BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Hakekat mahluk hidup adalah terpenuhinya kebutuhan secara jasmani dan juga rohani. Ketika mahluk hidup ingin memenuhi kebutuhannya tersebut, mereka sangat menggantungkan diri dengan lingkungannya, Karena lingkunganlah yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan tersebut, khususnya kebutuhan secara jasmani. Perubahan iklim di dunia yang berakibat pada pemanasan global, sangat mempengaruhi kehidupan ekosistem baik di darat, udara maupun di air. Saling ketergantungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya tidak lagi berjalan dengan harmonis seperti yang diharapkan, hal ini juga di sebabkan penggunaan bahan- bahan kimia yang berlebihan yang berakibat rusaknya lingkungan, berupa tanah, air, dan udara. Ketidakharmonisan tersebut menyebabkan setiap makhluk hidup harus berusaha untuk mencari kebutuhannya agar dapat terpenuhi, karena lingkungan yang digunakan selama ini untuk bercocok tanam sudah kurang memberikan hasil yang menguntungkan, tidak seperti yang dahulu lagi. Perubahan iklim tersebut juga mempengaruhi perilaku manusia, bagaimana harus bersikap terhadap satu dengan yang lainnya antara sesama manusia. Kehidupan sosial yang selama ini berjalan dengan harmonis, karena adanya perasaan senasib sepenanggungan menjadi berkurang, karena orang lain dianggap sebagai saingan. Jadi
Universitas Sumatera Utara
segala sesuatu akan dilakukan supaya kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi, termasuk usaha atau pekerjaan yang belum pernah ditekuni dan kurang mengerti. Dalam menjalankan usaha taninya masyarakat pedesaan sebagai petani harus memiliki apa yang disebut dengan faktor-faktor produksi diantaranya yaitu: tanah, modal, tenaga kerja, skill dan juga manajemen (pengelolaan), jikalau salah satu faktor diatas tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan dengan lancar. Bila hanya tersedia tanah, modal dan manajemen saja, tentu proses produksi atau hasil tanah tidak akan jalan, karena tidak ada tenaga kerja. Tanpa tenaga kerja, apa yang dapat di lakukan, begitu juga dengan faktor lainnya seperti modal. Kalau tanah tersedia, tenaga kerja ada, tetapi tidak ada modal, apa yang akan di tanam dan di pelihara. Bagaimana cara membeli bibit, pupuk, obat-obatan tanaman, dan lain-lain. Begitu juga jika ada modal dan tenaga kerja tetapi tanpa tanah, jelas usaha tani tidak bisa dilakukan, dimana usaha akan dilakukan atau dimana tanaman akan ditanam (Daniel, 2005: 50). Pada masyarakat Indonesia dimana mata pencahariannya dominan agraris, dimana mereka sangat tergantung pada iklim, perubahan iklim tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar. Tidak jarang penduduk Indonesia yang bermata pencaharian bertani menambah sumber penghasilannya, misalnya beternak, berdagang, dan lain-lain, tetapi dalam melakukan hal ini petani tidaklah membuat modal mereka yang sangat besar, mereka selalu berpikir akan dampak dari setiap kegiatan yang mereka lakukan, seperti yang diungkapkan oleh Scott, tentang moral ekonomi petani, yaitu pengertian petani tentang keadilan ekonomi dan defenisi kerja
Universitas Sumatera Utara
mereka tentang eksploitasi, yaitu pandangan terhadap hasil produksi mereka mana yang dapat ditolerir dan mana hal yang tidak dapat ditolerir. Menurut Scott (1997), petani akan memperhatikan etika subsistensi dan norma resiprositas yang berlaku dalam masyarakat mereka, dimana tindakan mereka meletakkan landasannya atas dasar pertimbangan prinsip Safety first (dahulukan selamat), petani dalam melakukan usahanya, mereka berusaha menghindari kegagalan yang akan menghancurkan kehidupan mereka, dan bukan mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan mengambil resiko yang sangat besar juga, mereka lebih memilih meminimumkan kemungkinan terjadinya suatu bencana daripada memaksimalkan penghasilan rata-ratanya, (Damsar 1997 : 66-67). Hal ini dilakukan adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok dan juga kebutuhan lainnya, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan fasilitas-fasilitas lain yang dibutuhkan. Sektor pertanian sebagai salah-satu mata pencaharian utama masyarakat di pedesaan, dimana aktivitas mereka sebagai petani nampak dalam kegiatan yang dilakukan baik di sawah, di perkebunan, maupun di ladang yang mereka olah demi kelangsungan hidupnya. Mata pencaharian mereka merupakan suatu aktivitas usaha yang dilakukan oleh kebanyakan orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada banyak bentuk yang dilakukan oleh kebanyakan orang sebagai mata pencaharian, dimana mereka tinggal yang memberikan pengaruh yang sangat besar mengenai karakteristik mata pencaharian yang di jalankan oleh mereka seperti pada daerah tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Kehidupan sosial ekonomi seseorang menjadi salah satu indikator yang akan menentukan status sosial ekonomi dalam masyarakat. Keadaan sosial ekonomi menunjukkan kemampuan finansial yang dimiliki. Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap sistem ekonomi masyarakatnya paling tidak terhadap sistem mata pencahariannya. Lapisan-lapisan sosial juga terdapat pada masyarakat pedesaan di Indonesia, masyarakat pedesaan merupakan masyarakat yang terisolir dari pengaruh dunia luar (Raharjo 1999: 47) dimana sistem sosial ekonominya memiliki cirikhas tersendiri yang di latar belakangi oleh alam yang ada di sekitarnya dan komposisi penduduknya yang relatif sedikit dan homogen. Pada masyarakat pedesaan Indonesia lapisanlapisan sosial yang ada pada masyarakat terbentuk seperti starata atas, starata menengah, dan starata bawah. Pada umumnya starata yang terbentuk pada masyarakat pedesaan di Indonesia adalah di dasari pada luasnya kepemilikan lahan pertanian. Pada masyarakat pedesaan dimana pada umumnya mereka hidup dengan mengandalkan hasil agraris untuk dapat bertahan hidup, khususnya mereka yang hidup di daerah pedesaan, pada umumnya kegitan mereka seperti berkebun tanaman keras, dan juga ada yang berkebun yaitu tanaman pangan holtikultura untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun di dalam praktek pembagian secara konvensional ini ternyata kurang konsisten dan tidak jarang menimbulkan kesulitan. Misalnya perkebunan rakyat secara ekonomis juga dapat disamakan dengan pertanian rakyat, perbedaannya hanya terletak pada macam
Universitas Sumatera Utara
komoditi atau hasilnya saja yaitu tanaman bahan makanan bagi pertanian rakyat dan tanaman-tanaman perdagangan terutama bahan-bahan eksport bagi perkebunan rakyat. Dengan demikian pembagian antara pertanian rakyat dan perkebunan menjadi kabur dan juga kehilangan arti. Menurut Mubyarto, Pertanian menurut cara penguasaannya, menyangkut bidang usaha tani pertanian rakyat dan perusahaan pertanian. Ditinjau dari segi ekonomi, pertanian rakyat sebagai pertanian keluarga, yaitu pertanian yang diarahkan pada pemenuhan akan kebutuhan konsumsi keluarga terlebih dahulu, sebagai bentuk sabuk pengaman untuk ketahanan pangan, sedangkan perusahaan pertanian adalah pertanian yang diusahakan sepenuhnya secara komersil (Mubyarto, 199: 16). Dari total luas lahan Indonesia, tidak termasuk Maluku dan Papua sekitar 64.783.523 Ha lahan digunakan untuk pekarangan, tegalan/kebun/ladang/huma, padang rumput, lahan sementara tidak diusahakan, lahan untuk kayu-kayuan, perkebunan dan sawah. Data statistik lahan pertanian selama 15 tahun terakhir memperlihatkan bahwa perluasan lahan pertanian berkembang sangat lambat terutama lahan sawah sebagai penghasilan utama pangan untuk mempertahanankan kelangsungan hidup masyarakat. Perluasan pertanian hanya berkembang dari 7,77 juta Ha pada tahun 1986 menjadi 8,52 juta Ha pada tahun 1996, dan selanjutnya cenderung menyusut menjadi 7,79 juta Ha pada tahun 2000. Begitu juga dengan pertanian lahan kering (tegalan/kebun/ladang/huma), secara keseluruhan tidak banyak berkembang. Namun,
Universitas Sumatera Utara
yang berkembang pesat adalah lahan perkebunan yaitu dari 8.77 juta Ha pada tahun 1986 meningkat menjadi 16.71 juta Ha. Berdasarkan survei sosial ekonomi nasional tahun 2008, jumlah penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2008 mencapai 35.000.000 jiwa, namun sejumlah politisi lembaga swadaya masyarakat dan bahkan peneliti lainnya memperkirakan jumlah penduduk miskin di Indonesia jauh lebih besar dibandingakan angka resmi yang dikeluarkan oleh badan pusat statistik (BPS) atau pemerintah. Asumsi mereka adalah data dari badan pusat statistik itu diambil sebelum subsidi bahan bakar minyak/BBM dicabut, sehingga dampak kenaikan harga bahan bakar tersebut belum tersurvei dalam penelitian badan pusat statistik. Adapun ciri-ciri dari mereka yang tergolong miskin yaitu: 1. Pada umumnya tidak memiliki faktor produksi seperti tanah yang cukup, modal atau keterampilan. Dalam kenyataannya faktor produksi yang dimiliki sangat sedikit sehingga kemampuan untuk memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas. 2. Mereka memiliki kemungkinan asset produksi dengan kekuatan sendiri. Hal ini terjadi karena pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan dan modal usaha, sehingga mereka terpaksa meminjam dari lintah darat dengan syarat yang lebih mudah dari bank, tetapi tanpa disadari ketika mengembalikan pinjaman yang besar sulit untuk melunasinya.
Universitas Sumatera Utara
3. Tingkat pendidikan rendah. Pada umumnya mereka tidak tamat SD atau pendidikan dasar. Hal ini terjadi karena keterbatasan biaya dan waktu mereka banyak tersisa untuk bekerja membantu orangtuanya sehingga hanya sedikit waktu untuk belajar. 4. Kebanyakan tinggal di daerah pedesaan. 5. Tanpa keterampilan, hal ini terjadi karena mereka pergi ke kota tanpa dibekali dengan ilmu yang cukup serta keterampilan yang dapat digunakan untuk mencari pekerjaan (Salim, 1984: 43). Tingkat pendapatan secara minimal yang diperlukan untuk menempuh hidup secara manusiawi itu menentukan letak garis kemiskinan, sehingga garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan minimal bagi pemenuhan kebutuhan pokok, (Salim, 1984:42). Pendapatan petani yang relatif rendah, yang mengakibatkan kemiskinan. Menurut Soetrisno (199: 5-18) berkaitan erat dengan produktivitas para petani Indonesia. Sementara hal ini tidak dapat dilepaskan dari berbagai faktor yaitu: 1. Pemilikan lahan yang sempit 2. Dilihat dari segi pendidikan sumber daya petani rendah, sementara dari segi umur mayoritas sudah tua. 3. Kurang mendapat dukungan dan kebijakan pemerintah dalam berbagai insentif dan tata niaga, sehingga nilai tukar petani mengalami penurunan dari tahun ketahun. 4. Petani bersikap hati-hati menerima inovasi baru karena usaha mereka yang beresiko tinggi tanpa disertai jaminan asuransi terhadap kegagalan.
Universitas Sumatera Utara
5. Rendahnya akses petani pada sumber daya kredit yang menguntungkan. 6. Lahirnya persaingan pemanfaatan air oleh sektor industri dan publik. 7. Adanya efek negatif dari revolusi hijau. Pandangan Soetomo (1997: 4), petani Indonesia didominasi oleh petani gurem, merupakan petani yang selalu kalah dalam sejarah hidupnya ketika berhadapan dengan alam yang mereka kelola, masyarakat lembaga serta sistem yang ada di dalamnya dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pertanian sebagaimana yang kita kenal memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan sektor lain. Keterkaitan yang erat terhadap sumber daya lahan dan iklim menjadikan pengembangan pertanian harus melihat dua faktor tersebut secara teknis. Pola usaha tani pedesaan Indonesia selama ini bercorak multi tanaman meski untuk beberapa komunitas petani kita mengusahakan secara mono kultur (Purnomo, 2004: 65 -66). Di Kecamatan Baktiraja, Humbang Hasundutan, mayoritas penduduknya adalah petani. Adapun tanaman yang biasanya mereka tanam adalah bawang merah, padi, cabe, tomat, kacang tahah, kopi, dan sayur-sayuran serta membudidayakan ikan. Namun belakangan ini hasil dari pertanian tersebut tidak dapat lagi diandalkan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga termasuk kebutuhan sekolah anak, hal ini disebabkan karena penggunaan bahan kimia yang berlebihan, sehingga tanah yang seharusnya mengandung unsur hara yang baik untuk tanaman rusak dan akhirnya menjadi gersang, sehingga mengakibatkan produksi tanaman berkurang dan tidak jarang juga hasilnya gagal panen. Hal lain yang mempengaruhi kurangnya produksi tanaman tersebut adalah, banyaknya hama yang menyerang tanaman yang sulit di
Universitas Sumatera Utara
berantas dan juga mahalnya pupuk dan obat-obatan yang akan digunakan untuk memberantas hama tanaman-tanaman tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan petani di Kecamatan Baktiraja ini memikirkan dan mengambil jalan alternatif selain bertani sawah dan juga berladang, yaitu dengan menggunakan potensi perairan Danau Toba untuk membudidayakan ikan nila dan ikan mas, walaupun mereka tidak langsung meninggalkan lahan pertanian sawah dan juga ladang, mereka masih tetap bertani sawah dan juga tetap berladang. Masyarakat di Kecamatan Baktiraja memanfaatkan perairan Danau Toba untuk berusaha yaitu untuk membudidayakan ikan nila dan ikan mas, dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan membuat jala apung (keramba) sebagai penghasilan utama, dan penghasilan tambahan bagi sebagian masyarakat. Penggunaan jala apung (keramba) tersebut mempengaruhi keadaan ekonomi dan hubungan sosial masyarakat petani di Kecamatan Baktiraja. Hal inilah yang menyebabkan sehingga peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian di daerah Kecamatan Baktiraja tepatnya, di pinggiran Danau Toba.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Bagaimana gambaran kehidupan sosial ekonomi dan asset yang dimiliki (SDM, SDA, ekonomi/keuangan, fisik/infrastruktur, dan modal sosial) masyarakat petani jala apung (keramba) di Kecamatan Baktiraja? 2. Strategi apakah yang dilakukan oleh para petani jala apung (keramba) untuk menambah pendapatannya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya untuk dapat bertahan hidup.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang merupakan adanya sesuatu hal yang akan diperoleh setelah penelitian selesai, dengan demikian pada dasarnya tujuan penelitian memberikan informasi mengenai apa yang akan diperoleh setelah selesai penelitian (Iqbal, 2002: 44).
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mencari data dan fakta, serta mendeskripsikan bagaimana gambaran kehidupan petani jala apung (keramba) di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mendeskripsikan strategi pertahanann hidup yang di lakukan petani jala apung (keramba) untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan dapat bertahan hidup.
1.4. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah: 1.4.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dilakukan untuk menambah pengetahuan peneliti tentang kehidupan petani jala apung (keramba), serta masalah-masalah yang mereka hadapi, dan melatih penulis dalam mengembangkan kemampuan berpikir melalui karya ilmiah.
1.4.2. Manfaat Praktis Bagi penulis penelitian ini dapat meningkatkan daya, kreasi dan mengasah kemampuan penulis untuk membuat karya tulis, selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan data sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan sejenis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Definisi Operasional Konsep Konsep adalah sebuah definisi abstrak mengenai gejala dan realita atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Hasan. 2002:17). Selain itu juga definisi konsep dapat mempermudah peneliti dalam memfokuskan penelitian dan dapat berfungsi juga sebagai panduan peneliti untuk menindaklanjuti penelitian dan menghindari adanya kesalahpahaman. 1. Sosial ekonomi adalah merupakan kedudukan seseorang yang diketahui secara sosial dan ekonomi, dalam penelitian ini sosial ekonomi yang dimaksud adalah keadaan sosial ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari supaya dapat bertahan hidup. 2. Strategi merupakan suatu prosedur yang mempunyai alternatif-alternatif pada pelbagai tahap atau langkah (Soekanto, 1983: 484). Strategi yang di maksud dalam penelitian ini adalah cara-cara atau hal-hal apa yang dilakukan oleh petani jala apung (keramba) untuk menambah pendapatannya guna mempertahanankan hidup keluarga dan juga meningkatkan kesejahteraan dengan segala kemampuan, pengetahuan, pengalaman serta keterampilan yang mereka miliki. 3. Petani dapat diartikan sebagai pencocok tanaman pedesaan yang mencari nafkah dengan mengolah tanahnya, tetapi dalam hal ini petani yang di maksud adalah petani jala apung (keramba) dalam membudidayakan ikan nila dan ikan mas yang memanfaatkan perairan Danau Toba.
Universitas Sumatera Utara
4. Jala Apung (Keramba) adalah sebuah tempat yang dibuat dari jaring dan drum dan juga kayu dan perlengkapan lainnya yang ditempatkan di pesisir Danau Toba untuk pengembangbiakan ikan mas dan ikan nila.
Universitas Sumatera Utara