BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 telah berkembang menjadi krisis multidimensi termasuk perekonomian sehingga menyebabkan banyak perbankan dan perusahaan besar menjadi bangkrut. Kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa salah satu penyebab krisis yang melanda Asia, termasuk Indonesia, adalah lemahnya implementasi good corporate governance (Ruru, 2002). Tata Kelola Perusahaan (Corporate governance) adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi (http://id.wikipedia.org, 2011). Corporate Governance dapat diartikan juga sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh mencakup aspek budaya, hukum, dan kelengkapan institusional lainnya berupa mekanisme yang didasarkan pada konsep pengendalian korporasi dan sistem akuntabilitas dari pihak yang memegang kendali Blair (1995), serta masih banyak definisi lainnya yang mencoba menjelaskan Corporate Governance , akan tetapi pada umumnya digunakan definisi yang sesuai konteks bahasan, asumsi serta perspektif yang digunakan (Syakhroza, 2005). Hal ini dikarenakan banyak disiplin ilmu yang berkaitan dengan Corporate Governance
dan juga sudut pandang yang
berbeda dalam pemahaman. Pemahaman Corporate Governance
dapat
ditelusuri dari pengembangan agency theory (Husnan, 2006).
1
Masalah Corporate Governance akan muncul jika terdapat potensi konflik kepentingan, dalam perusahaan. Konflik kepentingan pada dasarnya disebabkan adanya perbedaan kepentingan serta adanya ketidak seimbangan kekuatan antara berbagai pihak yang berkepentingan (Syakhroza, 2005). Pada prakteknya good Corporate Governance dapat meningkatkan nilai (value) perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri, dan pada umumnya Corporate Governance dapat meningkatkan kepercayaan investor. Di lain pihak Corporate Governance
yang buruk dapat menurunkan tingkat kepercayaan investor
(Tjager, dkk, 2003). Asian Development Bank (2000) dalam Syakhroza (2005) mengungkapkan bahwa penyebab krisis keuangan yang melanda di berbagai Negara, terutama di Asia, tidak lain adalah karena buruknya pelaksanaan praktik-praktik Corporate Governance, dan dalam hal ini Indonesia merupakan negara yang paling menderita serta paling lambat bangkit dari dampak krisis tersebut. Salah satu fase dalam daur hidup organisasi/perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan adalah fase kemunduran, jika sebuah perusahaan tidak mampu memecahkan isu-isu penting yang dihadapi pada tahap kemundurannya, bukanlah tidak mungkin perusahaan tersebut bergerak ke tahap terakhir yaitu kebangkrutan (Hunger, dkk, 1996). Lizal (2002) dalam (Fachrudin, 2008) mengelompokkan penyebab-penyebab kesulitan dan menamainya dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. Menurut beliau, ada tiga alasan yang mungkin mengapa
2
perusahaan menjadi bangkrut, yaitu: Neoclassical model, Financial model, Corporate governance model. Penyebab kemunduran ini bisa disebabkan baik dari faktor Internal, maupun Eksternal perusahaan (Teng, 2002). Para peneliti telah mempertimbangkan tentang faktor-faktor internal yang menyebabkan penurunan kinerja suatu perusahaan, yang biasanya kita lihat dalam bentuk penurunan kinerja keuangan. Faktor-faktor internal itupun maliputi strategi perusahaan, yang termasuk didalamnya adalah Corporate Governance (Ratna Wardhani, 2004; Elloumi & Gueyie, 2001). Peran Corporate Governance terhadap penurunan kinerja perusahaan telah menjadi Highlighted dalam beberapa tahun terakhir di tiap perusahaan di dunia (Ashay,1998). Kondisi kemunduran ini dapat kita kenali dengan adanya kondisi kesulitan keuangan (financial distress) pada suatu perusahaan, yang terjadi sebelum perusahaan menuju ke kondisi kebangkrutan. Model prediksi financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini, diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan. Hal ini juga sesuai pernyataan Ashay (1998) yang menjelaskan bahwa di antara tantangan yang dihadapi oleh suatu perusahaan, tantangan yang paling menekan perusahaan selama daur hidupnya adalah memahami penyebab dari penurunan kinerja perusahaan dan melakukan proses perubahan untuk kembali membaik. Hunger & Wheelen (1996) menjelaskan bahwa perusahaan mulai menuju kemunduran ketika manajamen gagal memperhatikan bahwa perusahaan sedang berada dalam kesulitan besar. Sekali kemunduran dimulai,
3
perusahaan akan cenderung mulai memasuki proses kebangkrutan. Banyak sekali
literatur
yang
menggambarkan
model
prediksi
kebangkrutan
perusahaan, tetapi masih sedikit penelitian yang berusaha untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan, hal ini dikarenakan sangat sulit mendefinisikan secara obyektif permulaan adanya financial distress. Fich & Slezak (2008) melakukan penelitian terhadap dokumen dan karakteristik corporate governance perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan dapat mempengaruhi (1) kemampuan perusahaan untuk menghindari kebangkrutan dan (2) kekuatan informasi keuangan/akuntansi untuk
memprediksi
kebangkrutan.
Secara
keseluruhan,
temuanya
menunjukkan bahwa karakteristik tata kelola perusahaan tertekan secara signifikan mempengaruhi probabilitas atas kebangkrutan, dewan independen yang lebih kecil dan dengan rasio yang lebih tinggi dari non-inside directors dan dengan kepemilikan saham yang lebih besar oleh direksi akan lebih efektif untuk menghindari kebangkrutan sekaligus dan mengindikasikan financial distress. Hasil ini konsisten dengan keyakinan bahwa jenis struktur governanace mendorong pengawasan yang lebih efektif. Hasil ini juga konsisten dengan pandangan bahwa masuknya karakteristik governance meningkatkan kekuatan model akuntansi keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Gruszczynski (2006) melakukan penelitian untuk mengkonfirmasikan bahwa tata kelola perusahaan pada perusahaan yang tercatat di bursa efek Polandia dalam batas tertentu berkorelasi dengan kinerja keuangan mereka. Di dalam penelitianya terdapat hubungan yang signifikan peringkat governance,
4
laba usaha dan rasio hutang. Perusahaan-perusahaan dengan laba yang lebih tinggi dan lebih rendah rasio utang diharapkan memiliki peringkat yang lebih baik dari tata kelola perusahaan. Di sisi lain, indikator keuangan menunjukkan tidak ada hubungan dengan tingkat tata kelola perusahaan. Oleh karena itu, tidak ada bukti kuat bahwa tata kelola perusahaan Polandia tercatat di Bursa Efek Warsawa bergantung pada kinerja keuangan mereka. Hasil ini terikat pada jenis data dan pendekatan yang digunakan. Peringkat tata kelola perusahaan merupakan variabel komposit yang mungkin tidak relevan untuk langsung berhubungan dengan variabel keuangan. Hasil lebih menentukan dapat diharapkan dengan menggunakan indikator tunggal tata kelola perusahaan,
misalnya,
CEO
turnovers,
remunerasi
manajerial,
atau
transparansi pencatatan. Chang (2009), melakukan penelitian tentang karakteristik tata kelola perusahaan apakah berkorelasi dengan kesulitan keuangan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Taiwan. Hipotesis diuji dengan menggabungkan direksi luar, dualitas CEO, kepemilikan saham oleh orang dalam, direksi perempuan, board size, multiple directorships, dan masa jabatan direktur. Hasil dari analisis regresi logistik menunjukkan kemandirian Dewan Komisaris: perusahaan dengan dewan direksi luar yang lebih besar tidak jatuh ke dalam kesulitan keuangan. Hasil lain menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara ukuran dewan dan kesulitan keuangan. Makalah ini diakhiri dengan beberapa pemikiran tentang perlunya daya CEO mengendalikan ketika pemodelan efektivitas tata kelola perusahaan.
5
Ashay (1998), meneliti hubungan antara perubahan mekanisme Corporate Governance
dengan kinerja perusahaan. penelitian mereka
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sebagian besar variable yang mewakili mekanisme Corporate Governance
dengan
penurunan kinerja perusahaan. Hanya saja untuk variabel CEO turnover dan CEO duality diperoleh hasil yang tidak signifikan. Jaikengkit (2004) yang juga meneliti tentang bagaimana mekanisme Corporate Governance dapat memprediksikan kesulitan keuangan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa mekanisme Corporate Governance dalam bentuk struktur kepemilikan dan atribut dari board governance, dapat memprediksi kondisi kesulitan keuangan perusahaan. Dalam studi di Zimbabwe pada perusahaan perbankan, (Muranda. 2006) melakukan penelitian pada perusahaan perbankan di Zimbabwe, menyelidiki enam atribut tata kelola perusahaan, ownership structure, board chairmanship, corporate ethics, board decision-making processes, regulatory authority responses and organizational system adequacy untuk mengetahui hubungan corporate governance dengan financial distress pada lembaga keuangan. Dengan menggunakan metode studi kasus, (Muranda, 2006) menyatakan bahwa baik pemilik atau CEO dari bank, yang juga merupakan pemegang saham utama di bank, menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan, yang mengarah ke kemungkinan peningkatan financial distress perusahaan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan memiliki sistem internal yang lemah (misalnya kurangnya board committees penting seperti manajemen risiko dan komite audit) yang
6
mencerminkan lemahnya board governance, dan tidak mampu mengatasi tuntutan perubahan lingkungan yang kompetitif. Berdasarkan beberapa teori dan penelitian sebelumnya, selanjutnya penelitian ini akan memfokuskan Corporate Governance pada mekanisme Corporate Governance melalui instrument board governance dan struktur kepemilikan institusional dalam memprediksi kondisi kesulitan keuangan perusahaan. Mekanisme governance
dapat diartikan sebagai suatu aturan
main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol (pengawasan) terhadap keputusan tersebut. Secara lebih tegas mekanisme governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi berjalannya sistem governance di dalam sebuah organisasi (Syakhroza, 2005). Dalam konteks pengendalian perusahaan (Corporate Governance) dikenal adanya mekanisme eksternal dan internal. Mekanisme eksternal pada umumnya dikenal juga dengan istilah mekanisme pasar dalam mengendalikan perusahaan, sedangkan mekanisme internal adalah segala komponen yang bersinggungan langsung dengan proses pengambilan keputusan perusahaan, dengan instrument utamanya meliputi: mekanisme board governance, monitoring oleh pihak institusional sebagai penyedia sumber pembiayaan, mekanisme insentif dan kompensasi untuk eksekutif (Syakhroza, 2005). Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi logistik untuk memprediksi kondisi kesulitan keuangan perusahaan, dengan alasan pada beberapa penelitian sebelumnya, alat analisis regresi logistik memiliki kemampuan estimasi (correct estimetes) yang lebih tinggi dibanding alat analisis lainnya yang pada umumnya digunakan untuk mempradiksi kondisi
7
kebangkrutan perusahaan (Muliaman, dkk, 2003; Almwajeh, 2004). Menurut UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana,menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan. Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu, kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman (http:id.wikipedia.org, 2011). Berdasarkan uraian di atas maka tesis ini diberi judul : “Corporate Governance Untuk Memprediksi Kondisi Kesulitan Keuangan Perusahaan (Financial distress) Studi Kasus pada perusahaan Perbankan periode 2007-2009”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : 1. Apakah variable-variabel Corporate Governance yang terdiri dari: Jumlah dewan direksi dan komisaris; independensi dewan komisaris; pergantian
8
dewan direksi; kepemilikan saham oleh dewan komisaris dan dewan direksi; serta kepemilikan saham oleh institusional secara simultan dapat memprediksi kondisi kesulitan keuangan perusahaan ? 2. Apakah variable-variabel Corporate Governance yang terdiri dari : Jumlah
dewan direksi dan komisaris; independensi dewan komisaris; pergantian dewan direksi; kepemilikan saham oleh dewan komisaris dan dewan direksi; serta kepemilikan saham oleh institusional secara parsial dapat memprediksi kondisi kesulitan keuangan perusahaan ? C. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk menguji kemampuan variable-variabel Corporate Governance yang terdiri dari: jumlah dewan direksi dan komisaris; independensi dewan komisaris; pergantian dewan direksi; kepemilikan saham oleh dewan komisaris dan dewan direksi; serta kepemilikan saham oleh institusional dalam memprediksi kondisi kesulitan keuangan perusahaan secara simultan. 2. Untuk menguji kemampuan variable-variabel corporate yang terdiri dari : jumlah dewan direksi dan komisaris; independensi dewan komisaris; pergantian dewan direksi; kepemilikan saham oleh dewan komisaris dan dewan direksi; serta kepemilikan saham oleh institusional dalam memprediksi kondisi kesulitan keuangan perusahaan secara parsial.
9
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada : 1. Bagi perusahaan dan investor, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi
berupa
pemahaman
terhadap
Corporate
Governance dan kondisi kesulitan keuangan perusahaan, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk merumuskan strategi bagi perusahaan, dan untuk melakukan penilaian bagi investor. 2. Bagi akademisi, hasil pe-nelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berupa pemahaman teori Corporate Governance dan kesulitan keuangan perusahaan, khususnya bila diterapkan pada perusahaanperusahaan di Indonesia.
10