidupan dengan gaya kepemimpinan yang dirasanya akan mampu terus memperkokoh dominasi dan kekuasaannya. Andro sentrisme menciptakan dan pada akhirnya diperkokoh oleh struktur yang mendukung “pengesahan” perempuan sebagai korban tindak kekerasan. Persoalan muncul ketika suami tidak menghayati nilai cinta kasih yang sama dengan istri, rasa harga diri laki-laki sebagai kaum pemegang norma, membuatnya melihat keluarga sebagai lembaga pelestarian otoritas dan kekuasaannya, karena dalam lembaga keluargalah seorang laki-laki pertama-tama mendapatkan pengakuan akan perannya sebagai pemimpin. Laki-laki pelaku tindak pidana kekerasan mempertahankan daya kepemimpinannya terhadap keluarga dengan menggunakan kekuatan fisik untuk menundukkan perempuan.
Keberlawanan titik pijak antara laki-laki dan perempuan terhadap kuasa dan kontrol kepemimpinan laki-laki sebagai kepala rumah tangga. 8 Ada satu hal yang terabaikan dalam ketidaksepadanan pola hubungan di atas, yaitu bahwa suami sebenarnya mempunyai tanggung jawab untuk memimpin (to head) dan mengasihi (to love). Suami pelaku tindak kekerasan hanya menjalankan salah satu tanggung jawab saja, yaitu memimpin tanpa belas kasih, bertindak otoritas dan kejam. Sementara istri yang sebenarnya merupakan tanggung jawab tambahan, yaitu menerima apa gaya kepemimpinan suami. Menghadapi kekerasan suami, istri bahkan menjalankan praktek bisu dengan harapan kebisuan itu suatu saat mampu mengembalikan keluarga yang didambakannya sebagai tempat dimana ia bisa merajut masa depan bagi anak keturunannya. Penganiayaan
terhadap
Istri
hakikatnya
adalah
perwujudan
dari
ketimpangan relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat (yang sering disebut sebagai ketimpangan gender), yang secara sosial menempatkan laki-laki lebih unggul dibandingkan dengan perempuan. Bahwa ketimpangan tersebut yang diperkuat oleh keyakinan sosial seperti mitos (kepercayaan masyarakat jaman dahulu yang dianggap sebagai kebenaran), dan prasangka yang menumbuh suburkan praktik-praktik diskriminasi terhadap
8
Kajian Informasi Pendidikan dan Penerbitan Sumatera , Jurnalisme (tidak) Ramah Gender, KIPPAS ,Medan ,halaman .1.
perempuan (baik diranah domestik maupun publik). Dan penganiayaan yang mengakibatkan penderitaan perempuan baik secara fisik, mental maupun seksual. 9 Dalam konteks kekerasan terhadap istri banyak akar kepercayaan yang berasal dari intepretasi ajaran agama yang mempertimbangkan bahwa kekuasaan suami adalah absolut terhadap istrinya, serta status subordinasi perempuan. Karena norma-norma ini orang cenderung tidak mengambil jalur hukum ketika mengalami penganiayaan dalam rumah tangga. Hubungan struktural antara suami istri menjadi prakondisi terjadinya kekerasan suami terhadap istri. Artinya struktur yang timpang dimana suami memiliki kekuasaan yang lebih besar, memungkinkan mereka untuk melakukan kekerasan terhadap istrinya. Sedangkan perilaku istri yang dianggap menimbulkan terjadinya kekerasan terhadap istri adalah (Berurutan secara gradual dari tinggi ke rendah) tidak menurut suami, melalaikan pekerjaan rumah tangga, cemburu, pergi tanpa pamit, suami mabuk, ngomel keras kepada anak. Adapun bentuk kekerasannya berupa peringatan dengan “kata keras”, membanting benda, memukul, dan mengucapkan kata “cerai”. Penganiayaan yang dilakukan suami terhadap istri adalah pelanggaran HAM terparah yang belum diakui oleh dunia. Penganiayaan terhadap istri yang juga merupakan masalah yang serius dalam bidang kesehatan karena melemahkan energi perempuan, mengikis kesehatan fisik dan harga dirinya. Disamping
9
Ahmad Suaedy, Kekerasan Dalam Perspektif Pesantren , (Jakarta: Gresindo , 2000 ), halaman . 82.
menyebabkan luka-luka, penganiayaan juga memperbesar resiko jangka panjang terhadap masalah kesehatan lainnya termasuk penyakit kronis, cacat fisik, penyalahgunaan obat dan alkohol. Seorang istri dengan riwayat penganiayaan fisik dan seksual juga meningkatkan resiko untuk mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual (PMS) dan kesudahan kehamilan yang kurang baik. Berbagai kasus-kasus penganiayaan yang muncul cenderung dipungkiri, tidak diakui dalam konteks publik alias dilokalisir dan ditenggelamkan di wilayah privat dan personel. Sebagai contoh kasus penganiayaan dalam rumah tangga yakni penganiayaan terhadap istri andai kata terjadi penganiayaan maka masyarakat cenderung diam dan bersikap masa bodoh dengan menganggap bahwa hal tersebut adalah hal pribadi dan urusan rumah tangga orang lain, bahwa penganiayaan yang terjadi dianggap sebagai cara suami untuk mengendalikan dan memperlakukan istri semaunya sendiri (sebagai perluasan kontinum keyakinan bahwa istri adalah hak miliki). Dengan memperhatikan fakta yang terurai di atas nampak bahwa penganiayaan dalam rumah tangga khususnya dalam hal ini penganiayaan yang dilakukan suami terhadap istri menunjukkan sifat kejahatan yang meluas dan berlangsung secara sistematik dan terpola. Artinya, kekerasan dalam rumah tangga (kepada istri), sebetulnya dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan harus mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius oleh
negara. Berpijak pada kenyataan tersebut, jelaslah disini bahwa masih banyak perempuan menjadi korban dari tindak kekerasan kemusiaan. 10 Menurut pengamatan penulis, kekerasan dalam rumah tangga setiap tahun semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Di samping itu pula, hak asasi manusia khusunya perlindungan terhadap rumah tangga semakin diperjuangkan seperti munculnya kelompok kerja Convention Watch, Kompas Perempuan, Komnas HAM
yang telah berupaya dan berjuang untuk
menghapuskan bentuk-bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan dan mencari alternatif pemecahannya (suatu tinjauan hukum) dan lain-lain. Puncak perjuangan tersebut dengan ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Berdasarkan argumentasi tersebut, penulis tertarik untuk meneliti secara mendalam bagaimana solusi yang tepat untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga, faktor-faktor apa yang menyebabkan kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, bagaimana perlindungan hukum terhadap korban kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, dan sejauh mana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 memberikan sanksi terhadap pelaku kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, dan hampatan-hambatan dalam penanganan
kekerasan yang
dilakukan suami terhadap istri. Penulis sebagian bagian dari masyarakat dan mahasiswa yang sedang menekuni kajian hukum pidana, termotivasi untuk mengkaji dan membahas secara mendalam tentang topik tersebut dalam bentuk 10
Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, pergolakan ideologi LSM indonesia,(Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2004), halaman. 17.
skripsi yang berjudul : “KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI”.
B.Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas,dapat dirumuskan permasalahan skripsi ini sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengaturan hukum tentang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri.
2.
Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri.
3.
Bagaimana upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri.
Ketiga rumusan permasalah tersebut akan penulis uraikan secara mendalam pada pembahasan bab-bab berikutnya.
C.Tujuan dan Manfaat Penulisan.
1.Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang tindak pidana KDRT yang di lakukan suami terhadap istri.
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri.
3.
Untuk mengetahui upaya penegakan hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri.
2.Manfaat Penulisan Sedangkan manfaat penelitian skripsi ini kiranya dapat memperluas wawasan dan sumbangan pemikiran kepada pembaca baik teoritis maupun praktis. A. Manfaat Teoritis,
yaitu untuk
menambah wawasan dan khazanah ilmu
pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya hukum pidana. B.
Manfaat Praktis, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap masyarakat bangsa dan negara pada umumnya,khususnya keluarga yang mengalami tindak kekerasan
dalam
mendapat perlindungan hukum dan perbudakan dalam rumah tangga.
D.Keaslian Penulisan
lingkungan domestik. Sehingga
menghilankan diskriminasi, serta
Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai masalah “Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Suami Terhadap Istri Dalam Perspektif Kriminologi” ini belum pernah dibahas penulis lain dalam topik dan permasalahan yang sama. Dimana topik yang penulis kaji dalam skripsi ini dimotivasi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan melihat realita yang terjadi di masyarakat. Jadi penelitian ini disebut “asli”dan sesuai dengan asas-asas khazanah ilmu pengetahuan yaitu jujur, rasional, obyektif, dan terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah yang ditinjau secara yuridis. Sehingga penelitian ini dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Tindak Pidana Kekerasan. Arti kekerasan dalam Kamus Bahasa Indonesia, adalah 1. Perihal (yang bersifat/berciri) keras; 2. Perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain; 3. Paksaan 11. Dapat dikatakan bahwa kata kekerasan dalam bahasa Indonesia umumnya dipahami hanya menyangkut serangan fisik belaka.Jadi
tindakan
kekerasan
(perbuatan
yang
menyebabkan
cedera/luka/mati/kerusakan) sangat dekat dengan perbuatan yang mengandung 11
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 45.
sifat penyiksaan (torture) dan pengenaan penderitaan atau rasa sakit yang sangat berat (severe pain or suffering). 12 Kekerasan menurut KUHP hanya didefinisikan sebagai kekerasan fisik sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 89 dan Pasal 90 KUHP. Pasal 89 KUHP, menentukan bahwa yang dimaksud dengan melakukan kekerasan yaitu, membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi. Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa melakukan kekerasan ialah menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani sekuat mungkin secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang dan sebagainya yang menyebabkan orang yang terkena tindakan kekerasan itu merasa sakit yang sangat. Dalam pasal ini melakukan kekerasan disamakan dengan membuat orang pingsan atau tidak berdaya. Pingsan artinya hilang ingatan atau tidak sadar akan dirinya. Tidak berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak mampu mengadakan perlawanan sedikitpun, misalnya seperti halnya orang yang diikat dengan tali pada kaki dan tangannya, terkurung dalam kamar terkena suntikan, sehingga orang itu menjadi lumpuh. Orang yang tidak berdaya ini masih dapat mengetahui apa yang terjadi pada dirinya 13. Sedangkan Pasal 90 KUHP menentukan, bahwa yang dimaksud dengan luka berat adalah:
12
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti), 1998, halaman 20. 13
R. Suhandhi, KUHP dan Penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), halaman. 107.
a) penyakit atau luka yang tak dapat diharap akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut; b) senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan pencaharian; c) tidak dapat lagi memakai salah satu panca indera; d) mendapat cacat besar; e) lumpuh (kelumpuhan); f) akal (tenaga paham) tidak sempurna lebih lama dari empat minggu; g) gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan. Definisi kekerasan dari kedua pasal tersebut hanya menyangkut kekerasan fisik saja (Pasal 89 dan Pasal 90) yang berakibat luka pada badan atau fisik, tidak meliputi kekerasan lainnya seperti psykhis, seksual, dan ekonomi. Dua pasal tersebut sangat umum dan luas, karena kekerasan dalam kedua pasal itu dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja, tidak khusus dilakukan oleh orang-orang yang ada dalam satu rumah tangga. Padahal, apabila dilihat dari kenyataan yang ada dalam masyarakat, sebenarnya tindak kekerasan secara sosiologis dapat dibedakan dari aspek fisik, seksual, psikologis, politis, dan ekonomi. Pembedaan aspek fisik dan seksual dianggap perlu, karena ternyata
tindak kekerasan terhadap perempuan yang bernuansakan seksual tidak sekedar melalui perilaku fisik belaka. 14
2.Kekerasan Sebagai Suatu Kejahatan. Kekerasan jika dikaitkan dengan kejahatan, maka kekerasan sering merupakan pelengkap dari kejahatan itu sendiri. Bahkan, ia telah membentuk ciri tersendiri dalam khasanah tentang studi kejahatan. Semakin menggejala dan menyebar luas frekuensi kejahatan yang diikuti dengan kekerasan dalam masyarakat, maka semakin tebal keyakinan masyarakat akan penting dan seriusnya kejahatan semacam ini. 15 Isu mengenai kejahatan dengan kekerasan, perlu dijernihkan, apakah kekerasan itu sendiri adalah kejahatan dan berikutnya adalah apakah yang dimaksud dengan kejahatan kekerasan? Banyak ahli berpendapat bahwa tidak semua kekerasan merupakan kejahatan, karena ia bergantung pada apa yang merupakan tujuan dari kekerasan itu sendiri dan bergantung pula pada persepsi kelompok masyarakat tertentu, apakah kelompok berdasarkan ras, agama, dan ideologi.
14
Harkristuti Harkrisnowo, Kekerasan Terhadap Perempuan (Tinjauan Segi Kriminologi dan Hukum). (Semarang: Universitas Diponegoro, 1998), halaman. 5. 15
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Krimonologi, (Bandung: Rafika Aditama, 2007), halaman. 63.
Tapi dalam kenyataan yang tumbuh dalam masyarakat kekerasan selalu menimbulkan sebuah kejahatan, dimana seorang yang mendapat kekerasaan mempunyai kecenderungan melakukan kekerasan kepada orang lain ,sehingga hal ini dapat menjadi suatu kejahatan. Kejahatan–kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengalami kekerasan sebelumnya akan berjalan tanpa ia sadari didapat dari perilaku yang salah kepada dirinya. Dalam hal ini kaitannya dengan kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri menjadi dasar timbulnya kejahatan lain, misalnya seorang anak yang melihat ibunya dipukuli oleh ayahnya, mengakibatkan anak tersebut mendapat pembelajaran yang salah dan suatu saat akan melakukan hal yang sama baik pembalasan kepada ayahnya atau kepada orang lain disekitarnya. Seolah menjadi dendam yang tersimpan dihati anak tersebut. Hal ini berakibat pada penderitaan baik secara langsung maupun tidak langsung dan akhirnya dapat menimbulkan kejahatan.
3. Hubungan Suami dan Istri a. Suami. Suami adalah salah seorang pelaku pernikahan yang berjenis kelamin pria. Seorang pria biasanya menikah dengan seorang wanita dalam suatu upacara pernikahan sebelum diresmikan statusnya sebagai seorang suami dan pasangannya sebagai seorang istri.Suami merupakan pasangan hidup istri dan ayah dari anakanak , suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga
tersebut dan suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga. 16 b. Istri. Istri adalah salah seorang pelaku pernikahan yang
berjenis kelamin
wanita. Seorang wanita biasanya menikah dengan seorang pria dalam suatu upacara pernikahan sebelum diresmikan statusnya sebagai seorang istri dan pasangannya sebagai seorang suami. Istri merupakan pasangan hidup suami dan ibu dari anak-anak, Istri bertugas membantu suami sebagai pasangan dalam menjalankan kehidupan rumah tangga, mengurus anak-anak, melayani suami dan sebagai sahabat suami dalam menjalankan serta merencanakan keluarga dengan sebaik-baiknya. 17 Hubungan perkawinan.Ikatan
suami
dan
perkawinan
istri ini
terikat merupakan
pada
suatu
organisasi
ikatan,
yaitu
terkecil
dalam
masyarakat yang dinamakan rumah tangga. Perkawinan diatur pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dimana pada pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
16 17
http://id.wikipedia.org/wiki/Suami, akses tanggal 19 Mei 2011,jam 21:30. http://id.wikipedia.org/wiki/Istri, akses tangal 19 Mei 2011, jam 21:40.
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-Tuhan-an Yang Maha Esa. Untuk itu Suami istri harus saling membantu dan melengkapi agar masingmasing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan. Sehingga hubungan suami istri ini memberikan gambaran yang kuat adanya kehangatan ,rasa aman dan cinta kasih. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga,maupun dalam pergaulan masyarakat. Dengan demikian ,segala sesuatu dalam rumah tangga (keluarga) dapat dirundingakan dan diputuskan bersama oleh suami dan istri. Namun, dalam kenyataannya mengandung paradoks, artinya dalam kehidupan rumah tangga yang kelihatannya serasi dan bahagia,tindak kekerasan acap kali terjadi. Cukup banyak kesaksian yang menunjukkan kedua perilaku, baik yang sifatnya menyayangi, maupun yang bersifat kekerasan, terjadi bersama-sama dalam sebuah rumah tangga. Kondisi
tersebut
menunjukkan
bahwa
tujuan
perkawinan
untuk
mewujudkan keluarga yang bahagia, selalu terhambat oleh berbagai permasalahan yang terjadi antara suami dan istri. Mereka pada umumnya menganggap bahwa permasalahan rumah tangga merupakan masalah yang sangat pribadi. Selain itu, juga dianggap sebagai hak laki-laki (suami) atas tubuh istrinya sendiri, yang resmi dinikahi. Disamping ada suatu anggapan bahwa kekerasan tersebut merupakan cara suami “mendidik”istri. Kemudian juga terdapat anggapan bahwa istri adalah
milik suami, sehingga suami dapat memperlakukan istri sesuka hatinya. Dengan anggapan demikian sikap suami terhadap istri cenderung menjalankan istri sebagai objek, bukan sebagai subjek atau individu (pribadi) yang mempunyai hak asasi yang patut dihormati. Padahal dalam Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa: (1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. (2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. (3) Suami adalah kepala keluarga dan istri rumah tangga. Namun, pasal ini tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “ibu rumah tangga”. Pencantuman istilah tersebut seakan-akan membatasi ruang gerak istri (perempuan) hanya diranah domestik saja. Padahal kenyataan banyak kaum istri merambah keranah publik, serta menjalankan profesi sesuai dengan kemampuan intelektualnya.
4.Bentuk- Bentuk Kekerasan Dalam rumah Tangga Secara Umum. Dari berbagai kasus yang pernah ada di Indonesia bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga dapat dikelompokkan menjadi berikut ini.
1. kekerasan Fisik a. Pembunuhan: 1) .suami terhadap istri atau sebaliknya; 2) ayah terhadap anak atau sebaliknya; 3) ibu terhadap anak atau sebaliknya(termasuk pembunuhan bayi oleh ibu); 4) adik terhadap kakak,kemanakan,ipar atau sebaliknya; 5) anggota keluarga terhadap pembantu; 6) bentuk campuran selain tersebut di atas. b.
Penganiayaan : 1) suami terhadap istri dan sebaliknya; 2) ayah terhadap anak dan sebaliknya; 3) ibu terhadap anak atau sebaliknya (termasuk penganiayaan bayi oleh ibu); 4) adik terhadap kakak,kemanakan,ipar atau sebaliknya; 5) anggota keluarga terhadap pembantu; 6) bentuk campuran selain tersebut diatas.
c.
Perkosaan: 1) ayah terhadap anak perempuan;ayah kandung atau ayah tiri dan anak kandung maupun anak tiri;
2) suami terhadap adik/kakak ipar; 3) kakak terhadap adik; 4) suami /anggota keluarga laki-laki terhadap pembantu rumah tangga; 5) bentuk campuran selain tersebut diatas. 2. Kekerasan NonFisik/Psikis/Emosional, seperti: a.
penghinaan;
b.
komentar-komentar yang dimaksudkan untuk merendahkan dan melukai harga diri pihak istri;
c.
melarang istri bergaul;
d.
ancaman-ancaman berupa akan mengembalikan istri ke orang tua ;
e.
akan menceraikan;
f.
memisahkan istri dari anak-anaknya dan lain-lain.
3. Kekerasan Seksual, meliputi: a.
pengisolasian istri dari kebutuhan batinnya;
b.
pemaksaan hubunagan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki atau disetujui oleh istri;
c.
pemaksaan hubungan seksual ketika istri tidak menghendaki,istri sedang sakit atau sedang mensturbasi;
d.
memaksa istri menjadi pelacur atau sebagainya.
4.Kekerasan Ekonomi , berupa: a.
tidak memberi napkah pada istri;
b.
memanfaatkan ketergantungan istri secara ekonomis untuk mengontrol kehidupan istri;
c. membiarkan istri bekerja untuk kemudian penghasilannya dikuasai oleh suami. Misalnya memaksa istri menjadi “wanita panggilan”.
5. Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut UU Nomor 23 Tahun 2004. Bentuk-bentuk tindak kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, tercantum dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9, yaitu: 1) Kekerasan fisik , yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004). 2) Kekerasan Psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilanggnya kemampuan untuk bertindak,rasa tidak berdaya
dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang (Pasal 7 Undang -Undang Nomor 23 Tahun 2004). 3) Kekerasan seksual, yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Selain itu juga berarti pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu (Pasal 8 Undang -Undang Nomor 23 Tahun 2004). 4) Penelantaran rumah tangga juga dimasukkan dalam pengertian kekerasan , karena setaip orang dilarang menelantarkan dalam lingkup rumah tangga, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran tersebut juga berlaku bagi setiap orang
yang
mengakibatkan
ketergantungan
membatasi atau melarang untuk bekerja yang
ekonomi dangan cara
layak di dalam atau di luar
rumah, sehingga korban dibawah kendali orang tersebut (Pasal 9 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004).
6. Perspektif Kriminologi Secara umum, istilah kriminologi identik dengan perilaku yang dikategorikan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dimaksudkan disini adalah suatu tindakan yang dilakukan orang orang dan atau instansi yang dilarang oleh suatu undangundang. Pemahaman tersebut diatas tentunya tidak bisa disalahkan dalam
memandang kriminologi yang merupakan bagian dari ilmu yang mempelajari suatu kejahatan. Secara etimologi, kriminologi berasal dari kata crime yang artinya adalah kejahatan dan logos yang artinya adalah ilmu. Jadi secara etimologi, kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seluk beluk kejahatan. Hal inilah yang dimungkinkan timbulnya suatu pemahaman tersebut diatas yang senantiasa mengidentikkan kriminologi dengan perilaku kejahatan. Selain secara etimologi, ada berbagai macam bentuk definisi dari kriminologi yang dikembangkan oleh para ahli hukum diantaranya adalah: 1) Mr. W.A Bonger Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menyelidiki gejala gejala kejahatan seluas-luasnya. 18 2) J. Constant Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab mushabab dari terjadinya kejahatan dan penjahat. 19 3) Noach Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh, sebab musabab dan akibat-akibatnya. 20 18
W.A Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi terjemahan R.A Koenoen, (Jakarta: Penerbit PT. Pembangunan , 1962), halaman. 7. 19
B. Bosu, Sendi-Sendi Kriminologi, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), halaman.12.
4) Hurwitz Kriminologi dipandang sebagai suatu istilah global atau umum untuk suatu lapangan ilmu pengetahuan yang sedemikian luas dan beraneka ragam, sehingga tidak mungkin dikuasai oleh seorang ahli saja. 21 5) Wilhelm Sauer Kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang dilakukan individu dan bangsa-bangsa yang berbudaya sehingga objek penelitian kriminologi ada 2 yakni perbuatan individu (tat und täter) dan perbuatan (kejahatan). 22 6) J.M van Bemmelen Kriminologi merupakan tiap kelakuan yang merugikan (merusak) dan asusila yang menimbulkan kegoncangan yang sedemikian besar dalam suatu masyarakat tertentu sehingga masyarakat itu berhak menceladan mengadakan perlawanan terhadap kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan dengan sengaja suatu nestapa (penderitaan) terhadap pelaku kejahatan. 23 7) Sutherland Kriminologi sebagai suatu keseluruhan ilmu-ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat (sosial). Ilmu ini meliputi: 20 21
Ibid Stephan Hurwitz, Kriminologi, Disadur oleh L. Moeljatno, (Jakarta: Bina Aksara, 1986),
halaman. 3. 22 23
Ibid Ibid. halaman. 4.
1. Cara/proses membuat undang-undang; 2. Pelanggaran terhadap undang-undang; dan 3. Reaksi terhadap pelanggaran-pelanggaran ini. 24 8) Muljatno (Dikutip dari stepen hurwits,Hurwits,1986) menyatakan kriminalogi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan dan kelakuan jelek dan tentang orangnya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek itu. Dengan kejahatan dimaksudkan pula pelanggaran, artinya perbuatan yang menurut undang-undang diancam dengan pidana,dan kriminalitas meliputi kejahatan dan kelakuan jelek. 25 9) Ediwarman Kriminalogi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan (baik yang dilakukan oleh individu,kelompok atau masyarakat) dan sebab musabab timbulnya kejahatan serta upaya-upaya penanggulangannya sehingga orang tidak berbuat kejahatan lagi. 26 Dalam perspektif kriminologi, ilmu kriminologi hadir sebagai ilmu yang membahas mengenai kejahatan dimana kejahatan merupakan fenomena pelanggaran hak asasi manusia. Dan apabila dikaitkan dengan kekerasan yang
24 25 26
Stephan Hurwitz, Op. Cit, halaman. 5-6.
Abdulsyani , Sosiologi Kriminalitas . (Bandung: CV. Remadja Karya ,1987), halaman.10. Ediwarman, dkk, Monograf Kriminalogi,( Medan,2010), halaman. 6.
dilakukan oleh suami terhadap istri maka ini merupakan salah satu bentuk diskriminasi, khususnya terhadap perempuan.
F.Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara untuk mencapai suatu tujuan sehubungan dengan itu, dalam penerapan ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: 1.Tipe Penelitian Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer,sekunder,dan tersier yaitu inventarisasi peraturan mengacu kepada norma-norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini berkaitan dengan kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri, selain itu juga di pergunakan bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. 2.Jenis data. Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi : 1) Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yaitu undangundang kekerasan dalam rumah tangga, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
2) Bahan hukum tersier berupa bahan acuan lainnya yang berisikan informasi tentang bahan primer berupa tulisan/buku berkaitan dengan kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri. 3) Bahan hukum tersier berupa bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan-bahan primer dan sekunder seperti kamus bahasa maupun kamus hukum. 3. Teknik pengumpulan data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulisan menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan , yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis, buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
G.Sistimatika Penulisan Untuk mempermudah pembahasan dan penjabaran penulisan,penelitian ini akan dibagi menjadi 5 bab dengan sistematika sebagai berikut: Bab I :
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang masalah , perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan,
keaslian
penulisan,
tinjauan
kepustakaan,
metode
penulisan, dan sistematik penulisan. Bab II : Dalam bab ini di uraikan mengenai pengaturan hukum mengenai kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri. Bagian-bagian yang di uraikan yaitu kajian hukum mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, peran penegak hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, serta epektifitas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tanggga. Bab III :
Dalam bab ini di uraikan mengenai faktor -faktor penyebab terjadianya kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri. Bagian-bagian yang diuraikan yaitu faktor-faktor dari perspektif kriminalogi, dari perspektif keagamaan, serta lingkungan sosial yang ada dalam masyarakat.
Bab IV : Dalam bab ini diulas mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri. Yaitu penegakan
penal
dan
non
penal,
hambatan-hambatan
dalam
penegakan kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri, serta penanggulangan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri. Bab V : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup berisikan kesimpulan dan saran.