BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Praktek dalam dunia bisnis sering dianggap sudah menyimpang jauh dari aktivitas moral, bahkan ada anggapan bahwa dunia bisnis merupakan dunia yang tidak lagi mempertimbangkan etika.
Padahal
pertimbangan etika penting bagi status profesional dalam menjalankan kegiatannya. Hal ini disebabkan karena tujuan bisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, sehingga setiap orang maupun perusahaan saling bersaing dalam mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan aspek-aspek tersebut. Permasalahan profesi akuntan sekarang ini banyak dipengaruhi masalah kemerosotan standar etika dan krisis kepercayaan. Kasus kegagalan akuntansi dan auditing yang terkenal belakangan ini meliputi Worldcom, Enron, Microsoft, Peregrine Systems, Rite Aid, Sunbeam, Tyco, Waste Management, W.R. Grace, dan Xerox. Worldcom terlibat rekayasa laporan keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya Worldcom mengumumkan laba sebesar USD 3,8 milyar antara Januari 2001 dan Maret 2002. Hal itu bisa terjadi karena rekayasa akuntansi. Penipuan ini telah menenggelamkan kepercayaan investor terhadap korporasi AS dan menyebabkan harga saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002. Dalam perkembangannya, Scott Sullifan, Chief Financial
Officer (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal di bidang keuangan dengan kemungkinan hukuman 10 tahun penjara. Pada saat itu, para investor memilih untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa saham.
Dalam kasus manipulasi laporan keuangan PT KAI,
terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Mengingat peranan akuntan sangat dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha, maka mendorong para akuntan ini untuk memahami pelaksanaan etika yang berlaku dalam menjalankan profesinya. Memasuki abad 21, ICCA mengeluarkan satuan tugas khusus “The Skill for 21 century task force” untuk meneliti masalah yang berhubungan dengan perubahan kualifikasi para akuntan di abad 21.
Satuan tugas
tersebut menemukan bahwa di abad 21 ini para akuntan yang dibutuhkan, haruslah memiliki beberapa kompetensi dan kualifikasi antara lain, sebagai berikut (Bulo, 2002:22) : • Keterampilan akuntansi mencakup kemampuan untuk menganalisa data keuangan, pengetahuan perpajakan, audit, sistem teknologi informasi dan pengetahuan tentang pasar modal. • Keterampilan komunikasi mencakup kesanggupan mendengar dengan efektif, berbicara dan menulis dengan jelas, mengerti kebutuhan orang lain, kemampuan mengungkapkan, mendiskusikan, mempertahankan pandangan, memiliki empati dan mampu berhubungan dengan orang dari negara, budaya dan latar belakang sosio ekonomi yang berbeda. • Keterampilan negosiasi. • Keterampilan interpersonal meliputi kemampuan memotivasi dan mengembangkan orang lain, mendelegasikan tugas, menyelesaikan
konflik, kepemimpinan, mengelola hubungan dengan orang lain dan berinteraksi dengan berbagai macam orang. • Kemampuan intelektual meliputi kemampuan logika, deduktif dan pemikiran abstrak, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dan sanggup menyelesaikan dilema etis. • Pengetahuan manajemen dan organisasi mencakup kemampuan untuk memahami aktivitas organisasi bisnis pemerintah, organisasi nirlaba, memahami budaya bisnis, dinamika kelompok, serta manajemen sumber daya. • Atribut personel mencakup integritas, keadilan etika dan komitmen untuk belajar seumur hidup karena product life cycle pengetahuan yang semakin pendek. Selain itu, seorang akuntan harus memiliki kecerdasan emosi karena tidak hanya keunggulan intelektual saja yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan. Goleman (2000) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan. Sama seperti yang dikemukakan oleh Patton (1998) bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosi akan mampu menghadapi tantangan dan menjadikan seorang manusia yang penuh tanggung jawab, produktif, dan optimis dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, dimana hal-hal tersebut sangat dibutuhkan di dalam lingkungan kerja. Peter (2006) dan Loewenstein dan Lerner (2003), dan bisa dibilang sebagian besar peneliti lain di bidang pengambilan keputusan mengemukakan bahwa emosi atau perasaan digambarkan sebagai kekuatan eksternal yang mempengaruhi sebuah proses nonemosional. Diasumsikan bahwa domain emosi secara kualitatif berbeda dan secara fungsional terpisah dari domain kognisi. Pengambilan
keputusan terlihat sebagai proses dasar kognitif yang tidak selalu berarti emosi, emosi mungkin memiliki pengaruh pada pembuatan keputusan, tetapi keputusan mungkin juga dilanjutkan tanpa emosi. Kasus pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Oleh karena itu, terjadinya berbagai kasus sebagaimana disebutkan di atas, seharusnya memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan pekerjaan
profesi
akuntan.
Para
akuntan
profesional
cenderung
mengabaikan persoalan moral bilamana menemukan masalah yang bersifat teknis (Volker, 1984; Bebeau et.al, 1985, dalam Marwanto, 2007), artinya bahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkan dengan suatu persoalan akuntansi. Penilaian atas sesuatu yang baik dan buruk, yang harus ditentukan pada situasi tertentu berdasarkan pengalaman dan pembelajaran masing-masing individu disebut dengan ethical judgement. Penilaian etis tiap individu dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Rest (1999) menyatakan bahwa ethical judgement secara statistikal terkait dengan beratus-ratus ukuran perilaku. Hal ini memerlukan suatu metodologi yang menangkap komponen perilaku moral
lainnya. Multidimensional Ethics Scale (MES) secara
spesifik mengidentifikasi rasionalisasi dibalik alasan moral dan mengapa responden percaya bahwa suatu tindakan adalah etis.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH FILOSOFI MORAL ETIKA DAN EMOSI TERHADAP AKUNTAN:
STUDI
EMPIRIS
ETHICAL JUDGEMENT
DENGAN
MENGGUNAKAN
MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE PADA PT BANK BRI DAN PT TELKOM DI MEDAN” 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh filosofi moral etika dan emosi terhadap ethical judgement akuntan mengenai manajemen laba dengan menggunakan multidimensional ethics scale ? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan yang pertama, untuk memahami evaluasi etika, emosi, dan orientasi akuntan profesional dalam melakukan pertimbangan etis (ethical judgement) yang berkaitan dengan manajemen laba. Pertimbangan etis (ethical judgement) adalah klasifikasi responden dari suatu tindakan sebagai etis atau tidak etis yang merupakan kesediaan responden untuk melakukan suatu tindakan yang ditentukan. Tujuan kedua adalah untuk memvalidasi Multidimensional Ethics Scale (MES) yang digunakan oleh Cohen et.al (1998) dalam pengaturan internasional. 1.4. Manfaat Penelitian Sejalan dengan tujuan penelitian diatas, maka manfaat penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Bagi Penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya mengenai kecerdasan emosional dan perilaku etis terhadap ethical judgement akuntan.
2.
Bagi Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian - penelitian yang terkait etika profesi, kecerdasan emosional, dan ethical judgement.
3.
Bagi Praktisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan agar memperhatikan faktor kecerdasan emosional dan etika profesi dalam ethical judgement yang berpengaruh pada proses pengambilan keputusan.