BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu dampak dari belum konsisten dan belum terkordinasinya penangan masalah-malasah sosial ekonomi yang ada. Di samping itu orientasi penanganan belum berdasarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat serta pemanfaatan potensi lokal yang belum maksimal. Penyebab kemiskinan berasal dari intern (keterbatasan pendidikan, pengetahuan, askes kesehatan, kurang memiliki keterampilan memberdayakan potensi) dan ekstern (kebijakan pemerintah, bencana sosial dan alam yang terjadi).1 Masalah
kemiskinan
mendapatkan
prioritas
utama
dalam
agenda
Pembangunan setelah terjadi krisis ekonomi dan politik pada pertengahan tahun 1997. Hal ini tercermin dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas 20012004) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat.2 Secara subtansial kemiskinan merupakan salah satu akar dari masalah kesejahteraan sosial disamping berbagai masalah sosial lainnya. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1998 mencapai 79,4 juta jiwa atau 33,9 %,dan pada tahun 2010 mencapai 31,02 juta (13,33 persen) dari jumlah penduduk Indonesia (BPS, 1998, dan BPS, 2010).3
1
Departemen Sosial R.I, Standard Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis. (2007), Hal 1-2. 2 Departemen Sosial RI. Masalah Sosial Di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial. Jakarta 2005, Hal 1-2. 3 Ibid, h.2
1
2
Dari data di atas roda pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat sedikit mencapai tujuan, dari data kemiskinan tahun 1998 sampai 2010 jumlah angka kemiskinan sedikit berkurang. Namun hal ini tidak bisa dikatakan maksimal karena masih besar angka kemiskinan tersebut. Upaya pembangunan kesejahteraan rakyat saat ini menunjukan hasil yang cukup baik namun demikian disadari bahwa tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial yang merata bagi keseluruhan rakyat Indonesia belum sepenuhnya tercapai mengingat cakupan permasalahan sosial begitu luas dan sangat kompleks seperti masalah kemiskinan, keterbelakangan, pengangguran, masalah kependudukan, kerawanan sosial, dan lain lain. Untuk itulah salah satu agenda dan prioritas utama RPJMN
2004-2009:
“Meningkatkan
Kesejahteraan
Rakyat
melalui
Penanggulangan Kemiskinan”. Berdasarkan data BPS 2008, Jumlah penduduk
miskin (penduduk yang
berada dibawah garis kemiskinan) di Indonesia pada bulan Juli 2008 sebesar 34,96 juta orang atau 15, 42%. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta orang (16,58%), berarti jumlah penduduk miskin tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 2,21 juta orang. Jumlah pengangguran pada Februari 2008 sebesar 9,43 juta orang. Jumlah pengangguran pada tahun 2008 ini mengalami penurunan sebesar 1,12 juta orang dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 yaitu 10,55 juta orang. Jumlah angka kerja di Indodnesia pada Februari 2008 mencapai 111,48 juta orang. Hal tersebut mengakibatkan banyak terjadi yang disebut gepeng (gelandangan dan pengemis) yang diakibatkan oleh kemiskinan intern dan ekstern tersebut.
3
Istilah gepeng merupakan singkatan dari kata gelandangan dan pengemis. Gelandangan adalah seseorang hidup dalam keadaan tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan tetap serta mengembara di tempat umum sehingga hidup tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat. Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.4 Masalah gelandangan dan pengemis gepeng merupakan fenomena sosial yang tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada didaerah perkotaan (kota-kota besar). Salah satu faktor yang dominan mempengaruhi perkembangan masalah
ini
adalah kemiskinan. Masalah
kemiskinan di Indonesia berdampak negatif terhadap meningkatnya arus urbanisasi dari daerah pedesaan ke kota-kota besar, sehingga terjadi kepadatan penduduk dan daerah-daerah kumuh yang menjadi pemukiman para urban tersebut. Sulit dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia, serta terbatasnya pengetahuan dan keterampilan menyebabkan mereka banyak yang mencari nafkah untuk mempertahankan hidup dengan terpaksa menjadi gelandangan dan pengemis.5 Jadi dorongan kemiskinan di desa dan daya tarik pendapatan di kota mengakibatkan gejala urbanisasi berlebih, yang sejumlah orang menyerbu ke kota, namun hanya sedikit dari mereka yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang menyebabkan mereka mencari nafkah dengan menggelandang dan mengemis, hal itu sehingga kota terlalu besar dan tumbuh pesat penduduk.
4
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, GelandanganPengemis di Kecamatan Kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 1. 5 Departemen Sosial R.I, Standard Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis. (2007), Hal 1-2.
4
Dampak positif dan negatif tampaknya semakin sulit dihindari dalam pembangunan, sehingga selalu diperlukan usaha untuk lebih mengembangkan dampak positif pembangunan serta mengurangi dan mengantisipasi dampak negatifnya. Gelandangan dan pengemis (gepeng) merupakan salah satu dampak negatif
pembangunan,
khususnya
pembangunan
perkotaan.
Keberhasilan
percepatan pembangunan di wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus migrasi desa-kota yang antara lain memunculkan (gepeng) karena sulitnya pemukiman dan pekerjaan di wilayah perkotaan dan pedesaan.6 Dampak dari meningkatnya
gelandangan dan pengemis munculnya
ketidakteraturan sosial (social disorders) yang ditandai dengan kesemrawutan, ketidaknyamanan, ketidaktertiban, serta mengganggu keindahan kota. Padahal disisi lain mereka adalah warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama, sehingga mereka perlu diberikan perhatian yang sama untuk mendapatkan penghidupan dan kehidupan yang layak. Selama ini, berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat melalui pelayanan dan rehabilitasi sosial, baik dengan sistem panti maupun non panti, namun belum menunjukan hasil seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan antara lain karena besaran permasalahan yang tidak seimbang dengan jangkauan pelayanan, keterbatasan SDM, dana, sarana, dan prasarana serta kualitas pelayanan yang masih bervariasi. Disamping itu, dampak dari pemberlakuan otonomi daerah yakni menimbulkan keberagaman persepsi dan upaya pelayanan dan rehabilitasi sosial di berbagai daerah. 6
Saptono Iqbali. Study kasus Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) di Kecamatan Kubu Kabupaten Karang Asem. Oktober 2006, Hal 1.
5
Untuk memperluas jangkauan pelayanan, Departemen sosial RI juga berupaya melibatkan masyarakat dalam setiap pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis namun hasilnya belum optimal. Sejak tahun 2002, peningkatan gepeng terhitung sangat tajam. Hal ini terlihat dari jumlah gepeng yang dipulangkan. Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Bali, yaitu 300 orang tahun 2002, 300 orang tahun 2003, 400 orang tahun 2004, dan 1.595 tahun 2005.7 Perhatian pemerintah dan masyarakat secara umum terhadap perlunya standar kehidupan yang lebih baik, telah mendorong terbentuknya berbagai usaha kesejahteraan sosial. Usaha kesejahteraan sosial itu sendiri, pada dasarnya merupakan suatu program ataupun kegiatan yang didesain secara kongkrit untuk menjawab masalah, kebutuhan masyarakat ataupun meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha kesejahteran sosial itu sendiri dapat ditujukan pada individu, keluarga, kelompok-kelompok dalam komunitas, ataupun komunitas secara keseluruhan (baik komunitas lokal, regional, maupun nasional).8 Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya, baik perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi,
badan
usaha,
lembaga
kesejahteraan
sosial,
maupun
lembaga
kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan.9 Dari hal di atas, dapat dilihat bahwa kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi kehidupan yang diharapkan masyarakat tidak dapat terwujud bila tidak
7
Ibid, h. 2 Ibid, h. 2 9 Isbandi Rukminto Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial (FISIP UI, 2003) h. 189 8
6
dikembangkan usaha kesejahteraan sosial. Karena itu berjalan atau tidaknya suatu usaha kesejahteraan sosial sangat dipengaruhi oleh organisasi atau lembaga yang menyediakan usaha kesejahteraan sosial yang memperhatikan masalah-masalah sosial dan masalah kesejahteraan sosial dalam arti sempit (seperti masalah yang terkait dengan prostitusi, anak jalanan, dll).10 Dampak dari kemiskinan ternyata tidak hanya berdampak pada keteraturan sosial yang dimana penyebab dari faktor ekstern, agar seseorang dapat memaksimakan potensi dalam dirinya perlu di butuhkan pikiran dan jiwa yang sehat. Disini faktor psikologis sangat berpengaruh dalam berkembangannya seseorang, sehingga ia tidak eksis dalam masalah-masalah sosial dan aktifitas hidup mencari materi dengan segala keindahan dan daya tariknya. Faktor kemiskinan dapat mempengaruhi penyimpangan-penyimpangan perilaku seseorang dari tuntunan dan bimbingan, merupakan suatu indikasi yang sangat prinsip adanya gangguan psikologis dan tidak sehatnya mental. Akibat mental dan jiwa yang sakit itu akan memiliki dampak yang sangat membahayakan bagi setiap individu, lingkungan masyarakat, bangsa, Negara dan Agama. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau satu riwayat, Rasulullah pernah bersabda:
“Hampir-hampir kemiskinan itu menjadikan seseorang itu kufur”. (HR. Abu Na’aim) Kartini Kartono mengemukakan bahwa orang yang memiliki mental yang sehat adalah yang memiliki sifat-sifat yang khas antara lain: mempunyai
10
Ibid, h. 189
7
kemampuan untuk bertindak secara efesien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki konsep diri yang sehat, memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya, memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian dan memiliki batin yang tenang. Disamping itu, beliau juga mengatakan bahwa kesehatan mental tidak hanya terhindarnya diri dari gangguan batin saja, tetapi juga posisi pribadinya seimbang dan baik, selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.11 Oleh karena itu hal tersebut di atas menjadi perhatian dalam penyelanggaraan rehabilitasi terhadap gelandangan dan pengemis Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Bekasi Timur memberikan pelayanan Rehabilitasi sosial terhadap gelandangan dan pengemis beserta keluarganya. Salah satu dari pelayanan rehabilitasi yang dilaksanakan yaitu adalah pembinaan mental. Berdasarkan latar belakang diatas, maka skripsi ini melakukan penelitian di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi Timur Jawa Barat. Adapun judul penelitian ini adalah : “Model Pembinaan Mental Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi.” Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui model pembinaan mental dan dalam upaya menanggulangi gelandangan dan pengemis dan mengarahkan untuk pulihnya kembali harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi, kesadaran dan tanggung jawab sosial.
11
Kartini Kartono, Patologi Sosial ( Cet. VI; Jakarta: CV. Rajawali, 1999), h. 230
8
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1.
Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut agar lebih terarah dan mencapai
sasaran yang tepat, maka peneliti membatasi penelitian ini pada Pelaksanaan pembinaan Mental Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi yang meliputi: tujuan dan fungsi pembinaan mental, model pembinaan mental, mengubah sikap dan tingkah laku, serta pembinaan lebih lanjut agar mampu berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. 2.
Perumusan Masalah Adapun masalah yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini adalah
rinciannya sebagai berikut: a. Bagaimana model pembinaan mental terhadap gelandangan dan pengemis di panti sosial bina karya pangudi luhur Bekasi. b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat menentukan keberhasilan pembinaan mental di panti sosial bina karya pangudi luhur Bekasi. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Tujuan merupakan titik tolak dari setiap penelitian, sesuai dengan pembatasan
dan perumusan masalah yang telah dikemukan. Pada pokonya penelitian ilmiah bertujuan untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui.12 Maka tujuan yang ingin peneliti capai ialah :
12
1999
DR. bustanuddin Agus. Pengembangan ilmu-ilmu social. Gema Insani Press. Jakarta
9
1. Untuk mengetahui dan menganalisis metode pembinaan mental terhadap gelandangan dan pengemis di panti sosial bina karya Pangudi Luhur Bekasi. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang menentukan keberhasilan pembinaan mental
di panti sosial bina karya
pangudi luhur Bekasi.
2.
Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan dan
hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Bimbingan Penyuluhan Sosial, Bimbingan Konseling Islam khususnya yang berkaitan dengan model Pembinaan Mental Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi. 2. Diharapkan dapat membantu dan memberi masukan bagi Panti Sosial Bina Karya
“pangudi
luhur”
Bekasi
dalam
Pembinaan
Mental
terhadap
gelandangan dan pengemis dalam bentuk Program Kerja. 3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi jurusan Bimbingan Penyuluhan
Islam
pada
Fakultas
Dakwah
dan
Komunikasi
dalam
pengembangan keilmuan dan kurikulum.
D. Tinjauan Pustaka Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa judul skripsi mahasiswa atau mahasiswi sebelumnya yang oleh penulis jadikan sebagai tinjauaan pustaka.
10
Namun perlu dipertegas perbedaan antara masing – masing judul dan masalah yang dibahas, antara lain: 1. Warti Sasmiati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, UIN syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Metode Pembinaan Mental Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita Tanggerang.” Dalam penelitian skripsi ini menjelaskan bahwa metode yang digunaka pembimbing dalam pembinaan mental spiritual bagi nara pidana anak (anak didik) jua tak berbeda dari metode bimbingan pada umumnya (antara teori dan praktek di lapangan), di antaranya seperti metode Group Guidance (bimbingn berkelompok) dalam metode ceramah dan diskusi, serta metode directive (bersifat mengarahkan) dalam metode iqra (pembelajaran Al-qur’an dan hafalan ayat-ayat Al-qur’an), wawancara, Tanya jawab, pemutaran film dan muhasabah. Dari sekian metode yang digunakan pembimbingan ada dua metode yang lebih sering digunakan yakni metode cerama dan metode iqra ( pengajaran baca tulis Al-qur’an) karena lebih efektif. 2. Daman, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2006, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Peranan Pembimbing Agama Islam Dalam Pembinaan Mental Nara Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan” Dalam penulisan skripsi ini menjelaskan tugas pembimbing Agama Islam dalam pembinaan mental nara pidana, diantaranya : a. tugas pembimbing agama dalam membinaan mental, b. Jenis-jenis program kegiatan pembinaan keagamaan terhadap nara pidana dan metodenya, c. factor penunjang dan penghambat pelaksaan pembinaan mental keagamaan terhadap nara pidana.
11
3. Asrul Muharram, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam 2007, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi “Pola Komunikasi Dalam Pembinaan Keagamaan Di Panti Sodial Bina Laras 04 Cipayung Jakarta Timur” Dalam penulisan skripsi ini menjelaskan pola komunikasi dalam pembinaan keagamaan di panti rehabitasi social bina laras 04 adalah pola komunikasi kelompok (group communication) yang bersifat sentralistik dimana seorang Pembina menjadi pusat sentral dalam berkomunikasi terutama dalam memberikan materi-materi pembinaan keagamaan terhadap pekerja seks komersial (PSK) yang menjadi murid binaannya. Dari beberapa factor yang telah penulis kemukakan pada ininya faktor penghambat lebih dominan berasal dari dalam diri seorang PSK itu sendiri, oleh karena itu pola pembinaan hendaknya lebih menanamkan kepada kesadaran, pembinaan mental dan keagamaan sebagai pondasi yang kuat dalam menghadapi berbagai masalah-masalah tersebut yang dapat menjuruskannya kembali kelembah kenistaan. 4. Hj. Holipah, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi “Metode Bimbingan Mental Pada Jamaah Calon Haji di Kelompok Bimbingan Haji (KBIH) Mathala’ul Anwr Karawang. Penelitian ini merupaka penelitian deskriptif, sasaran yang diteliti adalah Metode Bimbingan Mental pada jamah calon haji I kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Mathala’ul Anwar Karawang. Metode bimbingan mental yang ada di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Matha’ul Anwar adalah metode langsung (metode komunikasi langsung) yaitu dimana pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang di
12
bimbingnya (jamaah calon haji) dalam hal ini ada dua metode bimbingan yang terdiri dari bimbingan individual dan bimbingan kelompok. 5. Mulia Rahmawati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai Melalui Pelaksanaan Bina Mental dan Spiritual di Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Tanggerang” Dalam skripsi ini adapun tujuan dari penelitian ini adalah pembinaan mental yang dilaksakan oleh BINTAL (Bina Mental dan Spiritual) jadi pengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai. Karena dengan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan dapat menumbuhkan semangat untuk terus mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dari hasil pembinaan yang dilakukan oleh BINTAL, manfaat yang dirasakan oleh para pegawai dalam hal bekerja adalah dapat meningkatkan disiplin kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja pegawai; bekerja menjadi lebih tambah semangan dan hasil pekerjaan menjadi lebih maksimal, begitu juga dalam hal ibadah menjadi semakin rajin dan istiqmah.
Dari kelima penelitian diatas yang membedakan dengan penelitian ini adalah model dan metode yang ada di setiap lembaga tersebut. Metode yang digunakan harus menyesuaikan dengan objek dan sasaran, agar pembinaan metal atau pembinaan keagaaman dapat tersampaikan dengan baik dan bisa diterima oleh objeknya. Metode Pembinaan metal yang di laksanakan di PSBK ini Ialah dengan metode ceramah dan diskusi, kegiatan bimbingan/atau tuntunan untuk memahami
13
diri sendiri, dan orang lain dengan belajar tentang keagamaan, cara berfikir positif dan keinginan untuk berprestasi serta mengubah sikap normatif mereka agar lebih baik. Kegiatan bimbingan mental merupakan kegiatan yang wajib mereka ikuti bagi semua siswa(sebutan untuk gepeng) yang ada di PSBK ini. Untuk memperlancar kegiatan ini telah disediakan seorang ustadz yang sekaligus merupakan seorang pegawai dibagian rehabilitasi sosial yang berkompeten dalam bidangnya, yaitu Bapak Endin Khoiruddin yang selalu memberikan bimbingan mental tentang keagamaan. Dari hasil pembinaan mental diharapkan siswa bisa membuka wawasan dan memahami diri sendiri, sehingga menjadi manusia yang berkeinginan untuk berprestasi, mempunyai kemampuan untuk bertindak secara efesien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki konsep diri yang sehat, memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya, memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian dan memiliki batin yang tenang. E. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan skripsi ini secara sistematika penulis membagi ke dalam enam bab. Adapun sistematika selengkapnya adalah sebagai berikut: BAB I :
Pendahuluan yang mencangkup latar belakang, pembatasan dan
rumusan masalah,tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. BAB II
: Tinjauan Teoritis. Terdiri dari pengertian model, pengertian
pembinaan, pengertian mental, pengertian Gelandangan dan pengertian Pengemis, karakteristik gelandangan dan pengemis, permasalahan sosial gelandangan dan pengemis, model perumusan masalah gelandangan dan pengemis, prinsip-prinsip
14
penanganan gelandangan dan pengemis,kebijakan dan strategi penanggulangan gelandangan dan pengemis, definisi panti sosial,. BAB III
: Metodologi Penelitian yang terdiri dari, pendekatan penelitian,
jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pemilihan informan, sumber data, teknik pencatatan data, keabsahan data, focus amatan penelitian. BAB IV
: Gambaran Umum PSBK Panti Sosial Bina Karya “Pangudi
Luhur” Bekasi, gambaran umum ini meliputi tentang sejarah berdirinya, visi dan misi, Tugas Pokok, Tujuan dan Fungsi Panti, landasan hukum, Struktur Organisasi, mekanisme kerja, komposisi pegawai, sasaran dan garapan lembaga, Persyaratan Calon Keluarga Binaan Sosial, Waktu dan Kapasitas Pelayanan, Proses Rehabilitasi Sosial, pembiayaan operasional, Kerja Sama Lintas Sektoral, sarana dan prasarana, Pembimbing Pondok Tahun 2011, jumlah Warga Binaan Sosial tahun 2011. BAB V
: Temuan dan Analisis Data, bab ini akan menguraikan analisa
hasil penelitian mengenai tahapan Rehabilatas Pembinaan Mental terhadap Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi Jawa Barat. BAB VI
: Penutup, dalam penutup ini penulis akan berusaha memberikan
kesimpulan dari keseluruhan pembahasan skripsi ini serta Saran terhadap tujuan dan manfaat yang diharapkan dapat diambil dari tulisan ini.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Model Pembinaan Mental 1.
Pengertian Model Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75). Definisi lain dari model adalah abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: ix – xii).1 Selanjunya memuat jenis-jenis model dapat dibagi dalam lima kelas yang berbeda : 1. Kelas I, pembagian menurut fungsi : a. Model deskriptif : hanya menggambarkan situasi sebuah sistem tanpa rekomendasi dan peramalan. Contoh : peta organisasi b. Model prediktif : model ini menunjukkan apa yang akan terjadi, bila sesuatu terjadi. c. Model normatif : model yang menyediakan jawaban terbaik terhadap satu persoalan. Model ini memberi rekomendasi tindakan-tindakan yang perlu diambil. Contoh : model budget advertensi, model economics, model marketing. 2. Kelas II, pembagian menurut struktur.
1
Abdul Wahid Chairul, Pengertian Model dan Jenis-jenisnya, di akses dari http://www.damandiri.or.id/file/abdwahidchairulahunairbab2.pdf, pada tanggal 3 mei 2011.
15
16
a. Model Ikonik : adalah model yang menirukan sistem aslinya, tetapi dalam suatu skala tertentu. Contoh : model pesawat. b. Model Analog : adalah suatu model yang menirukan sistem aslinya dengan hanya mengambil beberapa karakteristik utama dan menggambarkannya dengan benda atau sistem lain secara analog. Contoh : aliran lalu lintas di jalan dianalogkan dengan aliran air dalam sistem pipa. c. Model Simbolis : adalah suatu model yang menggambarkan sistem yang ditinjau dengan simbol-simbol biasanya dengan simbol-simbol matematik. Dalam hal ini sistem diwakili oleh variabel-variabel dari karakteristik sistem yang ditinjau. 3. Kelas III, pembagian menurut referansi waktu. a. Statis : model statis tidak memasukkan faktor waktu dalam perumusannya. b. Dinamis : mempunyai unsur waktu dalam perumusannya. 4. Kelas IV, pembagian menurut referansi kepastian. a. Deterministik : dalam model ini pada setiap kumpulan nilai input, hanya ada satu output yang unik, yang merupakan solusi dari model dalam keadaan pasti. b. Probabilistik : model probabilistik menyangkut distribusi probabilistik dari input atau proses dan menghasilkan suatu deretan harga bagi paling tidak satu variabel output yang disertai dengan kemungkinan-kemungkinan dari harga-harga tersebut. c. Game : teori permainan yang mengembangkan solusi-solusi optimum dalam menghadapi situasi yang tidak pasti. 5. Kelas V, pembagian menurut tingkat generalitas. a. Umum
17
b. Khusus Model Pelayanan: Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka penerima pelayanan menghendaki: 1. Pelayanan yang tepat, cepat, dan profesional. 2. Pelayanan yang berorentasi pada kompetensi. 3. Pelayanan yang mengedepankan Hak Asasi Manusia. 4. Pelayanan yang berdimensi keadilan dan pemberdayaan. 5. Pelayanan yang berorentasi kepada kebutuhan klien. Dari pengertian model yang bersifat abtrak tidak dapat ditampilkan dan tidak berupa data. Namun hanya gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh. Model-model diatas menggambarkan penelitian ini memiliki variabel-variabel dari karakteristik sistem yang ditintau, penelitian bertujuan menampilkan gambaran model pembinaan mental yang dilakukan oleh panti sosial yang sudah mempunyai variasi dan karakteristik. Dari penelitian tersebut akan menghasilkan salah satu kelas model yang tertera diatas. 2.
Pengertian Pembinaan Kata pembinaan berasal dari bahasa arab “bina” artinya bangunan. Setelah
dibakukan kedalam bahasa Indonesia, jika diberi awalan “pe-” dan akhiran “an” menjadi pembinaan yang mempunyai arti pembaruan, penyempurnaan usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.2 2
Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), Cet. Ke-2, h. 117.
18
1. Pembinaan adalah suatu upaya, usaha kegiatan yang terus menerus mempelajari, meningkatkan, menyempurnakan, mengarahkan, mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan agar sasaran pembinaan mampu menghayati dan mengamalkan ajaran islam sebagai pola kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan sosial masyarakat.3 2.
Pembinaan adalah segala upaya pengelolahan berupa merintis, meletakan
dasar, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni, mengarahkan, serta mengembangkan kemampuan seorang untuk mencapai tujuan, mewujudkan manusia sejahtera dengan mengadakan dan menggunakan segala daya dana yang dimiliki.4 Jadi, pembinaan dapat dipahami sebagai suatu kegiatan membangun yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik terhadap warga binaan pemasyarakatan yang bertujuan agar mereka (warga binaan) menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dianggap berguna serta berperan aktif bagi pembangunan bangsa dan Negara. Pembinaan hampir sama juga dengan bimbingan dan penyuluhan. Bimbingan secara harfiah dapat diartikan sebagai memajukan, memberi jalan atau menuntun orang lain kearah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya dimasa kini dan masa mendatang.5 Dan juga dapat disebut sebagai suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya
3
Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah Agama, Pembinaan Rohani Pada Dharma Wanita, Penerbit DEPAG, 1984, h. 8. 4 Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian BP-4, Membina Keluarga Bahagia dan Sejahtera, (Jakarta: BP-4, 1994), h.3. 5 HM. Arifin, pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), Cet. Ke-4, h. 18.
19
agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.6 Sedangkan penyuluhan mengandung arti menerangi, menasehati atau member kejelasan kepada orang lain, memahami atau mengerti tentang hal yang dialaminya.7 Jadi menurut penulis bahwa pengertian pembinaan hampir sama dengan pengertian bimbingan dan penyuluhan yang sama-sama berusaha membentuk manusia untuk menjadi yang lebih baik dan dapat beradaptasi dengan baik-baik terhadap lingkungannya, sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya dengan tepat, benar dan berjalan dengan lancar. 3.
Pengertian Mental Mental dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai “suatu hal yang
berhubungan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan dan tenaga”.8 J.P Chapin mendefinisikan mental dalam bukunya “Kamus Lengkap Psikologi” yang di terjemahkan Kartni Kartono sebagai berikut: 1. Menyimpang masalah pikiran, akal ingatan atau proses-proses yang berasosiasi dengan pikiran, akal, ingetan 2. (Strukuralisme) menyinggung isi kesadaran 3. (Fungsionalisme) menyinggung perbuatan atau proses 4. (Psikoanalisis) menyinggung ketidak sadaran, pra-kesadaran, dan kesadaran 5. Menyinggung proses-proses khusus misalnya kesiagan, sikap, implus, dan proses intelektual
6
Abu Ahmad, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Semarang: Toha Putra, 1997), h.
8. 7
HM. Arifin, pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), Cet. Ke-4, h. 18. 8 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembang Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke-1, Edisi Tiga, h. 733.
20
6. Menyinggung proses tersembunyi, yang dipertentangkan dengan proses terbuka 7. Menyinggun segala sesuatu yang bersumber pada sebahagian hasil dari sebab musabab mental seperti gangguan mental”.9 Dalam istilah lain H.M. Arifin menyatakan bahwa “arti mental adalah sesuatu kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh pancaindra tentang wujud dan zatnya, melaikan yang tampak adalah hanya gejalanya saja dan gejala inilah yang mmungkin dapat dijadikan sasaran penyelidikan ilmu jiwa atau lainnya.10 Zakiah Daradjat, mengumukan bahwa mental sering digunakan sebagai ganti dari kata Personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termaksud pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan dala keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan mengecewakan, mengembiraan, dan sebagainya.11 Jadi kata mental adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat, diraba secara lahiriah dan tidak mudah untuk di ukur karena ia sesuatu yang abstrak. Namun pada prinsipnya mental itu satu kekuatan yang utuh dan terbentuk dalam suatu wujud kegiatan yang merupakan gambaran yang jelah antara suasana yang sedang meraka lakukan, sehingga hal ini dapat terlihat dalam wujud tingkah laku seseorang dalam bentuk wajar atau tidak.
9
JP. Chapin, (penerjemah: Kartini Kartono), Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafino, 2004), Cet. Ke-9, h. 297. 10 HM. Arifin Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniah Manusia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), Cet. Ke-2, h.17. 11 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), Cet. Ke-4,h. 38-39.
21
Dengan demikian, pembinaan mental adalah usaha untuk memperbaiki dan memperbaharui suatu tindakan atau tingkah laku seseorang melalui bimbingan mental/ jiwanya sehingga memiliki kepribadian yang sehat, akhlak yang terpuji dan bertanggung jawab dalam menjalani kehidupannya.
B. Gelandangan dan Pengemis (gepeng) 1.
Pengertian Gepeng Istilah “gepeng” merupakan singkatan dari kata gelandangan dan pengemis.
Menurut Depertemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.12 “Pengemis” adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. 13 Gelandangan pengemis adalah seseorang yang hidup menggelandang dan sekaligus mengemis.14 Ali, dkk. (1990) menyatakan bahwa gelandangan berasal dari gelandang yang berarti selalu mengembara, atau berkelana (lelana). Dengan strata demikian maka gelandangan merupakan orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal atau
12
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandanganPengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem 13 Ibid, h. 2 14 Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis, hal 5
22
rumah dan pkerjaan yang tetap atau layak, berkeliaran di dalam kota, makanminum serta tidur di sembarang tempat. 15 Menurut Mutholib dan Sudjarwo dalam Ali,dkk.,(1990) diberikan tiga gambaran umum gelandangan, yaitu : a. Sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyarakat, b. Orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai, c. Orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan. Dengan mengutip definisi operasional sensus penduduk maka gelandangan terbatas pada mereka yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, atau tempat tinggal tetapnya tidak berada pada wilayah pencacahan. Karena wilayah pencacahan telah habis membagi tempat hunian rumah tinggal yang lazim maka yang dimaksud dengan gelandangan dalam hal ini adalah orang-orang yang bermukim pada daerah-daerah bukan tempat tinggal, tetapi merupakan konsentrasi hunian orang-orang seperti dibawah jembatan, kuburan, pinggiran sungai, emperan toko, sepanjang rel kereta api, taman, pasar dan konsentrasi hunian gelandangan yang lain. Pengertian gelandangan tersebut memberikan pengertian bahwa mereka termaksud golangan yang mempunyai kedudukan lebih terhormat daripada pengemis. Gelandangan pada umumnya mempunyai pekerjaan tetapi tidak memiliki tempat tinggal yang tetap (berpindah-pindah). Sebaliknya pengemis
15
Ali, dkk. (1990) Gelandangan di kartasura, dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 2-3.
23
hanya mengharapkan belas kasihan orang lain serta tidak menutup kemungkinan golongan ini memiliki tempat tinggal yang tetap.16 Beberapa ahli menggolongkan gelandangan dan pengemis termaksud kedalam golongan sektor informal. Keith Harth (1973) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, mengemukakan bahwa dari kesempatan memperoleh penghasilan yang sah, pengemis dan gelandangan termasuk pekerja sektor informal. Sementara itu, Jan Bremen (1980) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, mengusulkan agar dibedakan tiga kelompok pekerja dalam analisis terhadap kelas sosial di kota, yaitu: 1. kelompok yang berusaha sendiri dengan modal dan memiliki keterampilan 2. kelompok buruh pada usaha kecil dan kelompok sendiri dengan modal sangat sedikit atau bahkan tampa modal 3. kelompok miskin yang kegiatanya mirip gelandangan dan pengemis. Kelompok kedua dan ketigalah yang paling banyak di kota dunia. Ketiga kelompok ini masuk kedalam golongan kerja sektor informal.17 2. Karakteristik Gelandangan dan Pengemis a. Perilaku menggepeng erat kaiatnya dengan urbanisasi, dan urbanisasi erat kaitannya dengan adanya kesenjangan pembangunan wilayah pedesaan dan perkotaan. Semasih adanya kesenjangan ini maka urbanisasi akan sulit di bendung dan, akan member peluang munculnya kegiatan sector informal seperti kegiatan menggepeng. b. Pada hakikatnya tidak ada norma sosial yang mangatur perilaku menggepeng. Perilaku gepeng berkembang secara alamiah dan melalui pemikiran yang 16 17
Ibid. h. 3 Ibid. h. 3
24
rasional. Perkembangan perilaku gepeng dibagi menjadi tiga tahap, yaitu sebelum gunung Agung meletus (1963), sesudah gunung Agung meletus (1963-1970-an), dan setelah tahun 1980-an. c. Kegiatan menggepeng umumnya dilakukan ibu-ibu yang disertai dengan anakanaknya. Mereka umumnya relatif muda dan termaksud dalam tenaga kerja yang produktif. a. Pendidikan keluarga gepeng pada umunya rendah. Hal ini agak berbeda dengan masyarakat lainya. b. Keadaan ekonomi keluarga gepeng umumnya relatif lebih baik dari rata-rata masyarakat lainnya. c. Masih terdapat sikap idealis dari masyarakat disekitarnya untuk menolak perilaku gepeng. 3. Permasalahan Sosial Gelandangan dan Pengemis Masalah sosial yang tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah perkoaan adalah masalah gelandangan dan pengemis. Permasalah sosial gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti halnya kemiskinan, pendidikan rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagainya. Adapun gambaran permasalah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :18
18
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 7.
25
a.
Masalah kemiskinan Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasar minimal dan jangkauan pelayanan umum sehingga tidak dapat mngemabngkan kehidupan pribadi mauupun keluarga seacra layak. b.
Masalah Pendidikan Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan pengemis relatif rendah
sehingga menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan yang layak. c.
Masalah keterampilan kerja Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang
sesuai dengan tuntutan pasar kerja. d.
Masalah sosial budaya Ada beberapa faktor sosial budaya yang mempengaruhi seseorang menjadi
gelandangan dan pengemis. e.
Rendahnya harga diri Rendahnya harga diri pada sekelompok orang, mengakibatkan tidak adanya
rasa malu untuk meminta-minta. f. Sikap pasrah pada nasib Mereka menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakukan perubahan.
26
g.
Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang Ada kenikmatan tersendiri bagi sebagian besar gelandangan pengemis yang
hidup menggelandang,karena mereka merasa tidak terikat oleh peraturan dan norma-norma yang kadang-kadang membebani mereka, sehingga mengemis adalah salah satu mata pencahaian. h. Masalah Kesehatan Dari segi kesehatan, gelandangan dan pengemis termasuk kategori warga Negara dengan tingkat kesehatan fisik yang rendah akibatnya rendahnya gizi makanan dan terbatasnya akses pelayanan kesehatan. Selain permasalahan diatas ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh permasalahan gelandangan dan pengemis antara lain : a.
Masalah Lingkungan Gelandangan dan Pengemis pada ummumnya tidak memiliki tempat tinggal
tetap, tnggal diwilayah yang sebenarnya dilarang dijadikan tempat tinggal, seperti : taman-taman, bawah jembatan dan pinggiran kali. Oleh karena itu kehadiran mereka dikota-kota besar sangat mengganggu ketertiban umum, ketenangan masyarakat dan kebersihan serta keindahan kota. b.
Masalah Kependudukan Gelandangan dan pengemis yang hidupnya berkeliaran dijalan-jalan dan
tempat umum, kebanyak tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat dikelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan pernikahan yang sah.
27
c.
Masalah keamanan dan ketertiban Maraknya gelandangan dan pengemis disuatu wilayah dapat menimbulkan
kerawaan sosial, serta mengurangi keamanan dan ketertiban didaerah tersebut. Penanggulangan gepeng akan mampu mewujudkan stabilitas nasional, khususnya stabilitas dalam bidang kenyamanan dan keamanan sehingga diperlukan suatu studi yang mampu menggambarkan secara utuh. Gambaran gejala gepeng ini dipakai
untuk
menentukan
kebijakan,
strategi
dan
langkah-langkah
penanggulangan gepeng. Model perumusan masalah gepeng dapat dilihat pada Gambar 1.19 Gambar 1. Model Perumusan Masalah Gepeng
Pembangunan Perkotaan
Kesenjangan
Pembangunan Pedesaan
Urbanisasi Kesulitan Pemukiman
Kesulitan pekerjaan
GEPENG
Gangguan Ketertiban
Stabilitas keamanan
Gangguan Keamanan
Stabilitas Nasional
Cita-cita Nasional 19
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandanganPengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 2.
28
4. Prinsip-prinsip Penanganan Gelandangan dan Pengemis A. Prinsip-prinsip Umum 1. Pengharapan terhadap harkat dan martabat manusia, dimana gelandangan dan pengemis diterima dan dihargai sebagai pribad yang utuh dalam kehidupan masyarakat (bersosialisasi kembali kemasyarakat). 2. Pengakuan terhadap hak gelandangan dan pengemis dalam menentukan nasipnya sendiri melalui pemberian kesempatan turut dalam merencanakan kehidupan/pekerjaan yang dipilih sesuai dengan kemampuannya. 3. Pemberian kesempatan yang sama bagi gelandangan dan pengemis dalam mengembangkan diri dan berperan serta dalam berbagai aktifitas kehidupan, tanpa membedakan suku, agama, ras atau golongan. 4. Penumbuhan tanggung jawab sosialyang melekat pada setiap gelandangan dan pengemis yang dilayani.20 B. Prinsip-prinsip Khusus 1. Prinsip penerimaan gelandangan dan pengemis secara apa adanya. 2. Prinsip tidak menghakimi (non judgemental) gelandangan dan pengemis. 3. Prinsip Individualisasi, dimana setiap gelandangan dan pengemis tidak disamaratakan begitu saja, tetapi harus dipahami secara khusus sesuai dengan keunikan pribadi dan masalah mereka masing-masing.
20
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 9-10.
29
4. Prinsip kerahasiaan, dimana setiap informasi yang diperoleh dari gelandangan dan pengemis dapat dijaga kerahasiaannya sebaik mungkin, terkecuali digunakan untuk kepentingan pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis itu sendiri. 5. Prinsip partisipasi, dimana gelandangan beserta orang-orang terdekat dengan dirinya di ikut sertakan dan dapat berperan optimal dalam upaya pelayanan dan rehabiltasinya kembali kemasyarakat. 6. Prinsip komunikasi, dimana kualitas dan intensitas komunikasi antara gelandangan dan pengemis dengan keluarga dan lingkungan sosialnya dapat ditingkatkan seoptimal mungkin sehingga berdampak positif terhadap upaya rehabilitasi gelandangan dan pengemis. 7. Prinsip kesadaran diri, dimana para pelaksana pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis secara sadar wajib menjaga kualitas hubungan profesionalnya dengan gelandangan dan pengemis, sehingga tidak jatuh dalam hubungan emosional yang menyulitkan dan menghambat keberhasilan pelayanan.21 5.
Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis Kebijakan penanggulangan gepeng yang dikembangakan adalah dengan lebih
memacu pembangun pedesaan agar serasi dengan pembangunan di daerah perkotaan. Pendekatan yang di perlukan adalah yang bersifat pendekatan holistik, yang tidak hanya terpaku pada pelaku gepeng itu sendiri tetapi berusaha menjakau seluruh sub sistem yang mempengaruhi munculnya urbanisasi dan perilaku 21
Ibid, hal 10.
30
menggepeng. Serta termaksud seluruh sumberdaya manusia yang ada. Sumberdaya manusia yang ada di pedesaan diusahakan untuk dikembangkan sebagai subjek pembangunan yang mampu memanfaatkan peluang yang ada serta mengembangkan potensi yang dimiliki dengan memperhatikan kendala yang dihadapi.22 Strategi penanggulangan gepeng yang dikembangkan adalah dengan memanfaatkan peluang yang ada, serta mengembangkan potensi yang dimiliki dan sedapat mungkin mengurangi kendala-kendala yang ada, yang semuanya diharapkan
menyentuh
kebutuhan
material
maupun
spiritual.
Peluang
penanggulangan telah tampak secara nyata, baik di daerah asal (pedesaan) maupun di daerah penerima (perkotaan). Dominasi pendapatan dari perternakan merupakan peluang nyata di daerah asal gepeng.23 Potensi utama penanggulangan gepeng antara lain dengan adanya sikap menolak dari masyarakat umumnya didaerah asal gepeng terhadap periku menggepeng. Serta adanya pola pikir yang rasional masyarakat untuk menghadapi lingkungan fisik yang sangat kritis, tampaknya masyarakat memiliki etos kerja yang tinggi sehingga potensi inilah yang perlu dikembangan menjadi kekuatan nyata.24
C. Definisi Panti Sosial Secara etimologi panti sosial berarti rumah, tempat (kediaman) yang diberlakukan untuk kemasyarakatan. Secara konseptual dapat dikemukakan
22
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandanganPengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 12. 23 Ibid. hal. 12 24 Ibid. hal. 12
31
bahwa panti sosial adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial. Panti sosial adalah unit pelaksanaan teknis di lingkungan Departemen Sosial yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial sehari-hari secara fungsional dibina oleh para Direktur terkait sesuai dengan bidang tugasnya. Panti Sosial dipimpin oleh seorang Kepala Panti. Panti sosial mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial agar mampu berperan aktif, berkehidupan dalam masyarakat, rujukan regional, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dan kerja sama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.25 Dalam melaksanakan tugasnya, panti sosial menyelenggarakan fungsinya antara lain sebagai berikut : 1.
Penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan
2.
Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnose sosial dan perawatan
3.
Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi yang meliputi bimbingan mental, sosial, fisik dan keterampilan
4.
Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut
5.
Pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi
6.
Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rehabilitasi sosial
7.
Pelaksanaan urusan tata usaha. 25
Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003
32
Panti Sosial Bina Karya mempunyai tugas memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standard pelayanan dan rujukan.26
Teori-teori diatas dapat dijadikan perangkat analisa yang digunakan selain pengamatan dan penelitian, juga untuk memperkuat dan melegitimasi secara akademis-ilmiah hasil tinjauan. Mencangkup
variabel-variabel
secara
menyeluruh,
teori-teori
dapat
membandingkan prespektif seseorang atau hasil wawancara dan temuan lapangan/observasi yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Hal ini yang akan mempermudah peneliti menganalisis berbagai masalah dan persoalan yang di hadapi panti sosial bina karya pangudi luhur Bekasi.
26
Ibid.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi Penelitian Metodelogi penelitian merupakan strategi umum yang dipakai dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab permasalahan yang diselidiki. Penggunaan metodelogi ini dimaksudkan untuk menentukan data akurat, dan signifikan dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk mengungkapkan permasalahan yang diteliti. 1.
Pendekatan Penelitian Sebuah pendekatan diakui selain mengandung sejumlah keunggulan, juga
memiliki beberapa kelemahan tertentu. Hal ini adalah sesuatu yang wajar dan universal. Meskipun demikian, tidak berarti sebuah pendekatan menjadi tidak sah atau tidak penting untuk digunakan. Sebab, persoalannya tidak terletak pada bagaimana menggunakan dan menempatkan sebuah pendekatan (dengan keunggulan dan kelemahan yang melekat apadanya) dalam suatu studi dengan masalah yang relevan ditelaah menurut logika pendekatan tersebut.1 Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Lexy Moleong dalam bukunya Metodelogi Penelitian Kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”2 Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic. Jadi
1
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), Hal 3. 2 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), Hal 4.
33
34
dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu/oragnisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Sedangkan menurut Anselm Strauss dalam teknik dan teori Grounded, H. M. Djunady Ghony adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau dengan cara lain dari pengukuran.3 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati.4 Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengelolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya.5 Pendekatan ini digunakan karena peneliti bermaksud untuk mengetahui proses yang dilakukan para pekerja sosial melakukan rehabilitas dalam pelayanan dan penanganan permasalahan gelandangan pengemis dan mendeskripsikan tentang pembinaan mental untuk gelandangan dan pengemis di Panti Sosial Bina Karya (PSBK). 2.
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu metode untuk memecahkan
masalah
3
yang
diselidiki
dengan
menggambarkan/melukiskan
keadaan
H. M. Djunady Ghony, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: prosedur, Teknik dan teori Grounded (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997) cet ke 1, h. 11. 4 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998) ,h. 4. 5 Poerwandari, E. Kristi, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, Edisi ketiga (Jakarta, LPSP 3 UI, 2005), h. 36.
35
subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.6 3.
Tempat dan waktu Penelitian Peneliti melakukan penelitian ini berlokasi di PSBK yang berlokasi di Jl.. H.
M. Djojomartono No. 19 Departemen Sosial, Bekasi Timur, Jawa Barat. Adapun alasan pemilihan lokasi itu didasari oleh pertimbangan sebagai berikut : 1. Lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti. 2. Bertujuan untuk mengetahui bagaimana rehabilitasi sosial dipanti tersebut, sehingga mempermudah peneliti menganalisis data. 3. Adapun waktu penelitian ini dilakukan mulai bulan januari 2011 sampai dengan mei 2011. 4.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan. Dan pada penelitian ini Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.7 Tehnik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian ini. Tehnik pengumpulan data ini dilakukan dengan : a. Observasi atau pengamatan. Dalam hal ini peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap sarana dan prasarana dan kegiatan rehabilitasi panti tersebut, kegiatan Warga Binaan Sosial (WBS) dari proses Pendekataan awal hingga pada proses penyaluran. Dalam observasi peneliti melakukan pencatatan apa yang bisa 6
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998) 7 Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : ALFABETA, 2005
36
dilihat oleh mata, di dengar oleh telinga, diraba oleh tangan, kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan. Observasi dan pengambilan data penelitian di PSBK ini dari bulan Januari sampai dengan mei 2011. b. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh pewawancara (yang mengajukan pertanyaan) dengan yang terwawancarai (yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan). Jadi wawancara ialah untuk mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan pihak siswa, pegawai panti, pekerja sosial dan penyuluh sosial yang menangani klien tersebut. Wawancara ini terdiri dari satu orang Sie PAS (Program dan Advokasi Sosial), satu orang Sie Rehsos (Rehabilitasi Sosial), satu orang pekerja sosial, satu orang penyuluh sosial dan lima orang klien. Pertanyaan pokok ialah tentang tahapan rehabilitasi dan pembinaan mental yang diberikan oleh Panti Sosial Bina Karya ini dari awal hingga terminasi bahkan sampai dengan bimbingan lanjut. Wawancara dilakukan pada waktu istirahat dan menanyakan terlebih dahulu untuk dimohon kesediaannya diwawancarai. Kegiatan wawancara banyak dilakukan di dalam kantor ruangan kerja dan ruangan konsultasi. c. Dokumentasi, yaitu peneliti mengumpulkan, membaca, memperoleh dan mempelajari berbagai macam bentuk data melalui pengumpulan dokumendokumen dan gambar yang ada di Panti Sosial Bina Karya serta data-data lain di perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam buku dan majalah.
37
5.
Teknik Pemilihan Informan Berkenaan dengan tujuan penelitian, maka pemilihan informan menentukan
informasi kunci (key informan) tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian. Untuk memilih sempel (dalam hal ini informan kunci) lebih tepat dilakukan dengan sengaja (purposive sampling) yaitu peneliti memilih dan menentukan subjek atau orang-orang yang menjadi informan untuk diwawancarai. Selanjutnya, bilamana dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informasi baru, proses pengumpulan informasi sudah selesai. Pemilihan sampel yang peneliti gunakan yaitu: Pengambilan sampel dengan variasi maksimum: pengambilan sampel ini dilakukan bila subjek atau target penelitian menampilkan banyak variasi, dan penelitian bertujuan menangkap dan menjelaskan tema-tema sentral yang tertampilkan sebagai akibat keluasan cakupan (variasi) partisipan penelitian. Keterwakilan semua variasi penting, dan pendekatan maximum variation sampling justru mencoba memanfaatkan adanya perbedaan-perbedaan yang ada untuk menampilkan kekayaan data. Patton (1990) menjelaskan demikian. The maximum variation sampling strategy truns that apparent weakness into a strength by applying the following logic: any common petterns that emerge from great variation are of varticu-lar interest and value in capturing the core experiences and central, shared aspects or impacts of a program (Patton, 1990, hal. 172). Patton mengingatkan bahwa penelitian dengan sampel yang menampilkan variasi maksimum tidak dapat dilakukan dengan jumlah sampel terlalu kecil, mengingat jumlah sampe; terlalu kecil akan menyulitkan diperolehnya keterwakilan semua variasi. Walau demikian, karena penelitian kualitatif juga
38
sulit dilaksanakan dengan jumlah sampel terlalu besar, variasi harus dapat dimaksimalkan dengan jumlah sampel relative tetap terbatas. Konstruksi dimulai dengan mengidentifikasi karekteristik atau kinerja yang berdeda dari individuindividu yang terlibat dalam fenomena. Bila penentuan sampel dilakukan dengan baik, temuan diharapkan menampilkan: 1. deskripsi yang berkualitas dan mendetail dari tiap kasus, dengan mendokumentasikan keunikan dari tiap kasus, 2.
pola-pola yang tampil dari kasus yang berbeda-beda.8 Adapun dari penelitian variasi maksimum ini adalah bagaimana peneliti dapat
mendeskripsikan keanekaragaman atau keunikan dari objek yang di teliti, dari bergai macam latar belakang mereka sampai berada di Panti Sosial Bina Karya Bekasi ini. banyak yang telah berumah tangga ada juga yang bujang sampai pada anak-anak dengan latar belakang pendidikan mereka yang hanya tingkat SD bahkan tidak tamat. Dengan demikian jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 8 orang. Adapun objek penelitian ini yaitu pada kegiatan atau proses metode pembinaan mental yang dilaksanakan oleh Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi, dengan mewawancarai beberapa orang secara acak yang benar-benar menguasai permasalahan dalam penelitian ini, kemudian penulis meminta rujukan untuk mendapatkan informasi dan informan lainya. Begitu seterusnya sampai sekiranya sudah tidak muncul lagi informasi-informasi baru yang bervariasi.
8
Poerwandasari, E. Kristi, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Manusia, Edisi Ketiga (Jakarta, LPSP 3 UI, 2005), h. 98-99.
39
6.
Sumber Data Bila dilihat dari sumbernya, tehnik pengumpulan data terbagi dua bagian,
yaitu : a.
Data Primer Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan yang ada di panti pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui pengamatan dan wawancara.
b.
Data Sekunder Data sekunder ialah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang ada di perpustakaan, pusat pengelolahan data, pusat penelitian, departemen dan sebagainya. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data yang diperoleh dari studi kepustakaan.
7.
Teknik Pencatatan Data Dalam teknik pencatan data, peneliti menggunakan catatan lapangan (data
lapangan). Catatan lapangan (data) dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan pengamatan, wawancara atau menyaksikan kejadian tertentu selama di lapangan dengan menggunakan bahasa objektif. Alat bantu yang peneliti gunakan dalam proses pencatatan data berupa alat tulis, tape recorder dan kekuatan daya ingat. Pada waktu wawancara dan melakukan pencatatan data, keberadaan peneliti diketahui oleh peksos. Pencatatan data tersebut dinamakan dengan transkip wawancara. Kemudian dari hasil wawancara tersebut dicatat, dan direkam untuk kemudian diolah dan disempurnakan apabila peneliti telah berada ditempat tinggal.
40
8.
Analisa Data Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis besarnya
dengan langkah-langkah sebagai berikut9: a.
Reduksi data, yaitu dimana peneliti mencoba memilih data yang relevan dengan proses layanan sosial bagi gelandangan dan pengemis serta hambatan-hambatannya.
b. Penyajian data, setelah data mengenai proses layanan sosial bagi gelandangan dan pengemis serta hambatan-hambatannya diperoleh, maka data tersebut disusun dan disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan, tabel dan lain sebagainya. c.
Penyimpulan atas apa yang disajikan, pengambilan kesimpulan dengan menghubungkan dari tema tersebut sehingga memudahkan untuk menarik kesimpulan.
9.
Keabsahan Data
a.
Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik tringulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan; (a) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, misalnya untuk mengetahui bimbingan merntal bagi gelandangan dan pengemis yang diberikan oleh PSBK tersebut. (b) membandingkan keadaan dan prespektif sesorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya dalam hal ini peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh klien yang menerima pelayanan dengan jawaban yang diberikan oleh pegawai atau peksos. (c) 9
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), Hal 288.
41
membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Peneliti memanfaat dokumen dan data sebagai bahan perbandingan.10 b.
Ketekunan atau keajegan pengamatan, ketekungan pengamatan bermaksud menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi-situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci, maksudnya peneliti hanya memusatkan dan mencari jawaban sesuai dengan rumusan masalah saja.11
c.
Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit, kepastian auditor dalam hal ini ialah objektif atau tidak tergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman sesorang itu subjektif, sedangkan jika disepakati oleh beberapa orang barulah dapat dikatakan objektif.12
10.
Fokus Amatan Penelitian Untuk mempermudah penulisan agar lebih fokus dalam melakukan
penelitian, maka peneliti memfokuskan masalah yang akan dibahas pada persoalan pembinaan mental terhadap gelandangan dan pengemis, Banyak pelayanan yang ditawarkan oleh panti sosial pangudi luhur Bekasi dalam membina Warga Binaannya, tapi disini peneliti hanya memfokuskan penelitiaan mulai dari pedekatan awal, proses pembinaan mental sampai tahap terminasi (pengakhiran) yang dilaksakan disana.
10
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), Hal 330-331. 11 Ibid, hal 329. 12 Ibid, hal 341.
42
Fokus amatan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Awal Adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan pengakuan, dukungan, bantuan, dan peran serta dalam pelaksanaan program, termaksud upaya memperoleh gambaran potensialitas sumber-sumber pelayanan, pasar usaha dan kerja serta untuk mendapatkan calon klien. Pendekatan dimaksud, meliputi kegiatan-kegiatan orientasi dan konsultasi, identifikasi, motivasi dan seleksi dengan jabaran rincian sebagai berikut : a.
Orientasi dan konsultasi Ialah kegiatan pengenalan program pelayanan kepada Pemerintah Daerah,
instansi-instansi teknis, dan pilar-pilar partisipan usaha kesejahteraan sosial yang terkait untuk mendapatkan pengesahan/pengakuan, dukungan/bantuan dan peran sertanya dalam pelaksanaan program. Pendekatan awal pertama kali di lakukan oleh PSBK dalam bentuk orientasi dan konsultasi. b.
Identifikasi Ialah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih rinci tentang diri
gelandangan dan pengemis serta potensi lingkungan, termasuk sumber-sumber pelayanan dan pasaran kerja dan usaha, fasilitas/garis kemudahan. c.
Motivasi Ialah kegiatan pengenalan program pengenalan kepada gelandangan dan
pengemis untuk menumbuhkan keinginan dorongan yang tinggi dalam mengikuti, melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial.
43
d. Seleksi Ialah kegiatan pengelompokan/klasifikasi penyandang masalah kesejahteraan sosial terutama yang sudah dimotivasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi persyaratan dan siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon penerima pelayanan. 2. Penerimaan Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis meliputi registrasi, dan penempatan dalam program pelayanan yang dilaksanakan pada saat calon penerima pelayanan hasil seleksi secara syah diterima sebagai klien definitif di panti. Kegiatan penerimaan tersebut secara operasional adalah sebagai berikut : a.
Registrasi Ialah kegiatan registrasi administrasi pencatatan dalam buku induk penerima
pelayanan (setiap penerima pelayanan 1 klien agar diberi NIP/NIK) dan mengkompilasikan berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerima pelayanan definitif lengkap dengan segala informasi/biodatanya. b.
Penempatan dalam program rehabilitasi sosial Adalah kegiatan pengelompokan bakat dan minat para penerima pelayanan
(klien) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya program keterampilan kerja praktis yang sudah diprogramkan (sesuai dengan inventarisasi pasaran usaha/kerja) untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti bimbingan kerja tersebut. 3.
Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (Assesment) Ialah upaya untuk menelusuri, menggali data penerima pelayanan (klien),
faktor-faktor penyebab masalahnya tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya
44
dalam upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi bagi penerima pelayanan (klien). 4.
Pembinaan Mental Adalah serangkaian kegiatan teknis operasional yang diarahkan untuk
pulihnya kembali harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi, kesadaran dan tanggung jawab sosial kemampuan penyesuaian diri dan penguasaan satu atau lebih jenis keterampilan kerja sebagai bekal untuk dapat bermata pencaharian layak dalam tatanan hidup masyarakat. Bimbingan Mental. Proses kegiatan ini yang peneliti fokuskan, untuk mengetahui bagaimana model pembinaan mental, dan faktor-faktor apakah yang menjadi pendukung dan penghambat menentukan keberhasilan pembinaan mental. 5.
Resosialisasi Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah yaitu di satu
pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh ke dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat secara normatif, dan di satu pihak lagi untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal atau lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja/usaha klien agar mereka dapat menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan kegiatan kemasyarakatan. Adapun kegiatan resosialisasi meliputi beberapa hal sebagai berikut : a.
Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat Ialah kegiatan bimbingan/tuntunan pendekatan untuk menumbuhkan kemauan
keluarga, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi sosial.
45
b.
Bimbingan sosial hidup bermasyarakat Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan agar klien tersebut
dapat melaksanakan seluruh kegiatanya sesuai dengan norma yang berlaku dan menghindari kegiatan yang menjadi larangan-larangan masyarakat. c.
Pemberian bantuan stimulans usaha produktif Ialah serangkaian kegiatan pengadaan bantuan peralatan dan bahan untuk
mempersiapkan klien dapat melaksanakan praktek bermata pencaharian dan bantuan tersebut bersifat merangsang usaha-usahanya agar dapat lebih berkembang. d.
Bimbingan usaha/kerja Ialah kegiatan tuntutan praktek berusaha/bekerja untuk dapat menciptakan
lapangan kerja yang layak, serta praktek mengelola usaha, menuju terciptanya kondisi usaha yang efektif dan efisien. 6.
Penyaluran Adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk mengembalikan penerima
pelayanan kedalam kehidupan dan penghidupan di masyarakat secara normatif baik dilingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal maupun kejalur-jalur lapangan kerja/usaha mandiri (wirausaha) dengan bertransmigrasi. 7.
Bimbingan Lanjut Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan
masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang layak. a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam pembangunan.
46
Ialah
kegiatan
bimbingan
usaha
bimbingan/tuntunan
untuk
lebih
memantapkan kemampuan penyesuain diri dalam tata hidup bermasyarakat dan keikutsertan mereka dalam proses pembangunan sesuai dengan kemampuanya. b.
Bantuan pengembangan usaha/bimbingan peningkatan keterampilan. Ialah serangkaian kegiatan yang diarahkan kepada penerima pelayanan dalam
bentuk pemberian bantuan ulang balik berupa peralatan dan bahan permodalan maupun
pemantapan
keterampilan,
sehingga
jenis
usaha/kerjanya
lebih
berkembang. c.
Bimbingan pemantapan kemandirian/peningkatan usaha/kerja. Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada penerima
pelayanan guna dapat meningkatkan usaha ekonomis, produktif, sehingga dapat mengembangkan jenis dan jumlah penghasilannya. 8.
Evaluasi Untuk memastikan apakah proses pelayanan dan rehabilitasi sosial
gelandangan pengemis berlangsung sesuai rencana yang telah ditetapkan wajib dilakukan evaluasi terhadap setiap tahapan proses yang dilalui dan kemudian diambil kesimpulan apakah secara keseluruhan proses telah berjalan baik dan dapat dilakukan pengakhiran pelayanan. 9.
Terminasi (Pengakhiran Pelayanan) Pengakhiran pelayanan dilaksanakan untuk memastikan hasil evaluasi umum
terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan mampu menjadi warga negara masyarakat yang bertanggung jawab. Dalam hal ini dipersiapkan klien dalam proses pengakhiran berjalan secara wajar, dimana pemutusan pelayanan tidak menimbulkan konflik psikologis yang dapat
47
mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi penanganan kasus berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan formal bahwa proses pelayanan klien sudah berakhir.
BAB IV Gambaran Umum PSBK (Panti Sosial Bina Karya) “Pangudi Luhur” Bekasi
A. Profil Lembaga dan Sejarah Berdirinya Panti sosial bina karya “Pangudi Luhur” adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (Kepmensos No.59/Huk/2003). Yang mempunyai tugas Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Gelandangan dan Pengemis yang bersifat preventif, kuratif, rehabilitative, promotif dalam bentuk resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi para gelandangan, pengemis, dan orang telantar agar mampu mandiri berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.1
B. Sejarah Berdirinya 1. Tanggal 04 Oktober 1961 dengan nama “Komando Penampungan Pendidikan dan Penyaluran Tuna Karya” seluruh Jawa di Bekasi (KOP.3.T.K) 2.
Tahun 1974 berubah menjadi PRTK (Panti Rehabilitasi Tuna Karya)
3.
Tahun 1987 tercetus ide Mensos (Ibu Nani Sudarsono) yang dinamakan LIPOSOS. Muncul 2 Program LIPOSOS (uji coba) dan PRTK. Kedua Program tersebut tetap berjalan. Diresmikan PRPGOT dengan SK Mensos RI. No 41/HUK/KEP/XI/89 tanggal 01 November 1989 perubahan nama menjadi Panti Rehabilitasi Gelandangan Pengemis dan Orang Terlantar
1
Brosur PSBK. Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi.
48
49
(PRPGOT) H. Moeljadi Djojomartono Bekasi dibawah naungan Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi Jawa Barat. SK
Mensos
RI
No.
14/HUK/KEP/1994
tentang
Penamaan
UPT
pusat/Panti/Sasana berubah nama menjadi Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi Sampai saat ini.
C. Visi dan Misi Visi “Mengembalikan fungsi sosial gelandangan, pengemis dan orang terlantar secara professional agar mampu berperan aktif, bermartabat yang memiliki kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat” Misi 1. Memberikan Pelayanan Rehabilitasi Sosial Terhadap Gelandangan dan Pengemis beserta Keluarganya. 2. Memberikan pencegahan agar orang tidak menggelandang dan pengemis. 3. Menyelenggarakan pengkajian model pelayanan Rehabilitasi Sosial dan sebagai fungsi Laboratorium penanganan Gelandangan dan Pengemis beserta keluarganya. 4. Memfasilitasi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan Pelayanan Rehabilitasi Sosial. 5. Mengembangkan sistem rujukan sebagai jaringan kerja dengan instansi terkait.
50
D. Tugas Pokok, Tujuan dan Fungsi Panti 1. Tugas Pokok Tugas pokok Panti Sosial Bina Karya, memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.2 2.
Tujuan Terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan sosial bagi
gelandangan dan pengemis yang meliputi pulihnya kembali rasa harga diri, kepercayaan diri, tanggung jawab sosial, serta mau dan mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat. 3.
Fungsi
1.
Penyusunan perencanaan program, evaluasi dan pelaporan.
2. Pelaksanaan Observasi, Identifikasi, Motivasi, Konsulatasi, Seleksi, Registrasi, Assesment, dan Rujukan. 3. Rehabilitasi Sosial yang meliputi Bimbingan Fisik, Mental, Sosial dan keterampilan terhadap Gelandangan dan Pengemis beserta keluarganya. 4.
Resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut.
5.
Layanan data, informasi dan Advokasi Sosial.
6.
Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan.
7.
Pelaksanaan urusan Tata Usaha.
2
Ibid.
51
E. Landasan Hukum 1. UU No. 11 Th.2009 tentang Kesejahteraan Sosial. 2. PP. No.31 Th. 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. 3. Keppres RI No. 40 Th. 1993 tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. 4. UU No. 23 Th. 2002 tentang Perlindungan Anak. 5. Kepmensos RI No. 30/HUK/1996 tentang Rehabilitasi Gelandangan dan Pengemis di dalam Panti Sosial RI. 6. Kep. Mensos RI No. 59/HUK/2003 tentang Organisasi dan Tata Panti di lingkungan Departemen Sosial RI. 7. Pelayanan Penanganan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis Sistem Panti.3
F. Struktur Organisasi PSBK Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor. 106/HUK/2009 tertanggal 30 September 2009 , tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di lingkungan Departemen Sosial RI. Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” dipimpin oleh seorang kepala panti dibantu oleh satu kepala subbagian tata usaha, dua kepala seksi dan kelompok jabatan fungsional. Adapun skruktur organisasi di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi adalah sebagaimana bagan di bawah ini:4
3 4
Ibid. Sumber data diperoleh langsung dari Ka.SUB.Bagian Tata Usaha. 2011.
52
Gambar 2. Struktur Organisasi Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi
KEPALA
Drs. Sebak Singkali
KA.SUB.BAGIAN TATA USAHA
Drs. Lusinto, MM.
KASIE PROG & ADVOKASI SOSIAL
KASIE REHABILITASI SOSIAL
Drs. Sugiono
Drs. Pujiyanto
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Dra. Laila kurniati
KEPALA INSTALASI PRODUKSI
Drs. Alimin
53
G. Mekanisme Kerja 1. Kepala Panti Mempunyai
tugas
memimpin
mengkoordinasi
dan
mengendalikan
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi gelandangan dan pengemis. 2. Sub. Bagian Tata Usaha Mempunyai tugas melakukan urusan surat menyurat, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan rumah tangga serta kehumasan. 3. Seksi Program dan Advokasi Sosial Menpunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan program, pemberian informasi dan advokasi, pengkajian dan peyiapan standar pelayanan serta melakukan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan dan rehabilitasi sosial. 4. Seksi Rehabilitasi Sosial Menpunyai tugas melakukan registrasi, observasi, identifikasi, pemeliharaan jasmani dan penetapan diagnosa, perawatan, bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, mental, sosial, phisik, keterampilan, resosialisasi, penyaluran, dan bimbingan lanjutan. 5. Kelompok Jabatan Fungsional Menpunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
54
6. Instalasi Produksi Menpunyai tugas kegiatan keterampilan kerja yang bersifat ekonomi, produktif bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial pasca rehabilitasi agar mampu berperan aktif dalam masyarakat.5
H. Komposisi Pegawai 1. Komposisi Pegawai Menurut Kedudukan dan Jabatan Pegawai Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi adalah berjumlah 62 orang, yang terdiri dari laki-laki 24 orang dan perempuan 38 orang yang terbagi kedalam jabatan strukturan dan fungsional. Komposisi pegawai PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi, menurut kedudukan dan jabatan ditunjukan di bawah ini : Table 1. Komposisi Pegawai Menurut Kedudukan dan Jabatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kedudukan Struktural Kepala Panti 1 Orang Ka. Subbag TU 1 Orang Ka. Sie Rehsos 1 Orang Ka. Sie PAS 1 Orang Sub Bagian Tata Usaha 20 Orang Seksi Rehsos 14 Orang Seksi PAS 5 Orang Pekerja Sosial Penyuluh Arsiparis Jumlah 43 Orang Sumber Data: Ka.SUB. Tata Usaha. 2011.
5
Fungsional -
17 Orang 1 Orang 1 Orang 19 Orang
Sumber data diperoleh langsung dari Ka.SUB.Bagian Tata Usaha. 2011.
Jumlah 1 Orang 1 Orang 1 Orang 1 Orang 20 Orang 14 Orang 5 Orang 17 Orang 1 Orang 1 Orang 62 Orang
55
2. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan Komposisi pegawai menurut tingkat pendidikan di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi pada tahun 2011, ditunjukan di bawah ini : Table 2. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan No 1 2 3 4 5 6
Tingkat Pendidikan
Sarjana S2 Sarjana S1 Sarjana Muda/D3 SLTA SLTP SD Jumlah Sumber Data: Ka.SUB. Tata Usaha. 2011.
Jumlah 1 Orang 13 Orang 10 Orang 32 Orang 2 Orang 58 Orang
3. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Golongan Komposisi pegawai menurut tingkat golongan kepegawaian di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi pada tahun 2011, ditunjukan di bawah ini : Table 3. Kompisisi Pegawai Menurut Tingkat Golongan No 1 2 3 4
Golongan Golongan IV Golongan III Golongan II Golongan I
Jumlah Sumber Data: Ka.SUB. Tata Usaha. 2011.
Jabatan 3 Orang 44 Orang 13 Orang 2 Orang 62 Orang
I. Sasaran dan Garapan Lembaga 1. Gelandangan Gelandangan adalah sesorang yang hidup dalam keadaan tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan tetap serta mengembara di tempat umum sehingga hidup tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat.
56
2. Pengemis Pengemis adalah seseorang yang mendapatkan penghasilan dengan memintaminta di tempat umum dengan berbagai cara alas an untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain. 3. Keluarga Gelandangan dan Pengemis Keluarga Gelandangan dan Pengemis adalah saudara atau family dari Gelandangan dan Pengemis. 4. Anak yang orang tuanya menjadi gelandangan dan pengemis 5. Pemulung gelandangan 6. Pengemis gelandangan 7. Pedagang asongan gelandangan.6
J.
Persyaratan Calon Keluarga Binaan Sosial
1.
Sehat jasmani (tidak mempunyai penyakit menular atau kronis)
2.
Sehat rohani (tidak mempunyai penyakit jiwa)
3.
Tidak sedang berurusan dengan penegak hukum
4.
Usia produktif ( secara fisik mampu bekerja keras )
5.
Tidak dalam keadaan hamil
6.
Sudah bekeluarga atau masih bujangan
7.
Bersedia mengikuti program pelayanan panti.7
6 7
Brosur PSBK. Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi. Ibid.
57
K. Waktu dan Kapasitas Pelayanan Dalam 1 (satu) tahun anggaran memberikan layanan sosial sebanyak 600 orang Tuna Sosial beserta keluarganya. Sementara ini pembinaan terhadap Gelandangan dan Pengemis selama 6 (enam) bulan. Ada wacana pelaksanaan pembinaan selama 1 (satu) tahun :8 1. Perkembangan kepribadian klien belum matang. 2. Kemampuan keterampilan belum memadai. 3. Penyiapan penyaluran yang disesuaikan dengan penerimaan lapangan kerja. 4. Berdasarkan pertimbangan professional pelaksanaan pelayanan dapat diakhiri sebelum batas waktu yang ditentukan.
L. Proses Rehabilitasi Sosial Proses Rehabilitasi yang diterima Keluarga Binaan Sosial meliputi :9 1. Rehabilitasi Sosial Proses rehabilitasi sosial antara lain : a. Tahap Pendekatan Awal Pada tahap ini Pekerja Sosial melaksanakan; 1. Informasi dan sosialisasi program. 2. Identifikasi masalah. 3. Konsultasi dan Motivasi. 4. Seleksi Penerimaan.
8 9
Ibid. Ibid.
58
b. Tahap Penerimaan atau Pemanggilan Proses tahap Penerimaan meliputi ; 1. Registrasi; Registrasi dilaksanakan kepada Keluarga Binaan Sosial yang telah lolos seleksi. 2. Penelaahan dan pengungkapan masalah (Need Assesment). 3. Penempatan pada program. c. Tahap Bimbingan fisik, mental, sosial dan latihan keterampilan Kerja : 1. Bimbingan Fisik dan Mental meliputi : - Peraturan Baris Berbaris (PBB) - Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) - Out Bond - Pendidikan Agama - Etika/ Budi Pekerti - Kebersihan lingkungan/K3 - Pemeriksaan Kesehatan 2.
Bimbingan Sosial, meliputi : - Pertemuan Pagi - Bimbingan Perorangan - Dinamika Kelompok - Bimbingan Kelompok - Diskusi Kelompok - Kesehatan Masyarakat
59
- Hidup Bermasyarakat - HIV/AIDS - Kesenian - Komunikasi - Kewirausahan 3. Bimbingan Keterampilan meliputi ; - Pembuatan Tahu/Tempe
Tahun 1986
- Olahan Pangan
Tahun 1995
- Pembuatan Batako
Tahun 1992
- Menjahit
Tahun 1961
- Tata Rias Kecantikan
Tahun 1996
- Sablon dan desain grafis
Tahun 1996
- Montir Motor
Tahun 1961
- Pertukangan Las
Tahun 1961
- Pertukangan Kayu
Tahun 1961
- Montir Mobil
Tahun 2008
- Pertanian
Tahun 2008
2. Resosialisasi Resosialisasi, meliputi :10 (a) Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat (b) Bimbingan sosial hidup bermasyarakat 10
Ibid.
60
(c) Bimbingan bantuan stimulan usaha produktif (d) Penyaluran
3. Bimbingan Lanjut Bimbingan Lanjut, meliputi ;11 (a) Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat. (b) Bantuan pengembangan usaha/kerja. (c) Bimbingan pemantapan usaha/kerja.
M. Pembiayaan Operasional Anggaran dan pembiayaan pada PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi sepenuhnya diperoleh dari Departemen Sosial RI.12
N. Kerja Sama Lintas Sektoral Dalam melaksanakan rehabilitasi sosial, PSBK "pangudi Luhur' Bekasi bekerja sama dengan berbagai instansi terkait antara lain :13
- Dinas Nakertrans Kota Bekasi - Kantor Kependudukan Kabupaten Bekasi - Dinas Kependudukan Kota Bekasi - Kandep Agama Kota Bekasi - KUA Kecamatan Bekasi Timur - Kepolisian - Badan/Kantor/Dinas Sosial Sejawa Barat 11
Ibid. Ibid. 13 Ibid. 12
61
- Dan beberapa perusahaan tempat PBK di sekitar Bekasi.
O. Sarana dan Prasarana 1. Sarana a) Luas Tanah
: 51.616 M2
b) Kantor
: 1 Unit, 55,3 M2
c) R. Keterampilan
: 2 Unit, 260 M2 + 120 M2 = 380 M2
d) R. Kelas
: 1 Unit, 309 M2
e) Aula
: 2 Unit, 240 M2 + 309 M2 = 549 M2
f) Bengkel
: 1 Unit, 429 M2
g) Gudang
: 1 Unit, 96 M2
h) Poliklinik
: 1 Unit, 70 M2
i) Pondok/Asramah
: 34 Unit
Pondok / Asrama WBS 1) Type 21 : 14 Unit (@ 5 Pintu) 2) Type 18 : 20 Unit (@ 5 Pintu) 3) M C K : 6 Unit (@ 20 Pintu) j) MCK
: 6 Unit
k) TPA
: 1 Unit
l) Wisma Tamu
: 1 Unit, 72 M2
m) Rumah Dinas
: 34 Unit
n) Mushola
: 1 Unit
o) Lahan Pertanian
: 3000 M2
62
2. Prasarana a) Peralatan Kantor b) Peralatan Praktek Keterampilan c) Peralatan Kesenian d) Mobilitas 1) Roda 6
: 3 Unit
2) Roda 4
: 3 Unit
3) Roda 2
: 6 Unit
e) Telephon / Fax f) Aiphone g) Penerangan Lisrik h) Air Jet Pump Luas tanah 3 Panti
: 15.616 M2
Luas PSBK seluruhnya
: 51.616 M2
Luas tanah untuk bangunan
: 44.412 M2
Luas tanah untuk sarana
: 4.204 M2
Tanah kosong Pertanian
: 3.000 M2
P. Pembimbing Pondok Tahun 2011 Koordinator Pekerja Sosial
: Ibu Dra. Laila Kurniati Akbariah
Tabel 4. Pembimbing Pondok Tahun 2011 Pondok
Pembimbing
Anggrek 3
Nia Dania
Aster 1
Nana Sumarna
Aster 2
Nana Sumarna
63
Aster 3
Nana Sutisna
Cempaka 1
Sri Wibowo Murtini
Cempaka 2
Sri Wibowo Murtini
Cempaka 3
Kusmirah
Cempaka 4
Raden Hartadi
Cemara 1
Tri Hartati
Cemara 2 Cemara 3
Tri Hartati Martina T.
Cemara 4
Indara Guntur
Beringin 1
Sumino
Beringin 2
Sumino
Beringin 3
Nuni Suryah
Beringin 4
Yustina W.
Angsana 1
Cahya K.
Angsana 2
Cahya K.
Dahlia 1 Dahlia 2
Suhartiningsih Suhartiningsih
Dahlia 3
Dedeh Rusmini
Sumber Data: Dra. Laila Kurniati Akbariah (Koordinator Peksos), 2011.
Q. Jumlah Warga Binaan Sosial Angkatan I Tahun 2011 Tabel 5. Jumlah Warga Binaan Sosial Angkatan I Tahun 2011 Keterangan WBS Potensial Kepala Keluarga Isteri Singel (Bujang) WBS Non Potensial Anak-Anak
Pria
Wanita
Jumlah
63 Orang 40 Orang
63 Orang 63 Orang 96 Orang
63 Orang 56 Orang 33 Anak
45 Anak Jumlah WBS Sumber Data: Ka.SUB. Rehabilitasi Sosial. 2011.
78 Anak 300 Orang
64
R. Jumlah Warga Binaan Sosial Angkatan II Tahun 2011 Tabel 6. Jumlah Warga Binaan Sosial Angkatan II Tahun 2011 Keterangan WBS Potensial Kepala Keluarga Isteri Singel (Bujang) WBS Non Potensial Anak-Anak
Pria
Wanita
Jumlah
Orang
Orang Orang
Orang Orang Orang
Anak
Anak
Orang
Jumlah WBS Sumber Data: Ka.SUB. Rehabilitasi Sosial. 2011.
Anak Orang
BAB V TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Temuan Lapangan Rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis dilaksanakan melalui suatu rangkaian proses yang mengacu pada tahapan pertolongan kepada klien yaitu gelandangan dan pengemis. Klien atau Warga Binaan sosial (WBS) adalah para gelandangan dan pengemis hasil dari motivasi dan seleksi yang dilakukan oleh para pegawai PSBK yang terjun langsung kejalan untuk memberikan informasi dan sosialisasi program kepada gelandangan dan pengemis yang ada dijalan-jalan serta tempat-tempat kumuh. Rehabilitasi sosial ini diberikan kepada mereka yang tertarik untuk mengikutinya dan bagi mereka yang tidak berminat dari PSBK tidak memaksakannya karena jika mereka dipaksa percuma nanti mereka kabur. Mereka yang mengikuti rehabilitasi di PSBK ini banyak yang telah berumah tangga namun ada juga yang masih bujangan dengan bermacam-macam latar belakan pendidikan mereka.1 Pembimbing yang memberikan Rehabilitasi sosial di PSBK ini adalah mereka yang disebut sebagai pekerja sosial (peksos) dan penyuluh sosial dengan latar belakang pendidikan baik yang lulusan hanya tingkat SMA sampai sarjana D3 dan S1. Mereka sudah sangat pengalaman dan tidak diragukan lagi karena sudah bertahun-tahun dalam memberikan rehabilitasi sosial di PSBK ini.2
1 2
Observasi pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011. Ibid.
65
66
Rehabilitasi sosial diberikan di PSBK ini berlangsung selama 6 (enam) bulan. Mereka diberikan berbagai macam jenis-jenis pelayanan dan rehabilitasi antara lain Pelayanan Pengasramaan, Pelayanan Kebutuhan Pangan, Pelayanan Konseling, Pelayanan Kesehatan, Pelayanan Pendidikan, Pelayanan Keterampilan, Pelayanan Pembinaan Mental, dan Pelayanan Rekreasi dan Hiburan.3 Pemberian rehabilitasi sosial di PSBK memiliki tahapan-tahapan yaitu sebagai berikut : 1.
Pendekatan Awal Adalah serangkaian kegiatan untuk
mendapatkan pengakuan, dukungan,
bantuan, dan peran serta dalam pelaksanaan program, termaksud upaya memperoleh gambaran potensialitas sumber-sumber rehabilitasi, pasar usaha dan kerja serta untuk mendapatkan calon klien. “Pendekatan awal itu yang dilakukan kita terjun langsung kelapangan maksudnya disini kan sejak orang terlantar kita langsung terjun kelapangan kita ketempat basis-basis atau ditempat gepeng itu diwilayah jabodetabek. Contohnya di daerah senen Jakarta pusat itu tempat mangkalnya gepengnya kita terjun kesana biasanya malam hari. Ketempat mangkalnya gepeng itu. Biasanya diemper-emper toko dan diemper-emper jalanan. Di wilayah senen, kramat jati, jati Negara, ada juga yang dibekasi. Jadi kita setelah bertemu dengan gepeng itu biasanya ia keluarga suami anak sama istri. Tidur dipinggir emper mcknya juga nebeng. Misalkan mcknya ada mck umum. Kita wawancarai mereka kita ngasih penyuluhan kepada mereka itu, tujuannya supaya mereka bisa ada kemauan merubah pola hidup mereka yang lebih layak, biasanya gepeng itu gak layak, tidak teratur cara hidup mereka, mereka cari uang dengan cara memulung bawabawa gerobak, mencari barang-barang bekas, dan umumnya anaknya juga tidak sekolah. Nah itu kan juga gak layak dari segi sosial tidak layak hidup. Nah kita ngasih penyuluhan tujuannya agar mereka bersedia kita bina di PSBK.”4
3
Ibid. Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011. 4
67
Dalam Pendekatan awal ini PSBK juga mendapatkan informasi tentang gelandangan dan pengemis dari dinas-dinas sosial. “Informasi kita dapat dari dinas-dinas sosial diwilayah jabodetabek. Kita kerja sama dengan mereka dinas sosial Jakarta, dinas sosial bekasi, dinas sosial karawang, dinas purwakarta, bogor, nah kita membuat surat pengantar yang berisi untuk pengadaan calon warga binaan sosial, kemudian kita datang ke kantor pemda dan dinas sosial tersebut, kita koordinasi dengan aparat setempat. Nah kita minta data gepeng, misalnya diwilayah Jakarta ada berapa banyak. Kemudian kita menjalin kerja sama maksudnya seandainya dinas social Jakarta timur, mereka berhasil merazia gepeng kita minta dikirimkan kepanti kita. Nah disitu setalah dikirimkan nanti kita bina. Dapat informasinya didapat dari dinas social intinya.”5 Ada juga yang menjadi faktor penghambat dan pendukung PSBK dalam melakukan pendekatan awal. "Faktor penghambat dan pendukung, penghambat biasanya dinas social itu datanya kurang akurat, biasanya data yang diberikan sudah kadaluarsa. Kita minta misalnya data 2011, kita malah dikasih data 2008. jadi sudah tidak valid lagi atau tidak akurat. Seperti itu, factor pendukungnya mereka menerima dengan senang hati dengan tangan terbuka, kita ajak kerja sama mereka pun senang. Mereka siap, misalnya satpol PP dari Jakarta timur, satpol PP siap akan mengirimkan gepeng setelah mereka berhasil merazia seperti itu.”6 Pendekatan awal meliputi kegiatan-kegiatan orientasi dan konsultasi, identifikasi, motivasi dan seleksi dengan jabaran rincian sebagai berikut : a.
Orientasi dan konsultasi Ialah kegiatan pengenalan program pelayanan kepada Pemerintah Daerah,
instansi-instansi teknis, dan pilar-pilar partisipan usaha kesejahteraan sosial yang terkait untuk mendapatkan pengesahan/pengakuan, dukungan/bantuan dan peran sertanya dalam pelaksanaan program.
5
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011. 6 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011.
68
Pendekatan awal pertama kali di lakukan oleh PSBK dalam bentuk orientasi dan konsultasi. “Orientasi itu pengenalan, kita survai kelapangan, kita mencari lokasi dimana sih biasanya tempat yang paling banyak berkumpulnya gepeng kita mengadakan orientasi. Itu lagi-lagi menjalin kerja sama dengan dinas social dalam orientasi itu. Orientasi itu meninjau atau kita survey kelapangan. Kemudian setelah kita bertemu dengan gepene tersebut baru kita konsultas,i Biasanya calon klein itu kita yang nanti disebut WBS. Mereka banyak permasalahannya, misalnya klien X ini kita konsultasi tentang masalahnya misalnya bapaknya tidak bekerja lagi kena PHK, mereka keluarga miskin mereka konsultasi kepada mereka. Kemudian anaknya tidak sekolah, dari segi ekonomi mereka tidak mampu tidak bisa menyekolahkan anaknya, untuk makan pun tidak ada. Dari segi ekonomi mereka sangat-sangat kurang. Akhirnya mereka berniat ingin merubah nasib, supaya tarap kesejahteraan hidup mereka meningkat, kemudian mereka konsultasikan kepada pekerja sosial.”7 Dalam tahapan orientasi dan konsultasi ini ada juga hambatan yang di alami PSBK. Seperti yang di jelaskan dibawah ini: “Faktor penghambat yaitu biasanya diwilayah tertentu tidak mengakui adanya Gepeng, misalnya dinas social indramayu. Mereka mengatakan disana tidak ada Gepeng. Itu hambatannya. Padahal kita sama tahu, disetiap wilayah itu pasti ada Gepeng, walaupun tidak banyak. Jadi dari dinas social itu mengatakan wilayahnya tidak ada gepeng, tidak ada keterbukaan. Tidak ada kejujuran.”8 b.
Identifikasi Ialah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih rinci tentang diri
gelandangan dan pengemis serta potensi lingkungan, termasuk sumber-sumber rehabilitasi dan pasaran kerja dan usaha, fasilitas/garis kemudahan. “Identifikasi adalah pendataan, maksudnya calon-calon klien yang nanti akan masuk kedalam panti. Di data tentang data klien, nama, alamat, umur, pekerjaan itu identifikasi. Biasanya kita lakukan di tempat lokasi orientasi. Petugas PSBK datang ke dinas sosial. Oleh aparat dinas sosial sudah dikumpulkan keluarga-keluarga yang tidak 7
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011. 8 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011.
69
mampu diaula kantor, kemudian petugas penyuluhan. Dan mengadakan identifikasi pula, Mulai dari nama, status, umur, pekerjaan itu menanyakan masalahnya apa yang dihadapi. sosial.”9
PSBK mengadakan disitu kita mencatat. identifikasi. Itu kita Umumnya masalah
Dalam melakukan identifikasi PSBK juga ada faktor penghambat dan pendukung yaitu: “Faktor penghambat dalam melaksanakan indentifikasi ialah kadang dari calon klien tidak terbuka atau tidak jujur. Misalanya ketika bertanya tentang usia, mereka mengatakan misalanya 20 tahun padahal seharusnya 30 tahun. Atau disitu mereka punya pekerjaan, namun disebutkan mereka menganggur. Nanti setelah klien masuk ke dalam panti, akan ketahuan apakah misalnya mereka punya pekerjaan atau tidak. Ini salah satu hambatannya tidak terbuka dan tidak jujur, hal ini ada beberapa orang yang melakukan seperti itu. Faktor pendukung identifikasi, pada umumnya antusias untuk tinggal di dalam panti kepada calon klien ini cukup tinggi. Misalnya, dalam mengikuti pembinaan di dalam panti mereka mau dan ada semangat untuk merubah nasib mereka. Ketika kita memberikan penyuluhan disitu ada tanggapan, ada respon dari calon klien. Misalnya petugas PSBK memberikan penyuluhan, bahwa nanti ada pembinaan mental, fisik, keterampilan, mereka sangat antusias dan ada kemamuan.”10 c.
Motivasi Ialah kegiatan pengenalan program pengenalan kepada gelandangan dan
pengemis untuk menumbuhkan keinginan dorongan yang tinggi dalam mengikuti, melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial. “Motivasi kegiatan pengenalan program secara lisan kita memberikan penyuluhan. Manakala kita mengunjungi ke lokasi tempat berkumpulnya para gepeng. Kita bicara secara lisan, dan juga diberikan lifet yang berisi tentang kegiatan yang ada di PSBK. Seandainya calon klien mau mereka bisa datang sendiri untuk daftar. Materi, secara lisan kita jelaskan bahwa PSBK punya kegiatan bimbingan mental, social, agama, keterampilan. Misalnya untuk lakilaki akan mendapatkan keterampilan montir motor, mobil, sablon, dan untuk perempuannya akan mendapatkan cara jahit, semuanya itu ada instrukturnya yang melatih mereka. Materinya tentang kegitan di 9
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011. 10 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011.
70
dalam panti.disini kita memotivasi mereka untuk menumbuhkan keinginan atau kemauan dan semangat untuk menjadi warga binaan sosial atau klien di PSBK ini. Itulah tujuan motivasi yang dilakukan PSBK.”11 Dalam melakukan motivasi PSBK juga ada faktor penghambat, yaitu: “Faktor penghambat dalam melaksanakan motivasi. Biasanya calon klien ada yang bertanya. “Pak/Bu didalam panti kita mendapat uang tidak?” kalau di dalam pikiran mereka orientasinya adalah uang, karena mereka biasanya mulung dan jual barang-barang bekas mereka mendapat uang dalam sehari bisa mencapai 50.000 sampai 70.000 jadi manakala mereka ditawarkan untuk masuk ke dalam panti, mereka akan bertanya seperti itu. Kalau kita jawab tidak, mereka akan berubah pikiran. Ada yang seperti itu beberapa orang. Dengan alasan tidak mendapat uang mereka tidak mau berada di panti, mereka lebih senang mencari uang. Padahal kita sudah jelaskan bahwa di dalam panti memang tidak mendapat uang, akan tetapi di tanggung tidak akan lapar, mendapat pendidikan, diberikan kegiatan, dan diberikan kehiduapan yang layak secara manusiawi. Akan tetapi kadang mereka kurang menerima saran dari petugas PSBK.”12 d.
Seleksi Ialah kegiatan pengelompokan/klasifikasi penyandang masalah kesejahteraan
sosial terutama yang sudah dimotivasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi persyaratan dan siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon penerima pelayanan. “Ada syarat dan ketentuan dalam seleksi, Syarat dan ketentuan klien adalah sehat jasmani dan rohani. Artinya tidak cacat atau dalam keadaan normal. Kita membina mereka untuk merubah taraf hidup, pola pikir mereka. Bagaimana hidup secara layak dan secara manusiawi. Kemudian dilihat secara usia, panti memilih usia produktif dan mau mengikuti peraturan yang ada di PSBK.”13 Ada juga yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam tahapan seleksi di PSBK, yaitu: 11
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011. 12 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011. 13 Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi senin, 25 April 2011.
71
“Faktor penghambat seleksi. Adalah tidak memenuhi syarat yang ditentukan pada diri klien. Misalnya seorang ibu dengan anaknya datang ke panti dalam keadaan hamil. Sedangkan panti PSBK tidak menerima hamil karena bukan rumah sakit. Kemudian ada yang datang dalam keadaan tidak normal (gangguan jiwa) yang dikirim langsung oleh pihak kepolisian atau warga sekitar PSBK (diantar langsung). Ada pula anak terlantar yang dibuang oleh orang tuanya, kemudian di antar ke panti PSBK. Disini kami kesulitan, yang akhirnya kami terima dahulu untuk selanjutnya kami berikan rujukan ke panti lainnya yang terdapat di depsos. Padahal dip anti PSBK hanya menerima calon klien yang sehat jasmani dan rohani yang siap untuk di bina secara mental. faktor pendukung, banyak juga yang calon klien yang serah diri memang ini memenuhi syarat, sehat fisik, jasmani, dan rohani yang siap untuk dibina di PSBK maka dikirim ke PSBK.”14 2.
Penerimaan Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis meliputi registrasi,
dan penempatan dalam program rehabilitasi yang dilaksanakan pada saat calon penerima pelayanan hasil seleksi secara syah diterima sebagai klien definitif di panti. “Jadi penerimaannya WBS itu kan datang dengan sendirinya, ada juga yang kiriman dari dinas sosial, nanti setelah mereka datang kesini kita terima tentu saja yang sudah melalui seleksi awal, kemudian kita identifikasi lagi mengenai identitas klien sama ada beberapa point yang mereka harus tau mengenai tata tertib di PSBK dan kegiatan apa saja yang harus dilaksakan di PSBK ini. Setelah itu ada tes kesehatan ke poliklinik kalo dia sesuai dengan sasaran garapan dan juga tidak mempunyai kelainan fisik, disinikan kita garapannya gepeng yang potensial yang tidak mempunyai cacat atau kelainan mental.”15 Kegiatan penerimaan tersebut secara operasional adalah sebagai berikut : a.
Registrasi Ialah kegiatan registrasi administrasi pencatatan dalam buku induk penerima
rehabilitasi (setiap penerima rehabilitasi 1 klien agar diberi NIP/NIK) dan
14
Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi senin, 25 April 2011. 15 Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi Senin 25 April 2011.
72
mengkompilasikan berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerima rehabilitasi definitif lengkap dengan segala informasi/biodatanya. “Registrasi secara langsung memang ditangani oleh pekerja sosial sendiri. Kita punya buku register dan di awal mereka dikasih blangko seleksi awal tadi kemudian kita data kita identifikasi. mencatat datadata pribadi klien yang sudah masuk seperti nama, alamat, usia, pekerjaan, masalah yang dihadapi. Semuanya ini di catat baru kemudian kita ada semacam pernyataan bahwa dia harus sanggup menaati semua peraturan disini, langsung dia tanda tangan surat pernyataan itu dan siap mereka mengikuti apa yang ada di PSBK ini.”16 Dalam tahap ini regristrasi ada juga yang menjadi faktor penghambat yaitu: “Faktor dalam tahap registrasi sebenarnya tidak begitu banyak, hanya saja biasanya data yang kita dapat itu tidak sesuai dengan data yang sebenarnya, dan juga biasakan ada calon klien yang dating sendiri nah banyak itu pas bukan jam kerjaatau hari libur, jadi kita juga bingung untuk mendatanya terpaksa kita tampung dulu, kita nginapkan dia di pondokan yang belum terisi atau yang masih kosong sampai jam kerja.”17 b.
Pengasramaan dan Penempatan dalam program rehabilitasi sosial Adalah kegiatan pengelompokan bakat dan minat para penerima pelayanan
dan rehabilitasi (klien) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya program keterampilan kerja praktis yang sudah diprogramkan (sesuai dengan inventarisasi pasaran usaha/kerja) untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti bimbingan kerja tersebut. “Tahapan penempatan calon klien yang sudah di data, kemudian diarahkan ke asrama yang masih kosong oleh petugas pembimbing. Biasanya untuk satu keluarga ditempatkan pada satu rumah. Sedangkan jika klien bujangan laki-laki dan bujangan perempuan sendiri dipisah. Umumnya satu kamar memiliki perbedaan dalam keterampilan. Pembauran dalam satu asrama di tujukan untuk saling mengenal. Kemudian dalam penempatan keterampilan kita disini meliat dari potensi yang ada pada WBS tersebut, artinya kalau dia 16
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011. 17 Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011.
73
memiliki bakat di montir mobil berarti kita kia masukkan kedalam keterampilan montir mobil, dan juga begitu kalau dia bakat di menjahit ya kita masukan kedalan keterampilan menjahit, jadi kita lihat dulu bakat dan minat WBS tersebut.”18 Ada juga yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam tahapan seleksi di PSBK, yaitu: “Faktor penghambatnya paling kalau WBS itu tidak sesuai dengan keahliannya, ada juga yang ngambil keterampilan contoh menjahit tapi dia bakat di olah pangan, kita bingung juga dia mau fokus di keterampilan apa.”19 3.
Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (Assesment) Ialah upaya untuk menelusuri, menggali data penerima rehabilitasi (klien),
faktor-faktor penyebab masalahnya tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya dalam upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi bagi penerima rehabilitasi (klien). “Assesment ini contohnya seperti kita menggali permasalah yang ada di para WBS, mengapa mereka ada dipanti ini. Tujuannya agar mereka benar-benar sesuai dengan garapan dan sasaran rehabilitas disini, yaitu gelandangan, pengemis dan orang-orang terlantar.”20 Ada juga dalam assessment ini seperti bedah kasus atau disebut juga case conference, jadi bagaimana WBS yang ada masalah atau kasus yang pembimbingnya tidak mampu menyelesaikan sendiri, jadi kita angkat dalam case conference dengan mengundang psikolog, pembimbing agama atau bintal dan juga dokter, di dalam case conference itu bisa di kasih masukan-masukan atau
18
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011. 19 Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011. 20 Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi Senin 25 April 2011.
74
saran-saran apa saja yang berkaitan dengan masalah yang dialami WBS tersebut.”21 Dalam Pengungkapan dan Pemahaman Masalah ini ada sedikitnya faktor penghambat yaitu: “Kalau dalam pelaksanaannya sebenernya tidak begitu banyak menghambat ya, paling kalau misalnya kita sudah mengundang dokter, perawat, bintal itu salah satu suka tidak datang karena mungkin ada kesibukan lain. Kalau selebihnya dalam peksos sendiri bisa-bisa saja.”22 4. Pembinaan Mental Pembinaan Mental Adalah serangkaian kegiatan teknis operasional yang diarahkan untuk pulihnya kembali harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi, kesadaran dan tanggung jawab sosial kemampuan penyesuaian diri dan penguasaan satu atau lebih jenis keterampilan kerja sebagai bekal untuk dapat bermata pencaharian layak dalam tatanan hidup masyarakat. “Pembinaan mental di PSBK wajib di ikuti oleh setiap WBS baik lakilaki maupun perempuan, baik orang dewasa maupun anak-anak semua wajib mengikuti pembinaan mental terutama yang beragama islam. Sementara yang beragama non muslim ada tersendiri sudah disiapkan Pembina yang beragama non muslim juga.”23 Proses kegiatan ini yang peneliti fokuskan untuk mengetahui metode pelaksaan pembinaan mental dan mengetahui faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat terlaksananya pembinaan mental.
21
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011. 22 Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011. 23 Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bintal (Pembinaan Mental), Bpk Ust. Endin Khoirudin, Bekasi Kamis, 28 April 2011.
75
1.
Metode Pelaksanaan Pembinaan Mental di PSBK : Pelaksanaan kegiatan pembinaan mental di sediakan ialah dengan kegiatan
bimbingan/tuntunan untuk memahami diri sendiri, dan orang lain dengan belajar keagamaan, cara berfikir positif dan keinginan untuk berprestasi serta mengubah sikap normatif agar lebih baik. Di bawah ini adalah metode kegiatan pembinaan mental yang di laksanakan Panti Sosial Bina Karya, Bekasi: a.
Ceramah keagamaan Para Warga Binaan Sosial (WBS) di kumpulkan di sebuah ruangan serba
guna/aula kemudian penyuluh memberikan materi berupa keagamaan, setelah memberikan ceramah keagamaan ada tanya jawab dari WBS berkaitan dengan materi yang disampaikannya. Ceramah keagamaan ini bertujuan untuk pemenuhan spiritual, merubah sikap normatif/akhlak pada WBS. Tujuan lain dari penyampaian materi ceramah keagamaan ini adalah: 1.
Mempunyai pengetahuan tentang agama secara luas
2.
Mempunyai pengetahuan tentang hukum dan syariat dalam agama
3.
Mampu mempelajari dan membedakan antara yang halal dan haram
4.
Mampu bersikap lebih sabar dan tawakal
5.
WBS bisa merasakan kenikmatan beragama. Waktu pelaksanaan pembinaan mental dengan ceramah agama yaitu setiap
hari senin dan rabu pukul 08.30-10.00 WIB, yang bertempat di ruang serba guna/aula.
76
b.
Pemberian Motivasi Pemberian motivasi ini biasanya dilakukan pada saat setelah ceramah agama
disampaikan, jadi penyuluh setelah memberikan ceramah keagamaan sebelum penutup dengan doa ada pemberian motivasi, biasanya dilakukan dengan cara permainan (games) dan diakhir permainan itu di jelaskan pelajaran apa atau manfaat yang bisa diambil dari permainan tersebut tentang kehidupan sehari-hari. Tetapi pemberian motivasi ini tidak hanya pada saat dalam ceramah keagamaan saja, bisa juga pada saat konseling kelompok atau konseling individu. Bisa juga pada saat case conference (pembahasan masalah) dengan WBS yang bermasalah. Tujuan dari pemberian motivasi ini adalah: 1.
Mampu bertindak secara efisien
2.
Memiliki tujuan hidup yang jelas
3.
Mampu mengkonsep diri
4.
Mampu mengkoordinasikan antara segenap potensial dengan usaha-usahanya
5.
Memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian
6.
Memiliki batin yang tenang.
7.
Posisi pribadinya seimbang dan baik
8.
Selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkunganya.
c.
Menikahkan dan Mengkhitankan Salah satu program yang ada PSBK adalah menikahkan dan mengkhitankan
WBS-nya yang belum menikah dan di khitan, dan program ini adalah sepenuhnya dalam program Bintal (pembinaan mental) yang dilaksakan satu kali dalam 6
77
(enam) bulan/perangkatan yang bekerja sama dengan kantor urusan agama (KUA) Bekasi timur. Dari panti menawarkan kepada WBS yang ingin menikah dan khitan, kemudian di data dan di beri surat pernyataan. Setelah itu semua diurus ke kantor urusan agama. Tujuan dari menikahkan adalah: 1.
Menyelamatkan dari perzinahan
2.
Mampu memiliki tanggung jawab
3.
Mencegah penyakit, terutama HIV/AIDS
4.
Dapat memiliki keluarga yang sakinah, mawadah dan waramah. Waktu pelaksanaan menikahkan dan mengkhitankan tidak menentu, hanya
saja setiap angkatan pasti melaksanakan kegiatan tersebut. Pada angkata I 2011 kemarin hari senin 2 mei 2011 dilaksakannya pernikahan masal yang di ikuti WBS sebanyak 16 (enam belas) pasang pengantin. Dan untuk mengkhitankan nanti dilaksanakan pada bulan juni, sudah terkumpul 18 WBS yang akan di khitankan yang terdiri dari anak-anak dan ada juga orang dewasa. d. Outbond dan Tafakur Alam “Dalam pembinaan mental juga ada kegiatan outbont atau bisa disebut juga tafakur alam itu dilaksanakan diluar panti dengan kegiatan jalanjalan, disana kita adakan permainan, dan doa bersama…”24 Kegiatan outbond dan tafakur alam adalah kegiatan diluar panti yang dilakukan guna membangun kerjasama antara WBS dan menambah kepercayaan dan tanggung jawab. Sedangkan tafakur alam bertujuan untuk penyegaran kembali para WBS setelah melakukan rutinitas rehabilitasi di PSBK.
24
Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bintal (Pembinaan Mental), Bpk Ust. Endin Khoirudin, Bekasi Kamis, 28 April 2011.
78
Tujuan lain dari kegiatan outbond dan tafakur alam yaitu: 1. Untuk menghilangkan jenuh dan penyegaran setelah 6 (enam) bulan lamanya rehabilitasi di dalam panti. 2.
Menyenangkan hati WBS yang sebentar lagi akan keluar dari panti PSBK
3.
Menumbuhkan kebersamaan dan tanggung jawab.
4.
Lebih bersyukur atas nikmat Allah SWT dan mampu mengambil pelajaran dari melihat alam ciptaan-Nya. Waktu pelaksanan kegiatan outbond dan tafakur alam yaitu dilaksanakan
diakhir rehabilitasi, Sebelum para WBS meninggalkan panti untuk disalurkan dan di kembalikan ketempat asal meraka. Anggaran yang dikeluarkan sepenuhnya dari pemerintah dalam hal ini Kementrian Sosial Pusat melalui PSBK Bekasi.
2.
Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Mental Pelaksaan pembinaan mental di PSBK terdapat faktor pendukung dan
penghambat, dalam proses pelaksanaan pembinaan mental yang menjadi faktor pendukung dan penghambat tersebut diantara lain yaitu: Faktor Pendukung 1. Tenaga pengajar yang kopenten di bidangnya, memiliki keahlian dan ilmu/materi yang dapat di terapkan dalam pelaksanaan pembinaan mental 2.
Sarana dan prasarana fasilitas yang ada di PSBK sangat mendukung untuk berlangsungnya pembinaan mental, seperti gedung aula, sound system, papan tulis, infokus dan laptop
3.
Anggaran dana yang langsung di berikan sepenuhnya dari pemerintah pusat yaitu Kemensos (kementrian sosial)
79
1.
Dari WBS itu sendiri adanya rasa keinginan yang kuat untuk mau merubah dirinya dan bertekad ingin lebih baik lagi setelah dari PSBK ini.
2. Kerja sama dengan intasi pemerintah dalam hal ini adalah KUA (Kantor Urusan Agama) Bekasi Timur. b.
Faktor Penghambat
1.
Adanya kejenuhan dan malas-malasan dari WBS dalam mengikuti kegiatan pembinaan mental.
2.
Keterbatasan dana yang di alokasikan untuk proses kegiatan pembinaan mental masih sangat terbatas
3.
Fasilitas yang masih belum begitu lengkap, dan gedung aula yang terkadang berbenturan pelakasaan pembinaan mental dengan cek kesehatan yang dilaksanakan di dalam gedung aula
4.
WBS yang berbeda pendidikan dan pengalaman, hal ini juga menjadi faktor penghambat dalam penyampaian materi yang akan di berikan oleh penyuluh
5.
Waktu yang sangat terbatas, hanya dalam 6 (enam) bulan saja pembinaan mental di laksanakan.
5. Resosialisasi Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah yaitu di satu pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh ke dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat secara normatif, dan di satu pihak lagi untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal atau lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja/usaha klien agar mereka dapat menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan
80
kegiatan kemasyarakatan. Adapun kegiatan resosialisasi meliputi beberapa hal sebagai berikut : a.
Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat Ialah kegiatan bimbingan/tuntunan pendekatan untuk menumbuhkan kemauan
keluarga, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi sosial. b.
Bimbingan sosial hidup bermasyarakat Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan agar klien tersebut
dapat melaksanakan seluruh kegiatanya sesuai dengan norma yang berlaku dan menghindari kegiatan yang menjadi larangan-larangan masyarakat. c.
Pemberian bantuan stimulans usaha produktif Ialah serangkaian kegiatan pengadaan bantuan peralatan dan bahan untuk
mempersiapkan klien dapat melaksanakan praktek bermata pencaharian dan bantuan tersebut bersifat merangsang usaha-usahanya agar dapat lebih berkembang. d.
Bimbingan usaha/kerja Ialah kegiatan tuntutan praktek berusaha/bekerja untuk dapat menciptakan
lapangan kerja yang layak, serta praktek mengelola usaha, menuju terciptanya kondisi usaha yang efektif dan efisien. 6.
Penyaluran Adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk mengembalikan penerima
pelayanan kedalam kehidupan dan penghidupan di masyarakat secara normatif baik dilingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal maupun kejalur-jalur lapangan kerja/usaha mandiri (wirausaha) dengan bertransmigrasi. “Penyaluran biasanya WBS itu kita kembalikan kedaerahnya masingmasing untuk buka usaha, ada juga yang trnsmigrsi bekerja sama
81
dengan Dinaskertrans, dan juga ada juga lembaga-lembaga atau perusahaan yang mita untuk bekerja di sana. Jadi kalau lembaga/perusahan itu butuh pegawai misalnya bengkel atau salon, kita siapin WBS yang benar-benar kompeten dibidangnya.”25 Ada juga faktor penghambat dalam penyaluran yang dilakukan PSBK antara lain: “Yang menjadi faktor penghambat paling hanya dalam penyaluran biasanya ada juga WBS yang betah di panti dan tidak mau di pulangkan, karena mereka belum siap, sementara di panti ini setelah di rehabilitasi harus disalurkan semua karena kita akan mengadakan rehabilitasi angkatan selanjutnya.”26 7.
Bimbingan Lanjut Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan
masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang layak. “Bimbingan lanjut biasa di lakukan setelah 3 atau 4 bulan setelah mereka keluar dari panti, kita adakan bimbingan lanjut tapi tidak semua WBS yang pernah mengikuti rehabilitasi disini kita binjut. Disesuaikan dengan dana yang di sediakan terus dipilih kira-kira WBS yang memang harus kita binjut, terutama WBS yang sering member kabar dia buka usaha nah kita binjut kita melihat sampai sejauh mana. Jadi setelah mereka keluar tidak kita lepas begitu saja.”27 Dalam melaksanakan bimbingan lanjut ada juga faktor pendukung dan penghambat yang PSBK alami, yaitu: “Yang menjadi faktor penghambat biasanya kadang-kadang alamat WBS yang pertama dia kasih belum tentu dia kembali kesitu, karena mereka gelandangan tidak menetap disatu tempat jadi kemungkinan beralih tempat, kemudian kalau dia kembali ke daerah asal dia pulang kampong kadang-kadang lokasinya sulit banget untuk kita cari, faktor dana juga karena dananya sedikit. Selanjutnya dari pihak WBS sendiri kalau mereka menghubungi dan minta didatengi dan mau membuka 25
Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi Senin 25 April 2011. 26 Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi Senin 25 April 2011. 27 Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011.
82
usaha modal yang diperlukan kurang biasanya mengalami hal seperti itu.”28 Tahap bimbingan lanjut secara operasional PSBK melaksanakanya dalam 3 kegiatan, yaitu: a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam pembangunan. Ialah
kegiatan
bimbingan
usaha
bimbingan/tuntunan
untuk
lebih
memantapkan kemampuan penyesuain diri dalam tata hidup bermasyarakat dan ke ikut sertan mereka dalam proses pembangunan sesuai dengan kemampuanya. ”Peran masyarakat biasanya kalau misalkan WBS itu mau selesai mengikuti rehabilitasi disini, tapi kita belum melaksanakan itu, jadi contohnya sebelum WBS kembali kedaerah asalnya kita datang kesana untuk survey kita adakan koordinasi dengan pihak aparat setempat disana kita beri tau bahwa yang bersangkutan pernah ikut pelatihan disini, jadi mereka siap. Fungsinya saling ada kerja sama.”29 Ada juga yang menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan serta dalam pembanguna, yaitu: “Di daerah setempatnya tidak punya sarana untuk membimbing lebih lanjut, semestinya kita saling kerja sama terutama dari dinas sosial setempat, kalau mereka mau buka usaha saling kerja sama jadi tidak hanya membebankan pada pihak panti saja, padahal pihak panti hanya punya dana untuk paket saja.”30 b. Bantuan pengembangan usaha/bimbingan peningkatan keterampilan. Ialah serangkaian kegiatan yang diarahkan kepada penerima pelayanan dalam bentuk pemberian bantuan ulang balik berupa peralatan dan bahan permodalan
28
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011. 29 Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011. 30 Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011.
83
maupun
pemantapan
keterampilan,
sehingga
jenis
usaha/kerjanya
lebih
berkembang. “Jadi WBS yang sudah buka usaha membuat proposal dan di ajukan ke kita kekurangnya nanti setelah dapat proposal itu kita liat kesana, kita survey ke lokasi benar tidak dia buka usaha, benar tidak dia kekurangan barang yang di butuhkan. Misalnya kalau bener nanti kita kesana lagi untuk untuk memberikan bantuan jadi ada monitoring dan evaluasinya.”31 c. Bimbingan pemantapan kemandirian/peningkatan usaha/kerja. Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada penerima pelayanan guna dapat meningkatkan usaha ekonomis, produktif, sehingga dapat mengembangkan jenis dan jumlah penghasilannya. “Itu tidak pernah kita laksanakan, jadi binjut itu juga secara khusus kita membimbing pemantapan mereka dalam buka usaha atau tidak, jadi secara khusus kita laksanakan bukan sekedar melihat tapi juga kasih motivasi, kita pemantapkan mereka untuk kerja.”32 8.
Evaluasi Untuk memastikan apakah proses pelayanan dan rehabilitasi sosial
gelandangan pengemis berlangsung sesuai rencana yang telah ditetapkan wajib dilakukan evaluasi terhadap setiap tahapan proses yang dilalui dan kemudian diambil kesimpulan apakah secara keseluruhan proses telah berjalan baik dan dapat dilakukan pengakhiran rehabilitasi. “Tahapan Evaluasi ini biasanya biasanya diadakan pertemuan dengan semua seksi yaitu membicaran secara bersama-sama di akhir kegiatan rehabilitasi. Misalanya kekurangan apa yang masih kurang, pelayanan apa yang masih kurang selama 6 bulan, Supaya kedepan lebih baik lagi. Nah kemaren diadakan penyusunan program itu evaluasi yang mengkoordinir seksi PAS (program Advokasi Sosial) semacam rapat semua seksi membicarakan mengevaluasi hasil kerja kita di tahun 2010 selama satu tahun di evaluasi apa sih kekurangannya,apa sih maslah 31
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011. 32 Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011.
84
yang timbul tahun kemarin, apa sih yang yang dirasakan kerangnya tahun kemarin di bicarakan dalam rapat kemarin, nah kalo ada kekurang kita tambah, kita perbaiki untuk tahun yang akan datang. Yang di hasilkan dari evaluasi ini adalah adanya peningkatan, ada perbaikan, jadi yang masih kurang-kurang di perbaiki. Saya kasih contoh misalnya ada beberapa klien yang malas-malasan yang dia harus ikut bimbingan mental, bimbingan agama malah tidur di kelas, nah disitu pembimbingan harus melaporkan dalam evaluasi kita cari solusinya dalam masalah seperti itu agar kedepan tidak ada lagi yang seperti itu. Inilah fungsinya diadakannya evaluasi.”33 9.
Terminasi (Pengakhiran) Pengakhiran pelayanan dilaksanakan untuk memastikan hasil evaluasi umum
terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan mampu menjadi warga negara masyarakat yang bertanggung jawab. Dalam hal ini dipersiapkan klien dalam proses pengakhiran berjalan secara wajar, dimana pemutusan pelayanan tidak menimbulkan konflik psikologis yang dapat mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi penanganan kasus berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan formal bahwa proses pelayanan klien sudah berakhir. “Terminasi biasanya diakhiri dengan penutupan, diakhir kegiatan itu biasanya diadakan semacam rekreasi, katakana beberapa minggu sebelum penutupan biasanya diadakan rekreasi untuk penyegaran, kan selama ini mereka mengikuti kegiatan mereka cape, suntuk, bosen didalam panti, akhirnya diadakan rekreasi biasanya yang sudah-sudah ke dufan, ke taman mini itu di biayai oleh PSBK. Kemudian terminasi juga ada uapcara penutupan, dalam upacara itu juga ada pemberian sertifika, kalau dia jurusan montir motor dia di berikan sertifikat itu diserahkan pada saat upacara penutupan, dalam uparacara itu juga ada penilaian WBS yang terbaik kemudian biasanya di kasih hadiah sama kepala panti supaya mereka semangat setelah keluar dari panti.”34
33
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011. 34 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011.
85
B. Analisa Hasil Temuan Skripsi ini ditulis untuk menjelaskan secara deskriptif analitis terkait dengan temuan lapangan. Analisa tersebut menggunakan kecendrungan subjektif yang tidak terlepas diri secara terbuka dari nilai-nilai objektifitas. Perangkat analisa yang digunakan selain pengamatan dan penelitian, juga menggunakan refrensi untuk memperkuat dan melegitimasi secara akademis-ilmiah hasil tinjauan. Selanjutnya akan di jelaskan deskriptif analitis terkait dengan hasil temuan di lapangan. Fokus analisanya terletak pada metode pembinaan mental yang di laksanakan panti sosial bina karya pangudi luhur Bekasi.
Analisa hasil temuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisa Pendekatan awal Pendekatan awal adalah teknik awal yang dilakukan oleh panti sosial bina karya untuk mendapatkan WBS (warga binaan sosial) untuk mengikuti programprogram rehabitasi yang ada di dalam panti. Selain itu upaya memperoleh gambaran potensialitas sumber-sumber rehabilitasi, pasar usaha dan kerja. Sasaran yang yang dituju oleh PSBK adalah gelandangan dan pengemis, hal ini karena banyak permasalahan yang di timbulkan olehnya. Masalah sosial yang tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah perkoaan adalah masalah gelandangan dan pengemis. Permasalah sosial gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti halnya kemiskinan, pendidikan rendah,
86
minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagainya.35 Dalam pencarian calon WBS ada dua teknis yang di gunakan panti sosial bina karya, pertama, terjun langsung kelapangan ketempat-tempat kumus, emperan toko-toko dan biasanya dilakukan pada malam hari.36 “…kita terjun kesana biasanya malam hari. Ketempat mangkalnya gepeng itu. Biasanya diemper-emper toko dan diemper-emper jalanan…”37 Kemudian yang kedua, PSBK memperoleh informasi dari dinas-dinas sosial pemerintah daerah setempat yang terkait dan telah berkerja sama dalam pengadaan calon WBS, dengan cara mengirimkan surat dari PSBK ke dinas-dinas sosial kemudian biasanya dari dinas sosial siap mengirimkan gepeng yang dirazia di wilayah tersebut.38 Dalam tahap pendekatan awal ini PSBK yang dilakukan yaitu dengan oriantasi dan kosultasi, identifikasi, motivasi dan seleksi. Orientasi dan kosultasi kegiatan pengenalan program kepada pemerintah daerah dan dinas-dinas sosial yang terkait dengan PSBK untuk mendapatkan pengesahan/pengakuan, dukungan/bantuan dan peran serta dalam pelaksanaan program, hal tersebut jika melalui pemda dan dinas-dinas sosial dan instasiintansi. Selanjutnya pihak PSBK terjun langsung ke lapangan, mereka disana memberikan pengenalan langsung kepada calon warga binaan sosial (WBS) tentang panti sosial bina karya dan mengajak untuk mengikuti rehabilitasi dipanti 35
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 7. 36 Observasi pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011. 37 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011. 38 Observasi pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
87
tersebut, kemudian pihak PSBK melakukan identifikasi atau pendataan secara rinci tentang diri gepeng. 39 seperti yang dikatakan Bpk. Susanto (Sie Program dan Advokasi Sosial) hasil wawancara pribadi. “Identifikasi adalah pendataan, maksudnya calon-calon klien yang nanti akan masuk kedalam panti. Di data tentang data klien, nama, alamat, umur, pekerjaan itu identifikasi. Biasanya kita lakukan di tempat lokasi orientasi.”40 Pada saat pendekatan awal juga melakukan motivasi, disini dilakukan motivasi dengan pengenalan program rehabilitasi selama dipanti, menumbuhkan keingin yang kuat terhadap gepeng dalam hal ini calon warga binaan untuk bersedia mengikut rehabilitasi dengan mengikuti prosedur-prosedur yang ada. Kemudian setelah di motivasi gepeng yang bersedia mengikuti rehabilitasi di seleksi, di PSBK ini memiliki kriteria atau persyaratan untuk menjadi warga binaannya. “Ada syarat dan ketentuan dalam seleksi, Syarat dan ketentuan klien adalah sehat jasmani dan rohani. Artinya tidak cacat atau dalam keadaan normal. Kita membina mereka untuk merubah taraf hidup, pola pikir mereka. Bagaimana hidup secara layak dan secara manusiawi. Kemudian dilihat secara usia, panti memilih usia produktif dan mau mengikuti peraturan yang ada di PSBK.”41 Dalam pendekatan awal PSBK harus menyadari peranan secara objektif kepada calon warga binaan sosial (WBS) agar mengetahui secara menyeluruh potensi-potensi yang dimiliki para calon WBS, sebagaimana halnya dalam menentukan warga binaannya kecendrungan terhadap masalah-masalah yang timbul dapat diatasi dengan baik.
39
Ibid. Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011. 41 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011. 40
88
Pendekatan yang harus dilakukan oleh PSBK harus yang bersifat pendekatan holistik, yang tidak hanya terpaku pada pelaku gepeng itu sendiri tetapi berusaha menjakau seluruh sub sistem yang mempengaruhi munculnya urbanisasi dan perilaku menggepeng. Serta termaksud seluruh sumberdaya manusia yang ada. Sumberdaya manusia yang ada di pedesaan diusahakan untuk dikembangkan sebagai subjek pembangunan yang mampu memanfaatkan peluang yang ada serta mengembangkan potensi yang dimiliki dengan memperhatikan kendala yang dihadapi.42 2. Analisa Penerimaan Tahap penerimaan dilakukan setelah pendekatan awal, setelah panti sosial bina karya mendapatkan calon warga binaan melalui pendekatan awal kemudian warga binaan yang akan melakukan rehabilitasi didatangkan ke panti sosial bina karya pangudi luhur Bekasi dengan cara ada yang di jemput dengan kendaraan dinas ada juga yang datang sendiri. Setelah mereka sampai di lokasi mereka di harus melakukan registrasi ulang yang disebut kegiatan registrasi administrasi pencatat dalam buku induk penerimaan rehabilitasi (setiap penerima rehabilitasi rehabilitasi 1 klien agar di beri NIP/NIK) dan mengkompilasikan berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerimaan rehabilitasi definitif lengkap dengan segala informasi/biodatanya.43 Registrasi dilakukan apabila calon WBS menunjukan keinginan menjalani proses rehabitasi sosial yang ada dipanti, registrasi secara langsung dilakukan oleh pekerja sosial sendiri yang mempunyai buku register, seperti yang dikatakan Bpk. Susanto (Sie Program dan Advokasi) hasil wawancara pribadi. 42
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandanganPengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 12. 43 Observasi pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
89
“Registrasi secara langsung memang ditangani oleh pekerja sosial sendiri. Kita punya buku register dan di awal mereka dikasih blangko seleksi awal tadi kemudian kita data kita identifikasi…”44 Registrasi sendiri merupakan proses pengesahan calon warga binaan sosial (WBS) menjadi WBS resmi di panti sosial bina karya bekasi. Pada proses ini WBS mendapatkan nomor registrasi dan satu berkas file rahasia perkembangan. Setelah PSBK melakukan registrasi dalam tahap penerimaan kemudian melakukan kegiatan penempatan dalam program rehabilitasi sosial, kegiatan ini adalah pengelompokan bakat dan minat para penerima pelayanan dan rehabilitasi sosial (WBS) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya program keterampilan kerja praktis yang sudah di programkan (sesuai dengan inventarisasi pasaran/kerja) untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti bimbingan kerja tersebut. Sesuai dengan peranannya panti sosial bina karya memberikan pelayanan dan rehabitasi sosial terrhadap warga binaanya, Secara etimologi panti sosial berarti rumah, tempat (kediaman) yang diberlakukan untuk kemasyarakatan. Secara konseptual dapat dikemukakan bahwa panti sosial adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial.45 3. Analisa Pengungkapan dan pemahaman masalah (Assesment) Dari hasil penelitian, Pengungkapan dan pemahaman masalah (Assesment) adalah upaya untuk menelusuri, menggali data penerima rehabilitasi (klien), faktor-faktor penyebab masalahnya tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya dalam upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah
44
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011. 45 Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003.
90
untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi bagi penerima rehabilitasi (klien). Seperti di ketahui bahwa banyak permasalah yang dialami oleh WBS dalam hal ini adalah gelandangan dan pengemis, permasalah yang mencangkup secara keseluruhan yang dapat mengakitbatkan permasalah sosial terhadap masyarakat. Permasalah secara umum yang dialami seperti halnya, Masalah kemiskinan, Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan jangkauan pelayanan umum sehingga tidak dapat mngemabngkan kehidupan pribadi mauupun keluarga seacra layak. Masalah Pendidikan, Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Masalah keterampilan kerja, Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja. Masalah sosial budaya, Ada beberapa faktor sosial budaya yang mempengaruhi seseorang menjadi gelandangan dan pengemis. Rendahnya harga diri, Rendahnya harga diri pada sekelompok orang, mengakibatkan tidak adanya rasa malu untuk meminta-minta. Sikap pasrah pada nasib, Mereka menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakukan perubahan. Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang, Ada kenikmatan tersendiri bagi sebagian besar gelandangan pengemis yang hidup menggelandang,karena mereka merasa tidak terikat oleh peraturan dan normanorma yang kadang-kadang membebani mereka, sehingga mengemis adalah salah satu mata pencahaian. Masalah Kesehatan, Dari segi kesehatan, gelandangan dan pengemis termasuk kategori warga Negara dengan tingkat kesehatan fisik yang
91
rendah akibatnya rendahnya gizi makanan dan terbatasnya akses pelayanan kesehatan.46 Selain permasalahan diatas ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh permasalahan gelandangan dan pengemis antara lain : a.
Masalah Lingkungan, Gelandangan dan Pengemis pada ummumnya tidak
memiliki tempat tinggal tetap, tnggal diwilayah yang sebenarnya dilarang dijadikan tempat tinggal, seperti : taman-taman, bawah jembatan dan pinggiran kali. Oleh karena itu kehadiran mereka dikota-kota besar sangat mengganggu ketertiban umum, ketenangan masyarakat dan kebersihan serta keindahan kota. b. Masalah Kependudukan, Gelandangan dan pengemis yang hidupnya berkeliaran dijalan-jalan dan tempat umum, kebanyak tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat dikelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan pernikahan yang sah. c. Masalah keamanan dan ketertiban, Maraknya gelandangan dan pengemis disuatu wilayah dapat menimbulkan kerawaan sosial, serta mengurangi keamanan dan ketertiban didaerah tersebut. Penanggulangan gepeng akan mampu mewujudkan stabilitas nasional, khususnya stabilitas dalam bidang kenyamanan dan keamanan sehingga diperlukan suatu studi yang mampu menggambarkan secara utuh. Gambaran
46
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 7.
92
gejala gepeng ini dipakai untuk menentukan kebijakan, strategi dan langkahlangkah penanggulangan gepeng.47 Hal diatas tentu saja menjadi pusat perhatian panti sosial bina karya untuk mengungkapkan dan memahaminya, sesuai dangan peranannya panti sosial harus mampu menjadi wadah dalam pemecahan permasalah sosial tersebut. Dalam pengungkapan dan pemahaman masalah yang ada pada WBS dilakukan dengan cara memahami kebutuhan dan potensi WBS sebagai dasar penyusunan rencana intervensi serta mengadakan kajian terhadap berbagai informasi yang diperoleh pada saat pendekatan awal untuk mengungkap itu semua. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Laila Kurniati Akbariah (koordinator peksos) hasil wawancara pribadi. “Ada juga dalam assessment ini seperti bedah kasus atau disebut juga case conference, jadi bagaimana WBS yang ada masalah atau kasus yang pembimbingnya tidak mampu menyelesaikan sendiri, jadi kita angkat dalam case conference dengan mengundang psikolog, pembimbing agama atau bintal dan juga dokter, di dalam case conference itu bisa di kasih masukan-masukan atau saran-saran apa saja yang berkaitan dengan masalah yang dialami WBS tersebut.”48 Dalam pengungkapan permasalahan yang ada di dalam panti, PSBK telah memiliki program yang di namakan case conference yang arti mengkaji/ membedah kasus yang terjadi di dalam panti apabila ketika pembimbing pondok tidak sanggup menyelesaikan sendiri. Dalam kegiatan case conference menghadirkan beberapa pakar yang menguasai bidangnya seperti dokter, psikolog, bintal dan termaksud pembimbing pondoknya. Hal itu untuk
47
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandanganPengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 2. 48 Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011.
93
mengungkapkan dan memahami permasalahan yang ada pada diri WBS kepentingan untuk dimasa yang akan datang. Secara menyeluru permasalahan yang ada pada gepeng tidaklah hal mudah untuk diungkap dan dipahami, semua ini adalah tugas pokok pemerintah dan masyarakat, terutama panti sosial bina karya yang secara etomologi menjadi wadah dalam permasalah tersebut. Oleh karena itu PSBK harus memiliki prinsip dalam penanganan gelandangan dan pengemis sebagai berikut: 1.
Prinsip-prinsip Umum, Pengharapan terhadap harkat dan martabat manusia,
dimana gelandangan dan pengemis diterima dan dihargai sebagai pribadi yang utuh dalam kehidupan masyarakat (bersosialisasi kembali kemasyarakat). Pengakuan terhadap hak gelandangan dan pengemis dalam menentukan nasipnya sendiri
melalui
pemberian
kesempatan
turut
dalam
merencanakan
kehidupan/pekerjaan yang dipilih sesuai dengan kemampuannya. Pemberian kesempatan yang sama bagi gelandangan dan pengemis dalam mengembangkan diri dan berperan serta dalam berbagai aktifitas kehidupan, tanpa membedakan suku, agama, ras atau golongan. Penumbuhan tanggung jawab sosialyang melekat pada setiap gelandangan dan pengemis yang dilayani.49 2. Prinsip-prinsip Khusus, Prinsip penerimaan gelandangan dan pengemis secara apa adanya. Prinsip tidak menghakimi (non judgemental) gelandangan dan pengemis. Prinsip Individualisasi, dimana setiap gelandangan dan pengemis tidak disamaratakan begitu saja, tetapi harus dipahami secara khusus sesuai dengan keunikan pribadi dan masalah mereka masing-masing. Prinsip kerahasiaan,
49
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 9-10.
94
dimana setiap informasi yang diperoleh dari gelandangan dan pengemis dapat dijaga kerahasiaannya sebaik mungkin, terkecuali digunakan untuk kepentingan pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis itu sendiri. Prinsip partisipasi, dimana gelandangan beserta orang-orang terdekat dengan dirinya di ikut sertakan dan dapat berperan optimal dalam upaya pelayanan dan rehabiltasinya kembali kemasyarakat. Prinsip komunikasi, dimana kualitas dan intensitas komunikasi antara gelandangan dan pengemis dengan keluarga dan lingkungan sosialnya dapat ditingkatkan seoptimal mungkin sehingga berdampak positif terhadap upaya rehabilitasi gelandangan dan pengemis. Prinsip kesadaran diri, dimana para pelaksana pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis secara sadar wajib menjaga kualitas hubungan profesionalnya dengan gelandangan dan pengemis, sehingga tidak jatuh dalam hubungan emosional yang menyulitkan dan menghambat keberhasilan pelayanan.50 Dalam pelaksaannya PSBK memandang bahwasannya warga binaanya memiliki potensi, baik di lihat kemampuan dan keinginan yang kuat untuk dapat merubah dirinya, hal ini menjadi sumber kekuatan yang harus sepenuhnya digali dan disalurkan sehingga secara signifikan belum menjadi energi untuk mengatasi masalah yang mereka alami. 4. Analisa Pembinaan Mental Seseorang mengalami gangguan jiwa atau mental yang tidak sehat banyak di sebabkan karena beberapa faktor, Kemiskinan adalah salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa dan mental yang tidak sehat.
50
Ibid, h. 10.
95
Agar seseorang dapat memaksimalkan potensi dalam dirinya perlu di butuhkan pikiran dan jiwa yang sehat. Disini faktor psikologis sangat berpengaruh dalam berkembangnya seseorang, sehingga ia tidak eksis dalam masalah-masalah sosial dan aktifitas hidup mencari materi dengan segala keindahan dan daya tariknya. Sikap mental menunjukan kualitas moral seseorang dalam kehidupan sehai-hari. Mengelolah, melatih serta mengembangkan kemampuan seseorang tidaklah sangat mudah, Zakiah Daradjat mengemukan bahwa mental sering di gunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termaksud pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan dalam keseluruhan dan kebutuhanya akan menentukan corak tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan mengecewakan, mengembirakan dan sebagainya,51 Gelandangan dan Pengemis adalah dampak dari kemiskinan yang dapat mempengaruhi penyimpangan-penyimpangan perilaku seseorang dari tuntunan dan bimbingan, merupakan suatu indikasi yang sangat prinsip adanya gangguan psikologis dan tidak sehatnya mental. Akibat mental dan jiwa yang sakit itu akan memiliki dampak yang sangat membahayakan bagi individu dan lingkungan masyarakat, bangsa, Negara dan Agama. Oleh karena itu hal ini juga hendak menjadi perhatian dalam penyelanggaraan rehabilitasi terhadap gelandangan dan pengemis di Panti Sosial Bina Karya Bekasi. Sebagaimana teori diatas kegiatan pembinaan mental dipanti sosial bina karya merupakan kegiatan yang wajib di ikuti oleh para warga binaan sosial (WBS) yang ada di panti. 51
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), Cet. Ke-4,h. 38-39.
96
“Pembinaan mental di PSBK wajib di ikuti oleh setiap WBS baik lakilaki maupun perempuan, baik orang dewasa maupun anak-anak semua wajib mengikuti pembinaan mental terutama yang beragama islam. Sementara yang beragama non muslim ada tersendiri sudah disiapkan Pembina yang beragama non muslim juga.”52 Dalam pelaksanaan pembinaan mental di PSBK, adalah salah satu program yang mengedepankan WBS secara patisipatif dalam proses pelaksanaannya. Artinya PSBK harus memandang bahwasannya WBS memiliki banyak potensi. Rendahnya tingkat pendidikan yang disandang oleh WBS tidak banyak berpengaruh terhadap pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Kegiatan pembinaan mental diberikan kepada WBS agar mereka mempunyai kekuatan (powerless) untuk mampu memberdayakan dirinya (self empowerment) sehingga dapat hidup secara layak di masyarakat disertai pengetahuan dan keterampilan dalam bingkai nilai-nilai religiusitas. Dalam kegiatan ini telah disedikan seorang penyuluh yang sekaligus merupakan pegawai dibagian rehabilitasi sosial yang berkompeten dalam bidangnya, yaitu Bpk. Endin Khoirudin yang melaksakan pembinaan mental tersebut. Bapak Endin Khoirudin dalam hal berperanan sebagai fasilitator harus mampu menjembatani warga binaannya dalam mengembangkan potensi yang di milikinya, baik potensi secara personal, potensi interpersonal maupun potensi sosial. Potensi personal dan potensi interpersonal akan tergambar dalam kegiatan penyampaian materi tentang pembinaan mental sesama warga binaannya, adalah sebagian dari upaya mengembangkan potensial dan strategi dalam proses pemecahan masalah. 52
Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bintal (Pembinaan Mental), Bpk Ust. Endin Khoirudin, Bekasi Kamis, 28 April 2011.
97
Pelaksanaan kegiatan pembinaan mental di sediakan dengan kegiatan bimbingan/tuntunan untuk memahami diri sendiri, dan orang lain dengan belajar keagamaan, cara berfikir positif dan keinginan untuk berprestasi serta mengubah sikap normatif agar lebih baik. Di bawah ini peneliti mendeskripsifkan metode kegiatan pembinaan mental yang di laksanakan Panti Sosial Bina Karya Bekasi dengan model-modelnya: 1.
Metode Pembinaan Mental
a. Ceramah keagamaan Para WBS di kumpulkan di sebuah ruangan serba guna/aula kemudian penyuluh memberikan materi berupa keagamaan, setelah memberikan cerah keagamaan ada Tanya jawab dari WBS berkaitan dengan materi yang disampaikannya. Ceramah keagamaan ini bertujuan untuk pemenuhan spiritual, merubah sikap normatif/akhlak pada WBS.53 Tujuan lain dari penyampaian materi ceramah keagamaan ini adalah: 1.
Mempunyai pengetahuan tentang agama secara luas,
2.
Mempunyai pengetahuan tentang hukum dan syariat dalam agama,
3.
Mampu mempelajari dan membedakan antara yang halal dan haram,
4.
Mampu bersikap lebih sabar dan tawakal,
5.
WBS bisa merasakan kenikmatan beragama.
b. Pemberian Motivasi Pemberian motivasi ini biasanya dilakukan pada saat setelah ceramah agama disampaikan, jadi penyuluh setelah memberikan ceramah keagamaan sebelum
53
Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
98
penutup dengan doa ada pemberian motivasi, biasanya dilakukan dengan cara permainan (games) dan diakhir permainan itu di jelaskan pelajaran apa/manfaat yang bisa diambil dari permainan tersebut tentang kehidupan sehari-hari. Tetapi pemberian motivasi ini tidak hanya pada saat dalam ceramah keagamaan saja, bisa juga pada saat konseling kelompok atau konseling individu. Bisa juga pada saat case conference (pembahasan masalah) dengan WBS yang bermasalah.54 Tujuan dari pemberian motivasi ini adalah: 1. Mampu bertindak secara efisien, 2. Memiliki tujuan hidup yang jelas, 3. Mampu mengkonsep diri, 4. Mampu mengkoordinasikan antara segenap potensial dengan usaha-usahanya, 5. Memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian, 6. Memiliki batin yang tenang, 7. Posisi pribadinya seimbang dan baik, 8. Selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkunganya.
c. Menikahkan dan Mengkhitankan Salah satu program yang ada PSBK adalah menikahkan dan mengkhitankan WBS-nya yang belum menikah dan di khitan, dan program ini adalah sepenuhnya dalam program Bintal (pembinaan mental) yang dilaksakan satu kali dalam 6 (enam) bulan/perangkatan yang bekerja sama dengan kantor urusan agama (KUA) Bekasi timur.55
54 55
Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011. Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
99
Dari panti menawarkan kepada WBS yang ingin menikah dan khitan, kemudian di data dan di beri surat pernyataan. Setelah itu semua diurus ke kantor urusan agama.56 Tujuan dari menikahkan adalah: 1.
Menyelamatkan dari perzinahan,
2.
Mampu memiliki tanggung jawab,
3.
Mencegah penyakit, terutama HIV/AIDS,
4.
Dapat memiliki keluarga yang sakinah, mawadah dan waramah.
d.
Outbond dan Tafakur Alam “Dalam pembinaan mental juga ada kegiatan outbont atau bisa disebut juga tafakur alam itu dilaksanakan diluar panti dengan kegiatan jalanjalan, disana kita adakan permainan, dan doa bersama...”57 Kegiatan outbond dan tafakur alam adalah kegiatan diluar panti yang
dilakukan guna membangun kerjasama antara WBS dan menambah kepercayaan dan tanggung jawab. Sedangkan tafakur alam bertujuan untuk penyegaran kembali para WBS setelah melakukan rutinitas rehabilitasi di PSBK.58 Tujuan lain dari kegiatan outbond dan tafakur alam yaitu: 1. Untuk menghilangkan jenuh dan penyegaran setelah 6 (enam) bulan lamanya rehabilitasi di dalam panti, 2.
Menyenangkan hati WBS yang sebentar lagi akan keluar dari panti PSBK,
3.
Menumbuhkan kebersamaan dan tanggung jawab,
56
Ibid. Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bintal (Pembinaan Mental), Bpk Ust. Endin Khoirudin, Bekasi Kamis, 28 April 2011. 58 Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011. 57
100
4.
Lebih bersyukur atas nikmat Allah SWT dan mampu mengambil pelajaran dari melihat alam ciptaan-Nya. Di lihat dari keseluruhan metode penyampaiannya dan tujuannya metode
dalam pembinaan mental termaksud Model metode adalah normatif : model yang menyediakan jawaban terbaik terhadap satu persoalan. Model ini memberi rekomendasi tindakan-tindakan yang perlu diambil, dan model pelayanan metode ini adalah termaksud model pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan klien.59
2.
Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Mental Pelaksaan pembinaan mental di panti sosial bina karya (PSBK) terdapat
faktor pendukung dan penghambat. Faktor Pendukung 1.
Tenaga pengajar yang kopenten di bidangnya, memiliki keahlian dan ilmu/materi yang dapat di terapkan dalam pelaksanaan pembinaan mental
2.
Sarana dan prasarana fasilitas yang ada di PSBK sangat mendukung untuk berlangsungnya pembinaan mental, seperti gedung aula, sound system, papan tulis, infokus dan laptop
3.
Anggaran dana yang langsung di berikan sepenuhnya dari pemerintah pusat yaitu Kemensos (kementrian sosial)
4.
Dari WBS itu sendiri adanya rasa keinginan yang kuat untuk mau merubah dirinya dan bertekad ingin lebih baik lagi setelah dari PSBK ini.
59
Abdul Wahid Chairul, Pengertian Model dan Jenis-jenisnya, di akses dari http://www.damandiri.or.id/file/abdwahidchairulahunairbab2.pdf, pada tanggal 3 mei 2011.
101
5.
Kerja sama dengan intasi pemerintah dalam hal ini adalah KUA (Kantor Urusan Agama) Bekasi Timur.
Faktor Penghambat 1.
Adanya kejenuhan dan malas-malasan dari WBS dalam mengikuti kegiatan pembinaan mental
2.
Keterbatasan dana yang di alokasikan untuk proses kegiatan pembinaan mental masih sangat terbatas
3.
Fasilitas yang masih belum begitu lengkap, dan gedung aula yang terkadang berbenturan pelakasaan pembinaan mental dengan cek kesehatan yang dilaksanakan di dalam gedung aula
4.
WBS yang berbeda pendidikan dan pengalaman, hal ini juga menjadi faktor penghambat dalam penyampaian materi yang akan di berikan oleh penyuluh
5.
Waktu yang sangat terbatas, hanya dalam 6 (enam) bulan saja pembinaan mental di laksanakan. Pemanfaatan pendukung yang ada untuk mewujudkan perubahan sosial
adalah hal penting supaya kegiatan rehabilitasi sosial dan pembinaan mental tidak hanya ideal pada tataran konsep, tetapi disertai dengan kinerja maksimal menuju tercapainya tujuan ideal yaitu mengantarkan warga binaannya menjadi mapan dan mampu mengembangkan potensi dalam dirinya agar merubah baik dari sisi material dan spiritual dan tergolong pada kelompok masyarakat yang hidup layak untuk kemudian hari mampu memberikan kontribusi kemajuan bangsa dan agama. Namun dapat kita sadari mewujudkan idealisme tidak semudah yang kita bayangkan, dalam prosesnya selalu terdapat kendala. Salah satu yang patut mendapat perhatian lebih ialah dari individunya sendiri, terkadang adanya rasa
102
jenuhan dan malas-malasan dalam mengikuti rehabilitasi dan pembinaan mental, belum lagi keterbatasan dana, sarana dan prasaran yang kurang memadai, tingkat pendidikan yang berbeda dan waktu yang sangat terbatas. Untuk mengatasi itu semua di perlukan komitmen yang kuat untuk bergerak dan memperbaiki hal tersebut. 5.
Analisa Resosialisasi Resosialisasi merupakan proses persiapan kondisi jiwa dan mental warga
binaan sosial (WBS) yang akan segera kembali ke keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini meliputi: 1.
Bimbingan
kesiapan
dan
peran
serta
masyarakat
Ialah
kegiatan
bimbingan/tuntunan pendekatan untuk menumbuhkan kemauan keluarga, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi sosial. 2. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan agar klien tersebut dapat melaksanakan seluruh kegiatanya sesuai dengan norma yang berlaku dan menghindari kegiatan yang menjadi larangan-larangan masyarakat. 3.
Pemberian bantuan stimulans usaha produktif Ialah serangkaian kegiatan pengadaan bantuan peralatan dan bahan untuk mempersiapkan klien dapat melaksanakan praktek bermata pencaharian dan bantuan tersebut bersifat merangsang usaha-usahanya agar dapat lebih berkembang.
4. Bimbingan usaha/kerja Ialah kegiatan tuntutan praktek berusaha/bekerja untuk dapat menciptakan lapangan kerja yang layak, serta praktek mengelola usaha, menuju terciptanya kondisi usaha yang efektif dan efisien.60
60
Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
103
Resosialisasi adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah yaitu di satu pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh ke dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat secara normatif, dan di satu pihak lagi untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal atau lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja/usaha klien agar mereka dapat menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan ini merupakan salah satu komitmen untuk tercapainya tujuan PSBK secara konsepsual yaitu Terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan sosial bagi gelandangan dan pengemis yang meliputi pulihnya kembali rasa harga diri, kepercayaan diri, tanggung jawab sosial, serta mau dan mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat.61 Kegiatan ini sangat membantu sekali para WBS memantapkan dirinya untuk terjun di masyarakat dan membekali diri dalam usaha/kerja. Pada dasarnya gelandangan dan pengemis juga merupakan warga Negara yang memiliki hak untuk hidup layak hanya saja banyak kekurang yang dimiliki dan kurangnya mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. 6.
Analisa Penyaluran Penyaluran
adalah
serangkaian
kegiatan
yang
diarahkan
untuk
mengembalikan penerima pelayanan kedalam kehidupan dan penghidupan di masyarakat secara normatif baik dilingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal
61
Brosur PSBK. Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi, Dalam Tujuan Panti.
104
maupun
kejalur-jalur
lapangan
kerja/usaha
mandiri
(wirausaha)
dengan
bertransmigrasi. Setelah warga binaan sosial (WBS) mengikuti rehabilitasi di PSBK mereka di salurkan, ada yang di salurkan ke daerahnya masing-masing untuk mereka buka usaha dan mengembangkan keterampilanya yang di dapat selama rehabilitasi agar mereka hidup layak di tataran masyarakat, ada juga yang di salurkan ke lembagalembaga dan perusahaan-perusahaan yang di minta untuk kerja disana. Seperti di katakana oleh Bpk. Pujiyanto (Kasie Rehabilitasi Sosial) hasil wawancara pribadi. “Penyaluran biasanya WBS itu kita kembalikan kedaerahnya masingmasing untuk buka usaha, ada juga yang trnsmigrsi bekerja sama dengan Dinaskertrans, dan juga ada juga lembaga-lembaga atau perusahaan yang mita untuk bekerja di sana. Jadi kalau lembaga/perusahan itu butuh pegawai misalnya bengkel atau salon, kita siapin WBS yang benar-benar kompeten dibidangnya.62 Proses ini bermaksud agar para warga binaan dapat mempunyai penghasilan dan
mencegah
kembali
menjadi
gelandangan
dan
pengemis.
Mampu
mengembangkan keterampilan yang dia dapat selama rehabilitasi di PBSK. Hal ini juga salah satu bagian dari kebijakan dan strategi penanggulangan gepeng. Strategi penanggulangan gepeng yang dikembangkan adalah dengan memanfaatkan peluang yang ada, serta mengembangkan potensi yang dimiliki dan sedapat mungkin mengurangi kendala-kendala yang ada, yang semuanya diharapkan
menyentuh
kebutuhan
material
maupun
spiritual.
Peluang
penanggulangan telah tampak secara nyata, baik di daerah asal (pedesaan)
62
Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi Senin 25 April 2011.
105
maupun di daerah penerima (perkotaan). Dominasi pendapatan dari perternakan merupakan peluang nyata di daerah asal gepeng.63 Potensi utama penanggulangan gepeng antara lain dengan adanya sikap menolak dari masyarakat umumnya didaerah asal gepeng terhadap periku menggepeng. Serta adanya pola pikir yang rasional masyarakat untuk menghadapi lingkungan fisik yang sangat kritis, tampaknya masyarakat memiliki etos kerja yang tinggi sehingga potensi inilah yang perlu dikembangan menjadi kekuatan nyata.64 7.
Analisa Bimbingan Lanjut Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan
masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang layak. Bimbingan lanjut dilakukan secara berkala di tunjukan kepada wbs agar tidak mengulangi kehidupan menggelandang dan mengemisnya, dalam hal ini biasanya PSBK melakukan Bimbingan yang diantaranya adalah (1) bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam pembangunan, ialah kegiatan bimbingan usaha bimbingan/tuntunan untuk lebih memantapkan kemampuan penyesuain diri dalam tata hidup bermasyarakat dan keikutsertan mereka dalam proses pembangunan sesuai dengan kemampuanya, (2) Bantuan pengembangan usaha/bimbingan peningkatan keterampilan, ialah serangkaian kegiatan yang diarahkan kepada penerima pelayanan dalam bentuk pemberian bantuan ulang balik berupa peralatan dan bahan permodalan maupun pemantapan keterampilan, sehingga jenis usaha/kerjanya lebih berkembang, (3) Bimbingan pemantapan 63
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandanganPengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 12. 64 Ibid, h. 12.
106
kemandirian/peningkatan usaha/kerja, ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada penerima pelayanan guna dapat meningkatkan usaha ekonomis, produktif, sehingga dapat mengembangkan jenis dan jumlah penghasilannya. Bimbingan lanjut dilakukan biasanya setelah 3 sampai 4 bulan setelah WBS keluar dari panti. seperti yang dikatakan Ibu Laila kurniati Akbariah (Koord. Peksos) hasil wawancara pribadi. “Bimbingan lanjut biasa di lakukan setelah 3 atau 4 bulan setelah mereka keluar dari panti, kita adakan bimbingan lanjut tapi tidak semua WBS yang pernah mengikuti rehabilitasi disini kita binjut. Disesuaikan dengan dana yang di sediakan terus dipilih kira-kira WBS yang memang harus kita binjut, terutama WBS yang sering member kabar dia buka usaha nah kita binjut kita melihat sampai sejauh mana. Jadi setelah mereka keluar tidak kita lepas begitu saja.”65 Jadi bimbingan lanjut tidak semua warga binaan sosial yang pernah mengikuti rehabilitasi di PSBK yang bisa di bimbing lanjut. Yang menjadi faktor penghambat pelaksaan proses ini adalah biasanya alamat WBS yang pertama diberikan belum tentu dia kembali ke alamat tersebut, karena mereka menggelandangan dan mengemis tidak menetap di satu tempat jadi kemungkinan beralih tempat lain, kemudian kalau kembali ke daerah asal dia pulang kampung dan lokasinya sulit untuk dicari, faktor dana juga berpengaruh karena dana yang di berikan untuk bimbingan lanjut sedikit. Selanjutnya dari pihak WBS sendiri mereka menghubungi dan meminta di datangi untuk membuka usaha modal yang diperlukan. 8. Analisa Evaluasi Evaluasi dilakukan oleh PSBK selama 6 bulan sekali, yaitu setelah proses rehabilitasi selesai. Hal ini di laksanakan oleh pihak PSBK untuk memastikan 65
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011.
107
apakah proses pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan pengemis berlangsung sesuai rencana yang telah ditetapkan wajib dilakukan evaluasi terhadap setiap tahapan proses yang dilalui dan kemudian diambil kesimpulan apakah secara keseluruhan proses telah berjalan baik dan dapat dilakukan pengakhiran rehabilitasi. Evaluasi kegiatan awal kegiatan yang dilakukan oleh pihak PSBK dalam menilai terhadap kesiapan program/kegiatan rehabilitasi sosial terhadap gelandangan dan pengemis dilaksanakan pada awal kegiatan. Dengan mengacu pada pedomana pelayanan dan rehabilitasi yang ber basis panti evaluasi terdiri dari evaluasi normati dan evaluasi summatif. Evaluasi Normatif merupakan penilaian terhadap hasil-hasil yang telah dicapai selama proses kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap gelandangan dan pengemis pada awal kegiatan dilaksanakan. Waktu pelaksanaan secara rutin (perbulan, semester dan tahunan) sesuai dengan kebutuhan informasi hasil penelitian. Evaluasi summatif yaitu penilaian hasil-hasil yang telah dicapai secara keseluruhan
dari
awal
proses
program/kegiatan.
Waktu
pelaksanaan
kegitan/proses sesuai dengan jangka waktu program dilaksanakan, untuk program yang berakhir enam bulan, maka evaluasi summatif dilaksanakan menjelang akhir ke-6. Untuk evaluasi yang menilai dampak program/kegiatan dapat dilaksanakan setelah program/kegiatan berakhir dan diperhitungkan dampaknya sudah terlihat nyata atau belum.66
66
2006).
Depsos RI, Pedoman Pelayanan dan Rehabilitasi Berbasis Panti, (Jakarta:Depsos RI,
108
9.
Terminasi (pengakhiran) Terminasi adalah Pengakhiran/pemutusan rehabilitasi dilaksanakan untuk
memastikan hasil evaluasi umum terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan mampu menjadi warga negara masyarakat yang bertanggung jawab. Dalam hal ini dipersiapkan klien dalam proses pengakhiran berjalan secara wajar, dimana pemutusan pelayanan tidak menimbulkan konflik psikologis yang dapat mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi penanganan kasus berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan formal bahwa proses pelayanan klien sudah berakhir. Dalam kegitan ini biasanya di akhiri dengan penutupan yaitu dengan mengadakan upacara untuk semua warga binaan sosial (WBS) dan ketika upacara ada penyerahan sertifika yang di berikan oleh PSBK kepada warga binaannya dan ada juga penilaian WBS yang terbaik selama mengikuti kegiatan di PSBK, Hal ini untuk memotivasi kepada mereka setelah keluar dari panti sosial bina karya tersebut.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, sebagaimana telah di uraikan dalam pembahasan pada bab sebelumnya, maka peneliti mencoba menyimpulkan rehabilitasi sosial berbasis panti yang ada di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi mengenai metode pembinaan mental. Peneliti mencoba untuk menguraikan kesimpulan metode pembinaan mental di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi sebagai berikut: 1.
Metode Pembinaan Mental Di bawah ini adalah metode kegiatan pembinaan mental yang di laksanakan
Panti Sosial Bina Karya, Bekasi: a.
Ceramah keagamaan Para WBS di kumpulkan di sebuah ruangan serba guna/aula kemudian
penyuluh memberikan materi berupa keagamaan, setelah memberikan cerah keagamaan ada Tanya jawab dari WBS berkaitan dengan materi yang disampaikannya. Ceramah keagamaan ini bertujuan untuk pemenuhan spiritual, merubah sikap normatif/akhlak pada WBS. b.
Pemberian Motivasi Pemberian motivasi ini biasanya dilakukan pada saat setelah ceramah agama
disampaikan, jadi penyuluh setelah memberikan ceramah keagamaan sebelum penutup dengan doa ada pemberian motivasi, biasanya dilakukan dengan cara permainan (games) dan diakhir permainan itu di jelaskan pelajaran apa/manfaat
109
110
yang bisa diambil dari permainan tersebut tentang kehidupan sehari-hari. Tetapi pemberian motivasi ini tidak hanya pada saat dalam ceramah keagamaan saja, bisa juga pada saat konseling kelompok atau konseling individu. Bisa juga pada saat case conference (pembahasan masalah) dengan WBS yang bermasalah. b.
Menikahkan dan Mengkhitankan Salah satu program yang ada PSBK adalah menikahkan dan mengkhitankan
WBS-nya yang belum menikah dan di khitan, dan program ini adalah sepenuhnya dalam program Bintal (pembinaan mental) yang dilaksakan satu kali dalam 6 (enam) bulan/perangkatan yang bekerja sama dengan kantor urusan agama (KUA) Bekasi timur. Dari panti menawarkan kepada WBS yang ingin menikah dan khitan, kemudian di data dan di beri surat pernyataan. Setelah itu semua diurus ke kantor urusan agama. c.
Outbond dan Tafakur Alam Kegiatan outbond dan tafakur alam adalah kegiatan diluar panti yang
dilakukan guna membangun kerjasama antara WBS dan menambah kepercayaan dan tanggung jawab. Sedangkan tafakur alam bertujuan untuk penyegaran kembali para WBS setelah melakukan rutinitas rehabilitasi di PSBK. 2.
Faktor Pendukung dan Penghambat
a.
Faktor Pendukung
1.
Tenaga pengajar yang kopenten di bidangnya, memiliki keahlian dan ilmu/materi yang dapat di terapkan dalam pelaksanaan pembinaan mental
111
2.
Sarana dan prasarana fasilitas yang ada di PSBK sangat mendukung untuk berlangsungnya pembinaan mental, seperti gedung aula, sound system, papan tulis, infokus dan laptop
3.
Anggaran dana yang langsung di berikan sepenuhnya dari pemerintah pusat yaitu Kemensos (kementrian sosial)
4.
Dari WBS itu sendiri adanya rasa keinginan yang kuat untuk mau merubah dirinya dan bertekad ingin lebih baik lagi setelah dari PSBK ini.
5.
Kerja sama dengan intasi pemerintah dalam hal ini adalah KUA (Kantor Urusan Agama) Bekasi Timur.
b.
Faktor Penghambat
1.
Adanya kejenuhan dan malas-malasan dari WBS dalam mengikuti kegiatan pembinaan mental.
2.
Keterbatasan dana yang di alokasikan untuk proses kegiatan pembinaan mental masih sangat terbatas
3.
Fasilitas yang masih belum begitu lengkap, dan gedung aula yang terkadang berbenturan pelakasaan pembinaan mental dengan cek kesehatan yang dilaksanakan di dalam gedung aula
4.
WBS yang berbeda pendidikan dan pengalaman, hal ini juga menjadi faktor penghambat dalam penyampaian materi yang akan di berikan oleh penyuluh
5. Waktu yang sangat terbatas, hanya dalam 6 (enam) bulan saja pembinaan mental di laksanakan. 2.
Saran Tanpa mengurangi rasa hormat atas kerja keras yang dilakukan pihak panti
dan dengan disertai keterbatasan seoarang peneliti sebagai manusia biasa yang
112
meliki keterbatasan dan tak luput dari kesalah yang baru belajar tentang pengetahuan pembinaan mental, di bawah ini akan di catat beberapa rekomendasi yang barang kali mampu memberikan masukan bagi panti untuk kinerja dan ektifitas kegiatan pemberdayaan di kemudian hari. 1.
Memperbaiki kinerja kerja para pegawai panti dalam segala hal misalnya kedisiplinan, etos kerja, sikap, tingkah laku, kepribadian dan lain sebagainya. Serta meningkatkan potensi kopetensi pegawai sesuai bidang yang di gelutinya.
2.
Membangun kembali mitra kerja di beberapa wilayah yang belum tersentuh, agar jangkauan penelusuran terhadap gepeng semakin luas dalam upaya menanggulangi masalah kesejahteraan sosial serta menumbuhkembangkan masyarakat yang berpotensi dan memiliki etos semangat kerja yang tinggi.
3.
Menambahkan Sarana dan prasarana lebih lengkap lagi, dan mudah untuk dipergunakan untuk kepentingan rehabilitasi yang di sediakan di panti.
4.
Menciptakan akses dan menambah kerja sama dengan perusahaanperusahaan supaya dalam penyaluran wbs jelas dan dapat mudah di pantau oleh pihak panti.
5.
Perlunya kemampuan berkomunikasi dari pegawai dan pekerja sosial terhadap wbs supaya ada kedekatan sehingga mudah mengetahui masalahmasalah yang paling intim yang dihadapi wbsnya.
6.
Lebih memperhatikan wbs yang berkopeten di bidangnya dan memberikan bantuan agar bisa mengembakan kemampuan dan kemandiriannya, sehingga mereka tidak kembali lagi menjadi gelandangan dan pengemis.
113
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Sosial R.I, Standard Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis. (2007). Departemen Sosial RI. Masalah Sosial Di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial. Jakarta 2005. Kementrian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Penanggulangan Kemiskinan dan Pengurangan Pengangguran. Diambil pada tanggal 21 Oktober 2009 dari http:/www.indonesiaontime.com. Saptono Iqbali, dalam Studi Kasus Gelandangan-Pengemis di Kecamatan Kubu Kabupaten Karang Asem, Depertemen Sosial R.I (1992). Isbandi Rukminto Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial (FISIP UI, 2003). Kartini Kartono, Patologi Sosial ( Cet. VI; Jakarta: CV. Rajawali, 1999). DR. bustanuddin Agus. Pengembangan ilmu-ilmu social. Gema Insani Press. Jakarta 1999. Abdul Wahid Chairul, Pengertian Model dan Jenis-jenisnya, di akses dari http://www.damandiri.or.id/file/abdwahidchairulahunairbab2.pdf, pada tanggal 3 mei 2011. Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994). Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah Agama, Pembinaan Rohani Pada Dharma Wanita, Penerbit DEPAG, 1984. Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian BP-4, Membina Keluarga Bahagia dan Sejahtera, (Jakarta: BP-4, 1994) HM. Arifin, pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), Cet. Ke-4. Ahmad, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Semarang: Toha Putra, 1997). Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembang Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke-1, Edisi Tiga.
114
JP. Chapin, (penerjemah: Kartini Kartono), Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafino, 2004), Cet. Ke-9. Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), Cet. Ke-4. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis. Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003. Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998). H. M. Djunady Ghony, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: prosedur, Teknik dan teori Grounded (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997) cet ke 1. Poerwandari, E. Kristi, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, Edisi ketiga (Jakarta, LPSP 3 UI, 2005). Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : ALFABETA, 2005. Brosur PSBK. Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi. “Pedoman Penulisan Skripsi” (Hamid Nasuhi, Ismatu Ropi, Oman Fathurahman, M. Syairozi Dimyati, Netty Hartati, Syopiansyah Jaya Putra, CeQDA UIN Jakarta, 2006).
Pedoman Wawancara Warga Binaan Sosial PSBK
Nama
: Agung Krisyanto
Umur
: 50 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Status
: duda
Pendidikan Terakhir
: Sekolah Dasar (SD)
Keahlian yang dimiki
: Supir
Keterampilan yang di inginkan
: Tukang Kayu
1. Kenapa Anda bisa masuk di Panti Sosial Bina Karya ini? Ya, daripada hidup di jalan, arah tidak tentu, kita mencari pekerjaan susah, lebih baik hidup dipanti ini kan ada yang mengatur, ada yang didik, trus disamping itu kita diberikan keterampilan, pulang dari sini kita punya keahlian, siapa tahu setelah keluar dari sini kita bisa mandiri. 2. Dari mana mengetahui Panti Sosial Bina Karya ini? Sebenarnya saya tidak tahu, ada teman saya yang namanya Sutrisna memberitahu, kebetulan ketemu di semarang, saya di ajak dari semarang ke sini. 3. Gambaran seperti apa yang anda ketahui tentang Panti Sosial Bina Karya ini? Wah, orang tua aja belum tentu seperti ini, disini sudah enak, makan dikasih, tempat tinggal walaupun sementara dikasih, segala macam dikasih, mulai dari sendok, piring, alat-alat dapur, dan tempat tidur pun dikasih. Yah, pokoknya enaklah. 4. Pelayanan/keterampilan apa saja yang anda ketahui di Panti Sosial Bina Karya ini? Banyak disini sebenarnya keterampilan, seperti elektro, sablo, tat arias, tukang kayu, bengkel motor, bengkel mobil, pertanian, yah banyak mas disini mah. 5. Jenis pelayana/keterampilan apa saja yang anda dapatkan? Tukang kayu itulah, emang dari dulu kita pegangannya seprti itu. Jadi udah biasa gitu.
6. Apa yang anda rasakan selama di Panti Sosial Bina Karya ini? Senanglah, kita istilahnya hidup dijalan begitu, kita disini dikasih keterampilan, sudah ada yang ngatur lagi, sudah ada pembinanya lagi.ya, kita mengikuti aturan disini lah. 7. Apakah anda mengetahui tentang pembinaan mental/spiritual? Ada, kalo mental spiritual itu yang mengajarnya pak Endin, 8. Materi apa yang anda dapatkan dari pembinaan mental/spiritual? Ya, masalah keagamaan, sebentar lagi disini ada pernikahan masal. 9. Adakah perbedaan yang anda rasakan pelayanan pembinaan mental dengan bimbingan yang lainya? Perbedaannya ya ada mas, 10. Apakah anda mengetahi bagaimana proses dalam penyelanggaraan pembinaan mental? Ya, kita hidup dijalanan begitu, ya ibarat motor yang sudah berantakan, kemudian dimasukan ke bengkel, diperbaiki kembali, bisa jadi bagus lagi, 11. Apa yang menjadi motivasi anda untuk ikut pembinaan mental tersebut? Motivasi saya supaya lebih baik lagi ke depan. 12. Bagaimana sikap keluarga Anda ketika mengetahui bahwa Anda ada di dalam panti? Belum, jadi Keluarga saya belum tahu kalo saya berada di panti. 13. Bagaimana sosialisasi Anda dengan teman-teman di panti? Ya kebetulan kan saya ketua RT disini, ya kita itu bermacam-macam variasi, saya tidak membeda-bedakan dengan teman-teman lainnya. Saya itu disini sama, kita kan disini tidak dibayar, tapi kita disini untuk belajar, belajar dan belajar. Bagaimana ketika di kampung, kalo dikampung kita tidak mengerti, sedangkan disini kita selalu diberikan kesempatan untuk terus belajar. 14. Pengalaman apakah yang Anda dapatkan selama tinggal di Panti? Pengalaman yang ada di panti, contoh, bapak ini awalanya saya tidak kenal bapak ini, sekarang saya jadi kenal, bahkan mungkin bisa lebih akrab lagi dari saudara kita, ada yang dari padang, medan, Sulawesi dll. Kita berkumpul disini menjadi satu. Ternyata dulunya disini tidak kenal, dan sekarang menjadi kenal. 15. Apakah rencana Anda setelah keluar dari Panti ini? Yaitu, saya mengambil petukangan, jadi ya mudah-mudahan setelah saya keluar dari panti ini menjadi tukang kayu. Menjadi lebih baik lagi.
Pedoman Wawancara Warga Binaan Sosial PSBK
Nama
: Yadi
Umur
: 44 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Duda
Pendidikan Terakhir
: Sekolah Dasar (SD)
Keahlian yang dimiki
: Bangunan
Keterampilan yang di inginkan
: Montir Motor
1. Kenapa Anda bisa masuk di Panti Sosial Bina Karya ini? Ya, terutama karena kehidupan diluar saya merasa banyak kurang, seperti factor ekonomi, dan juga disini juga banyak menambah ilmu pengetahuan. 2. Dari mana mengetahui Panti Sosial Bina Karya ini? Ya sebenarnya dari dulu saya sudah mengetahui panti sosial dimanapun, setahu saya adalah tempat menampung anak-anak jalanan, walaupun baru kali ini saya merasakan, secara wawasan saya sudah membaca dan menyaksikan di TV. 3. Gambaran seperti apa yang anda ketahui tentang Panti Sosial Bina Karya ini? Ya kalau menurut saya sih, pada dasarnya untuk mensejahterakan orangorang yang tidak mampu, memberikan bimbingan bagi orang yang tidak memiliki keahlian, dan saya juga tahu ini adalah salah satu program pemerintah untuk mengurangi kemiskinan. 4. Pelayanan/keterampilan apa saja yang anda ketahui di Panti Sosial Bina Karya ini? Ya, kalau saya kan baru pertama masuk, ya mungkin saya baru mengambil montir motor. 5. Jenis pelayana/keterampilan apa saja yang anda dapatkan? Montir motor. 6. Apa yang anda rasakan selama di Panti Sosial Bina Karya ini? Kalau dari segi pelayanan, baguslah, tinggal bagaimana kita mengikuti aturan saja, kalau menurut saya sudah sesuai, dan kalau untuk lainnya saya tidak tahu.
7. Apakah anda mengetahui tentang pembinaan mental/spiritual? Yah, itupun disini ada aja. Yaitu untuk mendidik jiwa kita, yang awalnya kita tidak mengetahui apapun, setelah kita disini saya bisa merasakan sendiri lah. 8. Materi apa yang anda dapatkan dari pembinaan mental/spiritual? Yah, termasuk itu tadi, bimbingan masalah kedisiplinan, agama dan bagaimana kita bisa menjalani hidup ini secara normal yah, seperti yang lain orang bisa kenapa kita masa tidak bisa. 9. Adakah perbedaan yang anda rasakan pelayanan pembinaan mental dengan bimbingan yang lainya? Ya masalah perbedaan itu, menurut saya sih seandainya kita ketika mengikuti bimbingan agama, ya harus kita ikuti, dan setelah itu kita jalani. 10. Apakah anda mengetahi bagaimana proses dalam penyelanggaraan pembinaan mental? Proses bimbingan mental disini saya mengetahui dan saya rasakan betul, sebelum kita mendapatkan bimbingan disini kita merasa takut, bimbang, namun setelah kita disini perlahan lahan kita bisa. 11. Apa yang menjadi motivasi anda untuk ikut pembinaan mental tersebut? Yah kalau motivasi saya, untuk mendidik diri saya supaya lebih baik dari yang dulu-dulu. Dulu saya tidak mengenal agama, kedisiplinan, yah dari sini kita ingin mendapatkan perubahan diri dan sekarang menjadi mengenal semuanya. 12. Bagaimana sikap keluarga Anda ketika mengetahui bahwa Anda ada di dalam panti? Yah kalau dengan anak-anak biasa saja, sedangkan dengan mantan istri selama ini belum tahu. 13. Bagaimana sosialisasi Anda dengan teman-teman di panti? Alhamdulillah bisa menyesuaikan diri. 14. Pengalaman apakah yang Anda dapatkan selama tinggal di Panti? Pengalaman suka duka yah sebetulnya standar ajalah yah namanya kita hidup. Bagaimana kita mengenal betul hidup dengan masyarat, dan kita juga harus bisa menyesuaikan diri. 15. Apakah rencana Anda setelah keluar dari Panti ini? Yah mengembangkan apa yang kita dapat dari sini. Ya tujuannya kan setelah kita mendapatkan disini, kita bisa mengembangkan pribadi untuk kepentingan pribadi, masyarakat dan umumnya untuk bangsa.
Pedoman Wawancara Warga Binaan Sosial PSBK
Nama
: Ganedi
Umur
: 40 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Duda
Pendidikan Terakhir
: SMP
Keahlian yang dimiki
: Supir
Keterampilan yang di inginkan
: Montir Motor
1. Kenapa Anda bisa masuk di Panti Sosial Bina Karya ini? Ya pengen coba-coba aja. Kan disini ada keterampilannya. 2. Dari mana mengetahui Panti Sosial Bina Karya ini? Dari temen-temen aja. 3. Gambaran seperti apa yang anda ketahui tentang Panti Sosial Bina Karya ini? Ya baguslah, kita dapet pendidikan, pengalaman. 4. Pelayanan/keterampilan apa saja yang anda ketahui di Panti Sosial Bina Karya ini? Montir, olah pangan, tata rias, mengolah tahu tempe, perkayuan. 5. Jenis pelayanan/keterampilan apa saja yang anda dapatkan? Montir motor. 6. Apa yang anda rasakan selama di Panti Sosial Bina Karya ini? Senang, bisa dapat pengalaman, pendidikan, keterampilan, ya namanya juga kita disini banyak temen, jadi bisa bertukar pengalaman. 7. Apakah anda mengetahui tentang pembinaan mental/spiritual? Tau, Itu untuk memperbaiki mental kita,supaya nanti kita bisa lebih sabar, bisa mandiri dan ga gampang terkecohlah. 8. Materi apa yang anda dapatkan dari pembinaan mental/spiritual? Banyak ya, agama, kedisiplinan, permainan gitu. 9. Adakah perbedaan yang anda rasakan pelayanan pembinaan mental dengan bimbingan yang lainya?
Ada, itu masing pembimbing mas, kalo pembimbingnya memberikan materi ya jelas berbeda, kalo pembinaan mental itu kan biasanya keagamaan. 10. Apakah anda mengetahi bagaimana proses dalam penyelanggaraan pembinaan mental? Ya kit amah ikut aja, kalo prose situ kan udah dari sananya. Jadi kita ikut aja, yang penting kita turut sama peraturannya. 11. Apa yang menjadi motivasi anda untuk ikut pembinaan mental tersebut? Merubah diri supaya lebih baik lagi mas,saya kan hidup ga mau begini-begini aja, ya mung kalo ikut disini bisa lebih baik lagi gitu mas. 12. Bagaimana sikap keluarga Anda ketika mengetahui bahwa Anda ada di dalam panti? Ga tau mas, keluarga saya ga tau saya ada disini. Mereka taunya saya kerja aja. 13. Bagaimana sosialisasi Anda dengan teman-teman di panti? Kalo sama teman-teman disini kita mudah, cepet akrab gitu, jadi ga ada yan beda-bedain. 14. Pengalaman apakah yang Anda dapatkan selama tinggal di Panti? Banyak mas,dapat keterampilan, dapat pengalaman yang kita di luar sana ga bisa dapetin. Jadi banyak pengalaman yang di dapat disini. 15. Apakah rencana Anda setelah keluar dari Panti ini? Maunya sih usaha, kalo bisa cari-cari kerja, kan disini kita udah di ajari banyak hal, jadi nanti pas udah kluar kita pengennya bisa hidup normal kaya kenbanyakan orang.