BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dunia fotografi tak dapat dilepaskan dari media, baik media cetak maupun media elektronik. Keberadaannya dalam menyampaikan sebuah berita foto menentukan formasi keberadaan juru foto atau biasa disebut sebagai jurnalis foto. Dalam menyampaikan sebuah berita, setiap jurnalis foto dari media berbeda akan menampilkan sudut berita yang berbeda pula. Hal ini juga menyangkut dari idealisme media tempat seorang jurnalis foto bekerja maupun latar belakang yang dimilikinya. Seorang jurnalis foto mau tidak mau harus dapat memahami wilayah do, yang harus, atau don’t, yang ditabukan. Roland Barthes menyebutkan bahwa foto adalah suatu pesan yang dibentuk oleh sumber emisi, saluran transmisi dan titik resepsi. Struktur sebuah foto bukanlah sebuah struktur yang terisolasi, karena selalu berada dalam komunikasi dengan struktur lain, yakni tertulis-judul, keterangan, artikel-yang selalu mengiringi foto. Dengan demikian pesan keseluruhannya dibentuk oleh ko-operasi dua struktur yang berbeda.1 Sebagai alat komunikasi, foto jurnalistik sangat berhubungan erat dengan transformasi informasi yang diramu dengan kejadian, kepekaan, kecekatan, dan intelektualitas sehingga hasil akhirnya merupakan sebuah karya yang komunikatif. Sebagaimana juga dengan berita tulis, foto jurnalistik
1
Ajidarma, Seno Gumira, Kisah Mata: Perbincangan tentang Ada, (Galang Press 2004), p. 27
1
sebagai berita foto dalam mengungkapkan berita yang sesungguhnya juga memiliki sifat yang sama besar peranannya. Keduanya harus memuat unsurunsur apa (what), siapa (who), di mana (where), kapan (when), dan mengapa (why). Perbedaannya, adalah dalam bentuk gambar/visul. Kelebihannya dalam foto berita adalah dalam menyampaikan unsur bagaimana (how) kejadian tersebut berlangsung. Dalam sebuah foto, sebuah peristiwa mampu dijawab dan di uraikan dengan lebih baik daripada tulisan. Seringkali, tanpa teks foto, sebuah foto jurnalistik menjadi tidak berguna sama sekali. Seseorang yang menghasilkan karya foto jurnalistik tersebut disebut sebagai jurnalis foto atau pewarta foto atau fotografer. Foto dalam media bukan hanya sekedar mengkomunikasikan atau menyiarkan berita atau fakta dalam bentuk berita. Foto menjadi faktor penting bagi daya tarik sebuah media. Dalam bukunya Photo Jurnalism, Professional Approach, Ken Kobre menyatakan bahwa hanya 12% orang yang tertarik melihat halaman depan koran yang disajikan tanpa satu karya fotografi. Tetapi dengan ditambahkannya foto dalam satu kolom saja, persentase pembacanya meningkat hingga 24%. Seandainya skala foto tersebut diperbesar hingga 4 kolom misalnya, pasti melonjak lagi peminatnya. Media cetak dan fotografi jurnalistik adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dimana media cetak membutuhkan foto sebagai pelengkap fakta, dan foto membutuhkan media cetak untuk mempublikasikannya. Dari medium foto, asumsi dan pilihan tetap memegang peran kunci, karena sebuah foto adalah realitas yang dibawa ke atas meja
2
Sudah menjadi suatu “tradisi” bahwa foto harus ada di surat kabar, terutama pada halaman pertama. Selain untuk mempercantik perwajahan surat kabar tersebut, foto adalah bentuk berita tersendiri. Berita tulis dan berita foto punya pijakan masing-masing dan bisa saling melengkapi. Berita tulis memberikan deskripsi verbal, sementara foto memberikan deskripsi visual. Sebagai gambaran, untuk menceriterakan besarnya pengangguran dalam bentuk angka-angka, jelas berita tulis lebih tepat untuk dipakai. Tetapi untuk memberitakan seperti apa indahnya sebuah tempat atau secantik apa wajah seorang bintang sinetron, jelas foto lebihg bisa “berbicara” daripada tulisan. Istilah foto jurnalistik baru dikenal pada 1940-an. Seorang Redaktur Senior majalah Life yang sangat tertarik pada fotografi, Wilson Hicks, mengatakan “foto jurnalistik adalah media komunikasi verbal dan visual yang hadir bersamaan (penggabungan antara foto dan kata-kata).2 Sebagai salah satu unsur berita, sebuah foto dapat membangkitkan emosi perasaan dan semangat manusia, bahkan pada perubahan sikap serta tingkah laku manusia. Bahkan foto bisa menjadi media untuk memerangi atau melawan kejahatan. Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh Eddie Adams saat foto seorang Kepala Polisi Vietnam Selatan membidikkan pistolnya tepat di pelipis seorang tawanan Vietkong dimuat. Dalam majalah Time dalam edisi akhir tahun 1981 dikemukakan bahwa begitu foto tersebut dimuat koran manca negara langsung memicu gerakan-gerakan penolakan dan penghentian
2
Riyadi, Kartono dan Arbain Rambey, dalam artikel Foto Jurnalistik (Fotomedia 2003)
3
terhadap perang tersebut. Efek dipublikasikannya foto tersebut lebih besar daripada televisi NBC yang juga menyiarkan kejadian tersebut.3 Berbicara mengenai fotografi dan profesi kejurnalisan tak terlepas dari media massa yang menyajikan foto tersebut. Tanpa adanya media, foto yang dihasilkan oleh seorang jurnalis belum dapat dikatakan sebagai foto jurnalistik. Media massa memiliki peranan penting dalam penyampaian semua informasi dan pemberitaan,baik dalam ilmu pengetahuan, sosial, politik, ekonomi maupun dalam bidang teknologi. Selain itu, media massa juga mampu berfungsi sebagai wahana pengembangan kebudayaan, seni, serta pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma. Bagi masyarakat, media massa juga berperan dalam membentuk persepsi dalam menginterpretasikan informasi yang diterimanya. Media massa menjadi dominan bagi masyarakat untuk memperoleh gambaran citra realitas sosial yang menguntungkan nilai-nilai serta penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan. Media massa terbagi menjadi dua, yaitu media cetak dan media elektronik. Yang termasuk media cetak antara lain, surat kabar, majalah, buku, tabloid dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk media elektronik antara lain televisi, radio dan internet. Perkembangan media saat ini terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan masyarakat akan informasi yang cepat. Kebutuhan
untuk mendapatkan suatu berita semakin
memudahkan masyarakat dalam mendapatkannya.
3
Zoelverdi, Ed, Mat Kodak; Melihat Untuk Sejuta Umat (Jakarta, Grafiti Pers, 1985), p.7
4
Surat kabar sebagai salah satu media massa cetak memiliki peran yang tidak kalah besar dalam menyampaikan suatu informasi yang akurat. Dalam menyajikan informasinya kepada masyarakat, surat kabar masih mampu mempertahankan eksistensinya. Berita yang disampaikan berupa foto maupun tulisan mempermudah masyarakat
dalam menginterpretasikan sebuah
peristiwa. Dengan latar belakang idealisme yang dimiliki setiap media yang berbeda, begitu pula dengan surat kabar dan jurnalis yang bekerja pada suatu media akan berbeda pula dalam menyajikan suatu berita atau informasi. Secara umum fungsi media massa dapat dilihat
peranannya dalam
konteks politik, ekonomi, sosial dan budaya. Maka dari itu fungsi dari media massa tersebut memiliki orientasi yang dapat memberikan penekanan yang berbeda. Pada konteks tertentu akan mengutamakan diri sendiri, misalnya kepentingan sosial dan budaya dan pada konteks yang lain yaitu memberikan penekanan untuk pemenuhan fungsinya kepada masyarakat. Perbedaan ideologi atas suatu media baik dalam redaksi maupun di masyarakat menuntut jurnalis-jurnalis yang bekerja pada media tersebut untuk mengikuti pola dan ideologi suatu media. Berkembangnya media yang ada di kota Malang dan perbedaan segmentasi pasar mengharuskan sejumlah media lokal terutama kota Malang untuk menyajikan isi media yang berbeda pula. Harian KOMPAS, SURYA dan RADAR MALANG merupakan media yang memiliki perbedaan ideologi dan karakter pemberitaan terutama foto yang sangat berbeda. Hal ini depngaruhi oleh faktor segmentasi pasar yang dituju
5
oleh setiap media yang berbeda-beda juga ideologi yang dibawa setiap media pun berbeda. Selain itu, faktor latar belakang pendidikan jurnalis foto harian KOMPAS, SURYA dan RADAR MALANG mempengaruhi isi tampilan sebuah foto yang dimuat dalam media tersebut. Hal tersebut dipengaruhi pula dengan pendidikan non formal, seperti pelatihan jurnalistik maupun pelatihanpelatihan yang menunjang profesi sebagai jurnalis foto dan kebiasaan penggunaan suatu gaya foto. Dalam hal ini peneliti berkeinginan melakukan penelitian secara mendalam dengan menggunakan analisis isi dengan judul, BAHASA FOTO JURNALISTIK SURAT KABAR MALANG (Analisis Isi Foto Jurnalistik Karya Jurnalis Foto Harian KOMPAS, SURYA dan RADAR MALANG).
B. Rumusan Masalah Dari pemaparan di atas dapat ditarik rumusan masalah yaitu, “Bagaimanakah penyajian karya foto jurnalistik pada harian KOMPAS, SURYA dan RADAR MALANG dalam penyapaian suatu berita dilihat dari aspek bahasa foto”.
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis isi foto
6
harian KOMPAS, SURYA dan RADAR MALANG kebijakan redaksi dalam menyajikan foto berita dilihat dari bahasa foto.
D. Kegunaan Penelitian 1. Dapat memberikan sumbangan bagi kajian ilmu komunikasi, khususnya di bidang fotografi jurnalistik. 2. Dapat memberi pemahaman yang lebih mendalam kepada mahasiswa dan masyarakat tentang pentingnya sebuah karya fotografi dalam surat kabar. 3. Dapat memberikan informasi yang lebih lanjut tentang kebijakan suatu redaksi dalam menentukan sebuah foto dilihat dari isi foto tersebut.
7
E. Tinjauan Pustaka E.1. Foto Jurnalistik Sebagai Berita Visual E.1.1. Pengertian Fotografi Berasal dari bahasa Yunani yaitu photos yang artinya cahaya dan graphos yang artinya lukis, fotografi dapat diartikan menjadi melukis dengan cahaya.
Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau
metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek. Proses tersebut dilakukan dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada mesia yang peka terhadap cahaya. Alat yang paling popular untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Sejak pertama kali ditemukan prinsip kerja kamera obscura oleh Leonardo Da vinci pada tahun
1519,
fotografi
telah
menjadi
suatu
kebutuhan
untuk
mengabadikan suatu objek dalam suatu media. Sampai saat ini, fotografi tak hanya menjadi suatu pilihan pekerjaan tetapi juga telah menjadi suatu kesenangan atau hobi bagi masyarakat yang semakin mengenal fotografi. Fotografi merupakan salah satu seni dalam menggambarkan dan mengabadikan suatu objek, gambar, imaji melalui sebuah alat yang disebut kamera dan membutuhkan cahaya disekitar objek tersebut. Kekhasan bidang fotografi terletak pada alat Bantu utamanya yaitu kamera berikut dengan prosesnya. Sejak ditemukannnya kamera Obscura memang di harapkan untuk merekan realitas secara persis. Cikal kelahirannya antara lain dilatari keinginan pelukis untuk membuat
8
gambar yang realis. Susan Sontag dalam In Platos’s Cave mengatakan bahwa fotografi seperti halnya lukisan, gambar dan tulisan adalah interpretasi dunia. 4
E.1.2. Teknis Foto Pengetahuan tentang teknik pengambilan gambar merupakan bekal utama bagi seorang fotografer. Teknik pengambilan gambar mempunyai kaitan yang cukup erat dengan komposisi. Dengan mempelajari teknik pengambilan gambar akan mempermudah seseorang dalam menentukan sebuah komposisi. 1. Sudut Pengambilan Gambar a. Eye Level Sudut pengambilan gambar sejajar dengan objek (sejajar mata memandang). b. Low Angle Sudut pengambilan gambar dari arah bawah objek. c. High Angle Sudut pengambilan gambar dengan ketinggian kamera berada diatas ketinggian objek. d. Bird eye Sudut pengambilan gambar dari atas objek, sehingga objek yang kita ambil terkesan kecil.
4
Handout Foto Jurnalistik, Materi Orientasi Dasar (ORDAS) Fotografi JUFOC 2008, p. 11
9
e. Frog Eye Sudut pengambilan gambar
dimana posisi atau ketinggian
kamera sejajar dengan dasar (alas) kedudukan objek. 2. Field Of View a. Extreme Close Up Pengambilan gambar yang sangat dekat sekali dengan objek, sehingga detil objek seperti pori-pori kulit akan jelas terlihat. b. Head Shot Pengambilan gambar sebatas kepala hingga dagu. c. Close Up Pengambilan gambar dari atas kepala hingga bahu. d. Medium Close Up Pengambilan gambar dari atas kepala hingga dada. e. Mid Shot (setengah badan) Pengambilan gambar dari atas kepala hingga pinggang. f. Medium Shot (Tiga perempat badan) Pengambilan gambar dari atas kepala hingga lutut. g. Full Shot (Seluruh Badan) Pengambilan gambar dari atas kepala hingga kaki. h. Long Shot Pengambilan gambar dengan memberikan porsi background atau foreground lebih banyak sehinnga objek terlihat kecil atau jauh.
10
Kategori Makna Teknik Pegambilan Gambar5 : Tek. Pengambilan
Batasan
Makna
Close Up
hanya bagian wajah
keintiman
Medium Shot
bagian pinggang keatas
hubungan perorangan
Long Shot
setting dan karakter
lingkup jarak
Full Shot
seluruh tubuh
hubungan sosial
3. Banyaknya Objek a. One Shot Pengambilan gambar untuk satu orang sebagai objek. b. Two Shot Pengambilan gambar untuk dua orang sebagai objek. c. Three Shot Pengambilan gambar untuk tiga orang sebagai objek. d. Group Shot Pengambilan gambar untuk sekelompok orang sebagai objek. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan gambar, diantaranya: a. Headroom, merupakan ruang diatas kepala yang berfungsi membatasi bingkai dan bagian atas kepala objek.
5
Sucipto,Ari Bowo, Dasar-dasar Fotografi (Makalah Materi Perkuliahan Dasar-dasar Fotografi 2007), p. 24
11
b. Noseroom, arah pandang atau ruang gerak objek dalam sebuah frame, bertujuan untuk memberikan ruang pandang sehingga terkesan bahwa objek memang sedang melihat sesuatu. c. Foreground, segala sesuatu yang menjadi latar depan dari objek. d. Background, segala sesuatu yang menjadi latar belakang objek. 4. Komposisi Dasar a. Format : Horizon atau Vertikal Proporsi
empat
persegi
panjang
pada
view
vender
memungkinkan kita untuk melakukan pemotretan dalam format landscape/horizontal
atau
vertikal/portrait.
Perbedaan
pengambilan format dapat menimbulkan efek berbeda pada komposisi akhir. b. Pusat Perhatian Biasa disebut juga dengan Point Of Interest yang menjadi pusat perhatian di dalam sebuah foto adalah objek utama yang ingin kita tangkap. c. Colour (Warna) Warna yang terdapat dalam bingkai foto akan berpengaruh terhadap keindahan foto tersebut. Kesan yang ditimbulkan pun berbeda pula. Warna terang memberikan kesan menonjol daripada warna gelap yang cenderung suram dan menjorok masuk ke dalam bingkai, sedangkan mata akan lebih tertarik terhadap warna yang cenderung terang.
12
d. Komposisi 9 bagian atau biasa disebut aturan Sepertiga Adalah sebuah pedoman dasar dalam memotret yang sampai saat ini masih tetap digunakan oleh fotografer. Komposisi ini berkaitan dengan penempatan obyek dalam foto. Dimana sebuah bingkai atau frame seakan-akan di bagi menjadi sembilan bagian sama dengan meletakkan dua garis vertical dan horizontal. Di salah satu titik pertemuan garis tersebutlah nantinya akan ditempatkan sebuah objek.Titik dari pertemuan garis tersebut dinamakan titik strategis. e. Dimensi Meskipun foto bercitra dua dimensi, yang artinya semua benda terekam di atas satu bidang. Namun sebenarnya foto dapat dibuat terkesan memiliki kedalaman, seolah-olah memiliki dimensi ketiga. Hal penting yang berkaitan dengan dimensi adalah jarak. Dimensi bisa terbentuk jika terdapat jarak, jika kita menmpilkan suatu objek dalam suatu dimensi, maka pasti terbentuk jarak bagi setiap elemennya.
Untuk membuatnya maka kita perlu
memanfaatkan rentang ruang tajam, permainan gelap terang, tuntunan garis (leading lines) maupun kedalaman. 6
6
Handout Foto Jurnalistik, Materi Orientasi Dasar (ORDAS) Fotografi JUFOC 2008, p. 48-50
13
E.1.3. Bahasa Foto7 Dalam berkomunikasi sangat diperlukan peranan bahasa sehingga orang lain dapat mengerti apa yg kita komunikasikan. Bahasa fotografi banyak dijumpai dalam komunikasi non-verbal sebab salah satu aspek dalam
komunikasi
non-verbal
adalah
komunikasi
visual
yang
didalamnya termasuk komunikasi gambar. Dalam komunikasi gambar, terdapat
komunikasi
fotografis
yang
dalam
penyampaiannya
menggunakan bahasa tersendiri dalam menggambarkan sebuah suasana. Bahasa dalam foto ini antara lain: 1. Bahasa Penampilan Dalam foto sendiri dapat memperlihatkan penampilan, isyarat daln lain-lainnya yang dapat dijumpai dalam komunikasi non verbal yang meliputi : a. Bahasa ekspresi muka Menggambarkan
mimik
muka
seseorang
apakah
dalam
kesedihan atau heran, berpikir keras atau juga gembira. b. Bahasa Isyarat Menggambarkan isyarat-isyarat tubuh, misalnya mengangkat bahu tanda tidak tahu, menggelengkan kepala tanda tidak setuju, mengangkat dua jari yang menunjukkan kemenangan atau menunjuk dengan telunjuk yang berarti menunjuk arah. c. Bahasa Penciuman 7
Hasan, Shadily, Ensiklopedia Indonesia, Edisi Khusus; PT. Ichtiar Baru- Van Houve; Jakarta; 1982, p. 32
14
Bau sesuatu dapat juga digambarkan dalam foto. Kalau seseorang digambarkan menutup hidung lewat tumpukan sampah, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut mencium bau tidak enak. d. Bahasa Pendengaran Suara juga dapat digambarkan dalam fotografi, kalau seseorang yang menutup kuping dengan latar belakang asap mengepul, maka dapat dirasakan suara ledakan yang memekakkan telinga orang tersebut. e. Bahasa tindakan Misalnya kita menggambarkan seseorang memukul meja dengan tinjunya. 2. Bahasa Komposisi Bahasa komposisi meliputi semua aspek unsur-unsur visual sebuah foto. Dan bahasa tersebut terdiri dari : a. Bahasa warna Warna juga sesuatu. Putih berarti suci, kejelasan, kegembiraan. Merah berarti berani, seksualitas, atau kehangatan. Hitam berarti misteri, menakutkan. b. Bahasa tekstur Tekstur dapat menunjukkan kelembutan, kekerasan, kelicinan, mengkilan dan lain-lain. c. Bahasa garis
15
Garis-garis juga dapat menggambarkan sesuatu . Sebagai contoh, sebuah kawat yang kusut , menggambarkan pikiran yang kusut. Dan lain-lain. d. Bahasa sinar Banyak teknik dalam fotografi yang sering dipakai untuk menggambarkan
sesuatu.
Misalnya
kesan
ceria,
seorang
fotografer akan menggunakan pencahayaan yang sangat terang. Sebaliknya jika ingin memberi kesan muram, dia akan sedikit cahaya. e. Bahasa bentuk Bentuk
menggambarkan
sesuatu.
Bentuk
segi
empat
menunjukkan kestabilan. Namun bentuk piramida terbalik akan memberi kesan labil. f. Bahasa tata letak Foto yang diatur sedemikain rupa oleh sang fotografer mempunyai nilai tersendiri yang ingin disampaikan dalam tata letak foto-fotonya. Biasanya hal ini sering dijumpai pada pameran-pameran foto. 3. Bahasa Gerak Bahasa gerak ini digunakan untuk menyatakan gerak didalam sebuah sebuah foto. Banyak teknik yang digunakan supaya obyek kelihatan bergerak dalam foto a. Panning
16
Mengikuti gerak obyek yang akan difoto , misalnya orang berlari dan sebagainya. b. Zooming Teknik ini biasanya dipakai untuk membatasi pandangan terhadap obyek utama dalam sebuah foto. c. Freezing Teknik yang dipakai dengan menggunakan kecepatan tinggi untuk menimbulkan kesan membeku dari obyek. 4. Bahasa Konteks Teknik dalam fotografi yang mengikutsertakan latar belakang untuk memberi kesan ruang dan waktu. Misalnya foto seorang ilmuwan yang dilatar belakangi ruang laboratorium, atau seorang seniman yang dilatar belakangi barang-barang antik. 5. Bahasa Obyek Gambaran yang diperoleh dengan memasukkan sesuatu yang khas dari sebuah wilayah. Misalnya jika kita melihat candi Borobudur, maka akan menggambarkan negara Indonesia, Rumah gadang menggambarkan Minangkabau, Tembok Cina menggambarkan negara Cina, dan lain-lain. 6. Bahasa Tanda Bahasa dalam fotografi yang mengggunakan tanda-tanda yang sering dijumpai. Misalnya tanda S yang berarti Stop, tanda larangan tidak boleh masuk dan lain-lain.
17
Seperti halnya bahasa yang merupakan salah satu alat komunikasi, foto merupakan media komunikasi visual dan dengan mengerti bahasa foto maka akan mudah pula dalam melakukan identifikasi atas foto-foto yang akan dianalisis.
E.1.4. Pengertian Foto Jurnalistik Foto jurnalistik merupakan salah satu produk jurnalistik yang dihasilkan oleh seorang jurnalis selain tulisan yang mengandung berita. Dan sebagai produk dalam pemberitaan, tentunya foto jurnalistik memiliki peran penting dalam media cetak maupun cyber media. Jadi, karya foto jurnalistik sudah mendapat pengakuan sebagai karya jurnalistik dalam bentuk visual untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Menurut Oscar Matullah dalam makalahnya “Suatu Pendekatan Visual dengan Suara Hati”, Foto jurnalistik adalah suatu medium sajian untuk menyampaikan beragam bukti visual atas berbagai peristiwa pada masyarakat seluas-luasnya, bahkan hingga kerak di balik peristiwa tersebut, tentu dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. 8 Wilson Hick, redaktur senior majalah Life (1937-1950) dalam buku World And Pictures menyebutkan bahwa foto jurnalistik adalah media komunikai verbal dan visual yang hadir bersamaan. Henri Cartier-Bresson, salah satu pendiri agen foto terkemuka Magnum menjabarkan bahwa foto 8
Matulloh, Oscar, Suatu Pendekatan Visual dengan Suara Hati (http://tech.groups.yahoo.com/group/fotofotoku/files/materi/)., p. 3
18
jurnalistik adalah berkisah dengan sebuah gambar, melaporkannya dengan sebuah kamera, merekamnya dalam waktu, yang seluruhnya berlangsung seketika saat suatu citra mengungkap sebuah cerita.9
E.1.5. Ciri-ciri Foto Jurnalistik Dalam penyajian foto jurnalistik tentu berbeda dengan penyajian foto selain karya jurnalistik seperti foto komersil atau foto produk. Beberapa ciri foto jurnalistik, yaitu: 1. Mempunyai nilai berita/informasi atau news value (proximity, aktualitas, menarik, luar biasa, unik, hiburan) 2. Disajikan melalui media visual (koran, majalah, media online, dll) 3. Dilengkapi dengan caption/teks foto agar tidak terjadi misinterpreasi informasi. Ada beberapa jenis foto jurnalistik yang dibeda-bedakan untuk mempermudah pengkategorisasian, yaitu : a. Foto Berita Foto berita mengandung isi berita yang harus segera disiarkan (mementingkan segi aktualisasi) dan menonjolkan adanya unsur 5W+1H dan. Jika ditunda penyiarannya, maka isi berita tersebut menjadi basi. Foto berita ada 2 macam: Spot news
9
Matulloh, Oscar, Ibid, p. 3
19
Adalah
foto
yang
merekam
peristiwa
yang
tidak
direncanakan sebelumnya dan difoto di tempat terjadinya peristiwa tersebut. Misalnya seperti peristiwa kecelakaan, kebakaran, atau bom meledak. General News Adalah foto yang dibuat dari peristiwa sudah direncanakan akan terjadi. Misalnya peristiwa semacam konferensi pers, sidang pengadilan, rapat komisi DPR RI, Pembukaan event, serah terima jabatan dsb. b. Foto Features. Foto-foto yang bersifat timeless, informasi yang diberikan tidak harus aktual, dalam artian tidak akan basi meskipun dilihat beberapa bulan setelah foto itu dibuat. Foto kategori ini bukan sekedar didikte oleh peristiwanya sendiri namun ada tujuan untuk memberi kesan lebih mendalam tentang suatu peristiwa. Biasanya terdiri dari foto-foto yang mengandung bobot universal emotions. c. Foto Olah Raga Tiap cabang memiliki kekhasan tersendiri sehingga dibutuhkan wawasan khusus untuk merekam momen olahraga.Pengenalan terhadap karakter sang olahragawan dan “rule of the game “ sangat penting agar didapat hasil foto yang benar-benar sporty banget.
20
d. Potrait Potrait bukan sekedar close-up. Yang utama adalah kemampuan mengungkapan watak dan karakteristik sang tokoh sehingga seakan-akan merupakan sebuah biografi visual e. Foto Stories Jenis karya foto ini memberi kesempatan fotojurnalis untuk lebih rileks dan lebih punya waktu cukup panjang untuk membuat sebuah laporan. Ide sebuh karya foto jenis ini bisa datang dari reporter, editor atau fotografer sendiri. Sebuah riset tentang materi kisah dan data-data awal obyek liputan diperlukan sebelum fotografer dan reporter mulai bekerja. Biasanya, foto stories memiliki lima unsure foto : suasana secara keseluruhan, sebuah medium shot, sebuah portrait, sebuah close up dan foto penutup. f. Foto Essay Merupakan rangkaian foto yang membentuk suatu cerita yang bersifat naratif, jadi kita bisa memasukkan opini dalan karya kita. Dalam foto essay, opini kita disebut opini visual10 g. Stage Photography Stage fotografi adalah jenis foto yang menawarkan aktifitas/ gaya hidup manusia yang merupakan bagian dari budaya dan dunia
10
Handout Foto Jurnalistik, Materi Orientasi Dasar (ORDAS) Fotografi JUFOC 2008, p. 56
21
entertainment untuk dieksploitasi dan menjadi bahan menarik untuk divisualisasikan (foto panggung).11 Bila dilihat dari kajian ilmu komunikasi, terdapat source, message, channel dan receiver. Foto berada dalam posisi message, dimana foto merupakan pesan visual yang disampaikan oleh komunikator yang bersifat lembaga, yaitu surat kabar lalu diterima oleh receiver atau pembaca.
E.1.6. Kriteria Penilaian Foto Jurnalistik Terdapat beberapa kriteria dalam penilaian foto jurnalistik dalam menyajikan pada suatu media, yaitu: 1. Aktual Sesuai dengan prasayarat umumnya sebuah berita, sybyeknya bukan merupakan hal basi, sehingga betapappun suksesnya pengambilan sebuah foto, bila tidak secepatnya dipublikasikan sebuah foto belumlah memiliki nilai berita 2. Faktual Subyek foto tidak dibuat-buat atau dalam pengertian diatur sedemikian rupa. Rekaman peristiwa terjadi spontan sesuai dengan kenyataan yang sesunguhnya, karena ini berkaitan dengan suatu kejujuran. 3. Informatif
11
Sucipto, Ari Bowo, Op.cit. p. 12
22
Foto mampu tampil dan dapat dimengerti apa yang ingin diceritakan tanpa harus dibebani oleh sekeranjang kata. 4. Misi Sasaran esensial yang ingin dicapai oleh penyajian foto berita dalam penerbitan mengandung misi kemanusiaan, merangsang publik untuk menghargai apa yang patut dihargai atau sebaliknya menggugah kesadran mereka untuk memperbaiki apa yang dianggap buruk 5. Gema Adalah sejauh mana topik berita menjadi pengetahuan umum dan punya pengaruh terhadap kehidupan sehari-hari dalam skala tertentu. Apakah suatu peristiwa hanya bersifat lokal, nasional, regional atau internasional. 6. Atraktif Menyangkut sosok grafis foto itu sendiri yang mampu tampil secara menggigit atau mencekam, baik karena komposisi garis atu warna yang begitu terampil maupun ekspresif dari subyek utamanya yang amat dramatis12 E.1.7. Elemen Dasar Foto Jurnalistik Foto jurnalistik tidak berdiri sendiri tanpa satu keterangan di dalamnya. Hal ini berguna untuk mengetahui isi-isi yang terkandung didalam foto jurnalistik, yaitu: 1. Headline
12
Handout Foto Jurnalistik, Materi Orientasi Dasar (ORDAS) Fotografi JUFOC 2008, p. 54
23
Yaitu, judul pendek di atas kata-kata yang menerangkan isi foto. Judul foto sebaiknya lebih dari tiga kata 2. Caption Kalimat atau kata-kata yang menjelaskan isi atau keterangan yang ada didalam foto tersebut berkaidah 5W+1H. Tidak semua elemen didalam visual foto dapat menjelaskan secara informative, seperti lokasi, kapan foto dibuat, siapa di dalam foto tersebut. Maka, penjelasan secara rinci dan detil ditulis dalam keterangan foto 3. By Line Ini berkaitan dengan Copyright, hak cipta atau pencipta foto trsebut. Maka dalam sebuah media cetak, terlihat atau terbaca di bawah foto. Nama jurnalis foto atau pencipta wajib dituliskan sebagai penghargaan kepada penciptanya. Namun, sering juga permintaan dari pencipta untuk tidak disebut atau di tulis untuk melindungi pencipta.13
E.1.8. Karakteristik Foto Jurnalistik Untuk mengenali foto jurnalistik, ada 8 karakteristik khas foto jurnalistik14, seperti disampaikan Wilson Hicks dalam bukunya Words and Pictures, yaitu: 1. Pada dasarnya foto jurnalistik adalah gabungan foto dan kata. Keseimbangan keduanya sangatlah mutlak. Caption foto atau 13 14
Ibid., p. 56 Matulloh, Oscar, Op.cit. p. 4
24
keterangan foto sangat membantu suatu visual untuk memberikan informasi secara lengkap kepada masyarakat atau pembaca. Menurut Hick, caption adalah unit atau bagian dasar dari foto jurnalistik. Pada bagian
tersebut
dapat
dibentuk
pendekatan-pendekatan
foto
jurnalistik. 2. Media foto jurnalistik biasanya tercetak, bisa media cetak, kantor berita, koran, majalah. Berbeda sekali dengan keberadaan foto penerangan yang muatannya adalah kisah sukses dan positif, maka yang disebarkan dari foto jurnalistik adalah bagaimana adanya disajikan dengan sejujur-jujurnya. 3. Lingkup foto jurnalistik adalah manusia. Itu sebabnya seorang pewarta foto harus memiliki kepentingan mutlak pada manusia. Posisinya berada pada puncak piramida dan puncak pesan visual. Merangkul manusia adalah pendekatan prioritas bagi jurnalis, karena bekerja dengan subyek manusia adalah segala-galanya dalam profesi jurnalis. 4. Bentuk liputan foto jurnalistik adalah suatu upaya yang muncul dari bakat-bakat dan kemampuan dari seorang jurnalis yang bertujuan melaporkan beberapa aspek dari berita itu sendiri. Menurut Chick Harrity yang cukup lama bergabung dengan Assosiated Press (AP), tugas seorang foto jurnalis adalah melaporkan berita hingga bisa memberi kesan seolah-olah mereka hadir dalam peristiwa tersebut.
25
5. Foto jurnalistik adalah fotografi komunikasi, dimana komunikasi bisa diekspresikan seorang foto jurnalis terhadap obyeknya. Obyek pemotretan hendaknya mampu dibuat berperan aktif dalam gambar yang akan dihasilkan sehingga menjadi lebih pantas menjadi subyek aktif. 6. Pesan yang disampaikan dari suatu visual foto jurnalistik harus jelas dan segera dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Pendapat pribadi atau pengertian sendiri tidak dianjurkan dalam foto jurnalistik. Gaya pemotretan yang khas, bahkan polesan seni tidak menjadi batasan dalam berkarya, yang penting pesan harus tetap komunikatif bagi masyarakat luas. 7. Foto jurnalisitk membutuhkan tenaga penyunting yang handal, berwawasan visual yang luas, populis, jeli, arif dalam menilai karyakarya yang dihasilkan, serta mampu membina dan mematangkan ide dan konsep sebelum memberi penugasan. Penyuntingan meliputi pemilihan foto, saran-saran hingga meminta dilakukan suatu pengambilan ulang (untuk liputan timeless) jika fotonya kurang layak muat. 8. Kepercayaan yang paling mendasar bagi foto jurnalistik adalah menginformasikan sesuatu yang mutlak dibutuhkan dalam dunia yang semakin kompleks ini.
26
E.2. Jurnalis Sebagai Profesi E.2.1. Profesi Kejurnalisan Kusumaningrat dan Kusumaningrat menjelaskan seperti banyak pekerjaan lainnya, jurnalis foto disebut juga sebagai profesi. Dalam persepsi diri para jurnalis foto, istilah profesional memiliki tiga arti: 1. Profesional adalah kebalikan dari amatir 2. Sifat pekerjaan jurnalis foto menuntut pelatihan khusus 3. Norma-norma yang mengatur perilakunya dititikberatkan pada kepentingan khalayak pembaca. Profesionalisasi akan menimbulkan dalam diri seorang jurnalis sikap menghormati martabat individual dan hak-hak pribadi dan personal masyarakat yang diliputnya. Demikian pula, ia pun akandapat menjaga martabatnya sendiri karena hanya dengan cara itu ia akan mendapat kepercayaan masyarakat dalam menjalankan tugasnya sebagai wartawan profesional. Di Indonesia, jurnalis adalah sebuah profesi dan menjadi jurnalis adalah pilihan professional. Profesi kejurnalisan sedikit banyaknya dipengaruhi oleh media tempatnya bekerja. Etika profesi juga dipahami sebagai nilai-nilai dan asas moral yang melekat pada pelaksanaan fungsi professional tertentu dan wajib dilaksanakan oleh pemegang profesi itu. Dalam UU Pers No. 40/1999 Bab I ayat 10 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik Jurnalis Indonesia (KEWI) beserta penjelasannya,
27
jurnalis disebut sebagai profesi. Ada empat atribut professional jurnalis, yaitu : 1. Otonomi. Ada kebebasan melaksanakan dan mengatur dirinya sendiri 2. Komitmen yang menitik beratkan pada pelayanan bukan pada keuntungan pribadi 3. Adanya keahlian. Menjalankan suatu tugas berdasarkan ketrampilan yang berbasis pada pengetahuan bersistematik tertentu 4. Tanggung jawab. Kemampuan memenuhi kewajiban dan bertindak berdasarkan kode etik mengacu pada norma ssosial yang berlaku di masyarakat. Jurnalis dituntut professional semata-mata bukan karena idealisme yang
ada
pada
profesi
tersebut,
namun
keprofesionalan
itu
mempengaruhi media yang mempunyai efek cukup besar terhadap publik. Setiap media memiliki ketetapan atau cara yang berbeda-beda dalam menyampaikan informasi yang akan disajikan kepada masyarakat, hal tersebut dapat terlihat dari pelapisan-pelapisan yang melengkapi institusi suatu media. Pamela Shoemaker dan Stepehen D. Reese membuat suatu model yang disebut ”Hierarchy of Influence” yang dijelaskan seperti ini :
28
Gambar model “Hierarchy of Influence” Shoemaker dan Reese15 Tingkat Ideologi Tingkat Ekstramedia Tingkat Organisasi Tingkat Rutinitas Media Tingkat Individu
Model diatas menggambarkan beberapa pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi media yaitu: 1. Individual Level (Tingkat Individu) Pengaruh individu-individu pekerja media. Di antaranya adalah karakteristik pekerja komunikasi, latar belakang personal dan profesional. Menurut Shoemaker, ada tiga penting atas isi media yang bersumber pada faktor personalitas jurnalis. Pertama, latar belakang pendidikan. Kedua, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianutnya. Ketiga, orientasi professional atau tujuan ketika seseorang memilih pekerjaanya sebagai jurnalis. Dibawah ini dapat dilihat interaksi berbagai pengaruh atas isi media :
15
Shoemaker, Pamela J., Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of Influence on Mass Media Content (USA: Longman Publishers 1996), p. 68
29
Karakter jurnalis, latar belakang pribadi dan pengalaman hidupnya Latar belakang dan pengalaman pendidikan profesionalnya
Sikap, nilai dan kepercayaan religius jurnalis
Aturan main, etika professional yang dianut jurnalis
Kekuasaan yang dimiliki jurnalis dalam organisasi
Efek semua itu terhadap isi media
(Sumber: Shoemaker and Resse, 1996:65) Menggambarkan hubungan dari beberapa faktor. Ciri-ciri tersebut meliputi jenis kelamin, etnis dan latar belakang individu dan pengalaman mereka yang meliputi keagamaan, juga kebiasaan individu, hal yang berarti dalam hidup, kepercayaan, latar belakang profesional dan pengalaman-pengalaman lain dalam hidupnya. Pengalaman profesional seseorang (meliputi pekerjaan komunikasi mereka) kemudian bentuk dari seorang jurnalis merupakan peran profesional dan etika. Peran profesional dan etika mempunyai pengaruh langsung terhadapa isi dari media massa, sedangkan pengaruh dari kebiasaan individu, hal yang berarti dan kepercayaan terhadap isi media massa adalah tidak langsung. Pengoperasian hanya untuk jumlah dari kekuatan yang didirikan individu, tanpa organisasi media mencakupi untuk mengusai dari keprofesional dan atau organisasi yang dilakukan secara rutin. Jadi, berita yang dihasilkan oleh jurnalis, baik itu berita foto maupun berita tulis tidak benar-benar obyektif. Namun, subyektifitas
30
jurnalis dalam melaporkan suatu kejadian dapat dilihat dari latar belakang pribadi jurnalis tersebut. 2. Media Routines Level (Tingkat Rutinitas Media) Pengaruh rutinitas media, apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi oleh kegiatan seleksi-seleksi yang dilakukan oleh komunikator, termasuk tenggat waktu (deadline) dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat (space), struktur piramida terbalik dalam penulisan berita dan kepercayaan reporter pada sumber-sumber resmi dalam berita yang dihasilkan. 3. Organization Level (Tingkat Organisasi) Organisasi media sangat mengandalkan kekuatan unsur ekonomi yang ikut memepengaruhi segala kebijakan medianya. Dengan cara mempengaruhi bagian-bagian dari isi berita sebagai budaya bekerja dan hal yang menentukan standar independensi organisasi mesia dari sebuah perusahaan besar yang turut mengambil bagian dalam hal ini. Perkembangan kompleks banyak pengusaha media diartikan sebagai upaya
mengubah
dirinya
untuk
lebih
berpikir
bagaimana
mempengaruhi satu sama lain dan organisasi media menangani permasalahan. Kekuatan organisasi media dan pemilik, sangat menentukan kebijakan media. Sehingga pengaruh organisasional, seperti halnya tujuan-tujuan dari media akan berpengaruh pada isi yang dihasilkan, salah satu tujuan yang penting adalah mencari keuntungan materiil.
31
4. Extramedia Level (Tingkat Extramedia) Pengaruh dari luar organisasi media, misalnya lobi dari kelompok kepentingan terhadap isi media, pseudoevent dari praktisi public relations dan pemerintah yang membuat peraturan-peraturan di bidang pers. 5. Ideological Level (Tingkat Ideologi) Pengaruh ideology merupakan sebuah pengaruh yang paling menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi disini diartikan sebagai mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang mempersatukan di dalam masyarakat.
E.2.2. Penggolongan Jurnalis Foto Seseorang yang menghasilkan foto jurnalistik biasa disebut sebagai pewarta foto atau jurnalis foto yang mendokumentasikan segala peristiwa yang ada di sekitar kita untuk kepentingan media massa. Beberapa golongan jurnalis foto yang terdapat dalam media, yaitu: 1. Staff Jurnalis foto yang bekerja secara full time pada sebuah media 2. Freelance Jurnalis foto yang bekerja secara mandiri. Dalam artian tidak terikat pada sebuah media. Dia bebas mengirim foto kecuali ada kemungkinan di muat dalam media. 3. Stringer
32
Tidak begitu terikat dengan media, namun, secara rutin mengirim dan mendistribusikan foto kepada media tertentu.16
E.2.3. Elemen-elemen Jurnalisme Berasal dari kata journalistiek dalam bahasa Belanda atau journalism dalam bahasa Inggris, keduanya berasal dari bahasa Latin diurnal yang berarti harian atau setiap hari. Jurnalistik atau journalism berasal dari kata journal, yang berarti catatan harian atau catatan yang dilakukan sehari-hari atau juga berarti surat kabar. Dari kata tersebut lahirlah kata jurnalis atau journalist, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.17 Pekerjaan jurnalistik adalah kegiatan kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa dalam bentuk berita kepada masyarakat. Hasil dari proses tersebut dimuat dalam sebuah media yang saat ini terbagi menjadi dalam media cetak dan media elektronik. Seiring dengan berkembangnya internet, saat ini mulai dikenal cyber journalism, yaitu penyampaian informasi melalui internet dengan akses tinggi mengurangi dimensi jarak dan waktu. Terdapat 3 pengertian jurnalistik, yaitu : 1. Jurnalistik adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan dan saran yang digunkana dalam mencari, memproses dan menyususn berita dan ulasan mengenai berita hingga mencapai publik atau kelompok tertentu yang menaruh perhatian khusus pada hal-hal tertentu. 16
Handout Foto Jurnalistik, Materi Orientasi Dasar (ORDAS) Fotografi JUFOC 2008, p. 57 Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat,.Jurnalistik: Teori dan Praktik (Remaja Rosdakarya 2009), p. 15 17
33
2. Jurnalistik adalah pengetahuan tentang menulis, penafsiran, proses dan penyebaran infomasi umum dan hiburan secara sistematim dan dapat dipercaya untuk diterbitkan. 3. Jurnalistik adalah pekerjaan tetap untuk menyampaikan berita, tafsiran dan pendapat yang bertolak dari berita. Di Amerika Serikat, jurnalisme telah direduksi menjadi tautologi atau pengulangan yang sederhana : Jurnalisme adalah apapun yang dikatakan wartwan tentang jurnalisme. Seperti yang dikatakan Maxwell King, manatan redaktur Philadelphia Inquirer, “Kita membiarkan karya kita berbicara mewakili dirinya sendiri.” Atau, ketika terdesak, jurnalis dengan gampangnya menganggap mereka bekerja demi kepentingan publik.18 Kovach dan Rosenstiel dalam bukunya Sembilan Elemen Jurnalisme menyebutkan terdapat sembilan elemen jurnalisme yang harus dimiliki oleh seorang jurnalis, yaitu : 1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran Demokrasi tergantung pada warga yang mendapatkan fakta yang akurat dan terpercaya dan diletakkan dalam sebuah konteksyang tepat dan memiliki makna. Jurnalisme bukan mengejar kebenaran dalam pengertian yang absolute atau filosofis, 2. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada masyarakat
18
Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen Jurnalisme. ( Yayasan Pantau 2006), p. 11
34
Bila jurnalis harus menyediakn berita tanpa rasa takut atau memihak (without fear ao favor), maka mereka harus memelihara kesetiaan kepada masyarakat dan kepentingan public yang lebih luas diatas yang lainnya. Prioritas komitmen kepada warga masyarakat ini adalah basis dari kepercayaan sebuah organisasi berita. Media harus dapat mengatakan dan menjamin kepada audiencenya bahwa liputan itu diarahkan demi kawan dan pemasang iklan. Kepercayaan inilah yang membangun audience yang luas dan setia. Pada saatnya, sukses ekonomi akan menyusul kemudian. 3. Intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi Jurnalis mengandalkan diri pada disiplin professional untuk memferivikasi informasi. Ketika konsep-konsep objektifitas semula disusun, tidak berarti jurnalis itu terbebas dari prasangka (bias). Yang obyektif adalah metodenya, bukan jurnalisnya. Mencari berbagai sanksi, menyikapi sebanyak mungkin sumber, atau bertanya berbagai pihak untuk komentar, semua mengisyaratkan adanya adanya standar yang professional. Disiplin verifikasi inilah yang membedakan jurnalisme dengan bentuk-bentuk komunikasi lain, seperti propaganda, fiksi atau hiburan. 4. Praktisi jurnalisme harus menjaga indepedensi terhadap sumber berita Kebebasan adalah syarat dasar dari jurnalisme. Ia adalah sebuah landasan kepercayaan. Kebebasan jiwa dan pemikiran (bukan hanya
35
realiatas) adakah prinsip yang harus dijaga oleh jurnalis. Walaupun editorialis dan komentator tidak netral , namun sumber dari kredibilitas mereka adalah tetap, yaitu akurasi, kejujuran intelektual dab kemampuan untuk menyampaikan informasi, bukan kesetiaan pada kelompok atau hasil tertentu 5. Jurnalisme harus menjadi pemantau kekuasaan Prinsip ini menekankan pentingnya peran penjaga (watch dog). Sebagai jurnalis, wajib melindungi kebebasan peran jaga ini dengan tidak merendahkannya, misalnya dengan menggunakannya secara sembarangan atau mengeksploitasinya untuk kepentingan komersial 6. Jurnalisme harus menyediakan forum kritik an maupun dukungan masyarakat Diskusi public ini bias melayani masyarakat dengan baik jika mereka mendapatkan informasi berdasarkan fakta, dan bukan atas dasar prasangka atau dugaan-dugaan. Selain itu, bebagai pandangan dan kepentingan dalam masyarakat harus terwakili dengan baik. Akurasi dan kebenaran mengharuskan bahwa sebagai penyusun diskusi publik, jurnalis tidak boleh mengabaikan titik-titik persamaan dasar dimana penanggulangan masalah dimungkinkan. 7. Jurnalisme harus berupaya keras untuk membuat hal yang penting, menarik dan relevan Jurnalisme adalah bercerita dengan satu tujuan (story tellingwith a purpose). Karena itu, jurnalisme harus berbuat lebih dari sekedar
36
mengumpulkan audiences atau mebuat daftar penting. Demi mempertahankan hidupnya sendiri, jurnalisme harus mengimbangi antara apa yang menurut pengetahuan pembaca mereka inginkan, dengan apa yang tidak bias mereka harapkan tetapi sesungguhnya mereka butuhkan. Singkatnya, jurnalisme yang penting menjadi menarik dan rrelevan. Kualitasnya diukur dari sejauh mana suatu karya melibatkan audiences dan mencerahkannya. 8. Jurnalisme harus menyiarkan berita komprehensif dan proposional Prinsip disini adalah “jurnalisme adalah suatu bentuk dari kartografi”. Ia menciptakan sebuah peta bagi masyarakat guna menentukan arah kehidupan. Menjaga agar berita tetap proporsional dan tidak menghilangkan hal-hal penting adalah juga dasar dari kebenaran.
Menggelembungkan
peristiwa
demi
sensasi,
mengabaikan sisi yang lain, stereotip atau bersifat negatif secara tidak imbang akan membuat peta menjadi kurang dapat diandalkan. 9. Praktisi jurnalisme harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka Setiap jurnalis harus memiliki rasa etik dan tanggung jawab sebuah kompas moral (moral compass). Kita harus mau, bila rasa keadilan dan akurasi mewajibkan, untuk menyuarakan perbedaan-perbedaan dengan rekan-rekan kita, apakah itu diruang redaksi atau dikantor eksekutif. 19
19
Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel, Ibid., p. 37
37
E.3. Media Massa E.3.1. Ideologi Media Massa McNair menjelaskan isi media dapat ditentukan oleh : 1. Kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik (the political-economy approach) 2. Pengelola media sebagai pihak yang aktif dalam proses produksi berita (organizational approach) 3. Gabungan berbagai faktor , baik internal medua atau pun eksternl media (cultiralis approach).20 Sedangkan Shoemaker dan Reese memandang telah terjadi pertarungan dalam memaknai realitas isi media. Pertarungan itu disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu: 1. Latar belakang awak media (jurnalis, editor, kamerawan, dan lainnya) 2. Rutinitas media (media routine), yaitu mekanisme dan proses penentuan berita. 3. Struktur organisasi, bahwa media adalah kumpulan berbagai jobdescription. 4. Kekuatan ekstramedia, yaitu lingkungan di luar media (sosial, budaya, politik, hukum, kebutuhan khalayak, agama, dan lain-lain). 21
20
Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi. ( Kencana Perdana Media Group 2007), p. 251 21 Ibid., p. 251
38
E.3.2. Peranan Media Massa dalam Masyarakat Media massa saat ini merupakan salah satu faktor utama untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi masyarakat umum. Ragam media massa masing-masing menyajikan informasi yang mengandung nilainilai yang selalu dibutuhkan masyarakat. Namun, tidak semua informasi yang disajikan pada media massa selalu di butuhkan masyarakat. Fungsi
media
massa
bagi
masyarakat
menurut
McQuail
menunjukkan beberapa kemungkinan mengenai fungsi yang melekat pada media dalam melakukan perannya sebagai saluran mediasi. Hal ini berkaitan dengan beberapa kegiatan,
misalnya
menghubungkan,
menunjukkan arah, menginterpretasikan dan lain sebagainya. 22 Lebih lanjut, McQuail juga menjelaskan tujuan media dalam masyarakat, yaitu:23 1. Informasi a. Menyediakan informasi tentang poeristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan dunia b. Menunjukkan hubungan kekuasaan c. Memudahkan inovasi, adaptasi dan kemajuan 2. Korelasi a. Menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa, dan informasi b. Menunjang otoritas dan norma-norma yang mapan 22 23
McQuail, Denis, Teori Komunikasi Massa. (Erlangga 1989), p. 69 Ibid., p.70
39
c. Melakukan sosialisasi d. Mengkordinasi beberapa kegiatan e. Membentuk kesepakatan f. Menetukan urutan prioritas dan memberikan status relatif 3. Kesinambungan a. Mengekspresikan budaya dominant dan mengakui keberadaan kebudayaan khusus (subculture) serta perkembangan budaya baru b. Meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai 4. Hiburan a. Menyediakan hiburan, pengalihan perhatian dan sarana relaksasi b. Meredakan ketegangan social 5. Mobilisasi Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang, pembangunan ekonomi, pekerjaan dan kadang kala juga dalam bidang agama.
40
F. Definisi Konseptual F.1. Foto Jurnalistik Menurut Oscar Matulloh dalam makalahnya “Foto Jurnalistik Suatu Pendekatan Visual Dengan Suara Hati” Foto Jurnalistik adalah suatu medium sajian untuk menyampaikan beragam bukti visual atas berbagai peristiwa pada masyarakat seluas-luasnya, bahkan hingga kerak di balik peristiwa tersebut, tentu dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. 24
F.2. Bahasa Foto25 Sebuah foto terbangun atas beberapa unsur (seperti komposisi dan pencahayaan) yang saling melengkapi. Unsur tersebut merupakan syarat mutlak bagi bahasa foto. Bahasa foto terdiri dari: 1. Bahasa Penampilan Dalam foto sendiri dapat memperlihatkan penampilan, isyarat daln lainlainnya yang dapat dijumpai dalam komunikasi non verbal yang meliputi : a. Bahasa ekspresi muka Menggambarkan mimik muka seseorang apakah dalam kesedihan atau heran, berpikir keras atau juga gembira. b. Bahasa Isyarat Menggambarkan isyarat-isyarat tubuh, misalnya mengangkat bahu tanda tidak tahu, menggelengkan kepala tanda tidak setuju,
24 25
Matulloh, Oscar, Op.cit., p. 1 Hasan, Shadily, Op.cit., p. 32
41
mengangkat dua jari yang menunjukkan kemenangan atau menunjuk dengan telunjuk yang berarti menunjuk arah. c. Bahasa Penciuman Bau sesuatu dapat juga digambarkan dalam foto. Kalau seseorang digambarkan menutup hidung lewat tumpukan sampah, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut mencium bau tidak enak. d. Bahasa Pendengaran Suara juga dapat digambarkan dalam fotografi, kalau seseorang yang menutup kuping dengan latar belakang asap mengepul, maka dapat dirasakan suara ledakan yang memekakkan telinga orang tersebut. e. Bahasa tindakan Misalnya kita menggambarkan seseorang memukul meja dengan tinjunya. 2. Bahasa Komposisi Bahasa komposisi meliputi semua aspek unsur-unsur visual sebuah foto. Dan bahasa tersebut terdiri dari : a. Bahasa warna Warna juga sesuatu. Putih berarti suci, kejelasan, kegembiraan. Merah berarti berani, seksualitas, atau kehangatan. Hitam berarti misteri, menakutkan. b. Bahasa tekstur Tekstur dapat menunjukkan kelembutan, kekerasan, kelicinan, mengkilan dan lain-lain.
42
c. Bahasa garis Garis-garis juga dapat menggambarkan sesuatu . Sebagai contoh, sebuah kawat yang kusut , menggambarkan pikiran yang kusut. Dan lain-lain. d. Bahasa sinar Banyak
teknik
dalam
fotografi
yang
sering
dipakai
untuk
menggambarkan sesuatu. Misalnya kesan ceria, seorang fotografer akan menggunakan pencahayaan yang sangat terang. Sebaliknya jika ingin memberi kesan muram, dia akan sedikit cahaya. e. Bahasa bentuk Bentuk menggambarkan sesuatu. Bentuk segi empat menunjukkan kestabilan. Namun bentuk piramida terbalik akan memberi kesan labil. f. Bahasa tata letak Foto yang diatur sedemikain rupa oleh sang fotografer mempunyai nilai tersendiri yang ingin disampaikan dalam tata letak foto-fotonya. Biasanya hal ini sering dijumpai pada pameran-pameran foto. 3. Bahasa Gerak Bahasa gerak ini digunakan untuk menyatakan gerak didalam sebuah sebuah foto. Banyak teknik yang digunakan supaya obyek kelihatan bergerak dalam foto a. Panning Mengikuti gerak obyek yang akan difoto , misalnya orang berlari dan sebagainya.
43
b. Zooming Teknik ini biasanya dipakai untuk membatasi pandangan terhadap obyek utama dalam sebuah foto. c. Freezing Teknik yang dipakai dengan menggunakan kecepatan tinggi untuk menimbulkan kesan membeku dari obyek. 4. Bahasa Konteks Teknik dalam fotografi yang mengikutsertakan latar belakang untuk memberi kesan ruang dan waktu. Misalnya foto seorang ilmuwan yang dilatar belakangi ruang laboratorium, atau seorang seniman yang dilatar belakangi barang-barang antik. 5. Bahasa Obyek Gambaran yang diperoleh dengan memasukkan sesuatu yang khas dari sebuah wilayah. Misalnya jika kita melihat candi Borobudur, maka akan menggambarkan negara Indonesia, Rumah gadang menggambarkan Minangkabau, Tembok Cina menggambarkan negara Cina, dan lain-lain. 6. Bahasa Tanda Bahasa dalam fotografi yang mengggunakan tanda-tanda yang sering dijumpai. Misalnya tanda S yang berarti Stop, tanda larangan tidak boleh masuk dan lain-lain. Seperti halnya bahasa yang merupakan salah satu alat komunikasi, foto merupakan media komunikasi visual dan dengan mengerti bahasa foto maka
44
akan mudah pula dalam melakukan identifikasi atas foto-foto yang akan dianalisis.
F.3. Profesi Kejurnalisan Kusumaningrat dan Kusumaningrat menjelaskan, istilah profesional memiliki tiga arti: 1. Profesional adalah kebalikan dari amatir 2. Sifat pekerjaan jurnalis foto menuntut pelatihan khusus 3. Norma-norma
yang
mengatur
perilakunya
dititikberatkan
pada
kepentingan khalayak pembaca. Profesionalisasi akan menimbulkan dalam diri seorang jurnalis sikap menghormati martabat individual dan hak-hak pribadi dan personal masyarakat yang diliputnya. Demikian pula, ia pun akandapat menjaga martabatnya sendiri karena hanya dengan cara itu ia akan mendapat kepercayaan masyarakat dalam menjalankan tugasnya sebagai wartawan profesional. Pamela Shoemaker dan Stepehen D. Reese membuat suatu model yang disebut ”Hierarchy of Influence” yang dijelaskan seperti ini :
45
Gambar model “Hierarchy of Influence” Shoemaker dan Reese26 Tingkat Ideologi Tingkat Ekstramedia Tingkat Organisasi Tingkat Rutinitas Media Tingkat Individu
G. Metode Penelitian G.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan melihat bahasa foto yang terdapat dalam media KOMPAS, SURYA dan RADAR MALANG. Karakteristik foto digunakan untuk melihat ciri khas foto yang digunakan oleh jurnalis foto Malang yang berasal dari media yang berbeda dan mendapatkan informasi mengenai latar belakang pendidikan seorang jurnalis foto maupun latar belakang suatu media tempatnya bekerja. Menurut Altheide, analisis kualitatif disebut pula sebagai Ethnographic Content Analysis (ECA), yaitu perpaduan analisis isi objektif dengan observasi partisipan. Artinya, istilah ECA adalah perspektif berinteraksi dengan mater-materi dokumentasi atau bahkan melakukan wawancara
26
Shoemaker, Pamela J., Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of Influence on Mass Media Content (USA: Longman Publishers 1996), p. 68
46
mendalam sehingga pernyataan-pernyataan yang spesifik dapat diletakkan pada konteks yang tepat untuk dianalisis. 27 Berdasarkan hal diatas, beberapa yang harus diperhatikan oleh periset adalah : 1. Isi (content) atau situasi social seputar dokumen (pesan/teks) yang diriset. 2. Proses atau bagaimana suatu produk media/isi pesannya dikreasi secara actual dan diorganisasikan secara bersama. 3. Emergence, yakni pembentukan secara gradual/bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi. 28
G.2. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah foto-foto diterbitkan oleh Harian KOMPAS, SURYA dan RADAR MALANG edisi 1-31 Desember 2009 yang diambil sebanyak 5 foto berita untuk satu orang jurnalis foto pada tiap media.
G.3. Subyek dan Fokus Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah jurnalis foto harian media KOMPAS, SURYA dan RADAR MALANG. Fokus penelitian adalah mengemukakan penetapan masalah yang menjadi pusat perhatian penelitian. Penelitian ini memusatkan pada bahasa foto jurnalistik jurnalis foto harian media KOMPAS, SURYA dan RADAR MALANG. 27 28
Kriyantono, Rachmat, Op.cit., p. 249 Ibid., p. 249
47
G.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi beberapa hal, yaitu : a. Wawancara Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang didalamnya terdapat percakapan antara periset dan informan. Dalam metode ini terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu, wawancara pendahuluan, wawancara terstruktur, wawancara semistruktur dan wawancara mendalam. Peneliti menggunkan bentuk wawancara mendalam, dimana wawancara dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama untuk memperolehn hasil yang diinginkan dengan mengumpulkan data yang diperlukan. b. Observasi Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dengan ikut terlibat dalam kegiatan komunitas yang diteliti (participant observation) namun, peneliti dalam hal ini tidak menjadi bagian dari masyrakat yang diteliti, dalam hal ini adalah komunitas jurnalis. c. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data.29
29
Kriyantono, Rachmat, Op.cit., p. 118
48
G.5. Teknik Analisa Data Penelitian ini menggunakan dua jenis teknik analisa data, yaitu : a. Teknik Fotografi Teknik fotografi merupakan bahasa foto yang digunakan jurnalis foto dalam membidik suatu foto yang dijadikan berita foto. b. Pengalaman jurnalis foto Merupakan kecenderungan jurnalis foto dalam menyajikan suatu berita foto selain menerapkan ideologi suatu media tempatnya bekerja yang mempengaruhi suatu objek foto.
G.6. Struktur Kategori Validitas metode dan hasil-hasil penelitian analisis bahasa foto sangat tergantung pada kategori-kategori, maka perlu adanya ketentuan kategori yang menjadi batasan dalam penelitian. Kategori dimaksudkan untuk memberi batasan yang jelas mengenai perbandingan gaya foto jurnalis foto Malang. Adapun kategori bahasa foto dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sudut Pengambilan Gambar Kategori ini digunakan untuk melihat karakter foto yang digunakan berdasarkan sudut pengambilan foto (angle) 2. Field Of View Kategori ini digunakan untuk melihat jenis pengambilan objek foto 3. Banyaknya Objek
49
Kategori ini digunakan untuk melihat banyaknya objek yang di foto dan obyek yang menjadi point of interest 4. Komposisi Dasar Kategori ini digunakan untuk melihat komposisi dasar yang digunakan jurnalis foto dalam mengambil suatu objek 5. Bahasa Foto Kategori ini ini digunakan untuk melihat gaya bahasa foto yang sering digunakan
G.7. Teknik Keabsahan Data Pengumpulan data yang utama dalam penelitian ini adalah melalui wawancara dan penggolongan kategori foto yang telah ditentukan. Wawancara digunakan untuk melihat perbandingan foto jurnalis foto pada suatu media dengan jurnalis foto dan media lainnya. Tujuannya untuk mengetahui data yang telah diperoleh sesuai dengan yang diberikan oleh informan.
50