BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada dasarnya setiap organisasi berdiri karena memiliki tujuan yang ingin dicapai dan dalam pencapaian tujuannya. Organisasi harus memiliki sumber daya agar dapat menggerakkan organisasi. Adapun sumber daya yang harus dipenuhi yaitu fasilitas dan pegawai/karyawan (sumber daya manusia). Fasilitas diwajibkan keberadaannya untuk digunakan sebagai media penunjang dari kegiatan organisasi.
Sedangkan
sumber
daya
manusia
(pegawai)
dibutuhkan
keberadaannya sebagai penggerak atau pengguna dari fasilitas yang disediakan untuk menjalankan kegiatan organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia yang digunakan di dalam organisasi juga harus disesuaikan dengan kemampuan dan kualitas setiap pegawai sesuai dengan jabatan yang ada dalam susunan organisasi. Untuk mengembangkan organisasi sesuai dengan tuntutan zaman, maka sumber daya yang ada di organisasi juga harus dikembangkan, oleh karena itu pengembangan sumber daya sangat diutamakn dalam organisasi terutama sumber daya manusianya. Pengembangan sumber daya manusia secara efektif merupakan jalan penting bagi suatu organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi dan pertumbuhan di masa yang akan datang agar organisasi dapat tetap hidup dan bersaing seiring dengan perkembangan yang ada. Dengan kata lain, keberhasilan atau kemunduran suatu organisasi tergantung pada keahlian dan keterampilan
pegawainya masing-masing yang bekerja di dalamnya. Setiap organisasi dalam usahanya untuk mencapai tujuan memerlukan peran aktif dari pegawainya. Namun, dalam melakukan pekerjaannya, pegawai sering mengalami masalah kejenuhan karena pegawai melakukan pekerjaan yang sama secara terus menerus. Inilah yang mengakibatkan munculnya rasa jenuh dan bosan pada pegawai yang berhubungan dengan masalah rutinitas dan situasi yang monoton dan akhirnya menurunkan semangat kerja pegawai tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan manajemen
sumber
daya
manusia
yang
tepat
untuk
mengatur
dan
mengembangkan pegawai agar dapat bekerja dengan baik dan tetap semangat dalam menyelesaikan segala pekerjaannya. Salah satu bentuk pembinaan terhadap pegawai negeri sipil adalah mutasi sebagai penjelmaan atau perwujudan dari pengembangan pegawai organisasi yang dijadikan sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan organisasi. Seperti yang telah ditentukan pada Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 55 Tentang Aparatur Sipil Negara menyatakan bahwa manajemen pegawai negeri sipil meliputi salah satunya adalah mutasi. Mutasi tidak terlepas dari upaya pemenuhan kebutuhan tenaga kerja, juga sangat berperan dalam meningkatkan motivasi dan semangat kerja pegawai, dimana dalam kegiatan pelaksanaan mutasi kerja sering disalah tafsirkan oleh orang yaitu sebagai hukuman jabatan atau di dasarkan atas hubungan baik antara atasan dan bawahan. Dalam pelaksanaan mutasi harus benar-benar berdasarkan penilaian yang objektif mengingat sistem pemberian mutasi dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi para pegawai negeri sipil untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Yang dimaksud dengan mengembangkan potensi yang dimiliki pegawai melalui mutasi adalah pegawai
dihadapkan dengan suasana baru yang berbeda dengan situasi kerja sebelumnya dan pegawai dihadapkan dengan pekerjaan yang lebih menantang misal dengan kenaikan jabatan maka ia dihadapkan dengan persoalan baru dan beban yang lebih besar dari yang sebelumnya. Dengan adanya mutasi yang bertujuan untuk pengembangan pegawai pastilah akan mempengaruhi semangat kerja pegawai. Menurut penelitian sebelumnya pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan menyatakan bahwa pelaksanaan mutasi pegawai dilakukan dengan baik dan benar dan terbukti berpengaruh terhadap semangat kerja pegawai di dinas tersebut. Pelaksanaan mutasi di dinas tersebut mempunyai pengaruh positif dan dapat diterima (Dalam skripsi Ricca Adelina : 2010). Selain dapat memberikan pengaruh positif terhadap semangat kerja pegawai, mutasi juga dapat menurunkan semangat kerja pegawai apabila pihak atasan tidak memperhatikan kepentingan para bawahan. Semangat kerja pegawai akan menurun apabila pegawai dimutasikan ke pangkat yang lebih rendah atau dimutasikan ke bidang yang tidak begitu menantang pekerjaannya. Ada juga masalah mengenai lokasi tujuan pemindahan yang membuat pegawai harus beradaptasi dengan lingkungan baru dan harus memulai segala sesuatunya dari awal untuk mengenal lingkungan kerjanya. Hal ini akan menurunkan semangat kerja pegawai. Indikator dari turunnya semangat kerja antara lain: rendahnya produktivitas, tingkat absensi pegawai tinggi, dan lain-lain. Dengan demikian pastilah akan mempengaruhi semangat kerja pegawai dalam suatu organisasi. Meskipun pegawai dihadapkan dengan problematika mutasi, pegawai harus tetap mengikuti kewajiban mutasi karena menurut UU No. 5 Tahun 2014 Pasal 23
pegawai wajib: bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari penelitian Amzar dan Sahuri (2012) meneliti peningkatan prestasi kerja melalui mutasi dan motivasi kerja dan hasil penelitiannya menunjukkan terbukti bahwa pelaksanaan mutasi yang baik mempengaruhi prestasi kerja pegawai dalam bekerja. Dari penelitian sebelumnya pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan menyatakan bahwa pelaksanaan mutasi harus dilaksanakan benar-benar berpedoman pada persyaratan-persyaratan jabatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan bidang pegawainya dan pelaksanaannya hendaknya dilaksanakan atas dasar ukuran-ukuran objektif dan kaitannya dengan penempatan dalam jabatan benarbenar direncanakan sehingga semangat kerja terus tumbuh dan berkembang bagi pegawai (Dalam Skripsi Ricca Adelina : 2010) Namun, penelitian Agnetha Judas (2013) yang meneliti tentang mutasi dan promosi jabatan dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa mutasi secara parsial berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap prestasi kerja pegawai Kanwil Ditjen Kekayaan Negara Suluttenggo dan Maluku Utara di Manado. Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti masalah mutasi yang dikaitkan dengan semangat kerja pegawai dengan pemikiran bagaimana upaya untuk menumbuhkan semangat kerja dikalangan pegawai sehingga semangat kerja pegawai dapat meningkat, khususnya untuk pegawai negeri sipil pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Pematang Siantar, karena pada kantor ini selalu melakukan mutasi pegawai untuk melakukan rotasi pegawai secara berkala.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh mutasi terhadap semangat kerja Pegawai Negeri Sipil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Pematang Siantar.
I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, yaitu adanya hubungan antara mutasi kerja dengan semangat kerja, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Adakah pengaruh mutasi terhadap semangat kerja Pegawai Negeri Sipil Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Pematang Siantar?” I.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian mempunyai tujuan yang hendak dicapai dan harus sejalan dengan judul dan permasalahan penelitian. Dari penelitian yang berjudul “Pengaruh Mutasi terhadap Semangat kerja pegawai Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Pematang Siantar”, terdapat tujuan yang hendak di capai antara lain: 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh mutasi di dalam peningkatan semangat kerja Pegawai Negeri Sipil Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Pematang Siantar. 2. Untuk mengetahui frekuensi mutasi Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Pematang Siantar.
I.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah: 1. Sebagai kontribusi bagi dunia pendidikan, khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Penelitian ini bermanfaat bagi penulis untuk melatih dan mengembangkan kerangka berpikir ilmiah dan menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah. 3. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa khususnya sebagai bahan referensi yang tertarik dalam bidang kajian ini. 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah guna penyusunan dan penyempurnaan pembangunan. I.5 Kerangka Teori Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti itu. Proposisi-proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri dari beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk sebab akibat. Adapun teori dalam penelitian ini adalah: I.5.1 Pengembangan Sumber Daya Manusia Keberhasilan suatu organisasi baik besar maupun kecil tidak hanya ditentukan berdasarkan bannyaknya sumber daya alam yang tersedia tetapi juga ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang berperan merencanakan,
melaksanakan
dan
mengendalikan
organisasi
yang
bersangkutan. Oleh karena itu setiap organisasi wajib memiliki manajemen
sumber daya manusia
dengan tujuan utama terpeliharanya human
relationship yang baik antarindividu dan bahwa setiap individu berusaha memberikan kontribusinya yang optimal dalam pencapaian tujuan organisasi yang bersangkutan. Edwin B. Flippo menyatakan : personnel managements is the planning, organizing, directing and controlling of the procurement, development compensation, integration and maintenance of peopole for the purpose of contributingto organizational, individual and societal goals (manajemen personalia yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai tujuan organisasi, individu dan masyarakat). Setiap organisasi yang ingin berkembang pasti sangat mendahulukan kualitas personalianya atau sumber daya manusianya oleh karena itu setiap organisasi pasti melaksanakan pengembangan kualitas sumber daya manusia yang seiring dengan perubahan lingkungan, teknologi dan ilmu pengetahuan yang
sangat
berpengaruh
terhadap
keberlangsungan
organisasi.
Pengembangan tenaga kerja adalah program yang khusus dirancang oleh organisasi dengan tujuan untuk membantu karyawan dalam meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan memperbaiki sikapnya. Menurut Hasibuan (2005) berbagai aktivitas yang dapat dilakukan oleh suatu organisasi untuk pengembangan tenaga kerja, yaitu: a. Pelatihan/pendidikan b. Rotasi jabatan
c. Delegasi tugas d. Promosi e. Pemindahan/Mutasi f. Konseling g. Penugasan dalam keanggotaan suatu kepanitiaan h. Konferensi
I.5.2 Mutasi I.5.2.1 Pengertian mutasi Kata mutasi atau pemindahan oleh sebagian masyarakat sudah dikenal, baik dalam lingkungan perusahaan maupun di luar lingkungan perusahaan (pemerintahan). Mutasi atau pemindahan meliputi kegiatan memindahkan tenaga kerja, pengoperan tanggung jawab, pemindahan status ketenagakerjaan, dan sejenisnya.
Menurut Alex S. Nitisemito (1983) mutasi adalah kegiatan dari pimpinan perusahaan untuk memindahkan karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap setingkat atau sejajar. Jadi dapat di simpulkan bahwa mutasi diartikan sebagai perubahan mengenai atau pemindahan kerja atau jabatan seseorang pegawai dari suatu tempat kerja atau jabatan, ke tempat kerja atau jabatan lain dengan harapan pada jabatan baru itu dia akan semakin lebih berkembang. H. Malayu S.P. Hasibuan (2005) menyatakan bahwa mutasi adalah suatu perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal di dalam satu organisai. Pada
dasarnya mutasi termasuk dalam fungsi pengembangan karyawan, karena tujuannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam perusahaan (pemerintahan) tersebut. Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2002) mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin kepada perusahaan. Dari berbagai pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian mutasi ialah suatu kegiatan ketenagakerjaan yang meliputi tentang pemindahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam perusahaandengan harapan pada jabatan baru itu dia akan semakin lebih berkembang dan tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan
prestasi
kerja
yang
semaksimal
mungkin
kepada
perusahaan. I.5.2.2 Dasar Hukum Pelaksanaan Mutasi Adapun landasan hukum pelaksanaan mutasi, pengangkatan dan pemberhentian pegawai negeri sipil adalah: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. 3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2012 Tentang Pola Mutasi Jabatan Karier di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Peraturan
perundang-undangan
tersebut
diatas
merupakan
pedoman pelaksanaan mutasi kepegawaian di setiap instansi pemerintah umum dan daerah. I.5.2.3 Dasar Pelaksanaan Mutasi Ada 3 sistem yang menjadi dasar pelaksanaan mutasi pegawai menurut H. Malayu S.P. Hasibuan (2008 : 103) yaitu : a. Seniority Systemadalah mutasi yang didasarkan atau landasan masa kerja, usia, dan pengalaman kerja dari pegawai yang bersangkutan. Sistem mutasi ini tidak objektif karena kecakapan orang yang dimutasikan berdasarkan senioritas belum tentu mampu menduduki jabatan yang baru. b. Spoil Systemadalah mutasi yang didasarkan atas landasan kekeluargaan. Sistem mutasi ini kurang baik karena didasarkan atas pertimbangan suka atau tidak suka.
c. Merit Systemadalah mutasi pegawai yang didasarkan atas landasan yang bersifat ilmiah, objektif dan hasil prestasi kerja. Merit system ini merupakan dasar mutasi yang baik karena :
- Output dan produktivitas kerja meningkat. - Semangat kerja meningkat. - Jumlah kesalahan yang diperbuat menurun. - Absensi karyawan semakin baik. - Disiplin karyawan semakin baik. - Jumlah kecelakaan akan menurun.
I.5.2.4Manfaat dan Tujuan Mutasi Pelaksanaan mutasi terkait dengan pengembangan sumber daya manusia dianggap salah satu hal penting dalam manajemen perusahaan karena dengan adanya pelaksanaan mutasi, banyak manfaat dan tujuan yang sangat berpengaruh pada kemampuan dan kemauan kerja pegawai yang menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Mutasi Menurut Siagian (2001:172) melalui mutasi para karyawan sesungguhnya memperoleh manfaat yang tidak sedikit, antara lain dalam bentuk:
a. Pengalaman baru. b. Cakrawala pandangan yang lebih luas. c. Tidak terjadinya kejenuhan atau kebosanan. d. Perolehan pengetahuan dari keterampilan baru. e. Perolehan prospektif baru mengenai kehidupan organisasional. f. Persiapan untuk menghadapi tugas baru, misalnya karena promosi.
g. Motivasi dan keputusan kerja yang lebih tinggi berkat tantangan dan situasi baru yang dihadapi.
Sedangkan tujuan pelaksanaan mutasi menurut Alex S. Nitisemito (1983) adalah: a. Untuk mengusahakan pelaksanaan prinsip orang tepat pada tempat yang tepat. Sebenarnya dalam melaksanakan seleksi pada caloncalon pekerja sudah diusahakan melaksanakan prinsip ini, namun dalam prakteknya sulit sekali bagi kita untuk melaksanakan hal ini. Untuk itulah maka pimpinan perlu melakukan evaluasi atau penilaian terus-menerus secara objektif terhadap para pegawai untuk landasan dalam melaksanakan mutasi. Dengan demikian dapat diperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam melaksanakan penempatan para pegawai pada pertama kali. b. Untuk meningkatkan semangat dan kegairahan kerja. Suatu pekerjaan yang bersifat rutin, mungkin dapat menimbulkan rasa bosan, sehingga dalam keadaan tersebut kemungkinan semangat dan kegairahan kerjanya menurun. Salah satu cara untuk menghindari hal tersebut adalah dengan jalan mutasi. c. Untuk dapat saling menggantikan. Para pegawai yang sering dipindahkan dari suatu jabatan ke jabatan lain akan memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang pekerjaan yang pernah dihadapinya. Apabila suatu waktu ada pegawai yang cuti, sakit atau sebab lain, sehingga tidak dapat bekerja dalam waktu yang lama, maka pekerjaan tersebut tetap dapat berjalan dengan diisi atau
digantikan oleh pegawai lain yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang pekerjaan tersebut. Disinilah peranan mutasi kerja untuk dapat saling menggantikan. d. Dalam rangka promosi. Promosi adalah pemindahan pegawai dari suatu jabatan yang lain yang mempunyai tugas dan tanggung jawab yang lebih besar, pada umumnya di ikuti dengan kenaikan gaji atau upah dan fasilitas lainnya. Karyawan atau pegawai yang akan dipromosikan memerlukan tambahan pengalaman dan pengetahuan dalam bidang-bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk menambah pengalaman dan pengetahuan tersebut maka salah satu caranya adalah dengan memutasikan pegawai pada beberapa tempat/ pekerjaan yang akan menjadi tanggungjawabnya.
I.5.2.5 Bentuk-Bentuk Mutasi Berbagai bentuk mutasi dapat digunakan dalam suatu organisasi yang secar garis besar dapat diklasifikasikan dalam dua golongan, yaitu : A. Mutasi Vertikal Mutasi vertikal dapat diartikan sebagai bentuk perubahan posisi/jabatan/pekerjaan
yang
lebih
tinggi
atau
lebih
rendah
tingkatannya yang biasanya diikuti dengan perubahan pendapatan. Beberapa jenis mutasi vertikal adalah : a. Promosi, yaitu perubahan posisi/jabatan/pekerjaan dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Perubahan ini biasanya akan diikuti dengan meningkatnya tanggung jawab, hak serta
status sosial seseorang. Dalam pelaksanaannya, suatu promosi harus didasarkan atas syarat-syarat tertentu yang setiap bagi organisasi dapat berbeda sesuai dengan kebutuhan organisasi itu sendiri. Syarat yang ditentukan itu berguna untuk memberikan jaminan bahwa personil yang dipromosikan itu layak dan pantas untuk menduduki posisi/jabatan yang baru. Berikut adalah beberapa contoh syarat yang harus dipenuhi dalam promosi: • Kejujuran • Loyalitas • Tingkat pendidikan • Pengalaman kerja • Rasa tanggung jawab • Kepemimpinan • Kerjasama b. Demosi, yaitu suatu bentuk mutasi vertikal yang berupa penurunan
pangkat/posisi/jabatan/pekerjaan
yang
secara
otomatis dengan penurunan pendapatan. Biasanya demosi dilakukan karena seseorang tenaga kerja telah melakukan pelanggaran hebat terhadap disiplin organisasi. c. Pemberhentian, yaitu suatu bentuk mutasi vertikal yang paling akhir berupa pemutusan hubungan kerja dan pemberhentian pembayaran pendapatannya.
B. Mutasi Horizontal Mutasi
horizontal
merupakan
pemindahan
pegawai
dari
posisi/jabatan/pekerjaan ke pekerjaan lain tetapi masih dalam tingkat yang sama, sering juga diistilahkan dengan transfer. Adapun beberapa macam mutasi horizontal yaitu : a. Mutasi tempat, yaitu pemindahan karyawan dari suatu tempat/daerah
kerja
lain
tetapi
masih
dalam
jabatan/
posisi/pekerjaan yang tingkatnya sama. b. Mutasi jabatan, yaitu pemindahan seorang pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lain pada tingkat yang sama dan dalam lokasi yang sama juga. c. Rehabilitasi,
yaitu
menempatkan
suatu
kembali
kebijakan
seorang
organisasi
pegawai
pada
untuk posisi/
jabatan/pekerjaan terdahulu, setelah pegawai yang bersangkutan menyelesaikan suatu tugas tertentu. I.5.2.6 Syarat-syarat Mutasi Menurut Bambang Wahyudi (1996), ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan mutasi, yaitu: a. Setiap mutasi yang dilakukan hendaknya jangan sampai dirasakan sebagai suatu hukuman bagi pegawai yang bersangkutan. Maka dari itu organisasi hendaknya melakukan konsultasi dahulu dengan pegawai yang bersangkutan sebelum mutasi dilakukan.
b. Hendaknya mutasi dilakukan untuk memperkuat kerja sama kelompok. Oleh
karena
itu,
suatu
organisasi
harus
sungguh-sungguh
mempertimbangkan dan melakukan seleksi dengan ketat setiap pegawai yang dipindahkan apabila setelah pelaksanaan
mutasi
ternyata malah menimbulkan konflik, maka jelas mutai tersebut mengalami kegagalan. c. Mengurangi kejenuhan/kebosanan dari pegawai. Seorang pegawai yang secara terus menerus berada dalam satu jabatan dapat menimbulkan kejenuhan atau kebosanan terhadap tugas jabatannya. Adanya mutasi diharapkan menjadi jalan keluar dari masalah tersebut. Di dalam pelaksanaannya, mutasi seringkali dianggap suatu masalah yang menjadi hambatan bagi pegawai, adapun beberapa permasalahan yang harus dihadapi dalam mutasi jabatan menurut Wahyudi (2002) adalah : a. Formasi kepegawaian dalam organisasi, suatu kebijakan mutasi seringkali tidak dapat dilaksanakan karena tidak tersedianya formasi pegawai. Misalnya karena seluruh formasi kepegawaian yang ada telah terisi penuh. b. Adanya anggapan atau pandangan yang bersifat etis/moral terhadap suatu mutasi yang sering merugikan, khususnya bagi pegawai yang bersangkutan. Misalnya pandangan bahwa pegawai yang dipindahkan berarti dihukum. c. Kesulitan dalam menentukan standar untuk mutasi. Seringkali pelaksana kebijakan mutasi mengalami kesulitan dalam menentukan
secara objektif dasar penilaian yang akan menjadi dasar mutasi seseorang. I.5.2.7 Kendala Pelaksanaan Mutasi Sastrohadiwiryo (2002) mengemukakan ada tiga jenis penolakan pegawai terhadap mutasi pegawai, yaitu: a. Faktor logis atau
rasional, penolakan ini
dilakukan dengan
pertimbangan waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan diri, upaya ekstra untuk belajar kembali, kemungkinan timbulnya situasi yang kurang diinginkan seperti penurunan tingkat keterampilan karena formasi jabatan tidak memungkinkan, serta kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh perusahaan. b. Faktor Psikologis, penolakan berdasarkan faktor psikologis ini merupakan penolakan yang dilakukan berdasarkan emosi, sentimen, dan sikap. Seperti kekhawatiran akan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya, rendahnya toleransi terhadap perubahan, tidak menyukai pimpinan atau agen perubahan yang lain, rendahnya kepercayaan terhadap pihak lain, kebutuhan akan rasa aman. c. Faktor Sosiologis (kepentingan kelompok), penolakan terjadi karena beberapa alasan antara lain konspirasi yang bersifat politis, bertentangan dengan
nilai
kelompok,
kepentingan
pribadi,
dan
keinginan
mempertahankan hubungan (relationship) yang terjalin sekarang.
I.5.2.8 Indikator Pengukuran Mutasi Kerja Beberapa indikator mutasi kerja, yaitu : a. Frekwensi Mutasi, yaitu tingkat keseringan pelaksanaan mutasi dalam organisasi b. Alasan mutasi, yaitu faktor-faktor yang menjadi pendukung terlaksananya mutasi baik itu datangnya dari perusahaan maupun dari pegawai itu sendiri. c. Ketepatan dalam melaksanakan mutasi yang disesuaikan dengan: - Kemampuan kerja pegawai - Tingkat pendidikan. - Lamanya masa menjabat. -Tanggung jawab atau beban kerja. -Kesenangan atau keinginan pegawai - Kebijaksanaan atau peraturan yang berlaku. - Kesesuaian antara jabatan yang lama dan jabatan yang baru
I.5.3 Semangat Kerja I.5.3.1 Pengertian Semangat Kerja Pegawai
merupakan
alat
utama
untuk
menggerakkan
atau
menjalankan organisasi. Pegawai diberi tugas-tugas untuk dikerjakan agar dapat mencapai tujuan organisasi. Di dalam pelaksanaan tugasnya, pegawai diharuskan memiliki semangat kerja agar segala sesuatu yang dikerjakannya sesuai dengan aturan yang ada dan dapat menghasilkan sesuatu yang memuaskan organisasi dan pegawai itu sendiri. Menurut Nitisemito (1983) semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat, sehingga dengan demikian pekerjaan akan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Dengan demikian semangat kerja sangat berpengaruh terhadap durasi pengerjaan tugas. Semakin tinggi semangat kerja maka akan semakin cepat juga tugas tersebut selesai dikerjakan.
Sedangkan
menurut
Malayu
SP.
Hasibuan
(2004)
mengemukakan bahwa semangat kerja adalah keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaannya dengan baik serta disiplin untuk mencapai produktivitas yang maksimal. Pengertian ini menunjukkan bahwa semangat kerja itu datang berasal dari dalam diri pegawai itu sendiri yang membuatnya bergairah untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya dan berkeinginan untuk menghasilkan hasil yang memuaskan untuk organisasi dan untuk dirinya. Dari beberapa pengertian semangat kerja dari beberapa ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa semangat kerja adalah kemauan, keinginan
dan kesungguhan yang datang dari dalam diri pegawai untuk bekerja lebih tekun dan giat menyelesaikan tugas yang dibebankan pada dirinya untuk mecapai produktivitas yang maksimal. I.5.3.2 Tujuan dan Manfaat Semangat Kerja Alex S. Nitisemito mengatakan bahwa tujuan dan manfaat semangat kerja adalah untuk meningkatkan produktivitas yang lebih baik. Sehingga instansi atau organisasi perlu menimbulkan semangat kerja pegawai yang tinggi, akan mempermudah untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya, sementara apabila semangat kerja rendah maka produktivitas juga rendah. Indikasi turunnya semangat kerja antara lain : 1. Rendahnya produktivitas kerja 2. Tingkat absensi pegawai yang naik/tinggi. 3. Tingkat perpindahan pegawai tinggi. 4. Tingkat keresahan yang tinggi. 5. Menimbulkan kegelisahan. 6. Tuntunan sering kali terjadi. Sebab-sebab rendahnya semangat kerja antara lain adalah : 1. Upah atau gaji yang rendah. 2. Insentif yang tidak terarah. 3. Kondisi lingkungan kerja yang buruk.
4. Ketidakpuasan para karyawan, dan lain-lain. Dari uraian diatas, dengan memperhatikan tujuan dan manfaat dari semangat kerja, serta dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya. I.5.3.3 Faktor-Faktor Pengukur Semangat Kerja Menurut Nitisemito (1983), faktor-faktor untuk mengukur semangat kerja adalah: a.
Absensi karena absensi menunjukkan ketidakhadiran pegawai dalam tugasnya. Hal ini termasuk waktu yang hilang karena sakit, kecelakaan, dan pergi meninggalkan pekerjaan karena alasan
pribadi
tanpa
diberi
wewenang.
Yang
tidak
diperhitungkan sebagai absensi adalah diberhentikan untuk sementara, tidak ada pekerjaan, cuti yang sah, atau periode libur, dan pemberhentian kerja. b.
Kerjasama dalam bentuk tindakan kolektif seseorang terhadap yang lain. Kerjasama dapat dilihat dari kesediaan pegawai untuk dapat bekerjasama dengan pegawai lain untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu, kerjasama dapat dilihat dari kesediaan untuk saling membantu di antara sesama pegawai sehubungan dengan tugas-tugasnya dan terlihat keaktifannya dalam kegiatan organisasi.
c.
Kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para pegawai memandang pekerjaan mereka.
d.
Kedisiplinan sebagai suatu sikap dan tingkah laku yang sesuai peraturan organisasi dalam bentuk tertulis maupun tidak. Dalam prakteknya bila suatu organisasi telah mengupayakan sebagian besar dari peraturan-peraturan yang ditaati oleh sebagian besar pegawai, maka kedisiplinan telah dapat ditegakkan.
I.5.3.4 Indikator Semangat Kerja Beberapa indikator semangat kerja ,yaitu : a. Kepuasan terhadap tugas Kepuasan terhadap tugas adalah kepuasan para pegawai terhadap tugas dan pekerjaannya karena memperoleh tugas yang disukainya. b. Tingkat kehadiran, yakni persentase kehadiran dalam tugas setiap hari. c. Rasa keamanan Rasa keamanan adalah adanya rasa keamanan dan ketenangan jiwa, atas jaminan kepastian serta perlindungan terhadap segala sesuatu yang dapat membahayakan diri pribadi dan karir dalam pekerjaan. d. Gaji Gaji adalah hasil yang diterima pegawai atas hasil kerjanya.
I.5.4 Pegawai Negeri Sipil Di dalam suatu organisasi sumber daya manusia disebut sebagai pegawai. Menurut UU No. 5 Tahun 2014 Pasal 7 pegawai negeri sipil adalah Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. Pegawai negeri sipil terdiri atas : 1.
Pegawai Negeri Sipil pusat (PNS Pusat), yaitu pegawai negeri sipil yang gajinya dibebankan kepda APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non departemen, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah serta kepaniteraan di pengadilan.
2.
Pegawai Negeri Sipil daerah (PNS Daerah), yaitu pegawai negeri sipil yang bekerja di pemerintah daerah dan gajinya dibebankan kepada APBD, PNS Daerah terdiri dari PNS Daerah Provinsi dan PNS Kabupaten/Kota.
I.5.5 Hubungan Mutasi Kerja Dengan Semangat Kerja Alex S. Nitisemito (1983) mengatakan hubungan mutasi kerja dengan semangat kerja adalah dengan jalan mutasi kerja, maka akan dapat meningkatkan semangat kerja dan kegairahan kerja. Mutasi sangat berpengaruh terhadap semangat kerja pegawai, karena tempat dan posisi yang baru dapat membuat seseorang lebih bersemangat lagi dalam menjalankan pekerjaannya. Situasi kerja dan rekan kerja yang baru dapat
memicu pegawai lebih telaten dan giat lagi untuk menunjukkan prestasi kerjanya untuk mendapat sesuatu hasil yang baik. Menurut Siswanto (2002) menyatakan bahwa mutasi atau pemindahan adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab dan status ketenagakerjaan, sehingga tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh semangat kerja dan prestasi kerja yang semaksimal mungkin. Pemindahan harus dilakukan menurut analisa jabatan sesuai kualifikasi, kemampuan dan kerugian tenaga kerja yang bersangkutan, sehingga tenaga kerja tersebut diharapkan mendapat kepuasan kerja semaksimal mungkin dan dapat memberikan output yang setinggi-tingginya. Apabila pelaksanaan mutasi kerja berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku maka mutasi tersebut akan memiliki dampak positif terhadap pegawai seperti peningkatan semangat kerja. Namun apabila mutasi kerja dilakukan dengan tanpa pertimbangan maka akan berdampak negatif terhadap pegawai dan organisasi yang bersangkutan. I.6 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Adapun hipotesis yang dapat dirumuskan adalah:
1. Hipotesis Kerja (Ha) Terdapat pengaruh antara mutasi terhadap semangat kerja pegawai negeri sipil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Pematang Siantar. 2. Hipotesis Nol (Ho) Tidak terdapat pengaruh antara mutasi terhadap semangat kerja pegawai negeri sipil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Pematang Siantar. I.7 Definisi Konsep Definisi konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau inidvidu tertentu yang menjadi pusat perhatian. Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka perlu ditetapkan definisi konsep, yaitu : 1. Mutasi adalah suatu kegiatan ketenagakerjaan yang meliputi tentang pemindahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam perusahaan dengan harapan pada jabatan baru itu dia akan semakin lebih berkembang dan tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin kepada perusahaan. 2. Semangat kerja adalah kemauan, keinginan dan kesungguhan yang datang dari dalam diri pegawai untuk bekerja lebih tekun dan giat menyelesaikan
tugas yang dibebankan pada dirinya untuk mecapai produktivitas yang maksimal. I.8 Definisi Operasional Definisi
operasional
adalah
unsur penelitian
yang
memberitahukan
bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator agar lebih memudahkan dalam operasional dari sudut penelitian. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Bebas (X) (mutasi) dengan indikatornya yaitu : a. Frekwensi Mutasi Frekwensi mutasi adalah tingkat keseringan pelaksanaan mutasi dalam organisasi b. Alasan mutasi c. Ketepatan dalam melaksanakan mutasi yang disesuaikan dengan: - Kemampuan kerja pegawai - Tingkat pendidikan. - Lamanya masa menjabat. -Tanggung jawab atau beban kerja. -Kesenangan atau keinginan pegawai - Kebijaksanaan atau peraturan yang berlaku.
- Kesesuaian antara jabatan yang lama dan jabatan yang baru
2. Variabel Terikat (Y) (semangat kerja), dapat diukur melalui indikatorindikatornya: a. Kepuasan terhadap tugas Kepuasan terhadap tugas adalah kepuasan para pegawai terhadap tugas dan pekerjaannya karena memperoleh tugas yang disukainya. b. Tingkat kehadiran, yakni persentase kehadiran dalam tugas setiap hari. c. Rasa keamanan Rasa keamanan adalah adanya rasa keamanan dan ketenangan jiwa, atas jaminan kepastian serta perlindungan terhadap segala sesuatu yang dapat membahayakan diri pribadi dan karir dalam pekerjaan. d. Gaji Gaji adalah hasil yang diterima pegawai atas hasil kerjanya.
I.9 Sistematika Penulisan Dalam sistematika penulisan yang akan dilakukan oleh peneliti dijabarkan sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori dam Sistematika Penulisan.
BAB II
METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari Bentuk Penelitian, Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel, Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisa Data.
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisi gambaran umum lokasipenelitian atau karakteristik objek penlitian yang relevan dengan topik penelitian.
BAB IV
PENYAJIAN DATA Bab ini memuat penyajian data yang diperoleh selama penelitian di lapangan.
BAB V
ANALISA DATA Bab ini memuat analisis data-data yang diperoleh saat peneltian dilakukan dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diajukan.
BAB VI
PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran yang dianggap perlu dari hasil penelitian yang dilakukan.