BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Indonesia
merupakan
negara
berkembang
yang
berada
dalam
masa
pembangunan dalam segala bidang, khususnya bidang perekonomian. Pada saat ini
perekonomian Indonesia mengalami peningkatan. Kondisi ini tidak terlepas dari peranan pemerintah maupun lembaga keuangan. Dalam suatu negara, perbankan mempunyai peranan yang sangat penting. Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari definisi tersebut dikatakan bahwa kegiatan utama suatu bank adalah menghimpun dana (funding) dari masyarakat dalam bentuk simpanan seperti tabungan, giro, deposito, sertifikat berjangka dan kemudian menyalurkannya (lending) kembali kepada masyarakat umum dalam bentuk pemberian kredit serta memberikan jasa bank lainnya (services) kepada masyarakat. Dalam proses penyaluran dana kepada masyarakat, baik untuk sektor produktif maupun sektor konsumtif, bank tetap berpedoman pada ketetapan dan peraturan yang berlaku. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Risiko
1
2
yang dihadapi oleh pihak perbankan dalam proses penyaluran kredit disebut risiko kredit.
Risiko kredit ini mengakibatkan timbulnya kredit macet (Non Performing
Loan). Non Performing Loan adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan
pembayaran bunganya telah mengalami penundaan lebih dari satu tahun tempo
menurut jadwal yang telah dijanjikan.
Firdaus dan Ariyanti (2009:34) mengatakan bahwa ada tujuh risiko yang
menyebabkan terjadinya Non Performing Loan, yaitu risiko usaha, risiko geografis, risiko keramaian/keamanan/tawuran/perkelahian, risiko politik, risiko ketidakpastian, risiko inflasi dan risiko persaingan. Adapun menurut pendapat John Agustinus dalam jurnal keuangan & perbankan tahun 2008 menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet, yaitu kemauan/itikad baik debitur, kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (kebijakan Base Interest Rate), dan kondisi perekonomian. Dari teori di atas disebutkan bahwa kredit macet dapat disebabkan oleh beberapa risiko, salah satunya yaitu akibat adanya risiko inflasi. Menurut Nopirin (1987:25) inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus selama periode tertentu. Sehingga inflasi akan memicu penurunan laba suatu perusahaan yang mengakibatkan penunggakan pembayaran kredit kepada pihak bank.
3
Menurut Undang-Undang RI No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang terdapat dalam pasal 7 sampai dengan pasal 10 menyebutkan bahwa Bank Indonesia
(untuk selanjutnya disingkat BI) merupakan instrument pengendali moneter atau
jendela diskonto, yaitu mengatur stabilitas moneter khususnya mengendalikan jumlah
uang yang beredar, menurunkan dan menekan tingkat inflasi dan BI berfungsi sebagai
benchmark bagi kestabilan tingkat bunga pada dunia perbankan.
Sejak awal Juli 2005 , BI menggunakan mekanisme Base Interest Rate yang lebih dikenal dengan istilah ”BI Rate”. Base Interest Rate
(untuk selanjutnya
disingkat BI Rate) yaitu suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik (Supriyadi, 2010). BI Rate merupakan suku bunga yang digunakan sebagai acuan bagi bank-bank umum dalam menentukan tingkat suku bunga kredit kepada nasabah. Ketika Bank Indonesia menaikkan suku bunga maka bank umum pun akan menaikkan tingkat suku bunganya, sehingga permintaan kredit akan berkurang serta akan timbul Non Performing Loan yang disebabkan ketidakmampuan nasabah untuk membayar bunga maupun angsurannya. Loan to deposit ratio (untuk selanjutnya disingkat LDR) adalah rasio perbandingan untuk mengukur komposisi total jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan total jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Menurut Agus Sartono (2001), LDR yang tinggi menunjukkan bahwa bahwa suatu bank meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau menjadi tidak likuid (illiquid). LDR yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan
4
kapasitas dana untuk dipinjamkan. LDR rendah disebabkan perbankan menaruh dananya pada instrumen keuangan seperti SUN (Surat Utang Negara), dan SBI
(Sertifikat Bank Indonesia), serta meningkatnya kredit macet.
Berikut ini merupakan data empiris mengenai NPL yang membandingkan
besarnya rasio NPL di Bank BUMN, Bank Umum Nasional Devisa, Bank Umum
Nasional Non Devisa, Bank Pembangunan Daerah serta Bank Campuran. Data
tersebut di dapat dari Statistik Perbankan Indonesia periode 2005 – 2011. Data tersebut diolah menjadi rata-rata pertahun. Data perbulan terdapat pada lampiran. Tabel 1.1 Rata-Rata Pertahun Non Performing Loan Bank Umum Di Indonesia Periode Tahun 2005 – 2011 Bank Umum Swasta Bank BPD Periode Bank BUMN Nasional Campuran Devisa
Non Devisa
2005
14,75%
3,22%
4,34%
1,86%
3,91%
2006
10,70%
3,69%
3,11%
1,59%
3,61%
2007
6,50%
2,61%
1,93%
1,68%
1,58%
2008
3,74%
2,73%
1,73%
1,41%
2,03%
2009
3,46%
2,88%
2,20%
1,71%
3,08%
2010
3,15%
2,90%
2,55%
2,24%
2,88%
2011
3,20%
2,37%
2,23%
2,34%
2,31%
Sumber : www.bi.go.id (Data di olah) ; Statistik Perbankan 2012 (Data di olah)
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa besarnya rasio Non Performing Loan di Bank BUMN lebih besar dibandingkan dengan Bank Umum lainnya. Yaitu pada tahun 2005 sebesar 14,75 %, 2006 sebesar 10,70 %, 2007 sebesar 6,50%, 2008 sebesar 3,74 %, 2009 sebesar 3,46 %, 2010 sebesar 3,15 %, dan 2011 sebesar 3,20 %.
5
Namun dalam hal ini rata-rata rasio NPL Bank BUMN dari tahun ke tahun mengalami penurunan akan tetapi pada tahun 2011 rasio NPL naik sekitar 0,05 %.
Dari data dan keterangan di atas penulis menemukan suatu fenomena, yaitu
rata-rata rasio Non Performing Loan Bank BUMN pertahunnya lebih besar
dibandingkan dengan Bank Umum lainnya. Namun rasio NPL Bank BUMN setiap
tahunnya mengalami penurunan, kecuali pada tahun 2011 mengalami kenaikan
sebesar 0,05 %. Adapun data empiris mengenai Inflasi, BI Rate, LDR dan NPL. Data tersebut merupakan data bulanan sepanjang periode 2005 – 2011 yang di dapat dari Statistik Perbankan Indonesia periode 2005 – 2011. Data tersebut diolah menjadi rata-rata pertahun. Data Inflasi, BI Rate, LDR dan NPL perbulan terdapat pada bagan lampiran. Tabel 1.2 Rata-Rata Pertahun Inflasi, BI Rate, LDR dan NPL Bank BUMN Di Indonesia Periode 2005-2011 Periode 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Inflasi 10,40% 13,33% 6,40% 10,31% 4,90% 5,13% 5,38%
BI Rate 10,54% 11,83% 8,60% 8,67% 7,15% 6,50% 6,58%
LDR 52,16% 59,51% 62,15% 71,88% 73,75% 75,57% 79,86%
NPL 14,75% 10,70% 6,50% 3,74% 3,46% 3,15% 3,20%
Sumber : www.bi.go.id (Data di olah) ; Statistik Perbankan 2012 (Data di olah)
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa inflasi setiap tahunnya berfluktuasi , BI Rate pun setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Namun LDR mengalami peningkatan pada setiap tahunnya, serta rasio NPL menurun pada setiap tahunnya.
6
Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas muncul ketertarikan untuk
sehingga penulis mengambil judul “PENGARUH INFLASI, BI RATE meneliti,
DAN LDR TERHADAP NON PERFORMING LOAN PADA BANK UMUM DI
INDONESIA (Studi Kasus Pada Bank BUMN di Indonesia Periode 2005-2011)”.
1.2
Identifikasi Masalah
Dari latar belakang penelitian di atas dapat dirumuskan identifikasi masalah
sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh Inflasi, BI Rate, dan LDR terhadap NPL secara simultan pada Bank BUMN di Indonesia periode 2005-2011? 2. Bagaimana pengaruh Inflasi, BI Rate, dan LDR terhadap NPL secara parsial pada Bank BUMN di Indonesia periode 2005-2011?
1.3
Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1
Tujuan Penelitian 1.3.1.1 Tujuan Umum a. Membuktikan suatu teori yang menyebutkan tentang faktorfaktor yang mempengaruhi risiko kredit (Non Performing Loan). b. Membandingkan pengaruh inflasi, LDR, dan BI Rate terhadap Non Performing Loan dari penelitian sebelumnya.
7
1.3.1.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh Inflasi, BI Rate, dan LDR terhadap NPL
secara simultan pada Bank BUMN di Indonesia periode 2005-
2011?
b. Mengetahui pengaruh Inflasi, BI Rate, dan LDR terhadap NPL
secara parsial pada Bank BUMN di Indonesia periode 2005-
2011? 1.3.2
Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Kegunaan Teoritis Menambah
wawasan,
pengetahuan
dan
referensi
dalam
mempelajari inflasi, BI Rate, LDR dan risiko kredit, baik bagi penulis maupun bagi pembaca serta peneliti selanjutnya yang akan meneliti kajian yang sama. 1.3.2.2 Kegunaan Terapan Dapat menambah pengetahuan bagi pihak perbankan dalam menyelesaikan kredit macet (Non Performing Loan) dan lebih memperhatikan tingkat inflasi dalam menyalurkan kredit, dan tingkat LDR dalam menentukan jumlah penyaluran yang akan disalurkan kepada masyarakat. Serta bagi Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan tingkat suku bunga (BI Rate).
8
1.4
Kerangka Pemikiran
Risiko Inflasi
BI Rate
Risiko Kredit (NPL)
LDR
Gambar 1.1 Bagan Kerangka Berpikir
Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana, menyalurkan dana dan memberikan jasa-jasa bank lainnya. Dalam menghimpun dana dari masyarakat, bank menawarkan berbagai jenis simpanan, sedangkan dalam penyaluran dana, bank menyalurkannya melalui pemberian pinjaman yang dinamakan kredit. Dalam praktiknya bank dikelompokan menjadi 3, yaitu bank sentral, bank umum dan bank perkreditan rakyat. Bank umum merupakan entitas ekonomi yang rentan terhadap krisis ekonomi global dan krisis perbankan (Nandadipa, 2010 ; 24). Bank umum dikategorikan kembali yaitu bank BUMN, bank umum swasta nasional devisa, bank umum swasta nasional non devisa, bank pembangunan daerah, bank campuran dan bank asing. Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
9
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Dalam penyaluran kredit bank memperoleh keuntungan berupa bunga. Adapun
risiko yang dihadapi oleh pihak perbankan dalam menyalurkan kredit, yang disebut
risiko kredit. Risiko kredit ini menyebabkan timbulnya Non Performing Loan (kredit
bermasalah).
Non Performing Loan adalah kredit yang pengembalian pokok
pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan lebih dari satu tahun tempo menurut jadwal yang telah dijanjikan. Menurut ketentuan pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, kualitas kredit dibagi menjadi 5 (lima) kolektibilitas yaitu kredit lancar, kredit dalam perhatian khusus, kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Penilaian besarnya rasio Non Performing Loan ini didasarkan kepada kualitas NPL yang dimiliki bank yaitu dengan cara membandingkan kredit dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet terhadap total kredit yang disalurkan dalam bentuk persentase. Ada tujuh risiko yang menyebabkan terjadinya Non Performing Loan, yaitu risiko usaha, risiko geografis, risiko keramaian/keamanan/tawuran/perkelahian, risiko politik, risiko ketidakpastian, risiko inflasi dan risiko persaingan (Firdaus ; Ariyanti, 2009: 35).
10
Adapun menurut pendapat John Agustinus dalam jurnal keuangan dan perbankan tahun 2008 menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya kredit macet, yaitu kemauan/itikad baik debitur, kebijakan pemerintah dan
Bank Indonesia (kebijakan BI Rate), dan kondisi perekonomian.
Dari teori di atas disebutkan bahwa kredit macet dapat disebabkan oleh
beberapa risiko, salah satunya yaitu akibat adanya risiko inflasi. Inflasi akan memicu
penurunan laba suatu perusahaan yang mengakibatkan penunggakan pembayaran kredit kepada pihak bank. Sehingga persentase NPL suatu bank akan meningkat karena adanya inflasi. Kasmir (2003;272) Loan to deposit ratio merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Menurut Agus Sartono (2001), Loan to deposit ratio yang tinggi menunjukkan bahwa bahwa suatu bank meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau menjadi tidak likuid (illiquid). LDR yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana untuk dipinjamkan. LDR rendah disebabkan perbankan menaruh dananya pada instrumen keuangan seperti SUN (Surat Utang Negara), dan SBI (Sertifikat Bank Indonesia), serta meningkatnya kredit macet. Dalam Peraturan Bank Indonesia telah menetapkan standar untuk LDR yaitu berkisar antara 85 % sampai dengan 100% (Nandadipa, Skripsi 2010:18). Namun pada tanggal 1 Maret 2011, telah ditetapkan keputusan baru tentang standar LDR yaitu sebesar 78 % sampai dengan 100 %.
11
Tugas pokok Bank Indonesia sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Sentral Bab III pasal 8 yaitu menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
mengatur dan mengawasi bank.
Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank
Indonesia sebagai bank sentral yang memiliki wewenang menyusun rencana kredit,
memberikan kredit likuiditas, membatasi kredit kuantitatif dan kualitatif, menyusun rencana devisa, membina dan mengawasi perbankan, menetapkan tingkat bunga/politik diskonto, menjalankan politik pasar terbuka serta kebijakan perubahan cadangan minimum. Sejak awal Juli 2005 , BI menggunakan mekanisme Base Interest Rate yang lebih di kenal dengan istilah ”BI Rate”. BI Rate yaitu suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik (Supriyadi, 2010). BI Rate merupakan suku bunga yang digunakan sebagai acuan bagi bank-bank umum dalam menentukan tingkat suku bunga kredit kepada nasabah. Ketika Bank Indonesia menaikkan suku bunga maka bank umum pun akan menaikkan tingkat suku bunganya, sehingga permintaan kredit akan berkurang serta akan timbul Non Performing Loan yang disebabkan ketidakmampuan nasabah untuk membayar bunga maupun angsurannya.
12
1.5
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
sehingga rumusan masalah ini disusun dalam bentuk pertanyaan (Sugiyono, 2008). Hipotesis yang akan diuji dan dibuktikan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : Ho : Tidak adanya pengaruh dari variabel independen terhadap variabel
dependen. Ha : Adanya pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : a. Pengujian pengaruh variabel secara parsial, yaitu : Hipotesis pertama Ho : = 0
Tidak terdapat pengaruh positif yang signifikan antara Inflasi terhadap NPL
HA : ≥ 0
Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara Inflasi, terhadap NPL
Hipotesis kedua Ho : = 0
Tidak terdapat pengaruh negative yang signifikan antara BI Rate terhadap NPL
HA : ≤ 0
Terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara BI Rate terhadap NPL
13
Hipotesis ketiga
Ho : = 0
Tidak terdapat pengaruh positif yang signifikan antara LDR terhadap NPL
HA : ≥ 0
Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara LDR
terhadap NPL
b. Pengujian pengaruh variabel secara bersama-sama (simultan), yaitu :
Ho : ≠ ≠ ≠ 0
, , secara bersama-sama tidak menjelaskan variabel Y
HA : = = = 0
, , secara bersama-sama menjelaskan variabel Y
1.6
Metodologi Penelitian 1.6.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam rangka menyusun Tugas Akhir ini adalah metode deskriptif analitik. Deskriptif analitik yaitu suatu metodologi penelitian yang mengumpulkan data yang sesuai dengan keadaan sebenarnya, menyajikan dan menganalisisnya sehingga dapat memberikan perbandingan yang cukup jelas mengenai objek yang diteliti yang kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan. Kesimpulannya menggambarkan hasil dari pengujian dari suatu objek yang menjadi bahan pengujian dan menghitung seberapa besar pengaruhnya.
14
1.6.2 Data Penelitian
1.6.2.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam menyusun Tugas
Akhir ini adalah :
a. Data kualitatif, yaitu data yang disajikan dalam bentuk katakata yang mengandung makna. b. Data kuantitatif, yaitu data yang dipaparkan dalam bentuk angka-angka, data tersebut berupa laporan keuangan, dan data statistik. Data kualitatif dan kuantitatif tersebut yang berhubungan dengan variabel yang diteliti, yaitu Inflasi, BI Rate, LDR dan NPL. 1.6.2.2 Sumber Data Sumber data yang digunakan yaitu data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan yang tersedia di buku, website atau sumber lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber pada Statistik Perbankan Indonesia, Peraturan Bank Indonesia dan data Kebijakan Moneter (Inflasi dan BI Rate) yang dicantumkan pada situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id).
15
1.6.2.3 Populasi dan Sampel
1.6.2.3.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Populasi dalam penelitian ini
yaitu Bank Bank Umum yang terdiri dari Bank BUMN, Bank Umum Swasta Nasional Devisa, Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa, BPD dan Bank Campuran. 1.6.2.3.2 Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2009). Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009). Dengan pemilihan kriteria yaitu sebagai berikut : 1. Merupakan Bank yang memiliki rasio NPL paling tinggi diantara Bank Umum lainnya. 2. Merupakan bank milik pemerintah.
16
3. Bank yang mempublikasikan rasio keuangan bank
dalam 8 tahun berturut-turut dari tahun 2005-2011. Berdasarkan dari kriteria diatas maka jumlah sampel yang memenuhi kriteria yaitu Bank BUMN yang terdiri dari Bank
Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Tabungan Negara
dan Bank Mandiri.
1.6.2.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam menyusun Tugas Akhir ini adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi dilakukan dengan melihat dan melakukan pencatatan terhadap data pada Statistik Perbankan Indonesia, Peraturan Bank Indonesia serta data Inflasi dan BI Rate. Penulis juga menggunakan penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan teori yang berhubungan dengan data sekunder. Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara menelaah buku-buku sebagai referensi, menelaah jurnal-jurnal dan landasan teori yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
17
1.6.3 Alat Analisis
1.6.3.1 Pengujian Asumsi Klasik Suatu model regresi linear berganda dapat dikatakan baik jika telah memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). BLUE ini
dapat dicapai bila memenuhi uji asumsi klasik (Setyadharma, 2010).
Terdapat lima uji asumsi yang harus dilakukan terhadap suatu model
regresi tersebut, yaitu : 1. Uji Normalitas 2. Uji Autokorelasi 3. Uji Multikolinieritas 4. Uji Heteroskedastisitas 5. Uji Linieritas Namun penulis hanya menguji 4 uji asumsi klasik saja, yaitu sebagai berikut : 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Imam Ghozali, 2006:147).
18
Untuk mendeteksi normalitas residual suatu distribusi data, ada dua
cara yang dapat dilakukan, yaitu : A. Analisis Grafik Analisis grafik merupakan cara yang paling mudah dalam
mendeteksi normalitas suatu residual, yaitu dengan melihat grafik
histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Adapun analisis grafik yang dapat digunakan yaitu dengan melihat grafik normal probability plot. Grafik ini membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Dasar pengambilan keputusan untuk uji normalitas (Imam Ghozali, 2006), yaitu sebagai berikut : a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
19
B. Analisis Statistik
Terdapat kelemahan dalam mendeteksi normalitas residual dengan menggunakan analisis grafik yaitu hasilnya meragukan. Hal ini disebabkan karena kehati-hatian setiap orang dalam melihat grafik
berbeda-beda. Sehingga dapat menggunakan analisis statistik.
Analisis statistik yang dapat digunakan yaitu uji statistik nonparametrik Kolmogorov-Smirnov. Terdapat hipotesis pengujian dalam uji Kolmogorov-Smirnov, yaitu : Ho : Data terdistribusi secara normal HA : Data tidak terdistribusi secara normal Adapun ketentuan dalam uji Kolmogorov-Smirnov ini yaitu dengan melihat nilai signifikansinya. Jika nilai signifikansi diatas 0.05 maka Ho diterima. Hal ini berarti bahwa data tersebut berdistribusi secara normal (Imam Ghozali, 2006: 152). 2. Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi anatara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal (variabel independen yang nilai
20
korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Imam
Ghozali, 2006: 95). Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas variabel
independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen
lainnya. Nilai tolerance ≤ 0.10 atau sama dengan nilai variance inflation factor (VIF) ≥ 10, maka menunjukan adanya multikolinearitas. 3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode-t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Imam Ghozali, 2006: 99). Cara untuk mendeteksi ada tidaknya gejala autokorelasi yaitu dengan menggunakan uji Durbin Watson. Uji durbin watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel independen (Imam Ghozali, 2006:100).
21
Adapun kriteria dalam mendeteksi adanya autokorelasi yaitu dengan
menggunakan tabel 1.3, yaitu sebagai berikut : Tabel 1.3 Kriteria Autokorelasi Nilai DW Kesimpulan Antara du dan 4-du Tidak ada korelasi Lebih kecil dari dl
Ada autokorelasi positif
Lebih besar dari 4-dl
Ada autokorelasi negatif
Antara du dan dl
Tidak dapat disimpulkan
Antara 4-du dan 4-dl
Tidak dapat disimpulkan
Sumber : Modul Analisis Keuangan
Keterangan : du = Batas Atas (upper) dl = Batas Bawah (lower) •
du dan dl ini didapatkan dari tabel Durbin Watson yang terdapat di lampiran.
4. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas (Imam Ghozali, 2006 : 125).
22
Cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas yaitu dengan melihat
grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang
telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Imam Ghozali, 2006:125). Dengan ketentuan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas atau di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Imam Ghozali, 2006 : 126). Dalam mendeteksi heteroskedastisitas dapat juga dilakukan dengan cara transformasi. Transformasi dilakukan pada variabel abreside. Dengan ketentuan jika nilai signifikansi diatas 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. 1.6.3.2 Analisis Regresi Linear Berganda Metode untuk menguji pengaruh antara lebih dari satu variabel bebas dengan satu variabel terikat disebut regresi berganda (Imam Ghozali, 2006;7). Hubungan antara satu variabel terikat dan lebih dari satu variabel bebas dapat ditulis dalam persamaan linear, yaitu sebagai berikut: Y = a + + + + ε
23
Dimana :
a
= Konstanta
…….. = Koefisien Regresi ….
= Inflasi
= BI Rate
= LDR
ε
= Residual
Y
= Non Performing Loan
Kemudian persamaan tersebut ditransformasikan ke dalam model persamaan regresi linear berganda dengan spesifikasi menggunakan model semi log netral (Ln). Variabel yang di log netralkan yaitu variabel dependen, karena NPL memiliki nilai yang ekstrem, sehingga dengan adanya transformasi data nilai ekstrem tersebut akan semakin mendekati nilai rata-ratanya. Persamaan model semi log netral, yaitu sebagai berikut :
Y = a + + + + ε Dimana : a
= Konstanta
…….. = Koefisien Regresi ….
= Inflasi
= BI Rate
24
= LDR
ε
= Residual
Y
= Log netral Non Performing Loan
Ketepatan fungsi regresi dalam menaksir nilai aktual dapat diukur
dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t (Imam
Ghozali, 2006). Yaitu sebagai berikut : 1. Analisis Koefisien Determinasi ( ) Koefisien Determinasi ( ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas (Imam Ghozali, 2006 : 87) 2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F pada dasarnya menunjukan apakah dalam semua variabel independen yang dimasukan dalam model mempengaruhi secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Imam Ghozali, 2006:88). Uji F digunakan untuk mengetahui seberapa kuat semua variabel independen dapat mempengaruhi variabel dependen.
25
Langkah-langkah pengujiannya yaitu sebagai berikut :
a. Taraf nyata α = 5 % b. Derajat kebebasan f tabel α, (k-1), (n-k) Keterangan : α = 0,05
k = jumlah variabel bebas
n = jumlah data
c. Menentukan kriteria pengujian Apabila f hitung < f tabel maka Ho diterima dan HA ditolak, artinya tidak ada pengaruh secara simultan. Apabila f hitung > f tabel maka Ho ditolak dan HA diterima, artinya ada pengaruh secara simultan. 3. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Imam Ghozali, 2006 : 88). Langkah-langkah pengujiannya yaitu sebagai berikut : a. Menentukan formasi Ho dan HA Ho : β = 0, berarti variabel X tidak berpengaruh terhadap variabel Y HA : β ≠ 0, berarti variabel X secara parsial berpengaruh positif atau negative terhadap variabel Y
26
b. Level of significant
Level of significant yakni berada pada signifikansi 0,05, apabila melebihi nilai signifikansi tersebut pengaruh variabel independen
terhadap
variabel
dependen
adalah
tidak
signifikan.
c. Menurut Suliyanto (2011:62), tes statistik dirumuskan sebagai berikut :
t=
Keterangan : t
= Nilai t hitung
bj
= Koefisien regresi
Sbj
= Kesalahan baku koefisisen regresi
Apabila t hitung > t tabel maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh positif Apabila t hitung < t tabel maka Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh
1.7
Lokasi dan Waktu Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Website Bank Indonesia. Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Juni 2012.