BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Islam sebagai agama universal berisi ajaran mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya yang berupa ibadah serta mengatur hubungan manusia dengan manusia yang disebut mu’amalah. Mu’amalah merupakan kegiatan manusia yang berperan sebagai khalifah di muka bumi, yang bertugas menghidupkan dan memakmurkan bumi dengan cara interaksi antar umat manusia, misalnya melalui kegiatan ekonomi. Untuk menjamin keselamatan, kemakmuran, dan kesejahteraan hidup di dunia maupun akhirat, Islam mengatur mu’amalah tersebut dalam sebuah sistem ekonomi yang dikenal dengan sistem ekonomi Islam. Ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Hadist, yang menekankan kepada nilai-nilai keadilan dan keseimbangan.1 Dengan demikian, Islam adalah agama yang memandang pentingnya keadilan demi terciptanya masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Hal ini tercermin dari perhatiannya yang besar kepada kaum yang lemah, yaitu menjamin dan melindungi kehidupan mereka. Islam menginginkan agar sistem ekonominya terorganisir sedemikian rupa sehingga harta tidak hanya ada dalam genggaman orang kaya saja. Oleh karena itu, distribusinya harus diatur dengan baik sehingga yang lebih kuat 1
Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran Zakat dalam Fiqih Kontemporer (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), 2.
1
2
bisa mengangkat yang lemah, misalnya melalui sebuah wadah lembaga zakat, infak dan shadaqoh, orang yang mampu dapat memberikan hartanya kepada yang berhak menerimanya seperti fakir, miskin dan kaum dhu’afa. Kepentingan zakat merupakan kewajiban agama seperti halnya shalat dan menunaikan ibadah haji. Pentingnya zakat secara mendasar digambarkan dengan jelas dalam Al-Qur’an surat At-Taubah / 9:103.
y7s?4θn=|¹ ¨βÎ) ( öΝÎγø‹n=tæ Èe≅|¹uρ $pκÍ5 ΝÍκÏj.t“è?uρ öΝèδãÎdγsÜè? Zπs%y‰|¹ öΝÏλÎ;≡uθøΒr& ôÏΒ õ‹è{ ∩⊇⊃⊂∪ íΟŠÎ=tæ ìì‹Ïϑy™ ª!$#uρ 3 öΝçλ°; Ös3y™ Artinya : ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”2 Citra baik mengenai pengumpulan zakat semasa kehidupan Rasulullah SAW dilakukan dengan cara mengumpulkan zakat perorangan dan membentuk amil. Rasulullah juga memerintahkan agar para pengelola zakat (amil) bekerja dengan baik dan tidak serakah hanya mengutamakan kepentingan diri dengan melupakan kepentingan fakir miskin.3 Perhatian pemerintah terhadap lembaga zakat secara kualitatif mulai meningkat pada tahun 1968 dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 tentang pembentukan Badan Amil Zakat dan Nomor 5/1968 tentang pembentukan Baitul Mal (Balai Harta Kekayaan) di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kotamadya walau pada akhirnya peraturan menteri tersebut ditunda
2 3
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Syaamil, 2005), 203. Muhammad, Zakat Profesi, 34.
3
pelaksanaannya dengan dikeluarkannya Instruksi Menteri Nomor 1 Tahun 1968 karena menurut pemerintah, zakat tidak perlu dituangkan dalam undangundang, cukup dengan peraturan Menteri Agama saja. Namun hal ini tidak menyurutkan semangat umat Islam, terbukti terbentuknya Badan Amil Zakat Infak dan Shadaqah (BAZIS) yang dipelopori oleh Pemda DKI Jakarta pada tahun 1968 kemudian diikuti oleh berbagai daerah tingkat propinsi.4 Dalam perjalanan sejarah hingga saat ini keberadaan organisasai pengelola zakat semakin merebak, terbukti dengan banyak berdirinya Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. Saat ini tercatat terdapat sekitar 400 Badan Amil Zakat dan 200 Lembaga Amil Zakat yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia.5 Keberadaan organisasi pengelola zakat di Indonesia diatur oleh beberapa peraturan perundangundangan yaitu UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, Keputusan Menteri Agama No. 581 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun 2000 Tentang Pedoman Teknis Pengelola Zakat.6 Dan kini pemerintah terus mendukung keberadaan zakat dengan pengukuhan BAZNAS periode 2008-2011 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 27 Tahun 2008 Tanggal 7 November 2008.7
4
Ibid.,39 Dyah Ratna Meta Novia, “Kualitas LAZ Ditingkatkan”, Republika, 1 Juni 2010, 12. 6 Gustian Juanda, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006), 3. 7 Depag, ”Pengelola Zakat Harus Penuhi Manajemen Mutu,” Ikhlas, April 2009, 45. 5
4
Berdasarkan data dari Perhimpunan Filantropi Indonesia dan Ford Foundation (PIRAC) menunjukkan bahwa potensi zakat di Indonesia tahun 2007 dengan populasi muslim 78 % bisa mencapai Rp 9,09 triliun per tahun. Asumsinya terdapat 29.065 juta keluarga sejahtera yang membayar zakat ratarata Rp 684.550/tahun/orang, dengan tingkat kesadaran berzakat 55%. Sedangkan hasil survey UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan angka yang lebih tinggi lagi bahwa potensi zakat di Indonesia bisa mencapai Rp 19,3 triliun per tahun. Bahkan hasil survey lain dari Baitul Mal Masjid Indonesia (BMMI) menerangkan angka yang jauh lebih tinggi lagi, yaitu Rp 43 triliun per tahun. Dari semua data tersebut, yang baru terlihat di lapangan tidak lebih dari Rp 1 triliun per tahun.8 Data diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan zakat di Indonesia belum mampu dilaksanakan secara optimal. Hambatan-hambatan yang menyebabkan kewajiban zakat belum meluas di masyarakat adalah: 9 1. Terbatasnya pengetahuan masyarakat Islam tentang zakat. Ibadah zakat hanya diajarkan secara sepintas saja pada waktu permulaan belajar agama. Demikian juga tidak seiring mubaligh atau khatib membicarakan dalam khutbah atau tabligh. Dan yang lebih penting lagi tidak ada latihan praktek zakat sebagaimana latihan praktek shalat dan puasa. Keadaan ini menjadikan ajaran kewajiban zakat kurang dihayati dengan baik.
8 Luqman Hakim Arifin, ”Negara Lebih Berperan Zakat Lebih Berasa,” Majalah Gontor, Oktober 2009, 12. 9 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyrarakat Islam dan Urusan Haji, Motivasi Zakat (Jakarta: Departemen Agama) 1993, 3-6.
5
2. Masalah konsepsi zakat. Di zaman modern sekarang ini terasa bahwa fiqh zakat terus berkembang. Banyak orang cukup mampu berzakat tetapi belum mengerti hukum dan konsep zakat kontemporer. Masyarakat melaksanakan zakat tetapi pelaksanaannya dilakukan secara langsung. Zakat kadang-kadang dikatakan orang tidak membebaskan kemiskinan tetapi bahkan memelihara kemiskinan. Hal ini karena penyerahan langsung, cenderung membuat orang tergantung dan tiap tahun akan menanti atau menerima zakat. Zakat yang lebih mendekati maksudnya adalah zakat yang harus mampu membebaskan kemiskinan dan kebodohan. Zakat tersebut adalah zakat yang didayagunakan secara produktif dan penerima dibina keahliannya agar mampu mengelola modal yang memadai. 3. Sifat kikir manusia. Kebanyakan manusia kurang menyadari bahwa kekayaan itu pada hakikatnya dari Allah SWT. Kekayaan itu diperoleh dengan kesehatan jasmaninya, dengan kecerdasan otaknya dan dengan keterampilan tangannya yang kesemuanya adalah karunia Allah. Mereka lupa bahwa harta yang akan menolong dirinya di sisi Allah kelak adalah harta yang dibelanjakan di jalan Allah dan bukan harta melimpah yang dinikmati sendiri. Mereka tidak yakin bahwa harta yang dikeluarkan zakat dan infaknya, akan diberkati Allah dan akan dilipatgandakan.
6
4. Perbenturan kepentingan. Kekhawatiran
jika zakat diorganisir dengan teratur akan
menjadikan kelompok masyarakat atau sebagian organisasi umat Islam tidak ikut mendapatkan kemaslahatan. Padahal tentu kekhawatiran ini tidak beralasan, karena justru pengorganisasian zakat akan membawa keberhasilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat Islam baik perorangan maupun organisasi Islam untuk membiayai kegiatannya. 5. Krisis kepercayaan. Walaupun tidak merata semua tempat, di beberapa lingkungan terdapat kekurangpercayaan terhadap pengelola zakat. Kekhawatiran ini disebabkan karena uang zakat tidak sampai pada yang berhak, atau hanya digunakan oleh amil atau panitianya. Masyarakat mencurigai pengelola zakat karena yang diharapkan wujudnya mungkin tidak kunjung menjadi kenyataan atau mungkin karena tidak pernah ada pelaporan yang bisa disaksikan secara terbuka (open management). Seiring dengan berdirinya Badan Amil Zakat ataupun Lembaga Amil Zakat di berbagai daerah di Indonesia, juga berdiri sebuah Lembaga Amil Zakat di Ponorogo, yaitu Lembaga Amil Zakat (LAZ) ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo yang didirikan pada tanggal 5 November 2002. Disamping itu di Ponorogo juga telah berdiri beberapa lembaga zakat seperti BAZ Kabupaten Ponorogo, LAZIS NU, LAZIS Muhammadiyah, BMH (Baitul Mal Hidayatullah), serta LAGZIS Kolektor Ponorogo.
7
Muzakki pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo terdiri dari donatur tetap dan donatur tidak tetap dengan berbagai potensi, kompetensi, fasilitas, dan otoritas dari kalangan birokrasi, profesional, swasta, dan masyarakat umum. Donatur tetap pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo berjumlah sekitar 400-an orang yang tiap bulannya rutin menyetorkan dana dengan omset 20-30 juta per bulannya. Sedangkan donatur tidak tetapnya berjumlah sekitar 2618 orang yang menyetorkan dana hanya pada waktu tertentu seperti pada bulan Ramadhan dengan omset sekitar 500600 juta rupiah (data tahun 1430 H/2009 M).10 Potensi zakat di Kabupaten Ponorogo pada dasarnya tidak terlepas dari kondisi kependudukan dan perekonomian Kabupaten Ponorogo. Berikut ini data tentang jumlah pemeluk agama dan produk domestik regional bruto atas dasar harga konstant Kabupaten Ponorogo: Tabel 1.1 Jumlah Pemeluk Agama Kabupaten Ponorogo Tahun 2006-2008.11 Jumlah
Jumlah Pemeluk Agama
Tahun Penduduk
Islam
2006
917.073
912.368
2007
936.343
2008
956.924
10
Katholik
Protestan
Hindu
Budha
2.508
1.533
357
307
931.535
2.926
1.572
66
234
949.699
2.779
3.623
265
558
Hasil wawancara dengan Moh. Yulian Ridhoi, S.E (Divisi Humas LAZ ”Ummat Sejahtera” Ponorogo), pada Senin, 28 Desember 2009, pukul 15.30 WIB di Kantor LAZ ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. 11 Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo, Ponorogo Dalam Angka : Katalog BPS 1403.3502 ( Ponorogo: BPS, 2009), 82.
8
Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstant Kabupaten Ponorogo Tahun 2006-2008 (Ribu Rupiah).12 Tahun
Produk Domestik Regional Bruto
2006
2,694,520,716
2007
2,871,341,710
2008
3,024,552,155
Berdasarkan tabel 1.1, pada tahun 2008 jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo berjumlah 956.924 jiwa dan sekitar 949.699 jiwa memeluk agama Islam. Ini menunjukkan hampir 99,24% masyarakat Kabupaten Ponorogo adalah Muslim. Pada tabel 1.2, jika dilihat angka dari Produk Domestik Regoinal Bruto Atas Dasar Harga Konstant (Gross Regional Domestic Product at Constant Market Price) pada tahun 2008, di Kabupaten Ponorogo bisa mencapai Rp 3.024.552.155.000,00 atau sekitar Rp 3,02 triliun. Jika menggunakan asumsi besarnya zakat yang dikumpulkan adalah 2,5 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto)13, maka potensi zakat di Kabupaten Ponorogo bisa mencapai Rp 75,6 miliar.14 Data di atas menunjukkan bahwa lembaga zakat yang ada di Ponorogo belum sepenuhnya optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan penyalur zakat. Pada penelitian ini penulis lebih menekankan pada faktor
12 13 14
Ibid., 200. Luqman Hakim Arifin, Negara Lebih Berperan, 13. Hasil perhitungan dari 25% x Rp 3.024.552.155.000,00 = Rp 75.613.803.900,00
9
yang mempengaruhi salah satu fungsi lembaga zakat yaitu sebagai penghimpun zakat. Banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk menggunakan lembaga zakat sebagai tempat mereka untuk mengumpulkan zakat. Hal ini sangat berkaitan dengan strategi lembaga zakat untuk mengoptimalisasikan fungsinya
sebagai
indikator
masyarakat
bersedia
berhubungan
dan
mengumpulkan zakat pada lembaga zakat. Salah satu sarana untuk mengukur kinerja dan kualitas jasa pada lembaga zakat adalah dengan mendengarkan ”suara atau persepsi” muzakki. Mengetahui persepsi atau mendengarkan suara muzakki sangat diperlukan, karena kondisi masyarakat saat ini sudah semakin kritis, cermat dan selektif untuk memilih lembaga yang memiliki reputasi yang baik dalam memegang amanah. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh lembaga zakat harus berorientasi pada muzakki, karena pada hakekatnya tujuan sebuah lembaga zakat adalah untuk mendapatkan kepercayaan dan kepuasan muzakki dalam memberikan amanah kepada lembaga zakat. Penulis memilih LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo sebagai lokasi penelitian karena LAZ ini mulai berkembang di daerah Ponorogo serta aktif merangkul masyarakat luas tanpa membedakan golongan atau kelompok tertentu. Sehingga penulis berasumsi, bahwa yang paling representatif digunakan sebagai lokasi penelitian adalah LAZ ”Ummat Sejahtera”
Kabupaten
Ponorogo.
Dengan
demikian,
sangat
penting
mengetahui bagaimana persepsi muzakki terhadap LAZ ”Ummat Sejahatera”
10
Kabupaten Ponorogo, sehingga LAZ dapat menilai sejauh mana kualitas jasa, pelayanan, dan program-program yang diberikan menurut pandangan muzakki. Untuk itu dalam penelitian ini penulis memberi judul: ” PERSEPSI MUZAKKI TERHADAP STRATEGI OPTIMALISASI FUNGSI LEMBAGA ZAKAT (Studi pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo)”.
B. Penegasan Istilah Untuk memahami sebuah konsep dalam judul skripsi yang penulis ajukan, maka istiah yang perlu mendapatkan penegasan adalah: 1. Persepsi adalah proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya.15 Proses ini dilakukan individu untuk memilih, mengatur dan menafsirkan ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia.16 Persepsi ini merupakan reaksi seseorang mengenai realitas yang sifatnya subyektif.17 2. Muzakki adalah individu atau badan yang dimiliki orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat.18 3. Strategi Optimalisasi Fungsi merupakan rangkaian proses aktivitas manajemen yang mencangkup implementasi dan evaluasi keputusankeputusan strategis lembaga zakat yang memungkinkan pencapaian
15
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 863. 16 Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), 92. 17 Ibid. 18 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib Zakat dan Pajak di Indonesia (Yogyakarta: Pilar Media, 2006), 21.
11
tujuannya di masa datang19, terutama yang berkaitan dengan strategi kinerja lembaga, strategi pengumpulan dana zakat, dan strategi pemasaran (marketing). 4. LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo merupakan lembaga zakat milik masyarakat Kabupaten Ponorogo yang bertugas mengumpulkan dana ZISWAF (Zakat, Infak, Shadaqah dan Wakaf) dari perorangan, kelompok, perusahaan/lembaga. Lembaga ini berkantor di Kompleks Pasar Legi Selatan Lt. 2 Blok AD 1-2, Jl. Soekarno Hatta Ponorogo.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana persepsi muzakki terhadap strategi kinerja pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo? 2. Bagaimana persepsi muzakki terhadap strategi pengumpulan dana zakat pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo? 3. Bagaimana persepsi muzakki terhadap strategi pemasaran (marketing) pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo?
19
Muhammad Ismail Yusanto, Manajemen Strategis Perspektif Syari’ah (Jakarta: Khairu Bayaan, 2003), 8.
12
D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis persepsi muzakki terhadap strategi kinerja pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. 2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis persepsi muzakki terhadap strategi pengumpulan dana zakat pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. 3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis persepsi muzakki terhadap strategi pemasaran (marketing) pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo.
E. Kegunaan Penelitian Adapun manfaat atau kegunaan penelitian ini adalah : 1. Kegunaan penelitian yang bersifat teoritis. Secara
teoritis,
penelitian
ini
diharapkan
sebagai
bentuk
sumbangsih dalam rangka memperkaya khasanah pengetahuan terutama yang berkaitan dengan masalah mu’amalah. Selain itu penelitian ini dapat digunakan sebagai pijakan bagi penelitian lebih lanjut dan pihak-pihak yang konsen terhadap perkembangan lembaga ekonomi umat. 2. Kegunaan yang bersifat praktis. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapakan dapat berguna: a. Bagi LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk :
13
1) Sebagai acuan untuk penyempurnaan pelayanan LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo sesuai yang diinginkan oleh masyarakat dan untuk menentukan strategi optimalisasi fungsi lembaga zakat yang tepat sehingga masyarakat menjadi loyal. 2) Sebagai sumbangan pemikiran dan analisis bagi LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo khususnya, serta pihak-pihak yang berkepentingan untuk bahan evaluasi lembaga zakat lainnya yang telah dijalankan selama ini. b. Bagi Lembaga Pemerintahan, hasil penelitian ini diharapakan bisa digunakan sebagai acuan untuk menetukan kebijakan-kebijakan mengenai lembaga zakat di masa mendatang, khususnya bagi perkembangannya sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi umat.
F. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo yang terletak di Kompleks Pasar Legi Selatan Blok AD 1 Lantai 2 Jl. Soekarno-Hatta Ponorogo. 2. Subyek Penelitian Adapun yang menjadi subyek penelitian ini adalah para muzakki LAZ “ Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo.
14
3. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan yaitu penelitian yang langsung dilakukan di lapangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu tradisi tertentu yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan peristilahannya.20 Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 4. Data Penelitian Data yang akan diteliti sebagaimana yang tertera dalam rumusan masalah adalah: a. Persepsi muzakki terhadap strategi kinerja pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo yang meliputi kualitas pelayanan, tingkat responsivitas, dan tingkat kepercayaan muzakki. b. Persepsi muzakki terhadap strategi pengumpulan dana zakat pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo yang meliputi kelengkapan program / layanan dan tingkat kemudahan (fleksibelitas) program / layanan. c. Persepsi muzakki terhadap strategi pemasaran (marketing) pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo yang meliputi usaha komunikasi / motivasi, penetapan lokasi, dan tingkat keterkenalan.
20
Sudarto, Metode Penelitian Filsafat (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), 62.
15
5. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berupa informan, yaitu orang-orang yang dianggap tahu tentang data yang diinginkan oleh peneliti. Orang-orang tersebut adalah para muzakki LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. Data sekunder dalam penelitian ini berupa penjelasan pelengkap yang diperoleh dari pimpinan dan karyawan LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. Disamping itu data sekunder juga diperoleh dari kajian-kajian, buku-buku, jurnal, surat kabar atau tulisan lepas yang dapat digunakan sebagai landasan teori atau dasar penunjang untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini. 6. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah: a. Wawancara semi terstruktur, yaitu pada awalnya pewawancara menanyakan pertanyaan yang sudah terstruktur berupa pertanyaan telah
disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list,
sehingga pewawancara tinggal memberikan tanda pada jawaban yang sesuai dengan jawaban informan, kemudian satu per satu diperdalam untuk mengorek keterangan lebih lanjut.21 Dalam hal ini yang menjadi informan adalah sejumlah 40 muzakki (donatur tetap) LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. 22
21
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), 202. 22 Daftar check-list wawancara terlampir.
16
b. Dokumentasi, yaitu mencari data berupa catatan, transkrip, buku, dan majalah untuk memperoleh data tentang jumlah muzakki (donatur), jumlah dana, struktur organisasai pengurus dan karyawan, dan program-program LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. 7. Teknik Pengolahan Data Data yang diperoleh dari lapangan, baik dari hasil wawancara dan dokumentasi dianalisa melalui tahap-tahap sebagai berikut: a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data diperoleh, terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna, kesesuaian, dan keseragaman antar masing-masing data. b. Organizing,
yaitu
menyusun
dan
mensisitematiskan
atau
mengelompokan data yang sudah direncanakan sesuai dengan rumusan masalah. c. Penemuan hasil riset, yaitu pelaksanaan analisa lanjutan terhadap hasil organizing dengan menggunakan kaidah teori, dalil dan sebagainya sehingga diperoleh kesimpulan tertentu yang sesuai dengan rumusan masalah. 8. Metode Analisa Data Metode analisa data dalam penelitian ini adalah: a. Metode
deduktif,
yaitu
suatu
cara
berfikir
diawali
dengan
menggunakan teori-teori, dalil-dalil atau ketentuan yang bersifat umum, selanjutnya dikemukakan dengan kenyataan yang bersifat khusus dari hasil penelitian.
17
b. Metode
Induktif,
yaitu
pemahaman
yang
dimulai
dengan
mengemukakan kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
G. Telaah Pustaka Berdasarkan hasil penelaahan penulis terhadap sejumlah karya tentang lembaga ekonomi umat khususnya lembaga zakat, terdapat beberapa hasil penelitian tentang lembaga zakat yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Penelitian-penelitian tersebut
harus diakui telah banyak
memberikan kontribusi terhadap penulisan skripsi ini. Beberapa penelitian tersebut adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Sarah (2004) dengan judul: Problematika Pelaksanaan Zakat Fitrah di Kecamatan Ponorogo (Menurut Analisa Fiqh). Penelitian ini menyoroti masalah pelaksanaan zakat fitrah di Kecamatan Ponorogo baik berupa sistem penarikannya, pembagiannya, dan bentuk pertanggungjawaban amil zakat. Penelitian ini berkesimpulan bahwa pelaksanaan penarikan, pendistribusian, dan bentuk pertanggungjawaban amil sudah sesuai dengan fiqh namun masih bersifat tradisional dan jauh dari sifat profesianal dan produktif.23 2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Izzati (2005) dengan judul: Studi Hukum Islam Tentang Manajemen Pengelolaan Zakat Fitrah Badan Amil Zakat (BAZ) Departemen Agama Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini 23
Siti Sarah, “Problematika Pelaksanaan Zakat Fitrah di Kecamatan Ponorogo (Menurut Analisa Fiqh),” (Skripsi, STAIN, Ponorogo, 2004), 68.
18
menyoroti tentang sistem perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan pendayagunaan dana zakat di BAZ Depag Kabupaten Ponorogo. Hasil dari penelitian ini menerangkan bahwa sistem perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan pendayagunaan zakat di BAZ Depag Kabupaten Ponorogo telah memenuhi prinsip manajemen pengelolaan zakat.24 3. Penelitian yang dilakukan oleh Edi Suhartono (2008) yang berjudul: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pinjaman Dana Bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. Penelitian ini menyoroti masalah program pinjaman dana usaha bergulir pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pinjaman dana usah bergulir dan penentuan kriteria dana usaha bergulir sudah sesuai denga hukum Islam (Qordhul Hasan), namun untuk mencegah adanya wanprestasi pihak LAZ perlu adanya sikap ketelitian dalam mengambil keputusan dan kejelian sistem survei.25
H. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan pembaca dalam membaca hasil penelitian ini, maka laporan penelitian ini akan penulis susun dengan sistematika sebagai berikut:
24
Nurul Izzati, “Studi Hukum Islam Tentang Manajemen Pengelolaan Zakat Fitrah Badan Amil Zakat (BAZ) Departemen Agama Kabupaten Ponorogo,” (Skripsi, STAIN, Ponorogo, 2005), 58. 25 Edi Suhartono, ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pinjaman Dana Bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo,” (Skripsi, STAIN, Ponorogo, 2008), 66.
19
BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, telaah pustaka, dan sistematika pembahasan.
BAB II
: MANAJEMEN STRATEGI LEMBAGA ZAKAT Bab ini akan memaparkan tentang konsep dasar lembaga zakat dan konsep manajemen strategi lembaga zakat yang mencakup strategi kinerja lembaga, strategi pengumpulan dana zakat, dan strategi pemasaran (marketing).
BAB III
: GAMBARAN
UMUM
LAZ
”UMMAT
SEJAHTERA”
KABUPATEN PONOROGO Bab ini memuat tentang gambaran umum lokasi penelitian. Penulis akan memaparkan tentang profil LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo yang meliputi sejarah dan latar belakang berdirinya, visi dan misi, struktur organisasi, jumlah dana yang dihimpun, jumlah dan penyebaran muzakki (donatur tetap), serta strategi optimalisasi fungsi lembaga zakat yang dilakukan LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. Selain itu pada bab ini penulis juga akan memaparkan data terkait persepsi muzakki terhadap strategi optimalisasi fungsi LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo yang mencakup strategi kinerja lembaga, strategi pengumpulan dana zakat, dan strategi pemasaran (marketing).
20
BAB IV
: ANALISIS PERSEPSI MUZAKKI TERHADAP STRATEGI OPTIMALISASI FUNGSI LAZ ”UMMAT SEJAHTERA” KABUPATEN PONOROGO Bab ini akan memaparkan tentang analisis persepsi muzakki terhadap strategi optimalisasi fungsi lembaga zakat pada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo yang mencakup strategi kinerja lembaga, strategi pengumpulan dana zakat, dan strategi pemasaran (marketing).
BAB V
: PENUTUP Bab ini merupakan bab yang terakhir yang meliputi: kesimpulan dan saran.
21
BAB II MANAJEMEN STRATEGI LEMBAGA ZAKAT
A. Konsep Dasar Lembaga Zakat 1. Urgensi Lembaga Zakat Lembaga zakat (amil zakat) adalah pihak yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Demikian juga mulai dari pencatat sampai penghitung yang mencatat keluar masuk zakat, dan membagi kepada para mustahik.26 Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur’an surat At-Taubah (9): 60 yaitu:
öΝåκæ5θè=è% Ïπx©9xσßϑø9$#uρ $pκön=tæ t,Î#Ïϑ≈yèø9$#uρ ÈÅ3≈|¡yϑø9$#uρ Ï!#ts)àù=Ï9 àM≈s%y‰¢Á9$# ϑ‾ΡÎ) 3 «!$# š∅ÏiΒ ZπŸÒƒÌsù ( È≅‹Î6¡¡9$# Èø⌠$#uρ «!$# È≅‹Î6y™ †Îûuρ tÏΒÌ≈tóø9$#uρ É>$s%Ìh9$# †Îûuρ ∩∉⊃∪ ÒΟ‹Å6ym íΟŠÎ=tæ ª!$#uρ Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”27 Juga pada firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat At-Taubah (9): 103 yaitu:
26 27
Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat (Beirut: Muassasat ar-Risalah, 1973), 579. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Syamil, 2005), 196.
21
22
y7s?4θn=|¹ ¨βÎ) ( öΝÎγø‹n=tæ Èe≅|¹uρ $pκÍ5 ΝÍκÏj.t“è?uρ öΝèδãÎdγsÜè? Zπs%y‰|¹ öΝÏλÎ;≡uθøΒr& ôÏΒ õ‹è{ ∩⊇⊃⊂∪ íΟŠÎ=tæ ìì‹Ïϑy™ ª!$#uρ 3 öΝçλ°; Ös3y™ Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahu.”28 Dalam surat At-Taubah (9): 60 tersebut dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahik) adalah orang-orang yang bertugas mengurus urusan zakat (‘amilina ‘alaiha). Sedangkan dalam surat At-Taubah (9): 103 dijelaskan bahwa zakat diambil /dijemput dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik).29 Perhatian Al-Qur’an dengan nashnya terhadap lembaga zakat (amil) dan dimasukkan dalam kelompok mustahik yang berada setelah fakir dan miskin menunjukkan bahwa zakat dalam Islam bukanlah suatu tugas yang hanya diberikan kepada perseorangan saja. Amil merupakan sebuah tugas negara yang wajib mengatur urusan zakat sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw dan para khalifah yang menugaskan para pemungut zakat. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Bukhari yaitu:
28
Ibid., 203. Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 125. 29
23
d ِ لا ُ ْij ُ َرk َ Yَ lْ mَ j ْ ا:ل َ Pَa bُ cْ O َ d ُ \ا َe ِ ي َر g Nِ O ِ PQRS اNٍ Wْ Yَ [ ُ \ِ]_ْ َأO َ nَOْNoُ pٍ Wْ qَj ُ ْ\cِ ]َ ت ِ PَaNَ s َ \َqO َ Nِ j ْt َ ْ_ ا َ uِ w ًx ُ ْ َرpqQj َ َوbِ Wْ qَO َ d اn Q qَs 30 .bَ ُ zj َ Pَ[ َءPَx PQYqَ|َ }ِ WQzِ mْ q~S_ ا َ ]ْ ا “Dari Abu Humaid As-Sa’idi r.a, dia berkata: Rasulullah Saw menunjuk seorang laki-laki dari Bani Asad untuk mengumpulkan sedekah (zakat) Bani Sulaim, laki-laki itu biasa dipanggil Ibnu Lutbiah. Ketika ia kembali, maka (beliau) memeriksa dan menghitungnya.” Lembaga zakat yang memiliki kekuatan hukum formal akan memiliki beberapa keuntungan antara lain:31 a. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat. b. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. c. Untuk mencapai efisiensi dan efektifitas, serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat. d. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami. Dalam Undang-undang No.38 Tahun 1999 dikemukakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan32: a. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntutan agama. b. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
30
Imam ‘Alamah Badruddin Abi Muhammad Bin Ahmad al-‘Ainiy, ‘Umdatul Qoriy (Beirut: Daarul Kitab al-‘Alami’ah, 2001), 149, 31 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, 126. 32 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, Peraturan Perudangundangan Pengelolaan Zakat (Jakarta: Depag RI, 2004), 4.
24
c. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. 2. Fungsi Lembaga Zakat Dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disebutkan bahwa pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.33 Oleh karena itu lembaga zakat memiliki dua fungsi pokok, yaitu34: a. Fungsi penghasil atau pengumpul zakat Para
petugas
penghasil
zakat
melaksanakan
pekerjaan
pengumpulan zakat. Diantara tugas itu adalah melakukan sensus terhadap orang-orang wajib zakat (muzakki), jenis harta yang mereka miliki, dan besar harta yang wajib dizakati, kemudian menagihnya dari para wajib zakat, kemudian menyimpan dan menjaganya, untuk kemudian diserahkan kepada pengurus pembagi zakat. b. Fungsi pembagian zakat Para pembagi zakat bertugas memilih cara yang paling baik untuk mengetahui para mustahik zakat, kemudian melaksanakan klasifikasi terhadap mereka dan menyatakan hak-hak mereka. Juga menghitung jumlah kebutuhan mereka dan jumlah biaya yang cukup untuk mereka. Akhirnya meletakkan dasar-dasar yang sehat dalam pembagian zakat tersebut sesuai dengan jumlah dan kondisi sosial.
33 34
Ibid., 3. Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat, 581-582.
25
3. Amil pada Lembaga Zakat Amil adalah orang-orang yang mendapatkan tugas dari imam (pemimpin) atau wakilnya untuk mengurus urusan zakat, yang terdiri dari penarik, pencatat, dan pembagi zakat. Seorang yang diberi tugas sebagai amil harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Seorang muslim, karena amil mengurusi zakat yang berhubungan dengan kaum muslimin. Tidak dibenarkan memberi kewenangan kepada orang-orang kafir dzimmi untuk mengambil harta orang-orang muslim secara tidak hak, sehingga kedudukan orang muslim menjadi terhina dan diremehkan.35 Tetapi ada pengecualian seperti penjaga gudang, pengangkut barang yang tidak langsung berhubungan dengan penerimaan dan pembagian zakat. 36 b. Seorang mukallaf (dewasa) yang sehat akal pikirannya, kemudian harus bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan tugasnya. c. Seorang yang jujur, karena seorang amil menerima amanat harta kaum muslimin sehingga jangan sampai disalahgunakan. d. Seorang yang memahami seluk-beluk zakat, mulai dari hukumnya sampai kepada pelaksanaannya. e. Seorang yang dipandang mampu melaksanakan tugasnya, apalagi amil benar-benar difungsikan.
35 Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyaar fii Alli Ghaayatil Ikhtishaar (Semarang: Toha Putra Semarang, tt), 199. 36 Ali Hasan, Zakat dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasi Problem Sosial di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), 97.
26
f. Diutamakan seorang laki-laki menurut sebagaian ulama, dan dibolehkan untuk kaum wanita pada pekerjaan-pekerjaan yang cocok untuk wanita dan pantas dilakukan oleh laki-laki maupun wanita.37 g. Memiliki kesungguhan dalam melaksanakan tugasnya yaitu bekerja full time dan tidak asal-asalan atau sekedar pekerjaan sampingan.38 4. Jenis Dana yang Dihimpun Oleh Lembaga Zakat Lembaga zakat dapat menerima dan mengelola berbagai jenis dana. Dengan demikian di lembaga zakat terdapat berbagai jenis dana, antara lain: dana zakat, dana infaq / shadaqah, dana wakaf, dana pengelola.39 a. Dana zakat Pengertian zakat secara bahasa berarti tumbuh, bersih, berkah, berkembang dan baik. Secara istilah
zakat berarti mengeluarkan
sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yan berhak. Zakat pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu zakat maal (harta) dan zakat fitrah (jiwa). Zakat maal wajib dikeluarkan oleh orang-orang yang memiliki harta atau kekayaan yang telah memenuhi syarat, seperti telah mencapai nisab, kepemilikannya sempurna, berkembang secara riil atau estimasi, cukup haul (berlaku waktu satu tahun). Zakat fitrah wajib dikeluarkan oleh orang-orang yang mampu setiap bulan Ramadhan.
37
Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat, 588-589. Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, 129. 39 Gustian Juanda, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), 10. 38
27
b. Dana infaq / shadaqah Infaq adalah mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan (penghasilan) untuk kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nisabnya, infaq tidak mengenal nisab. Jika zakat harus diberikan kepada mustahik tertentu (8 asnaf), infak boleh diberikan kepada siapa pun juga, misalkan untuk kedua orang tua atau anak yatim. Sedangkan shadaqah memiliki pengertian hampir sama dengan infaq. Jika infak berkaitan dengan materi, maka shadaqah memiliki arti lebih luas dari sekedar materi. Dari hal ini yang perlu diperhatikan adalah jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfak atau bersadaqah. c. Dana wakaf Wakaf adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya dan memungkinkan untuk diambil manfaatnya guna diberikan di jalan kebaikan (sesuai dengan hukum Syara’).40 d. Dana pengelola Dana pengelola yang dimaksud disini adalah dana hak amil yang digunakan untuk membiayai operasional lembaga. Dana ini dapat bersumber dari: 1) Hak amil dari zakat yang dihimpun. 2) Bagian tertentu dari dana infaq / shadaqah. 3) Sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan Syari’ah.
40
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), 240.
28
5. Karakteristik dan Sifat Lembaga Zakat Sebagai
organisasi
nirlaba,
lembaga
zakat juga
memiliki
karakteristik seperti organisasai nirlaba lainnya, yaitu41: a. Sumber daya (baik dana maupun barang) berasal dari para donatur yang mempercayakannya pada lembaga. Para donatur tersebut tidak mengharapkan keuntungan kembali secara materi dari organisasi pengelola zakat. b. Menghasilkan berbagai jenis jasa dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat. Jasa tersebut tidak dimaksudkan untuk mendapatkan laba. c. Kepemilikan organisasi pengelola zakat tidak seperti lazimnya pada organisasi bisnis. Biasanya terdapat pendiri, yaitu orang-orang yang bersepakat untuk mendirikan organisasi pengelola zakat. Pada hakikatnya, organisasi pengelola zakat bukanlah milik pendiri, tetapi milik umat. Hal ini karena sumber daya organisasi terutama berasal dari masyarakat atau umat. Termasuk jika organisasi pengelola zakat tersebut dilikuidasi, kekayaan yang ada pada lembaga tidak boleh dibagikan kepada pendiri. Lembaga zakat mempunyai karakteristik yang membedakan dengan organisasi nirlaba lainnya, yaitu42: a. Terikat dengan aturan dan prinsip-prinsip Syari’at Islam. b. Sumber dana utama adalah zakat, infak, shadaqah, dan wakaf. c. Memiliki Dewan Syari’ah dalam struktur organisasinya. 41 42
Gustian Juanda, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, 9. Ibid., 10.
29
Adapun sifat yang harus dimiliki oleh lembaga zakat antara lain43: a. Independen, artinya lembaga zakat tidak mempunyai ketergantungan kepada orang-orang tertentu atau lembaga lain. b. Netral, artinya dalam menjalankan aktivitasnya lembaga harus berdiri di atas semua golongan. c. Tidak berpolitik (praktis), yaitu lembaga zakat tidak terjebak dalam kegiatan politik praktis. d. Tidak diskriminasi, artinya dalam menyalurkan dananya lembaga zakat tidak
boleh
mendasarkan
pada
perbedaan
golongan,
tetapi
menggunakan parameter yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara syari’ah maupun manajemen. 6. Kelembagaan Pengelola Zakat di Indonesia Keberadaan lembaga pengeola zakat di Indonesia diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu: a. UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. b. Keputusan Menteri Agama No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999. c. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelola Zakat. Dalam peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, diakui adanya dua jenis organisasi pengelola zakat, yaitu: 43
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, Pola Pembinaan Lembaga Pengelola Zakat di Indonesia (Jakarta: Depag RI, 2003), 41.
30
a. Badan Amil Zakat Badan Amil Zakat (BAZ) adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh Pemerintah dengan kepengurusan terdiri atas unsur masyarakat dan Pemerintah. b. Lembaga Amil Zakat Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang bergerak di bidang da’wah, pendidikan, sosial atau kemaslahatan umat Islam, kemudian dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh Pemerintah. Kegiatan LAZ adalah mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan dana zakat dari masyarakat. 7. Lembaga Amil Zakat dalam Perundang-undangan Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dijelaskan bahwa Lembaga Amil Zakat merupakan institusi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh Pemerintah untuk melakukan kegiatan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama.44Sebagaimana BAZ, Lembaga Amil Zakat (LAZ) memiliki berbagai tingkatan, yaitu45: a. Nasional, dikukuhkan oleh Menteri Agama. b. Daerah Pripinsi, dikukuhkan oleh Gubernur atas usul Kepala Kantir Wilayah Departemen Agama Propinsi. 44
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, Peraturan Perudangundangan Pengelolaan Zakat, 25. 45 Gustian Juanda, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, 6-7.
31
c. Daerah Kabupaten / Kota, dikukuhkan oleh Bupati atau Walikota atas usul Kepala Kantor Deparatemen Agama Kabupaten atau Kota. d. Kecamatan, dikukuhkan oleh Camat atas Usul Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan. Untuk mendapat pengukuhan, LAZ harus memenuhi dan melampiran persyaratan sebagai berikut46: a. Akte pendirian yang telah didaftarkan pada Departemen Kehakiman dan HAM. b. Daftar muzakki dan mustahik. c. Daftar susunan pengurus, terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana. d. Rencana program kerja setahun. e. Neraca atau laporan posisi keuangan awal bagi lembaga yang baru berdiri, atau laporan keuangan tahun terakhir yang meliputi: laporan posisi keuangan, laporan aktifitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan untuk lembaga yang sudah berjalan. f. Surat pernyataan bersedia untuk diaudit. Bentuk badan hukum Lembaga Amil Zakat adalah yayasan karena LAZ termasuk organisasai nirlaba, dan badan hukum yayasan dalam melakukan
kegiatannya
tidak
berorientasi untuk
memupuk laba.
Persayaratan data muzakki dan mustahik serta program kerja berdasarkan hasil survei agar mencerminkan kondisi lapangan. Sedangkan posisi
46
Direktoral Pengembangan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, Pedoman Pengelolaan Zakat (Jakarta: Depag RI, 2002), 61-62.
32
keuangan diperlukan sebagai bukti bahwa LAZ telah mempunyai sistem pembukuan yang baik. Surat pernyataan bersedia untuk diaudit diperlukan agar prinsip transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga.47 Setelah mendapat pengukuhan, LAZ memiliki kewajiban sebagai berikut48: a. Segera melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah dibuat. b. Menyusun laporan, termasuk laporan keuangan. c. Mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit melalui media massa. d. Manyerahkan laporan kepada Pemerintah. Jika sebuah LAZ tidak lagi memenuhi persyaratan pengukuhan dan tidak melaksanakan kewajibannya, pengukuhan dapat ditinjau ulang bahkan sampai dicabut. Mekanisme peninjauan ulang terhadap LAZ dilakukan dengan memberikan peringatan tertulis sampai tiga kali. Bila telah tiga kali diperingatkan secara tertulis tidak ada perbaikan, akan dilakukan pencabutan pengukuhan. Pencabutan pengukuhan tersebut akan mengakibatkan49: a. Hilangnya
hak
pembinaan,
perlindungan,
dan
pelayanan
dari
Pemeintah. b. Tidak diakuinya bukti setoran zakat yang dikeluarkannya sebagai pengurang penghasilan kena pajak. c. Tidak dapat melakukan pengumpulan dana zakat. 47
Gustian Juanda, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, 7-8. Ibid., 8. 49 Ibid. 48
33
B. Konsep Manajemen Strategi Lembaga Zakat Manajemen berarti mengatur sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat, dan terarah untuk melahirkan keyakinan yang berdampak pada melakukan sesuatu sesuai dengan aturan serta memiliki manfaat.50Manajemen merupakan
salah
satu
upaya
lembaga
zakat
dalam
meningkatkan
kredibilitasnya kepada masyarakat. Kredibilitas adalah suatu nilai berwujud rasa percaya orang / pihak lain terhadap seseorang atau sebuah lembaga. Kredibilitas sebuah lembaga berarti kepercayaan masyarakat kepada lembaga berkenaan dengan titipan dana yang mereka amanatkan. Kredibilitas lembaga meliputi unsur-unsur antara lain: kejujuran dalam berinteraksi dengan masyarakat, kesediaan untuk berposisi sejajar dengan masyarakat, ketaatan dalam mematuhi atau memenuhi
aspek-aspek
legal
yang
berlaku,
keterbukaan
dalam
menginformasikan kedudukan atau perkembangan lembaga, kearifan dalam menangani atau menyelesaikan masalah, kesehatan struktur keuangan lembaga, dan perkembangan kinerja lembaga. 51 Manajemen pada dasarnya dikembangkan untuk kepentingan bisnis private sector (yang sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan profit yang sebesar-besarnya). Namun demikian, manajemen juga bisa diterapkan pada organisasai atau lembaga nonprofit (yang sasaran utamanya adalah service bukan profit) seperti lembaga zakat. Adapun dasar manajemen yang terdapat pada Al-Qur’an Surat Ash-Shaff (4) yaitu:
50
2003), 2.
51
Didin Hafidhuddin, Manajemen Syari’ah dalam Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,
Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (Yogyakarta: Ekonosia, 2002), 101.
34
∩⊆∪ ÒÉθß¹ö¨Β Ö≈uŠ÷Ψç/ Οßγ‾Ρr(x. $y|¹ Ï&Î#‹Î6y™ ’Îû šχθè=ÏG≈s)ムšÏ%©!$# =Ïtä† ©!$# ¨βÎ) Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”.52 Fungsi manajemen terdiri dari lima unsur pokok. Pertama, planning yaitu menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam waktu tertentu dan apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kedua, organizing yaitu mengelompokkan kegiatan dan pembagian tugas terhadap apa yang dikerjakan dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Ketiga, staffing yaitu penentuan human resources yang diperlukan termasuk pemberian training dan pengembangannya. Keempat, motivating yaitu pemberian motivasi dan arahan untuk menuju tujuan. Kelima, controlling yaitu pengukuran performance untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, penentuan sebabsebab terjadinya penyimpangan dari tujuan, dan sekaligus usaha pelurusan kembali untuk menuju tujuan yang ada. 53 Dengan
menggunakan
fungsi
manajemen
tersebut,
maka
pengumpulan zakat dilakukan dengan cara terprogram dan terencana, termasuk ditentukan jadwalnya dengan jelas, dan tetap berlandaskan untuk beribadah kepada Allah secara ikhlas. Untuk mengoptimalisasaikan pengumpulan dana zakat, terdapat tiga unsur penting yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan manejemen strategi lembaga zakat yakni: strategi kinerja, strategi pengumpulan dana zakat, strategi pemasaran (marketing). 52
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 551. Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat: Meneropong Prospek Berkembagnya Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 143-144. 53
35
1.
Strategi Kinerja Strategi kinerja lembaga merupakan strategi yang dilakukan oleh lembaga zakat untuk mendefinisikan identitas dan kepribadian lembaga zakat sehingga mampu merebut posisi di benak para muzakki. Sehingga strategi
ini
menyangkut
bagaimana
membangun
kepercayaan,
kredibilitas, dan keyakinan muzakki kepada lembaga zakat.54 Tujuan profesi amil zakat adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi dan mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik, baik muzakki, mustahik, mitra kerja, maupun masyarakat luas. Agar tujuan tersebut tercapai, ada empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh lembaga zakat antara lain: shiddiq (integritas), amanah (kredibilitas), tabligh (edukasi, advokasi dan sosialisasi), dan fathanah (profesionalisme).55 Berdasarkan undang-undang pengelolaan zakat, pertimbangan dibentuknya lembaga zakat adalah untuk meningkatkan pelayanan bagi muzakki dan meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat yang dapat dipertanggung jawabkan, maka indikator kinerja suatu lembaga zakat dapat dinilai dari beberapa segi, antara lain: a.
Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan (service) merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan lembaga zakat untuk menjaga kepuasan
54
173.
55
Muhammad Syakir Sula, Syari’ah Marketing (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006),
Kode Etik Amil Zakat, http://www.forumzakat.net/index.php?act=viewnews&id=90, diakses 25 Mei 2010.
36
muzakki. Strategi pelayanan merupakan strategi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan kualitas sebaik mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh lembaga. Dalam
melakukan
pelayanan
yang
baik,
biasanya
digambarkan seseorang melalui sikap, pembicaraan, dan bahasa tubuh (body language) yang bersifat simpatik, lembut, sopan, hormat, dan penuh kasih sayang.56 Lembaga harus menyadari bahwa kepuasan muzakki adalah segalanya. Untuk itu lembaga juga harus memperhatikan karyawannya dengan menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif,
rasa
aman,
manusiawi,
dan
menumbuhkan
motivasi.57 Nilai yang harus dimiliki oleh organisasi Islami termasuk lembaga zakat mencakup tiga hal, yakni: keikhlasan, kebersamaan, dan pengorbanan. Hal ini terangkum dalam beberapa etos kerja muslim, antara lain58: 1) Al-Shalah atau baik dan manfaat. 2) Al-Itqan atau kemantapan dan perfectness. 3) Al-Ihsan atau melakukan yang terbaik dan lebih baik lagi. 4) Al-Mujahadah atau kerja keras dan optimal. 5) Tanafus dan ta’awun atau berkompetisi dan tolong-menolong. 6) Mencermati nilai waktu
56 57
23.
58
Muhammad Syakir Sula, Syari’ah Marketing, 183. Zulian Yamit, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa (Yogyakarta: Ekonosia, 2002), Didin Hafidhuddin, Manajemen Syari’ah dalam Praktek, 40-41.
37
b.
Responsivitas Responsivitas merupakan usaha lembaga zakat dalam menampung aspirasi / keluhan pengguna layanan zakat. Tingkat responsivitas juga berkaitan dengan usaha tindak lanjut aspirasi / keluhan untuk memperbaiki penyelenggaraan layanan zakat di masa yang akan datang.59 Persepsi muzakki terhadap nilai responsivitas yang diberikan oleh lembaga merupakan dasar usaha peningkatan kinerja lembaga. Faktor-faktor yang mampu meningkatan nilai responsivitas lembaga untuk kepuasan muzakki antara lain60: 1) Mempercepat pelayanan 2) Pelatihan karyawan agar lebih cekatan dan tepat dalam pengambilan keputusan 3) Komputerisasi dokumen 4) Penyederhanaan sistem dan prosedur 5) Pelayanan yang terpadu (one-stop-shoping) 6) Penyederhanaan birokrasi 7) Mengurangi pemusatan keputusan
c.
Profesionalitas Profesionalitas
adalah
kemampuan
yang
merupakan
perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap seorang amil dalam mengemban suatu tugas tertentu dan dilaksanakan secara 59
Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib Zakat dan Pajak di Indonesia (Yogyakarta: Pilar Media, 2006), 115. 60 Zulian Yamit, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, 32-33.
38
penuh waktu, kreativitas, dan inovasi.61 Profesionalitas lembaga meliputi unsur-unsur antara lain62: 1) Kerapian pengelolaan organisasi dan lembaga. 2) Kesepadanan
struktur
organisasi
dalam
kegiatan
yang
dijalankan. 3) Kepakaran dalam menangani kegiatan usaha yang dijalankan. 4) Ketersediaan sistem dan mekanisme kerja lembaga. 5) Kesigapan dalam menangani dan menanggapi muzakki. 6) Ketersediaan sumber daya manusia yang memadai. 7) Ketersediaan saran dan prasarana pendukung kegiatan. Profesionalitas lembaga juga dapat dilihat dari tingkat responsibilitas lembaga. Responsibilitas merupakan usaha lembaga zakat dalam menerapankan petunjuk teknis yang telah dibuat oleh pengurus dalam operasionalnya sesuai dengan ketentuan yang ada dalam
undang-undang
pengelolaan
zakat
maupun
peraturan
pelaksanaannya.63 d.
Akuntabilitas Akuntabilitas menyangkut usaha pelaporan pengelolaan zakat setiap tahunnya kepada para pembayar zakat melaui instansi masingmasing, yang melibatkan auditor eksternal dan pengurus yang disampaikan
secara
individu
ataupun
kolektif
kepada
61 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, Pola Pembinaan Lembaga Pengelola Zakat di Indonesia, 39. 62 Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah, 101-102. 63 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat., 116.
39
muzakki.64Penyampaian laporan ini merupakan bentuk transparansi lembaga zakat kepada publik. Akuntabilitas pada lembaga zakat bukanlah sebuah keputusan namun merupakan sebuah bentuk pertanggungjawaban. Dalam hal ini akuntabilitas berarti konsep akuntansi Islam yang mengupayakan perlindungan kepentingan masyarakat dengan menekankan pada pertanggungjawaban (accountability) untuk menjaga nilai kebenaran dan keadilan.65 Akuntabilitas sangat berhubungan dengan syarat seorang amil yang harus mempunyai skill dan amanah dalam melaksanakan tugasnya apalagi untuk sebuah urusan yang menyangkit harta dan uang. Terhadap kedua hal tersebut Allah berfirman dalam Qur’an surat Al-Qashash (28): 26, yaitu:
∩⊄∉∪ ßÏΒF{$# ‘“Èθs)ø9$# |Nöyfø↔tGó™$# ÇtΒ uöyz āχÎ) Artinya: “Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".66 Dalam ayat lain istilah amanah diungkapkan dengan kemampuan menjaga, melindungi dan kuat ilmu pengetahuan, seperti disebutkan dalam firman Allah tentang kisah Nabi Yusuf As dalam Quran surat Yusuf (12): 55, yaitu: 64 65
70.
66
Ibid., 117. Muhamad, Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Qur’an (Yogykarta: UII Press, 2000), Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 388.
40
∩∈∈∪ ÒΟŠÎ=tæ îáŠÏym ’ÎoΤÎ) ( ÇÚö‘F{$# ÈÉ!#t“yz 4’n?tã Í_ù=yèô_$# tΑ$s% Artinya: "Jadikanlah Aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya Aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".67 2.
Strategi Pengumpulan Dana Zakat Strategi pengumpulan dana zakat dalam pembahasan ini mencangkup dua hal, yakni: kelengkapan dan kemudahan (fleksibelitas) program / layanan zakat. a.
Kelengkapan Program / Layanan Zakat Program / layanan zakat yang disedikan oleh lembaga zakat dikategorkan sebagai produk tidak berwujud yaitu berupa jasa. Jasa adalah setiap kegiatan atau maslahat yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lainnya, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan seseorang memiliki sesuatu.68 Jasa yang disediakan oleh lembaga yang profesional akan mempengaruhi loyalitas masyarakat kepada lembaga tersebut. Demikian halnya dengan lembaga zakat, profesional dalam hal ini berarti mempunyai pengetahuan (keterampilan) khusus, serta mempunyai metodologi standar untuk melaksanakan pekerjaannya.69 Kondisi-kondisi untuk menciptakan program / layanan yang memiliki keunggulan sangat tergantung dari pelayanan yang prima,
67
Ibid., 242. Philip Kolter & Paul N. Bloom, Teknik dan Strategi Memasarkan Jasa Profesional, terj. Wilhelmus W. Bakowatun (Jakarta: Intermedia, 1987), 152. 69 Ibid., 155. 68
41
pegawai yang profesional, sarana prasarana yang memadai, lokasi / layout gedung maupun ruangan, dan nama baik lembaga.70 Sebagai lembaga yang berbasiskan Islam, maka jasa (program / layanan) pada lembaga zakat juga menunjukkan nilai spiritual yang bisa digambarkan
dengan
nilai
kejujuran,
keadilan,
kemitraan,
kebersamaan, keterbukaan, dan universalitas.71 Kelengkapan jenis produk yang ditawarkan oleh lembaga zakat sangat tergantung dari kemampuan dan keunggulan komparatif lembaga zakat itu sendiri. Dengan demikian, semakin lengkap produk yang diberikan serta dapat dilakukan secara efektif dan efisien, maka akan semakin baik lembaga tersebut. Dalam mendesain produk / layanan zakat, faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain72: 1) Segmentasi masyarakat (muzakki dan calon muzakki) Perlunya segmentasi masyarakat karena adanya perbedaan selera masyarakat terhadap program / layanan zakat. Semakin kompleks stratifikasi masyarakat akan semakin banyak jenis program / layanan zakat. Dengan cara-cara yang kreatif lembaga zakat dapat membagi-bagi wilayah ke dalam beberapa segmen; misalnya
pendekatan
segmentasi
berdasarkan
geografis,
demografis, psikografis, dan perilaku masyarakat (behavior).
70
Kasmir, Pemasaran Bank (Jakarta: Kencana, 2004), 138. Muhammad Syakir Sula, Syari’ah Marketing, 182. 72 Zulian Yamit, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, 115-116. 71
42
2) Kondisi lokal Aspek lokal dan budaya lokal sangat dipertimbangkan dalam penyediaan program / layanan zakat. Misalnya, lembaga zakat perlu memperhatikan kebiasaan masyarakat dalam menjalankan ibadah zakatnya, apakah dilakukan secara tradisional atau sudah mulai terorganisir. Hal ini akan menciptakan terobosan baru bagi penyediaan program / layanan zakat. 3) Teknologi Perkembangan teknologi sangat memungkinkan lembaga zakat mengembangkan program / layanan zakat lebih berkualitas, mudah, efektif, dan efisien. b.
Kemudahan (Fleksibelitas) Program / Layanan Zakat Untuk memberi kemudahan (fleksibelitas), maka program / layanan zakat harus memperhatikan kriteria sebagai berikut: 1) Memenuhi prinsip-prinsip zakat, antara lain73: a) Prinsip keyakinan keagamaan (faith), yaitu bahwa orang yang membayar zakat meyakini bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya. b) Prinsip
pemerataan
(equity)
dan
keadilan,
yaitu
menggambarkan tujuan zakat yakni membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada manusia.
73
Gustian Juanda, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak, 14-15.
43
c) Prinsip produktivitas (productivity) dan kematangan, yaitu zakat dibayar dari hasil (produksi) yang dipungut setelah melampaui jangka waktu satu tahun sebagai merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu. d) Prinsip penalaran (reason) dan kebebasan (freedom), yaitu zakat dibayar oleh orang yang bebas, sehat jasmani dan rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. e) Prinsip etik (ethic) dan kewajaran, yaitu zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan. 2) Memberi kemudahan pada muzakki dalam pelaksanaan zakat, misalnya membolehkan muzakki membayar zakat dengan benda atau uang (tetapi hukum aslinya harus dibayar dengan jenis harta muzzaki).74 Hal ini berdasarkan dengan hadist Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Bukhari:
_ ِ Yَ Wَ Sْ اk ِ َ ْهSِ bُ cْ O َ d ُ \ ا َe ِ ذٌ َرPَluُ ل َ Pَa :ٌ ُوسPَ ل َ Pَaَو ،ِ ~ َرةS ِ وَاWْ lِ Q Sن ا َ Pَuَ ْpُ cْ uِ ُ ُ ُبا ٍ PَWِ ض ِ َ lَ ]ِ \ِiُmْ ا pَ qQj َ َوbِ Wْ qَO َ d ُ اnَqs َ \ g zِ cQSب ا ِ Pَs ْ t َ ٌWْ َ َو،ْpُ Wْ qَO َ ن ُ iَ َأ ْه 75 .}ِ cَ oِNYَ Sْ Pِ] Thawus berkata, “ Mu’adz r.a berkata kepada penduduk Yaman, Berikanlah kepadaku barang berupa bahan pakaian atau pakaian bekas sebagai sedekah pengganti 74 Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan (Jakarta: Kencana, 2006), 51. 75 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhari Al-Ju’fi, Al-Bukhari (Beirut: Daarul Fikr, 1994), 310.
44
sya’ir (salah satu jenis gandum) dan jagung. Ia lebih mudah bagi kamu dan lebih baik bagi sahabat-sahabat Nabi Saw di Madinah.” 3) Memberi pelayanan penghitungan zakat bagi muzakki. Adapun ketentuan umum dalam menentukan dan menghitung aset wajib zakat adalah:76 a) Menentukan aset wajib zakat yang beragam baik berupa barang (inventories) ataupun pendapatan (receivables) sesuai dengan syarat dan ketentuannya. b) Menentukan kategori aset wajib zakat, untuk kemudian menghitung nilaianya sesuai harga pasar. c) Menentukan dan menghitung total pengeluaran baik biaya kebutuhan pokok, operasional kerja, dan pelunasan utang. d) Menghitung sumber aset wajib zakat dengan melihat selisih antara kekayaan dan pengeluaran. e) Menentukan besaran nishab sesuai dengan harta kekayaan. f)
Membuat neraca perbandingan antara sumber zakat dengan besaran nishab.
g) Menentukan volume persentase zakat jika sesuai dengan nishab h) Menghitung tarif zakat dengan mengalikan sumber aset dengan volume persentase zakat. 4) Mengoptimalkan pelayanan zakat dengan menambah jumlah karyawan lembaga zakat yang efektif dan efisien, antara lain77:
76
Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, 54-55.
45
a) Mengangkat para pegawai dari warga setempat, dengan pertimbangan gaji yang relatif sesuai dengan kondisi daerah setempat dibandingkan dengan merekrut pegawai dari luar daerah. b) Menerima tenaga-tenaga sukarelawan yang ingin berkerja sukarela semata-mata karena Allah tanpa mengharap imbalan dan sanjungan manusia, dan menjadikan lembaga zakat adalah amanah. 5) Menyediakan program layanan zakat yang mudah, cepat, dan berkualitas. Program dan layanan lembaga zakat merupakan sarana utama terkumpulnya
dana zakat sesuai dengan target yang
diharapkan. Oleh sebab itu, lembaga zakat harus mampu berinovasi dalam kemudahan berzakat. Misalnya berzakat melalui ATM, SMS Charity, Phone Banking, Internet, Kasir Supermarket, ataupun pembayaran langsung melalui gerai. 3.
Strategi Pemasaran (Marketing) Pemasaran (marketing) merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan lembaga zakat, bahkan merupakan lini depan proses penggalangan dana zakat, infaq, shadaqah. Layaknya sebuah perusahaan konvensional, lembaga zakat juga harus memiliki tim marketing yang handal, kreatif, inovatif, powerful, serta mampu melakukan terobosan. 77
Yusuf Qardhawi, Kiat Sukses Mengelola Zakat, terj. Asmuni Solihan Zamakhsyari (Jakarta: Media Da’wah, 1997), 50-5.
46
Target marketing adalah menghasilkan kesepakatan tanpa mengesampingkan pelayanan sehingga muzakki menjadi setia. Selain itu dengan sistem marketing, lembaga dapat mengajak orang untuk berpikir, merasakan atau bertindak dengan cara tertentu.78Dalam pembahasan ini terdapat tiga hal yang menjadi target dari strategi pemasaran (marketing) pada lembaga zakat, antara lain: a.
Membangun Komunikasi dan Motivasi Salah satu hambatan terlaksananya zakat dengan baik adalah disebabkan masih belum sampainya informasi yang tepat tentang zakat. Oleh karena itu, membangun komunikasi massa yang mengarahkan konsep strategi dan membangun gerakan sadar zakat serta pembinaan motivasi berzakat pada setiap jaringan masyarakat menjadi hal terpenting bagi lembaga zakat. Secara umum tujuan motivasi zakat kepada masyarakat, antara lain: 79 1) Memberikan pengertian yang tepat tentang zakat 2) Memberikan apresiasi zakat yang terorganisir. 3) Mengundang partisipasi semua elemen masyarakat. 4) Menumbuhkan kegairahan masyarakat atau rasa senang dan ikut membantu dalam pelaksanaan zakat.
78 M. Anwar Sani, Integrated Marketing Communications Lembaga Zakat, http://www.mail-archive.com/
[email protected]/msg03659.html, diakses 27 Mei 2010. 79 Direktorat Urusan Agama Islam Ditjen BIPH, Motivasi Zakat (Jakarta: Depag RI, 1994), 7-8.
47
Terdapat beberapa sistem atau bentuk untuk melaksanakaan motivasi zakat, antara lain80: 1) Motivasi tatap muka Motivasi tatap muka merupakan motivasi langsung berhubungan dan berhadapan dengan kelompok masyarakat. Misalnya adalah dalam bentuk ceramah, pidato, tabligh, khutbah, diskusi atau seminar. 2) Motivasi percontohan Motivasi percontohan dimaksudkan untuk terlebih dahulu dicontohkan
dan
dipraktekkan
sistem
zakat
terpadu
dilaksanakan, baik dari segi administrasi pemungutan dan pencatatan
yang
baik,
penyimpanan,
perencanaan,
penayagunaan, pengorganisasian, dan pemanfaatannya. 3) Pembinaan peran serta Dalam motivasi zakat bukan hanya tercapainya pemahaman tentang
pengertian
dan
penghayatan,
melainkan
juga
keikutsertaan dari masyarakat, terutama para tokoh-tokoh masyarakat. Cara pendekatannya dilakukan dengan kunjungan, silaturrahmi atau rapat bersama untuk membicarakan bentuk pengorganisasian zakat, baik sebagai penasehat atau salah seorang pimpinan dalam pengorganisasian.
80
Ibid., 9-14.
48
4) Pendayagunaan media masa dan seni budaya Motivasi dengan media massa akan memeprleh sasaran yang luas, massal dan tidak tebatas, contohnya melaui media cetak, media radio, dan media televisi. Sedangkan melaui seni budaya adalah dengan menggunakan kelompok sarana seni budaya. 5) Pendekatan pada lembaga pendidikan Motivasi zakat tidak hanya berlaku pada kelompok orang dewasa, dan mereka yang langsung berkepentingan dengan pelaksanaan zakat. Motivasi zakat juga harus mencapai sasaran jangka panjang yakni kader bangsa melalui lembaga pendidikan dengan memberi pelatihan praktis tentang pengelolaan zakat. Sehingga pengetahuan tentang zakat yang didapat oleh pelajar / mahasiswa bersifat teori dan praktek. b.
Penetapan Lokasi Pada umumnya lokasi lembaga adalah tempat dimana dilakukannya pusat pengendalian kerja lembaga. Penentuan lokasi lembaga merupakan salah satu kebijakan yang sangat penting. Lembaga yang terletak dalam lokasi yang strategis sangat memudahkan masyarakat dalam berurusan dengan lembaga. Dalam prakteknya jenis-jenis kantor lembaga antara lain: kantor pusat, kantor wilayah, kantor cabang penuh, kantor cabang pembantu, dan kantor kas. 81
81
Kasmir, Pemasaran Bank, 165-164.
49
Dalam menetapkan lokasi, setidaknya ada dua faktor yang menjadi pertimbangan, antara lain82: 1) Faktor utama (primer) Pertimbangan dalam faktor primer dalam penentuan lokasi lembaga antara lain: dekat dengan pasar dan perumahan, tersedia tenaga kerja baik jumlah maupun kualifikasi yang diinginkan, terdapat fasilitas pengangkutan, tersedia sarana dan prasarana seperti telepon atau listrik, serta sikap masyarakat. 2) Faktor sekunder Pertimbangan dalam faktor sekunder dalam penentuan lokasi lembaga adalah: biaya investasi di lokasi seperti pembelian tanah atau gedung, prospek perkembangan harga tanah / gedung atau perumahan, kemungkinan untuk perluasan lokasi, terdapatnya fasilitas penunjang seperti pusat perbelanjaan atau perumahan, serta masalah pajak dan peraturan yang lain. Selain penentuan lokasi, pengaturan layout gedung juga perlu diperhatikan
untuk
memudahkan
masyarakat
memperoleh
kenyamanan dan keamanan dalam berhubungan dengan lembaga. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk layout gedung antara lain83: a) Bentuk gedung yang memberi kesan bonafid b) Lokasi parkir luas dan aman c) Keamanan di sekitar gedung 82 83
Ibid., 167-168. Ibid., 170.
50
d) Tersedianya tempat ibadah e) Tersedianya fasilitas umum c.
Membangun Tingkat Keterkenalan Lembaga (Promosi) Pengetahuan lembaga zakat tentang keinginan, kebutuhan, aspirasi, dan perilaku muzakki akan membuat lembaga mampu menentukan positioning lembaganya terhadap publik, sehingga lembaga dapat mengembangkan strategi penyampaian pesan secara efektif. Hal yang menjadi bagian oleh lembaga zakat dalam membangun keterkenalan dan promosi kepada masyarakat adalah dengan menerapankan teknologi sistem informasi untuk membangun network organizations dan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain. Network orgnaizations adalah usaha kooperatif antara dua atau lebih organisasi dalam pencapaian penyatuan kelengkapan sumber daya (resources), meningkatakan produktifitas lembaga, dan sebagai pembelajaran antar lembaga.84Jika network orgnaizations bisa diterapkan dalam lembaga zakat maka akan mampu membangun sebuah sebuah jaringan organisasi yang baik sebagai sarana pertukaran informasi, teknologi, dan pemberian akses kepada masing-masing sumber daya yang dimiliki85. Membangun network organizations untuk menerapkan teknologi sistem informasi dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut:86
84 85
101.
86
Arif Mufriani, Akuntansi dan Manajemen Zakat, 140. Muhammad Ismail Yusanto, Menggagas Bisnis Islami (Jakarta: Gema Insani, 2002),
M. Anwar Sani, Integrated Marketing Communications Lembaga Zakat, http://www.mail-archive.com/
[email protected]/msg03659.html, diakses 27 Mei 2010.
51
1) Periklanan Iklan dapat diidentifikasikan sebagai sebuah pengiriman pesan melalui suatu media baik melalui TV, radio, surat kabar, majalah sampai dengan poster sebagai bentuk komunikasi yang bertujuan mempengaruhi publik. Kendala utama bagi lembaga zakat adalah tidak tersedianya anggaran yang cukup untuk belanja iklan. Maka perlu cara lain untuk beriklan tanpa biaya besar; misalnya, dengan menggandeng kerjasama media untuk penayangan PSA (Public Service Advertising) dalam sosialisasi program yang inovatif. 2) Direct Mail untuk Relationship Marketing Bagi lembaga zakat, direct mail merupakan salah satu senjata untuk mendapatkan muzakki baru. Ajakan berzakat dapat disampaikan
dengan
mengedepankan
program-program
unggulan dalam pengentasan kemiskinan, sehingga para dermawan akan mempercayakan dananya melalui lembaga zakat. Tim marketing perlu berupaya mendapatkan data prospek baru yang akan dijadikan sasaran pengiriman direct mail. Keunggulan direct mail adalah tertuju pada sasaran dan para penerima dapat menyimpan sampai saatnya tepat untuk berzakat. 3) Sponsorship Sponsorship
memiliki
kemampuan
dalam
penyampaian
sejumlah bidang komunikasi. Kemasan yang tepat dapat
52
menciptakan atau memperkuat kesadaran akan nama yang tinggi. Banyak sekali media informasi, event atau program yang dapat melibatkan perusahaan atau lembaga lainya untuk berpartisipasi. Direct mail, kop surat, newsletter, poster, brosur, buku panduan zakat, kendaraan operasional, publikasi di media, seminar dan program pemberdayaan atau yang lain berpeluang dalam penjualan ruang sponsor. 4) Desain Pengaruh desain akan menembus ke segala bidang dan merupakan sentral komunikasi. Tidak sedikit lembaga zakat yang berpenampilan apa adanya sehingga terkesan tidak profesional karena tidak menyadari pentingnya desain yang merupakan persyaratan meraih keberhasilan dalam komunikasi. Penampilan kemasan, cara beriklan semua mempunyai peran dalam membangkitkan respon emosional publik, dan respon itu merupakan inti dari segala sesuatu yang ingin dicapai. 5) Pameran dan Seminar Pameran merupakan peristiwa yang dihadiri oleh berbagai kalangan. Pameran juga dirancang agar dapat diketahui oleh masyarakat luas, sehingga partisipasi lembaga zakat dalam pameran untuk memperkenalkan program kepada masyarakat luas. Seminar diselenggarakan sebagai event yang bersifat pribadi dan dilaksanakan untuk kepentingan lembaga. Seminar
53
dapat menjadi peluang untuk mendapatka positioning lembaga. Dari seminar lembaga zakat akan mampu memperkenalkan diri kepada publik, selain itu juga lembaga zakat akan mendapatkan keuntungan dari penyeleggaraan, baik dari kepesertaan ataupun sponsor jika lembaga zakat mampu mengorganizer dengan baik. 6) Komunikasi Elektronik Kemajuan media elektronik merupakan tantangan baru dalam dunia marketing, termasuk didunia per"zakat"an. Internet juga mampu menembus batas wilayah budaya dan kelas sosial sehingga dapat berperan sebagai jendela dunia dalam hal informasi. Pengelolaan internet akan membuka peluang bagi terkomunikasikannya program-program lembaga zakat sehingga berpotensi mendapatkan muzakki baru baik secara luas. Televisi dan radio juga merupakan media komunikasi efektif yang paling banyak dikonsumsi publik. Oleh sebab itu, lembaga zakat dapat meminimalkan biaya produksi dengan mengajak kerjasama media, sehingga mereka juga merasa memiliki program tersebut. 7) Presentasi dan Marketing Tools Presentasi selayaknya lembaga bisnis juga perlu dilakukan oleh lembaga zakat. Individu, kelompok, perusahaan serta lembaga bisnis pun menjadi target dalam penyampaian program unggulan sehingga akan membangun kepercayaan. Tim marketing lembaga zakat merupakan kekuatan dalam "penjualan" zakat.
54
Sehingga marketing tools yang elegan pun sudah semestinya disiapkan untuk menjadi senjata. 8) Memanfaatkan Moment dan Media Ramadhan merupakan waktu yang tepat untuk kembali memberi ingat dalam berzakat. Keberkahan bulan Ramadhan akan mendongkrak perolehan dana zakat jika lembaga zakat mampu mengkomunikasikan dengan baik. Berbagai media harus dapat dimanfaatkan dalam sosialaisasi zakat. 9) Hubungan Masyarakat (Publik Relation) Hubungan Masyarakat (Public Relations) dapat berperan melebihi iklan, karena Public Relations dapat merespon berbagai peristiwa dengan sangat cepat, sesuai strategi yang direncanakan. Hubungan masyarakat pada lembaga zakat akan dapat bekerja lebih baik jika diintegrasikan dengan aktivitas seperti menciptakan lingkungan media yang positif. Adapun hubungan masyarakat dan kerjasama lembaga yang bisa dibangun oleh lembaga zakat adalah: 1)
Lembaga zakat dengan Masjid dan lembaga dakwah lainnya.
2)
Lembaga zakat dengan lembaga zakat lainnya
3)
Lembaga zakat dengan lembaga keuangan
4)
Lembaga zakat dengan lembaga usaha perekonomian
55
BAB III GAMBARAN UMUM LAZ “UMMAT SEJAHTERA” KABUPATEN PONOROGO
A. Profil LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo87 1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo Lembaga Amil Zakat (LAZ) “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo berdiri sejak tanggal 5 November 2002, tetapi baru berpayung hukum dengan Akta Notaris: Sutomo, SH No.03 Tgl. 05-04-2006. LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo merupakan lembaga nirlaba milik masyarakat Kabupaten Ponorogo yang berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa dengan dana ZISWAF (Zakat, Infak, Shadaqah, dan Wakaf), serta dana lainnya yang halal dan legal baik dari perorangan, kelompok, maupun perusahaan / lembaga. Berdirinya LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo didasarkan pada kebutuhan dan i’tikad baik masyarakat Kabupaten Ponorogo dalam menegakkan syi’ar Islam khususnya pada bidang zakat. Disamping itu, LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo berdiri dalam rangka merespon kondisi sosial ekonomi masyarakat Ponorogo, dimana satu sisi banyak masyarakat yang masih hidup di bawah garis
87 Hasil Wawncara dengan Bapak Ichwan Andrianto, SE (Direktur LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo) pada 3 April 2010 di kantor LAZ “Ummat Sejahtera” kabupaten Ponorogo.
55
56
kemiskinan sehingga mengakibatkan mereka tidak bisa hidup layak dan di sisi lain terdapat masyarakat yang telah mapan sosial ekonominya dan berada dalam kehidupan yang layak. Untuk masyarakat yang telah mapan secara ekonomi ini ternyata masih terdapat aspek kewajiban Syar’i yang belum tergali. Aspek itu berupa kewajiban zakat maal (khusus zakat profesi), sehingga merasa perlu untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat yang telah mapan sosial ekonominya tentang kewajiban zakat. LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo juga berdiri dalam rangka merespon adanya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Undang-undang ini menjelaskan bahwa zakat dapat dikelola oleh Pemerintah melalui Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Non Pemerintah melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ). 2. Visi dan Misi Visi LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah menjadi lembaga pengelola dan konsultan zakat, infaq, dan shodaqoh yang independen, amanah, dan profesional. Berikut penjelasan tentang independen, amanah, dan profesional: a. Independen, yaitu tidak terikat dengan organisasi atau partai politik apapun. b. Amanah, yaitu menjalankan tugas dan kewajiban sesuai dengan tujuan dan harapam muzakki / donatur. c. Profesional, yaitu bertanggung jawab siap mempertanggungjawabkan tugasnya dangan segala konsekuensinya.
57
Adapun misi LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah membangun ukhuwah Islamiyah dan mewujudkan kesejahteraan ummat dalam naungan Illahi. 3. Struktur Organisasi Aktivitas LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dalam menjalankan program kerja dan kegiatan rutin terdiri dari beberapa unsur, antara lain: a. Dewan Syari’ah
: 1) Drs. H. Syamsudin, Lc. 2) H. Mulyono Jamal, Lc. MA. 3) H. Lukman Hakim, Lc. MA. 4) Drs. M. Fajar Pramono, M.S.I. 5) Ahmad Iswahyanto, SH.
b. Pengurus Harian Direktur
: Ichwan Andrianto, SE
Divisi Kesekretariatan
: 1) Syahrul I. P, S. Pd. I 2) Fahrudin
Divisi Accounting
: Yanuar Arfianto, A. Md
Divisi Humas
: Moh. Yulian Ridhoi, SE
Divisi Marketing
: 1) Suyanto 2) Farida Nurhayati, S.I.P 3) Usamah Hanif, S. H.I 4) Doni Mahendra 5) Imam Syafi’i
58
6) Agung, S. Pd.I 7) Purnomo, S.Pd. I 8) Nur Setyaningtyas Divisi Program
: 1) Imanurdin, S.Pd.I 2) Boby Wibisono, S.Pd 3) Yanti Mulatsih, S. Pd.I
Masing-masing dari struktur di atas mempunyai tugas dan tanggung jawab, antara lain: a. Dewan Syari’ah Dewan Syari’ah merupakan unsur tertinggi yang ada dalam LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. Adapun tugas pokok dan fungsi Dewan Syari’ah adalah: 1) Mengangkat
dan
memberhentikan
Direktur
LAZ
“Ummat
Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. 2) Melakukan penilaian dan evaluasi kinerja Direktur dan kinerja lembaga secara umum. 3) Menentukan arah kebijakan umum program kerja LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. b. Pengurus Harian 1) Direktur Tugas pokok dan fungsi Direktur adalah: a) Mengangkat dan memberhentikan staf dan divisi yang ada dalam LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo.
59
b) Melakukan penilaian kinerja staf dan divisi secara periodik c) Melakukan evaluasi secara periodik pelaksanaan program kerja LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. d) Menentukan kebijakan umum pelaksanaan kegiatan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. 2) Divisi Kesekretariatan Tugas pokok dan fungsi Sekretaris adalah: a) Mencatat dan mengagendakan seluruh aktivitas surat menyurat. b) Membuat rekapitulasi progres aktivitas divisi secara periodik dan menyajikan dalam bentuk laporan tertulis kepada Direktur LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. c) Membuat laporan ketertiban dan disiplin secara periodik seluruh pegawai dan menyajikan dalam bentuk laporan tertulis kepada
Direktur
LAZ
“Ummat
Sejahtera”
Kabupaten
Ponorogo. d) Mendokumentasikan seluruh kegiatan lembaga dalam bentuk dokumen foto dan audio visual. e) Membuat laporan kegiatan lembaga secara periodik dalam bentuk buletin / majalah sebagai bahan laporan kepada muzakki pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
60
3) Divisi Accounting Tugas pokok dan fungsi Divisi Accounting adalah: a) Mencatat arus keuangan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo mulai arus masuk dan arus keluar. b) Mendokumentasikan seluruh arus keuangan dalam bentuk tanda terima / kwitansi standar. c) Melakukan pembagian pemnfaatan dana / keuangan secara proporsional kepada setiap kegiatan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. d) Membuat laporan keuangan secara periodik pengelolaan dana / keuangan dan melaporkannya kepada Direktur LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. e) Melakukan pencairan dana / keuangan untuk pelaksanaan kegiatan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo setelah mendapat persetujuan dari Direktur. f) Membuat laporan keuangan akhir tahun dengan berpedoman pada standar laporan keuangan yang berlaku di Indonesia. 4) Divisi Humas dan Marketing Tugas pokok dan fungsi Divisi Humas dan Marketing adalah: a) Melakukan upaya pengenalan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo secara periodik melalui media baik cetak maupun elektronik.
61
b) Membuat serangkaian kegiatan secara periodik dalam rangka promosi lembaga melalui pelatihan, presentasi, dan seminar. c) Melakukan upaya pengumpulan dana baik rutin maupun isidentil. d) Membuat data base donatur rutin LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dan melakukan up date data secara periodik. e) Melakukan upaya kerja sama promosi LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dengan lembaga Pemerintah maupun Non Pemerintah. f) Melakukan evaluasi pengumpulan dana ZIS secara periodik dan melaporkannya secara tertulis kepada Direktur LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. 5) Divisi Program Tugas pokok dan fungsi Divisi Program adalah: a) Merealisasikan seluruh program kerja lembaga dalam bentuk kegiatan sesuai dengan tujuan, sasaran, dan waktu yang telah ditentukan dalam program kerja tahunan. b) Membuat acuan dasar pelaksanaan kegiatan lembaga dalam bentuk Standar Operasional Prosedur (SOP) agar kegiatan berjalan dengan baik. c) Melakukan upaya pengembangan kegiatan secara kreatif dan inovatif dalam rangka memperluas sasaran kegiatan.
62
d) Melakukan upaya kerjasama pelaksanaan program / kegiatan dengan lembaga lain baik lembaga Pemerintah maupun Non Pemerintah. e) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan secara periodik dan menyajikannya secara tertulis kepada Direktur LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. 4. Jumlah Dana yang Dihimpun Jumlah dana yang berhasil dihimpun oleh LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo pada tahun 2008 dan 2009 adalah: Tabel 3.1 Jumlah Dana Zakat, Infak, dan Shadaqah Zakat
Infak & Shadaqah
Total
Kenaikan
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(%)
2008
39.824.000
89.197.150
129.021.150
-
2009
344.611.500
11.002.000
355.613.500
175,62 %
Tahun
5. Jumlah dan Penyebaran Muzakki (Donatur Tetap) a. Jumlah Muzakki (Donatur Tetap) Tabel 3.2 Jumlah Muzakki Tahun 2007 – 2010 Tahun
Jumlah Muzakki (Donatur Tetap)
Kenaikan (%)
2007
135
-
2008
220
37,28 %
2009
436
94,73 %
Maret 2010
521
19,49 %
63
b. Penyebaran Muzakki (Donatur Tetap) Tabel 3.3 Penyebaran Muzakki Berdasarkan Wilayahnya No
Wilayah
Jumlah
Persentase
1
Ponorogo (Kota)
264
50,67 %
2
Babadan
50
9,59 %
3
Jetis
50
9,59 %
4
Slahung
24
4,60 %
5
Siman
23
4,41 %
6
Jenangan
15
2,87 %
7
Sambit
14
2,68 %
8
Balong
14
2,68 %
9
Luar Ponorogo
12
2,30 %
10
Kauman
10
1,91 %
11
Jambon
10
1,91 %
13
Sukorejo
9
1,72 %
12
Mlarak
8
1,53 %
14
Bungkal
7
1,34 %
15
Sawoo
7
1,34 %
16
Pulung
2
0,38 %
17
Badegan
1
0,19 %
18
Ngrayun
1
0,19 %
521
100 %
Jumlah
64
Berdasar jenis pekerjannnya, dari 521 muzakki hanya 386 yang berhasil dideteksi jenis pekerjaannya. Berikut penyebaran muzakki berdasarkan jenis pekerjannya. Tabel 3.4 Penyebaran Muzakki Berdasarkan Pekerjaannya No
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Persentase
1
PNS/ TNI/ POLRI
145
37,56 %
2
Wiraswasta
113
29,27 %
3
Karyawan Swasta
107
27,72 %
4
Mahasisawa/ Pelajar
10
2,59 %
5
Petani
5
1,29 %
6
Pensiunan
4
1,04 %
7
Ibu Rumah Tangga
2
0,51 %
386
100 %
Jumlah
6. Strategi Optimalisaisi Fungsi Lembaga Zakat yang Dilakukan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo88 a. Strategi Kinerja 1) Kualitas Pelayanan Sebagai lembaga berbasis Islam, LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo
berusaha untuk memberikan kualitas
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat (muzakki dan mustahik).
88
Hasil Wawncara dengan Bapak Ichwan Andrianto, SE (Direktur LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo) pada 3 April 2010 di kantor LAZ “Ummat Sejahtera” kabupaten Ponorogo.
65
Manajemen LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo berusaha
untuk
membekali
karyawannya
melalui
berbagai
pembinaan kepribadian Islam (syakhshiyah Islmiyah) yang terdiri dari aqliyah Islamiyah (cara berpikir Islami) dan nafsiyah Islamiyah (sikap jiwa Islami) sesuai dengan Al-qur’an dan sunnah Rasul. 2) Responsivitas Semua keluhan atau aspirasi baik dari muzakki maupun dari mustahik diberi makna sebagai masukan bagi LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. LAZ juga selalu berusaha merespon keluhan dan aspirasi tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. 3) Profesionalitas Untuk menigkatkan profesionalitas karyawan Lembaga Amil Zakat “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo, maka pihak manajemen lembaga menggunakan strategi sebagai berikut: a) Pembagian tugas sesuai dengan job description dan program masing-masing. b) Secara berkala mengikuti studi banding pada lembaga yang sama yang telah mapan seperti LMI di Surabaya. c) Workshop internal dan sharing pengalaman. Selain itu untuk menunjang profesionalitas lembaga dari segi responsibilitasnya, secara Syar’i LAZ “Ummat Sejahtera”
66
Kabupaten Ponorogo mempunyai Dewan Syari’ah yang bertugas mengontrol kinerja lembaga. Sedangkan kontrol lainnya lewat program yang telah disetujui oleh Dewan Syari’ah. 4) Akutabilitas Akuntabilitas lembaga diwujudkan dengan kontrol laporan keuangan berjenjang yang berbasis pada divisi. Artinya setiap divisi berhak mengelola keuangan sesuai dengan mata anggaran yang telah disetujui lewat pleno tahunan dengan Dewan Syari’ah, dan selanjutnya setiap bulan mengajukan Dana Talangan Program yang disertai LPJ pemakaian dana bulanan sebelumnya ke bendahara. Selanjutnya bendahara memberikan laporan ke Direktur berupa rekapitulasi penggunaan dana dan selanjutnya dilaporkan ke masyarakat (muzakki) lewat majalah At-Tazkiya. b. Strategi Pengumpulan Dana Zakat LAZ memberikan layanan donatur (muzakki) dengan cara menjalin komunikasi secara intensif melalui media donatur yang diterbitakan setiap bulan yang isinya memberikan laporan terkait dengan kegiatan dalam satu bulan. Selain itu penerbitan LAZ Card kepada para donatur, dimana fungsi LAZ Card ini sebagai kartu diskon belanja di toko yang sudah menjadi mitra belanja LAZ “Ummat Sejahtera”
Kabupaten Ponorogo.
Sementara
layanan mustahik
diwujudakan dalam bentuk program kerja tahunan yang komprehensif,
67
yang berprinsip mendayagunakan dana LAZ untuk masyarakat dhu’afa. Adapun program pengumpulan dana zakat serta layanan muzakki yang disediakan oleh LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah: 1) Fasilitas LAZ Card yaitu kartu belanja diskon di sejumlah toko yang telah menjadi mitra belanja LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. 2) Majalah bulanan At-Tazkiya 3) Tenaga jemput langsung ke tempat muzakki 4) SMS konsultasi zakat dan kajian akbar interaktif 5) Tabungan Qurban c. Strategi Pemasaran (Marketing) 1) Sosialisasi profil melalui pamflet, majalah, media massa, dan spanduk. 2) Memilih tempat yang strategis di Jl. Soekarno Hatta karena area tersebut merupakan jantungnya Ponorogo.
B. Persepsi Muzakki terhadap Strategi Optimalisasi Fungsi LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo 1. Data Karakteristik Muzakki (Informan) Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui pengumpulan data dengan menggunakan check list daftar pertanyaan wawancara
68
semitersruktur kepada 40 orang muzakki (informan) yang merupakan donatur tetap LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. Untuk lebih jelasnya profil atau karakteristik muzakki (informan) dijelaskan sebagai berikut: a. Jenis Kelamin Muzakki (Informan) Tabel 3.5 Jenis Kelamin Muzakki (Informan) No
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
1
Laki-laki
19
47,5 %
2
Perempuan
21
52,5 %
40
100 %
Frekuensi
Persentase
Jumlah
b. Tingkat Usia Muzakki (Informan) Tabel 3.6 Tingkat Usia Muzakki (Informan) No
Tingkat Usia
1
Dibawah 20 tahun
0
0%
2
21 - 30 tahun
13
32,5 %
3
31 - 40 tahun
17
42,5 %
4
41 - 50 tahun
5
12,5 %
5
Diatas 50 tahun
5
12,5 %
40
100 %
Jumlah
69
c. Tingkat Pendidikan Muzakki (Informan) Tabel 3.7 Tingkat Pendidikan Muzakki (Informan) No
Tingkat Pendidikan
Frekuensi
Persentase
1
SD
2
5%
2
SLTP
2
5%
3
SLTA
11
27,5 %
4
Diploma
8
20 %
5
Sarjana S-1
17
42,5 %
6
Sarjana S-2
0
0%
40
100 %
Frekuensi
Persentase
Jumlah
d. Pekerjaan Muzakki (Informan) Tabel 3.8 Pekerjaan Muzakki (Informan) No
Pekerjaan
1
Pelajar / Mahsiswa
1
2,5 %
2
PNS
8
20 %
3
Karyawan Swasta
8
20 %
4
Wiraswasta/ Pengusaha
20
50 %
5
Ibu Rumah Tangga
3
7,5 %
Jumlah
40
100 %
70
e. Penghasilan Muzakki (Informan) Tabel 3.9 Penghasilan Muzakki (Informan) No
Penghasilan
Frekuensi
Persentase
1
Dibawah Rp 500.000,00
9
22,5 %
2
Rp 500.000,00 - Rp 1 juta
7
17,5 %
3
Rp 1 Juta - Rp 2 Juta
10
25 %
4
Diatas Rp 2 juta
14
35 %
40
100 %
Jumlah
2. Data Persepsi Muzakki terhadap Strategi Optimalisasi Fungsi LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo a. Strategi Kinerja 1) Kualitas Pelayanan Tabel 3.10 Kualitas Pelayanan No
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persentase
1
Baik
26
65 %
2
Sedang
13
32,5 %
3
Buruk
0
0%
4
Tidak Tahu
1
2,5 %
40
100 %
Jumlah
Berdasarkan
wawancara
lebih
lanjut,
para
muzakki
(informan) yang menilai kualitas pelayanan LAZ “Ummat
71
Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah “baik” beralasan karena muzakki menganggap bahwa para karyawan atau petugas zakat memiliki nilai personil yang tinggi. Para petugas zakat juga memiliki sifat keramahan
dan kesopanan sehingga
dapat
memberikan pelayanan yang baik kepada para muzakki. Berapapun nilai zakat yang diberikan oleh muzakki, petugas zakat tetap aktif dan menerimanya dengan baik, sabar, dan sopan. Para muzakki (informan) yang
menilai bahwa kualitas
pelayanan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah “sedang” beralasan karena muzakki menganggap bahwa pekerjaan amil adalah sebagai pekerjaan paruh waktu. Oleh karena itu, muzakki menganggap petugas zakat kurang maksimal dalam memberikan pelayanan kepada muzakki. 2) Tingkat Responsivitas Tabel 3.11 Tingkat Responsivitas No
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persentase
1
Baik
4
10 %
2
Sedang
4
10 %
3
Buruk
0
0%
4
Tidak Tahu
32
80 %
40
100 %
Jumlah
72
Berdasarkan
wawancara
lebih
lanjut,
para
muzakki
(informan) yang menilai bahwa tingkat responsivitas LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah “ baik” karena pihak LAZ “Ummat Sejahtera” sudah aspiratif dan sesuai dengan aturan. Pihak LAZ selalu memperbaiki pelayanannya ketika menerima kritikan dari muzakki. Sebagian besar muzakki memberikan masukan untuk kemajuan program agar lebih baik dan untuk meningkatkan kinerja LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo itu sendiri. Di sisi lain, pihak LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo menerima kritik dan saran tersebut dengan baik sebagai media perbaikan dan follow up. Misalnya pada kasus keterlambatan penjemputan zakat, maka untuk bulan selanjutnya petugas menjemput zakat dengan tepat waktu. Bahkan ada aspirasi dan saran dari muzakki yang kemudian menjadi program dari LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. Muzakki (informan) yang menganggap bahwa tingkat responsivitas LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah “sedang” karena kurang cepatnya pihak LAZ dalam menanggapi masukan. Selain itu, respon yang diberikan terkesan menunggu giliran disebabkan banyaknya program / layanan yang dijalankan oleh LAZ.
73
Muzakki (informan) yang memilih “tidak tahu” terhadap tingkat
responsivitas
LAZ
“Ummat
Sejahtera”
Kabupaten
Ponorogo karena muzakki tidak pernah ada masalah dengan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo sehingga belum pernah menyampaikan aspirasi, saran, maupun keluhan kepada LAZ “Ummat Sejahtera Kabupaten Ponorogo”. Selain itu ketidaktahuan muzakki (informan) terhadap tingkat resposivitas LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo karena sikap apatis mereka terhadap
perkembangan
lembaga
zakat,
sehingga
mereka
menyerahkan sepenuhnya kepada manajemen lembaga zakat. 3) Tingkat Kepercayaan Muzakki Tabel 3.12 Tingkat Kepercayaan Muzakki No
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persentase
1
Percaya
37
92,5 %
2
Sedang
3
7,5 %
3
Kurang Percaya
0
0%
4
Tidak Tahu
0
0%
40
100 %
Jumlah
Berdasarkan wawancara lebih lanjut dengan para muzakki (informan), yang menyebabkan mereka memberikan kepercayaan penuh kepada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah karena pihak LAZ “Ummat Sejahtera” menggunakan dana
74
zakat tersebut dengan sangat amanah. Selain itu pihak LAZ mempunyai anggaran dasarnya dan muzakki yakin pihak LAZ melaksanakan amanah tersebut secara tepat sesuai dengan prinsipprinsip syari’ah. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak LAZ dalam menjalankan
program-programnya
selalu
ada
laporan
dan
dokumentasinya yang dimuat dalam buletin bulanan At-Tazkiya. Selain itu faktor lain adalah muzakki sudah mengetahui secara personal para petugas zakat sehingga muzakki mudah dalam membangun kepercayaan kepada pihak LAZ. Membangun kepercayaan muzakki terhadap lembaga zakat tidak lepas dari pengetahuan muzakki terhadap profesioanalitas dan akuntabilitas LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. Tingkat pengetahuan muzakki terhadap profesionalitas dan akuntabilitas dapat dilihat dari data sebagai berikut: a) Tingkat Profesionalitas Tabel 3.13 Tingkat Profesionalitas No
Kategori Persepsi
1
Tuntutan instansi kerja
2
Kesadaran pribadi tanpa mengetahui tingkat profesionalitas
Frekuensi
Persentase
0
0%
8
20 %
75
Lanjutan Tabel No
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persentase
32
80 %
40
100 %
Kesadaran pribadi dengan 3
mengetahui tingkat profesionalitas Jumlah
Menurut muzakki, mereka yang menyalurkan dana zakat kepada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dengan kesadaran pribadi tanpa mengetahui tingkat profesionalitas lembaga disebabkan muzakki telah mengenal secara personal karyawan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. Sedangkan para muzakki yang menyalurkan dana zakat kepada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo atas kesadaran pribadi dengan mengetahui tingkat profesionalitas lembaga, berpendapat bahwa profesionalitas LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo sudah terlihat dari kualifikasi latar belakang pendidikan karyawan (berilmu), serta terlihat secara jelas proses pengelolaan zakat yang sudah baik.
76
b) Tingkat Akuntabilitas Tabel 3.14 Tingkat Akuntabilitas No 1
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persentase
23
57,5 %
Laporan keuangan dalam majalah At-Tazkiya
2
Keyakinan pribadi (feeling)
11
27,5 %
3
Informasi dari orang lain
6
15 %
40
100 %
Jumlah
Para
muzakki
yang
menganggap
bahwa
tingkat
akuntabilitas LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dapat
dilihat dari majalah bulanan At-Tazkiya karena di
dalamnya selalu dimuat atau disampaikan laporan bulanan pengeloaan dana zakat kepada muzakki. Para muzakki yang mengedapankan keyakinan pribadi (feeling) sebagai parameter tingkat akuntabilitas LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo karena dipengaruhi oleh faktor kepercayaan penuh kepada LAZ disebabkan telah mengetahui secara personal para karyawan LAZ.
77
b. Strategi Pengumpulan Dana Zakat 1) Kelengkapan Program / Layanan Tabel 3.15 Kelengkapan Program / Layanan No
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persentase
1
Lengkap
22
55 %
2
Sedang
17
42,5 %
3
Kurang Lengkap
0
0%
4
Tidak Tahu
1
2,5 %
40
100 %
Jumlah
Berdasarkan wawancara lebih lanjut dengan para muzakki (informan)
yang
menilai
“lengkap”
program
/
layanan
pengumpulan dana zakat LAZ “Ummat Sejahera” Kabupaten Ponorogo karena sudah sesuai dengan kebutuhan muzakki. Menurut muzakki, jika ditambah akan mengeluarkan banyak biaya dan akibatnya tidak pada sasaran. Selain itu muzakki sudah merasa mudah jika ingin tahu tentang informasi program / layanan LAZ. Muzakki yang menilai “sedang” program / layanan pengumpulan dana zakat LAZ “Ummat Sejahera” Kabupaten Ponorogo adalah karena sebagian belum pernah menggunakan fasilitas yang ada, serta masih banyak program lain yang baik dan belum terlaksana. Selain itu program hanya terpaku pada wilayah kota, dan belum menyentuh ke desa-desa atau pelosok wilayah
78
Ponorogo. Untuk itu sangat dibutuhkan kerja eksta serta mensurvei segmentasi pedesaan. Kurang detailnya penjelasan program yang disediakan menjadikan kelengkapan program terkesan sedangsedang saja. Misalnya adalah kurang jelasnya info discount bagi pemegang Muzakki LAZ Card yang berbelanja pada beberapa mitra belanja LAZ. 2) Kemudahan (Fleksibelitas) Program / Layanan Tabel 3.16 Kemudahan (Fleksibelitas) Program / Layanan No
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persentase
1
Mudah
36
90 %
2
Sedang
4
10 %
3
Sulit
0
0%
40
100 %
Jumlah
Berdasarkan
wawancara
lebih
lanjut,
para
muzakki
(informan) yang menilai “mudah” program / layanan pengumpulan dana zakat LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo, mereka menganggap karena program / layanan tersebut tidak merepotkan muzakki. Zakat akan diambil dengan mudah dan lancar ketempat muzakki. Jika muzakki lupa maka petugas zakat mengingatkan dengan kedatangannya ke tempat muzakki. Dengan demikian pihak LAZ proaktif dalam menjemput zakat ke tempat muzakki. Muzakki yang menilai “sedang”, mereka menganggap program tersebut
79
memang mudah untuk dirinya sendiri namun sulit untuk mengajak orang lain untuk berzakat sehingga muzakki sedikit harus bersabar. c. Strategi Pemasaran (Marketing) 1) Komunikasi dan Motivasi Berikut penulis paparkan data terkait usaha komunikasi, motivasi, dan penggunanan teknologi media informasi yang bisa dirasakan oleh muzakki: Tabel 3.17 Komunikasi dan Penggunaan Teknologi Informasi No 1
Kategori Persepsi Melihat sendiri di lokasi
Frekuensi
Persentase
8
20 %
25
62,5 %
5
12,5 %
2
5%
40
100 %
Frekuensi
Persentase
Dari saudara / teman / 2 instansi kerja Dari media massa (TV, 3 radio, koran, majalah) Dari kegiatan sosial 4 keagamaan Jumlah
2) Penetapan Lokasi Tabel 3.18 Penetapan Lokasi No
Kategori Persepsi
1
Strategis
21
52,5 %
2
Sedang
9
22,5 %
80
Lanjutan Tabel No 3
Kategori Persepsi
Frekuansi
Persentase
10
25 %
40
100 %
Kurang Strategis Jumlah
Muzakki yang menilai bahwa
lokasi LAZ “Ummat
Sejahtera” Kabupaten Ponorogo “strategis” karena alasan kantor LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo berada di jantung kota. Selain itu kantor LAZ juga berada dekat pusat ekonomi masyarakat (pasar). Muzakki yang menilai “sedang” dan “kurang strategis” lokasi LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo karena kantor pusat berada di atas (lantai dua) meskipun ada di jantung kota, sehingga sulit terlihat oleh umum dari jalan besar. Selain itu belum ada cabang yang bisa menyentuh tempat terpencil sehingga sulit dijangkau oleh wilayah yang mempunyai kendala dalam hal mobilisasi / transportasi. Oleh sebab itu, masyarakat yang berada di wilayah tertentu sulit untuk menjangkauanya. LAZ masih terkonsentrasi pada skala prioritas LAZ yang berakibat minimnya informasi dan fungsi pada beberapa wilayah muzakki yang seharusnya perlu dipertimbangakan potensi zakatnya.
81
3) Tingkat Keterkenalan Tabel 3.19 Tingkat Keterkenalan No
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persentase
1
Terkenal
7
17,5 %
2
Sedang
26
65 %
3
Kurang Terkenal
4
10 %
4
Tidak Tahu
3
7,5 %
40
100 %
Jumlah
Muzakki yang menilai bahwa LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo “terkenal” karena alasan muzakki mendapati majalah At-Tazkiya di beberapa tempat sehingga LAZ juga sudah menyebar ke mana-mana. Selain itu, banyak masyarakat yang telah berkontribusi pada LAZ baik dari lingkup saudara ataupun teman. Muzakki yang menilai bahwa bahwa tingkat keterkenalan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah “sedang” karena LAZ hanya menyentuh wilayah kota dan untuk wilayah kecamatan perlu dipertimbangkan. Selain itu, muzakki juga berpendapat bahwa LAZ kurang melakukan sosialisasi dan promo di radio, televisi, dan koran. Pemilihan tempat yang kurang strategis juga menyebabkan LAZ kurang dikenal masyarakat luas dan hanya dikenal pada kalangan tertentu. Kebanyakan muzakki
82
mengetahui keberadaan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo sebatas dari teman dan kerabat melalui perbincangan. Muzakki yang menilai bahwa tingkat keterkenalan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah “kurang” karena LAZ kurang melakukan sosialiasi ke daerah pelosok. Masih banyak masyarakat yang belum tahu baik terkait kewajiban berzakat dan keberadaan LAZ itu sendiri. Selain itu kurangnya poster, spanduk, dan tidak adanya papan nama lembaga di area strategis menyebabkan LAZ kurang begitu dikenal oleh masyarakat luas. Muzakki yang menilai bahwa tingkat keterkenalan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah “tidak tahu” karena muzakki tidak terlalu memantau perkembangan LAZ di masyarakat. Muzakki juga tidak pernah membicarakan hal tersebut pada masyarakat dan muzakki hanya memfokuskan pada kewajiban berzakat sebatas pada dirinya sendiri.
83
BAB IV ANALISIS PERSEPSI MUZAKKI TERHADAP STRATEGI OPTIMALISASI FUNGSI LAZ “UMMAT SEJAHTERA” KABUPATEN PONOROGO
A. Analisis Persepsi Muzakki terhadap Strategi Kinerja 1. Kualitas Pelayanan Dalam pembahasan ini, penulis ingin memperjelas bagaimana persepsi muzakki terhadap kualitas pelayanan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. Dari tabel data yang telah terkumpul maka dapat diketahui bahwa muzakki (informan) sebanyak 65 % menyatakan kualitas pelayanan LAZ adalah “baik”, sebanyak 32,5 % menyatakan “sedang”, dan sebanyak 2,5 % menyatakan “tidak tahu”. Landasan teori pada Bab II menyebutkan bahwa salah satu tujuan pengelolaan zakat dalam Undang-undang No. 38 Tahun 1999 adalah untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntutan agama. Dengan demikian sangat jelas bahwa memberikan pelayanan yang terbaik merupakan satu hal yang wajib direalisasikan oleh semua lembaga zakat. Kualitas pelayanan (service) merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan lembaga zakat untuk menjaga kepuasan muzakki. Dalam melakukan pelayanan yang baik, biasanya digambarkan seseorang melalui sikap, pembicaraan, dan bahasa tubuh (body language) yang
83
84
bersifat simpatik, lembut, sopan, hormat, dan penuh kasih sayang.89 Nilai yang harus dimiliki oleh organisasi Islami tidak terkecuali oleh sebuah lembaga zakat harus mencangkup tiga hal yakni, keikhlasan, kebersamaan, dan pengorbanan. Berdasarkan data di atas kemudian disesuaikan dengan landasan teori yang ada, maka penulis dapat menganalisis bahwa menurut sebagian besar muzakki bahwa kualitas pelayanan LAZ adalah “baik”, karena petugas LAZ telah menerapkan nilai personil yang tinggi. Sikap, pembicaraan, dan bahasa tubuh yang ramah dan sopan dari para petugas zakat sehingga mampu memberikan kenyamanan bagi para muzakki untuk bergabung dan terus memberikan kontribusi kepada LAZ. Hal ini berarti usaha yang dilakukan oleh LAZ terkait kualitas pelayanan sudah sesuai dengan konsep manajemen strategi lembaga zakat. 2. Tingkat Responsivitas Tabel data tentang persepsi muzakki terhadap tingkat responsivitas LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dapat terlihat bahwa 10 % muzakki (informan) menyatakan bahwa tingkat responsivitas LAZ terhadap kritikan maupun masukan dari muzakki adalah “baik”, 10 % menyatakan “sedang”, dan 80% menyatakan “tidak tahu”. Landasan teori pada Bab II menerangkan bahwa responsivitas merupakan usaha lembaga zakat dalam menampung aspirasi dan keluhan pengguna layanan zakat dan usaha tindak lanjut aspirasi dan keluhan untuk
89
Muhammasd Syakir Sula, Syari’ah Marketing (Bandung: PT Mizan, 2006), 173.
85
memperbaiki penyelenggaraan layanan zakat di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang mampu meningkatkan nilai responsivitas lembaga untuk kepuasan muzakki antara lain: mempercepat pelayanan, pelatihan karyawan agar lebih cekatan dan tepat dalam pengambilan keputusan, komputerisasi dokumen, penyederhanaan sistem dan prosedur, pelayanan yang
terpadu
(one-stop-shoping),
penyederhanaan
birokrasi,
dan
mengurangi pemusatan keputusan.90 Berdasarkan data di atas kemudian disesuaikan dengan landasan teori yang ada, maka penulis dapat menganalisis bahwa sebagian besar muzakki tidak mengetahui tingkat responsivitas LAZ. Ketidaktahuan muzakki terhadap tingkat responsivitas LAZ disebabkan muzakki tidak pernah menemui masalah dengan LAZ, sehingga muzakki belum pernah menyampaikan aspirasi, saran, maupun keluhan kepada LAZ. Selain itu menurut beberapa muzakki (informan), ketidaktahuan muzakki terhadap tingkat resposivitas LAZ karena sikap apatis muzakki terhadap perkembangan LAZ. Muzakki hanya menjalankan kewajiban personalnya (berzakat) dan muzakki merasa nyaman dengan kondisi saat ini. Mengenai hal pentingnya masukan dan aspirasi untuk perkembangan LAZ, mereka menyerahkan sepenuhnya kepada manajemen LAZ. Menurut muzakki yang pernah menyampaikan aspirasi kepada petugas zakat, memandang bahwa tingkat resposivitas LAZ sudah cukup baik karena LAZ sudah berusaha memberikan respon positif baik secara 90
32-33.
Zulian Yamit, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa (Yogyakarta: Ekonosia, 2002),
86
langsung dan tidak langsung terhadap aspirasi dan masukan dari muzakki. Hal ini berarti bahwa usaha penerapan nilai responsivitas yang dilakukan oleh LAZ sudah sesuai dengan konsep manajemen strategi lembaga zakat. 3. Tingkat Kepercayaan Tabel data tentang persepsi muzakki terhadap tingkat kepercayaan pada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dapat diketahui bahwa muzakki (informan) sebanyak 92,5 % menyatakan “percaya” untuk menyalurkan dana zakatnya kepada LAZ dan sebanyak 7,5 % muzakki menyatakan nilai kepercayaannya “sedang”. Faktor yang mempengaruhi nilai kepercayaan muzakki kepada lembaga zakat adalah tingkat profesionalitas dan tingkat akuntabilitas lembaga zakat. Dalam hal profesionalitas, sebanyak 20 % muzakki menyatakan
bergabung
dengan
LAZ
tanpa
mengetahui
tingkat
profesionalitas LAZ, dan 80 % muzakki menyatakan bergabung bersama LAZ dengan mengetahui tingkat profesionalitas LAZ. Sedangkan untuk mengetahui tingkat kepercayaan muzakki melalui nilai akuntabilitas LAZ, dapat dilihat bahwa sebanyak 57,5 % muzakki mengetahui tingkat akuntabilitas LAZ melalui laporan keuangan di majalah bulanan At-Tazkiya. 27,5 % muzakki menyatakan mereka percaya hanya dengan pertimbangan keyakinan pribadi (feeling), serta 15 % menyatakan mereka percaya karena informasi dari orang lain yang berinteraksi secara langsung dengan LAZ.
87
Landasan teori pada Bab II menerangkan bahwa tingkat kepercayaan tingkat kepercayaan muzakki terhadap lembaga zakat tidak lepas dari unsur profesionalitas dan akuntabilitas lembaga zakat sesuai dengan kode etik lembaga zakat. Profesioanalitas adalah kemampuan yang merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap seorang amil dalam mengemban suatu tugas tertentu dan dilaksanakan secara penuh waktu, kreativitas, dan inovasi. Profesionalitas lembaga meliputi unsur-unsur antara lain: kerapian pengelolaan organisasi dan lembaga, kesepadanan struktur organisasi dalam kegiatan yang dijalankan, kepakaran dalam menangani kegiatan usaha yang dijalankan, ketersediaan sistem dan mekanisme kerja lembaga, kesigapan dalam menangani dan menanggapi nasabah, ketersediaan sumber daya manusia yang memadai, serta ketersediaan saran dan prasarana pendukung kegiatan.91 Akuntabilitas menyangkut usaha pelaporan pengelolaan zakat setiap tahunnya kepada para pembayar zakat melaui instansi masingmasing,
yang
melibatkan
auditor
eksternal
dan
pengurus
yang
disampaikan secara individu ataupun kolektif kepada muzakki.92 Penyampaian laporan ini merupakan bentuk transparansi lembaga zakat kepada publik.
91 Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (Yogyakarta: Ekonosia, 2002), 101-102. 92 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib Zakat dan Pajak di Indonesia (Yoyakarta: Pilar Media, 2006), 117.
88
Berdasarkan data di atas kemudian disesuaikan dengan landasan teori yang ada, maka dapat dianalisa bahwa LAZ telah mendapatkan nilai kepercayaan yang besar dari para muzakki. Sebagian besar muzakki telah mengetahui tingkat profesionalitas dan akuntabilitas LAZ. Muzakki tidak terkesan apatis dengan kemampuan (kompetensi) LAZ sebagai lembaga yang mengemban amanah dari muzakki. Hal ini dipengaruhi oleh faktor dari muzakki sendiri. Sebagian besar muzakki LAZ mempunyai latarbelakang pendidikan yang cukup tinggi, sehingga muzakki mampu menilai dan peka terhadap nilai profesioanlitas dan akuntabilitas kerja. Muzakki menilai bahwa profesionalitas dan akuntabilitas LAZ cukup baik terlihat dari kualifikasi latar belakang pendidikan karyawan LAZ yang cukup tinggi, serta terlihat proses pengelolaan zakat yang sudah baik. Selain itu, muzakki telah mengenal secara personal karyawan LAZ. Usaha pelaporan dan transparansi LAZ kepada muzakki melalui majalah At-Tazkiya sudah cukup memberikan keyakinan kepada muzakki bahwa pengelolaan dana yang diamanahkan pada LAZ telah dikelola secara baik dan amanah. Dengan demikian, usaha-usaha LAZ dalam membangun tingkat kepercayaan para muzakki melalui faktor profesionalitas dan akuntabilitas sudah sesuai dengan teori manajemen strategi lembaga zakat. B. Analisis Persepsi Muzakki terhadap Strategi Pengumpulan Dana Zakat 1. Kelengkapan Program / Layanan Tabel data tentang persepsi muzakki terhadap kelengkapan program dan layanan pada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dapat
89
diketahui bahwa muzakki (informan) sebanyak 55 % menyatakan bahwa program pengumpulan dana zakat LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo “lengkap” ; 42,5 % muzakki menyatakan “sedang”; dan 2,5 % muzakki menyatakan “tidak tahu”. Landasan teori pada Bab II menerangkan bahwa kondisi-kondisi untuk menciptakan program / layanan yang memiliki keunggulan sangat tergantung dari pelayanan yang prima, pegawai yang profesional, sarana dan prasarana yang memadai, lokasi dan layout gedung serta ruangan, serta nama baik lembaga. Sebagai lembaga yang berbasiskan Islam, maka jasa (program / layanan) pada lembaga zakat juga menunjukkan nilai spiritual yang bisa digambarkan dengan nilai kejujuran, keadilan, kemitraan, kebersamaan, keterbukaan, dan universalitas.93 Dalam mendesain program / layanan zakat, setidaknya terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan. Pertama, program / layanan sesuai dengan permintaan dan segmentasi masyarakat (muzakki dan calon muzakki). Semakin kompleks stratifikasi masyarakat akan semakin banyak jenis program / layanan zakat. Kedua, program / layanan menyesuaikan dengan kondisi dan budaya lokal. Ketiga, penggunaan teknologi dalam program / layanan agar lebih berkualitas, cepat, mudah, efektif, dan efisien sesuai dengan kemampuan lembaga.94 Berdasarkan data di atas kemudian disesuaikan dengan teori yang ada, maka penulis dapat menganalisa bahwa menurut sebagian besar 93 94
Muhammad Syakir Sula, Syari’ah Marketing, 182. Zulian Yamit, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, 115-116.
90
muzakki memandang bahwa program pengumpulan dana zakat pada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah sudah lengkap. Menurut muzakki program / layanan pengumpulan zakat unggulan yang dimiliki oleh LAZ adalah layanan zakat “jemput bola” (ambil di tempat), dan buletin bulanan. Sedangkan program / layanan terbaru yakni LAZ Card sudah mulai diminati oleh masyarakat Ponorogo. LAZ Card ini menyediakan discount belanja bagi muzakki yang berbelanja pada beberapa mitra LAZ di Ponorogo. Muzakki sudah merasa nyaman dengan program / layanan tersebut. Sebagian besar muzakki berada di wilayah kota Ponorogo dan wilayah terdekat dengan wilayah kota, baik dari tempat tinggalnya ataupun pusat aktivitasnya. Sehingga sebagian besar dana zakat terserap dari zakat profesi, infak, dan shadaqah. Melihat pandangan muzakki tersebut, maka kelengkapan program / layanan LAZ bagi masyarakat perkotaan sudah sesuai dengan konsep manajemen startegi lembaga zakat. Melihat banyaknya muzakki yang menganggap program / layanan zakat LAZ “sedang” yakni sebanyak 42,5 %, dapat dianalisa bahwa program / layanan zakat hanya dinikmati oleh masyarakat perkotaan dan wilayah terdekat lainnya. Program / layanan zakat belum dapat dinikmati oleh masyarakat di wilayah yang jauh dari perkotaan. Walaupun pihak LAZ memiliki prioritas terhadap segmentasi masyarakat tertentu yang mudah diajak untuk berzakat, pihak LAZ perlu juga mempertimbangkan tentang program / layanan untuk segmen masyarakat lainnya yang
91
memiliki potensi zakat besar dan disesuaikan dengan budaya dan kebiasaan masyarakat lokal. Jika dilihat budaya dan kebiasaan lokal masyarakat Islam Ponorogo, khususnya di daerah luar kota Ponorogo, sebagian besar masyarakat Ponorogo menyalurakan zakat secara tradisional misalnya di Masjid atau disalurkan secara langsung kepada fakir miskin yang dikehendakinya. Keadaan ini memerlukan terobosan program / layanan baru yang menarik bagi masyarakat, serta bersifat efektif dan efisien bagi LAZ untuk mengupayakan agar zakat ditunaikan secara teroganisir. Misalnya LAZ bermitra dengan masjid-masjid atau lembaga dakwah lainnya yang tersebar di beberapa daerah yang memiliki potensi zakat yang besar. Dengan demikian kelengkapan program / layanan LAZ bagi masyarakat pedesaan belum sepenuhnya sesuai dengan konsep manajemen strategi lembaga zakat karena belum merangkul segmentasi masyarakat pedesaan. 2. Kemudahan (Fleksibelitas) Program / Layanan Tabel data tentang persepsi muzakki terhadap kemudahan (fleksibelitas) program / layanan pada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dapat diketahui bahwa muzakki (informan) sebanyak 90 % menyatakan “mudah” dalam mengumpulkan dana zakat pada LAZ dan 10% muzakki menyatakan “sedang”. Landasan teori pada Bab II menerangkan bahwa kemudahan (fleksibelitas) dalam menjalankan program / layanan zakat pada dasarnya
92
harus memenuh prinsip-prinsip zakat yang sesuai dengan Islam yaitu memudahkan. Prinsip-prinsip zakat tersebut antara lain: prinsip keyakinan keagamaan (faith), prinsip pemerataan (equity) dan keadilan, prinsip produktivitas (productivity) dan kematangan, prinsip penalaran (reason) dan kebebasan (freedom), dan prinsip etik (ethic) serta kewajaran.95 Memberi kemudahan pada muzakki dalam pelaksanaan zakat dapat dilakukan dengan membolehkan muzakki membayar zakat dengan benda atau uang (tetapi hukum aslinya harus dibayar dengan jenis harta muzzaki) merupakan
hal
yang
mempengaruhi
fleksibelitas
program
LAZ.
Kebolehan membayar zakat dengan cara ini berdasarkan pada Hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Bukhari tentang kisah Thawus seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Mengoptimalkan dan memudahkan pelayanan zakat juga dapat dilakukan dengan menambah jumlah karyawan lembaga zakat yang efektif dan efisien antara lain dengan mengangkat para pegawai dari warga setempat dengan gaji yang relatif sesuai dengan kondisi daerah. Selain itu juga lembaga zakat juga menerima tenaga-tenaga sukarelawan yang ingin berkerja yang menjadikan lembaga zakat adalah amanah. Program dan layanan lembaga zakat yang mudah, cepat, dan berkualitas merupakan sarana utama terkumpulnya
dana zakat sesuai
dengan target yang diharapkan. Oleh sebab itu, lembaga zakat harus mampu berinovasi dalam kemudahan berzakat. Misalnya berzakat melalui 95
Gustian Juanda, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), 14-15.
93
ATM, SMS Charity, Phone Banking, Internet, Kasir Supermarket, ataupun pembayaran langsung melalui gerai. Berdasarkan data di atas kemudian disesuaikan dengan teori yang ada, maka penulis dapat menganalisa bahwa menurut sebagian besar muzakki bahwa dalam pelaksanannya program / layanan pengumpulan dana zakat LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo bagi sebagian besar muzakki adalah “mudah”. Kemudahan ini sebagian besar dirasakan oleh muzakki yang bergabung dalam layanan zakat “jemput di tempat”. Muzakki tidak perlu repot dalam melaksanakan zakat, karena pihak LAZ yang akan menjemput dana zakat di tempat muzakki sesuai dengan jadwal yang telah disepakati. Dengan demikian, usaha memudahkan program / layanan yang dilakukan oleh LAZ sudah sesuai dengan landasan teori yaitu program / layanan yang disediakan memberi kemudahan muzakki dalam membayar zakat. C. Analisis Persepsi Muzakki terhadap Strategi Pemasaran (Marketing) 1. Komunikasi dan Motivasi Tabel data tentang persepsi muzakki terhadap usaha-usaha komunikasi dan motivasi pada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dapat diketahui bahwa muzakki (informan) sebanyak 20 % mengetahui LAZ dengan melihat sendiri di lokasi; 62,5 % dari informasi orang lain; 12,5 % dari media massa, dan 5 % dari kegiatan sosial keagamaan.
94
Landasan teori pada Bab II menerangkan bahwa membangun komunikasi massa untuk penyampaian informasi yang tepat tentang zakat dan program / layanan lembaga zakat menjadi hal terpenting bagi lembaga zakat. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan konsep strategi dan membangun gerakan sadar zakat serta pembinaan motivasi berzakat pada setiap jaringan masyarakat Secara umum tujuan motivasi zakat adalah memberikan pengertian yang tepat tentang zakat kepada masyarakat, memberikan apresiasi zakat yang terorganisir, mengundang partisipasi semua elemen masyarakat, serta untuk menumbuhkan kegairahan masyarakat atau rasa senang dan ikut membantu dalam pelaksanaan zakat. Terdapat beberapa sistem atau bentuk untuk melaksanakaan motivasi zakat antara lain: motivasi tatap muka, motivasi percontohan, pembinaan peran serta, pendayagunaan media masa dan seni budaya, serta pendekatan pada lembaga pendidikan. 96 Berdasarkan data di atas kemudian disesuaikan dengan teori yang ada, maka penulis dapat menganalisa bahwa menurut sebagian besar muzakki mengetahui LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dari informasi orang lain baik saudara ataupun teman. Komunikasi massa dan usaha memberikan motivasi berzakat yang dilakukan oleh LAZ kurang dilakukan secara maksimal. Hal ini belum sesuai dengan konsep manajemen strategi lembaga zakat, dimana usaha motivasi dan komunikasi seharusnya dilakukan secara maksimal melalui berbagai cara. Sebagian 96
1994), 7-8.
Direktorat Urusan Agama Islam Ditjen BIPH, Motivasi Zakat (Jakarta: Depag RI,
95
besar muzakki mengetahui dan membangun motivasi zakatnya berasal dari orang lain dan bukan dari agenda kegiatan LAZ itu sendiri yang mampu dijangkau masyarakat luas. Gerakan sadar zakat perlu dilakukan dalam berbagai bentuk pendekatan sesuai dengan segmentasi masyarakat Kabupaten Ponorogo. 2. Penetapan Lokasi Tabel data tentang persepsi muzakki terhadap penetapan lokasi pada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dapat diketahui bahwa muzakki (informan) sebanyak 52,5 % menyatakan bahwa lokasi LAZ “strategis”; 22,5 % muzakki menyatakan “sedang”; dan 25 % menyatakan “kurang strategis”. Landasan teori pada Bab II menerangkan bahwa penentuan lokasi lembaga merupakan salah satu kebijakan yang sangat penting. Lembaga yang terletak dalam lokasi yang strategis sangat memudahkan masyarakat dalam berurusan dengan lembaga. Dalam prakteknya jenis-jenis kantor lembaga antara lain: kantor pusat, kantor wilayah, kantor cabang penuh, kantor cabang pembantu, dan kantor kas. Pertimbangan utama dalam penentuan lokasi lembaga antara lain: dekat dengan pasar dan perumahan, tersedia tenaga kerja baik jumlah maupun kualifikasi yang diinginkan, terdapat fasilitas pengangkutan, tersedia sarana dan prasarana seperti telepon atau listrik, serta sikap masyarakat.97
97
Kasmir, Pemasaran Bank (Jakarta: Kencana, 2004), 164-165.
96
Selain penentuan lokasi, pengaturan layout gedung juga perlu diperhatikan untuk memudahkan masyarakat memperoleh kenyamanan dan keamanan dalam berhubungan dengan lembaga. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk layout gedung antara lain: bentuk gedung yang memberi kesan bonafid, lokasi parkir luas dan aman, keamanan di sekitar gedung, tersedianya tempat ibadah, dan tersedianya fasilitas umum.98 Berdasarkan data di atas kemudian disesuaikan dengan teori yang ada, maka penulis dapat menganalisa bahwa menurut sebagian besar muzakki memandang bahwa penetapan lokasi LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah sudah strategis. Walaupun lokasi LAZ sudah strategis, namun menurut muzakki LAZ belum memiliki kantor cabang yang bisa dijangkau oleh wilayah kecamatan Ponorogo lainnya (daerah pelosok). Selain itu, dari segi layout kantor menurut muzakki kurang strategis, karena meskipun di jantung kota kantor pusat berada di atas (lantai dua) sehingga sulit terlihat oleh umum dari jalan besar. Dengan demikian, dalam penetapan lokasi ini belum sepenuhnya memenuhi konsep manajamen strategi lembaga zakat. 3. Tingkat Keterkenalan Tabel data tentang persepsi muzakki terhadap tingkat keterkenalan pada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo dapat diketahui bahwa muzakki (informan) sebanyak 17,5 % menyatakan bahwa LAZ adalah “terkenal”; 65 % muzakki menyatakan “sedang”; 10 % muzakki
98
Ibid., 170.
97
menyatakan “kurang terkenal”; dan 7,5 % muzakki menyatakan “tidak tahu”. Landasan teori pada Bab II menerangkan bahwa tingkat keterkenalan lembaga zakat sangat dipengaruhi oleh usaha-usaha sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga zakat. Berbagai macam sosialisasi dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi sistem informasi dan membangun network organizations atau kerjasama dengan lembagalembaga lain. Network orgnaizations bisa diterapkan dalam lembaga zakat agar mampu membangun sebuah jaringan organisasi yang baik sebagai sarana pertukaran informasi, teknologi, dan pemberian akses kepada masingmasing sumber daya yang dimiliki. Membangun network organizations untuk menerapkan teknologi sistem informasi dapat dilakukan melalui cara antara lain: periklanan, direct mail untuk relationship marketing, sponsorship, desain, pameran/ seminar, komunikasi elektronik, presentasi/ marketing tools, memanfaatkan moment dan media, serta membangun hubungan masyarakat (publik relation) misalnya lembaga zakat dengan Masjid dan lembaga dakwah lainnya, lembaga zakat dengan lembaga zakat lainnya, lembaga zakat dengan lembaga keuangan, lembaga zakat dengan lembaga usaha perekonomian. Berdasarkan data di atas kemudian disesuaikan dengan teori yang ada, maka penulis dapat menganalisa bahwa menurut sebagian besar muzakki memandang bahwa tingkat keterkenalan LAZ “Ummat Sejahtera”
98
Kabupaten Ponorogo adalah sedang. Menurut muzakki, sosialisasi yang dilakukan oleh LAZ hanya menyentuh wilayah kota dan untuk wilayah kecamatan (pelosok) perlu dipertimbangkan dan dimaksimalkan. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang belum tahu baik terkait kewajiban berzakat dan keberadaan LAZ itu sendiri . Selain itu, LAZ juga kurang melakukan sosialisasi dan promo di radio, televisi, dan koran, serta pemilihan tempat yang kurang bisa dilihat oleh umum. Kurangnya poster, spanduk, dan tidak adanya papan nama lembaga di area strategis menyebabkan LAZ kurang begitu dikenal oleh masyarakat luas dan hanya dikenal pada kalangan tertentu. Kebanyakan muzakki mengetahui keberadaan LAZ sebatas dari teman dan kerabat. Dengan demikian, dalam hal usaha-usaha meningkatkan keterkenalan, LAZ belum sepenuhnya memenuhi konsep manajemen strategi lembaga zakat.
99
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai beikut: 1. Persepsi muzakki terhadap strategi kinerja lembaga pada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah sudah baik dan sesuai dengan konsep manajemen strategi lembaga zakat. Hal ini tecermin dari tiga faktor yang mewakilinya, yakni: kualitas pelayanan, tingkat responsivitas, dan tingkat kepercayaan yang kesemuanya dalam kategori baik. Dari segi kualitas pelayanan, 65 % muzakki menilai baik. Dari segi tingkat responsivitas, 50 % muzakki yang pernah menyampaikan aspirasi menilai tingkat responsivitas adalah cukup baik. Dari segi tingkat kepercayaan, 92,5 % muzakki menyatakan menaruh kepercayaannya kepada LAZ. 2. Persepsi muzakki terhadap strategi pengumpulan dana zakat pada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah cukup baik dan sesuai dengan konsep manajemen strategi lembaga zakat. Hal ini tercermin dari kelengkapan dan kemudahan (fleksibelitas) program / layanan yang telah mendapatkan loyalitas dari muzakki. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi kelengkapan program / layanan, 55 % muzakki menyatakan sudah lengkap. Dari segi kemudahan (fleksibelitas) program / layanan, 90 % muzakki menyatakan cukup mudah. Namun program /
99
100
layanan yang disediakan hanya bisa menyentuh daerah perkotaan dan daerah yang dekat perkotaan saja. 3. Persepsi muzakki terhadap strategi pemasaran (marketing) pada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah sedang dan belum sepenuhnya sesuai dengan konsep manajemen strategi lembaga zakat. Hal ini terlihat dari tiga faktor pendukungnya, yakni: komunikasi dan motivasi, penetapan lokasi, serta tingkat keterkenalan lembaga yang kesemuanya dalam kategori sedang. Dari segi komunikasi dan motivasi hasil penelitian menunjukkan 62,5 % muzakki mendapatkan informasi dari orang lain (saudara atau teman) dan bukan langsung dari pihak LAZ. Dari segi penetapan lokasi, 52,5 % muzakki menyatakan lokasi LAZ sudah strategis. Sedangkan dari segi tingkat keterkenalan, 65 % muzakki menyatakan tingkat keterkenalan LAZ adalah sedang.
B. Saran Berkenaan dengan persepsi muzakki terhadap strategi optimalisasi fungsi LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Agar kepercayaan dan loyalitas dari para muzakki yang telah terbangun bisa bertahan lebih lama (long-term) dan bukan bersifat singkat (shortterm), maka LAZ hendaknya terus meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya. Selain itu, LAZ terus membangun citra positif di mata
101
masyarakat agar menjadi peluang untuk menyerap muzakki lebih meningkatkan lagi dari tahun ke tahun. 2. Usaha untuk membidik muzakki yang baru, hal yang dapat dilakukan oleh LAZ adalah dengan menciptakan program / layanan yang mudah dan mampu merangkul calon muzakki di berbagai segmen masyarakat sesuai dengan budaya lokalnya. Hal ini hendaknya perlu dipertimbangkan karena Kabupaten Ponorogo memiliki potensi zakat cukup besar yang tersebar di berbagai wilayah dan hanya sedikit zakat yang berhasil diserap (mayoritas wilayah perkotaan dan dekat dengan perkotaan). Efektifitas dan efisiensi program / layanan baik yang sudah berjalan dan yang akan dijalankan hendaknya juga menjadi pertimbangan, agar dana zakat yang telah berhasil dikumpulkan tidak terfokus pada biaya operasional program / layanan zakat saja. LAZ juga dapat melatih orang-orang miskin atau pihak-pihak yang berhak menerima zakat untuk menjadi pengelola zakat sehingga mampu menjadi bagian dari amil itu tersendiri. 3. Agar LAZ mampu memperluas sasaran obyek informasi / komunikasi serta membangun motivasi berzakat pada masyarakat luas, maka pihak LAZ hendaknya melakukan sosialisasi secara terus menerus. Hal ini dapat dilakukan dengan mensinergikan semua pihak baik itu pemerintah, DPR, lembaga zakat lainnya (baik pemerintah / non pemerintah), mass media, para ulama, lembaga pendidikan, serta lembaga-lembaga lainnya untuk terus mendukung terhadap perkembangan lembaga zakat pada umumnya dan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo pada khususnya, serta untuk membangun upaya gerakan masyarakat sadar zakat.
102
DAFTAR PUSTAKA
Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar. Kifayatul Akhyar fii Alli Ghaayatil Ikhtisaar. Semarang: Toha Putra Semarang, tt. Al-‘Ainiy, Imam ‘Alamah Badruddin Abi Muhammad Bin Ahmad .‘Umdatul Qoriy. Beirut: Darul Kitab al-‘Alami’ah, 2001. Al-Ju’fi, Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhari. Al-Bukhari. Beirut: Daarul Fikr, 1994. Anshori, Abdul Ghofur. Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib Zakat dan Pajak di Indonesia.Yogyakarta: Pilar Media, 2006. Antonio, Syafi’i. Bank Syari’ah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman. Yogyakarta: Ekonosia, 2002. Arifin, Luqman Hakim. ”Negara Berperan Zakat Lebih Berasa,” dalam Majalah Gontor, Oktober 2009, 12. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002. Azizy, Qodri. Membangun Fondasi Ekonomi Umat: Meneropong Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo, Ponorogo Dalam Angka : Katalog BPS 1403.3502. Ponorogo: BPS, 2009. Depag RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Syaamil, 2005. Depag RI. ”Pengelola Zakat Harus Penuhi Manajemen Mutu,” dalam Majalah Ikhlas, April 2009, 45. Ditjen BIPH, Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf. Pedoman Pengelolaan Zakat Jakarta: Depag RI, 2002. Ditjen BIPH, Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf. Pola Pembinaan Lembaga Pengelola Zakat di Indonesia. Jakarta: Depag RI, 2003. Ditjen BIPH, Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf . Peraturan Perudangundangan Pengelolaan Zakat. Jakarta: Depag RI, 2004.
103
Ditjen BIPH, Direktorat Urusan Agama Islam. Motivasi Zakat. Jakarta: Depag RI, 1994. Forum Zakat. Kode Etik Amil Zakat, http://www.forumzakat.net/index.php? act=viewnews&id=90, diakses 25 Mei 2010. Hafidhuddin, Didin. Manajemen Syari’ah dalam Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2003. Hafidhuddin, Didin. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press, 2002. Hasan, Ali. Zakat dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasi Problem Sosial di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006. Izzati, Nurul. Studi Hukum Islam Tentang Manajemen Pengelolaan Zakat Fitrah Badan Amil Zakat (BAZ) Departeman Agama Kabupaten Ponorogo. Skripsi. Ponorogo: STAIN, 2005. Juanda, Gustian. Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006. Kasmir. Pemasaran Bank. Jakarta: Kencana, 2004. Kotler, Philip & Blomm, Paul N. Teknik dan Strategi Memasarkan Jasa Profesional, terj. Wilhelmus W. Bakowatun. Jakarta: Intermedia, 1987. Muflih, Muhammad. Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006. Mufraini, Arif. Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan. Jakarta: Kencana, 2006. Muhammad. Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Qur’an. Yogykarta: UII Press, 2000. Muhammad. Zakat Profesi: Wacana Pemikiran Zakat dalam Fiqih Kontemporer. Jakarta: Salemba Diniyah, 2002. Novia, Dyah Ratna Meta. “Kualitas LAZ Ditingkatkan”, dalam Republika, 1 Juni 2010, 12. Qardhawi, Yusuf. Fiqhuz Zakat. Beirut: Muassasat ar-Risalah, 1973. Qardhawi,Yusuf. Kiat Sukses Mengelola Zakat, Zamakhsyari. Jakarta: Media Da’wah, 1997.
terj.
Asmuni
Solihan
104
Sani, M. Anwar. Integrated Marketing Communications Lembaga Zakat, http://www.mail-archive.com/
[email protected]/msg03659.html, diakses 27 Mei 2010. Sarah, Siti. Problematika Pelaksanaan Zakat Fitrah di Kecamatan Ponorogo (Menurut Analisa Fiqh). Skripsi. Ponorogo: STAIN, 2004. Sudarto. Metode Penelitian Filsafat . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997. Suhartono, Edi. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pinjaman Dana Bergulir di Lembaga Amil Zakat “Ummat Sejahtera” Ponorogo. Skripsi. Ponorogo: STAIN, 2008. Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007. Sula, Muhammad Syakir. Syari’ah Marketing. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Yamit, Zulian. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Yogyakatara: Ekonosia, 2002. Yusanto, Muhammad Ismail. Manajemen Strategis Perspektif Syari’ah. Jakarta: Khairu Bayaan, 2003. Yusanto, Muhammad Ismail. Menggagas Bisnis Islami. Jakarta: Gema Insani Press, 2002.
105
Lampiran-lampiran
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA DENGAN DIREKTUR DAN KARYAWAN LAZ “UMMAT SEJAHTERA” KABUPATEN PONOROGO
1.
Sejarah dan latar belakang berdirinya LAZ Kabupaten Ponorogo
2.
Visi dan misi LAZ Kabupaten Ponorogo
3.
Organisasi dan tata kerja atau tugas masing-masing bagian
4.
Jumlah muzakki LAZ Kabupaten Ponorogo dan latar belakang pendidikan, sosial dan ekonomi muzakki secara umum
5.
Jumlah dana zakat, infak, shadaqah yang berhasil dihimpun / disalurkan
6.
Strategi optimalisasi fungsi lembaga zakat yang dilakukan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo: a. Strategi Kinerja Lembaga, antara lain: 1) Segi kualitas pelayanan, bagaimana upaya peningkatan kualitas pelayanan? 2) Segi responsivitas, bagaimana respon lembaga terhadap aspirasi dan keluhan dari muzakki / mustahik? 3) Segi responsibilitas, bagaimana usaha lembaga agar dalam menjalankan kerjanya sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah dan petunjuk teknis ketentuan yang ada pada undang-undang pengelolaan zakat?
106
4) Segi akuntabilitas, bagaimana bentuk lembaga dalam memberikan laporan pengelolaan zakat kepada khalayak dan bagaimana usaha untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga? 5) Segi profesionalitas, bagaimana upaya lembaga untuk meningkatkan profesionalitas internal lembaga (karyawan-karyawannya)? b. Strategi Pengumpulan Dana Zakat, antara lain: 1) Fasilitas / program-program layanan apa saja yang diberikan untuk muzakki / donatur? 2) Bagaiman
upaya
lembaga
untuk
meningkatkan
kemudahan
pengimpunan dana dari masyarakat? c. Strategi Pemasaran (Marketing) 1) Bagaimana upaya lembaga untuk mensosialisasikan profil lembaga dan program-program layanan kepada masayarakat? 2) Pertimbangan apa yang digunakan sebagai penetapan lokasi lembaga di Jl. Soekarno Hatta? 7.
Kendala-kendala LAZ Kabupaten Ponorogo dalam menjalankan programprogramnya.
8.
Usaha untuk mengatasi kendala yang dihadapi LAZ kabupaten Ponorogo
107
CHECK LIST WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR PERSEPSI MUZAKKI TERHADAP STRATEGI OPTIMALISASI FUNGSI LEMBAGA ZAKAT (Studi pada Lembaga Amil Zakat “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo) Pengantar: Assalamu’alaikum Wr.Wbr. Informan yang budiman, disela-sela kesibukan Anda, perkenankanlah saya memohon kesediaan Anda untuk menjawab pertanyaan berikut ini. Jawaban jujur yang Anda berikan akan sangat membantu penelitian yang sedang saya lakukan. Adapun penelitian ini saya lakukan semata-mata dalam rangka penyusunan skripsi saya pada Program Sarjana STAIN Ponorogo. Akhirnya, saya mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dan kesediaan Anda untuk menjawab pertanyaan ini. Wassalamu’laikum Wr. Wbr. Nomor Check List
: .........................
Nama Informan
: .........................
Alamat Informan
: .........................
I.
KARAKTERISTIK MUZAKKI (Informan) Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia! 1.
Apakah jenis kelamin Anda? a. Laki-laki
2.
b. Perempuan
Berapakah usia Anda saat ini? a. Di bawah 20 tahun
d. 41 – 50 tahun
b. 21 - 30 tahun
e. Di atas 50 tahun
c. 31 - 40 tahun 3.
Apakah pendidikan terakhir Anda? a. SD
c. SLTA
e. Sarjana S-1
b. SLTP
d. Diploma
f. Sarjana S-2
108
4.
Apakah Pekerjaan Anda saat ini? a. Pelajar / Mahasiswa
d. Pengusaha / Wiraswasta
b. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
e. Ibu Rumah Tangga
c. Karyawan Swasta 5.
Bila Anda bekerja, berapakah penghasilan rata-rata Anda setiap bulan? a. Dibawah Rp 500.000,00
c. Rp 1 juta – Rp 2 juta
b. Rp 500.000,00 – Rp 1 juta
d. Diatas Rp 2 juta
II. PERSEPSI MUZAKKI TERHADAP STRATEGI OPTIMALISASI FUNGSI LEMBAGA AMIL ZAKAT (LAZ) “UMMAT SEJAHTERA” KABUPATEN PONOROGO Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan pendapat Anda dalam pertanyaan di bawah ini dan berilah alasannya! Persepsi Muzakki Terhadap Strategi Kinerja Lembaga 1.
Menurut pengalaman dan sepengetahuan Anda bagaimana kualitas pelayanan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo? a. Baik
b. Sedang
c. Buruk
d. Tidak Tahu
Alasan:................................................................................................ ............................................................................................................ 2.
Apakah Anda pernah menyampaikan aspirasi dan keluhan terkait pengumpulan dana zakat kepada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo? a. Pernah
b. Jarang
c. Tidak Pernah
Alasan:................................................................................................ ............................................................................................................ 3.
Jika pernah menyampaikan aspirasi/ keluhan, bagaimana menurut Anda tentang daya respon LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo terhadap aspirasi dan keluhan Anda? a. Baik
b. Sedang
c. Buruk
d. Tidak Tahu
Alasan:................................................................................................ ............................................................................................................
109
4.
Apa yang membuat Anda tertarik mengumpulkan dana zakat kepada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo? a. Tuntutan / mengikuti program instansi (tempat kerja). b. Kesadaran pribadi tanpa mengetahui tingkat profesionalitas pengelolaan zakat (program pengumpulan dan penyaluran dana zakat). c. Kesadaran pribadi dengan mengetahui tingkat profesionalitas pengelolaan zakat (program pengumpulan dan penyaluran dana zakat). Alasan:................................................................................................ ............................................................................................................
5.
Bagaimana tingkat kepercayaan Anda kepada LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo terhadap program penyaluran dana zakat untuk pihak yang berhak mendapatkan zakat (mustahik)? a. Percaya
b. Sedang
c. Kurang Percaya
d. Tidak Tahu
Alasan:................................................................................................ ............................................................................................................ 6.
Melalui apa Anda percaya dengan LAZ ”Ummat Sejahtera” Ponorogo? a. Laporan Keuangan yang dipublikasikan lewat majalah AtTazkiya. b. Keyakinan pribadi (feeling). c. Informasi dari orang lain yang berinteraksi langsung dengan LAZ “Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo. Alasan:................................................................................................ ............................................................................................................
Persepsi Muzakki terhadap Strategi Program Pengumpulan Dana Zakat 1.
Menurut pengalaman dan sepengetahuan Anda, program / fasilitas layanan muzakki / donatur (Sms Konsultasi Zakat, Kajian Akbar Interaktif, Buletin Bulanan, Layanan Zakat Ambil di Tempat, Tabungan Qurban, dan Muzakki LAZ Card) LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah: a. Lengkap
b. Sedang
c. Kurang Lengkap
110
Alasan:................................................................................................ ............................................................................................................ 2.
Program layanan muzakki / donatur yang sering Anda gunakan adalah:
3.
a.
Sms Konsultasi Zakat
d. Tabungan Qurban
b.
Kajian Akbar Interaktif
e. Buletin Bulanan
c.
Layanan Zakat Ambil di Tempat
f. Muzakki LAZ Card
Bagaimana tingkat kemudahan Anda untuk mengumpulkan dana zakat kepada LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo? a. Mudah
b. Sedang
c. Sulit
Alasan:................................................................................................ ............................................................................................................ Persepsi Muzakki terhadap Strategi Pemasaran (Marketing) 1.
Dari mana Anda mengetahui LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo beserta program-program layanannya bagi muzakki / donatur?
2.
a.
Melihat sendiri di lokasi
b.
Dari saudara / teman / instansi kerja
c.
Dari media massa ( televisi / radio / koran / majalah / buletin)
d.
Dari acara pengajian / kegiatan sosial keagamaan lainnya
Menurut pengetahuan Anda penetapan lokasi / letak LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah: a. Strategis
b. Sedang
c. Kurang Strategis
Alasan:................................................................................................ ............................................................................................................ 3.
Menurut pengalaman dan sepengetahuan Anda tingkat keterkenalan LAZ ”Ummat Sejahtera” Kabupaten Ponorogo adalah: a. Terkenal
b. Sedang
c. Kurang Terkenal
d. Tidak Tahu
Alasan:................................................................................................ ............................................................................................................
111
TABULASI CHECK LIST WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR No. Check List
Pertanyaan I (Karakteristik Muzakki)
Informan
1
2
3
4
5
1
a
e
c
d
d
2
a
c
e
d
d
3
a
c
e
b
b
4
a
d
c
d
d
5
b
e
b
e
a
6
a
d
e
d
d
7
a
c
c
d
c
8
b
c
e
d
d
9
b
d
d
b
d
10
a
c
c
d
d
11
b
b
d
c
c
12
b
c
e
d
c
13
a
c
e
b
d
14
a
c
d
b
d
15
a
d
e
d
c
16
a
b
c
a
a
17
a
c
c
d
b
18
b
b
e
c
a
19
b
b
e
c
a
20
a
b
c
d
c
21
b
e
a
d
b
22
b
c
e
d
b
23
b
c
c
e
a
24
a
b
e
c
a
25
a
e
b
d
c
26
b
b
d
d
d
112
27
b
c
e
b
c
28
b
c
d
b
c
29
b
b
e
c
b
30
b
c
e
d
b
31
a
c
c
d
b
32
a
c
c
d
d
33
b
b
d
b
c
34
b
b
e
c
a
35
a
c
d
c
d
36
a
b
e
b
d
37
b
e
a
d
d
38
b
b
d
e
a
39
b
b
e
c
a
40
b
d
c
d
c
113
TABULASI CHECK LIST WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR
No. Check List Informan
Pertanyaan II. A (Persepsi Muzakki Terhadap Strategi Kinerja Lembaga) 1
2
3
4
5
6
1
a
c
d
c
a
a
2
a
c
d
c
a
a
3
a
c
d
c
a
a
4
b
a
b
c
a
a
5
a
c
d
c
a
a
6
a
c
d
b
a
b
7
a
a
b
c
a
b
8
a
c
d
c
a
c
9
b
c
d
b
b
b
10
b
c
d
c
a
a
11
a
b
b
c
a
a
12
a
c
d
c
a
a
13
a
a
a
c
a
b
14
a
a
a
c
a
b
15
a
c
d
c
a
b
16
a
c
d
c
a
a
17
b
b
b
c
a
b
18
a
c
d
c
a
a
19
a
a
a
c
a
a
20
b
c
d
b
b
b
21
a
c
d
b
a
b
22
a
c
d
c
a
a
23
a
c
d
c
a
a
24
a
c
d
b
a
c
25
b
c
d
b
a
a
114
26
a
c
d
c
a
a
27
a
c
d
c
a
a
28
a
a
d
c
a
b
29
b
c
d
c
a
b
30
a
c
d
c
a
c
31
a
c
d
c
a
c
32
a
c
d
c
a
a
33
a
b
a
c
a
a
34
a
c
d
c
a
a
35
a
c
d
b
a
c
36
a
c
d
b
a
a
37
a
c
d
c
a
a
38
a
c
d
c
a
a
39
d
c
d
c
b
a
40
a
c
d
c
a
c
115
TABULASI CHECK LIST WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR
No. Check List Informan
Pertanyaan II. B (Persepsi Muzakki Terhadap Strategi Pengumpulan Dana Zakat) 1
2
3
1
a
c
a
2
b
b
a
3
a
c
a
4
b
c
a
5
a
c
a
6
b
c
a
7
a
c
b
8
a
c
a
9
a
c
a
10
b
c
b
11
a
c
a
12
a
c
a
13
b
e
a
14
a
e
a
15
a
e
a
16
a
c
a
17
b
c
a
18
b
e
a
19
b
c
b
20
b
c
a
21
a
e
a
22
a
c
a
23
a
e
a
24
b
e
a
25
a
c
a
116
26
a
c
a
27
b
c
a
28
a
f
a
29
a
c
a
30
b
e
a
31
a
c
a
32
b
c
a
33
b
e
a
34
b
c
a
35
-
c
a
36
a
c
a
37
a
c
a
38
a
c
b
39
b
f
a
40
b
c
a
117
TABULASI CHECK LIST WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR
No. Check List Informan
Pertanyaan II. C (Persepsi Muzakki Terhadap Strategi Pemasaran) 1
2
3
1
a
a
a
2
d
c
b
3
c
b
b
4
b
a
b
5
b
a
d
6
c
b
b
7
a
c
b
8
d
a
b
9
c
a
b
10
b
b
b
11
b
a
b
12
b
a
b
13
b
c
b
14
a
c
b
15
a
a
b
16
b
a
a
17
a
a
b
18
b
a
b
19
b
a
b
20
b
b
b
21
b
a
a
22
b
a
b
23
b
a
a
24
b
c
b
25
b
b
a
118
26
a
c
b
27
b
a
b
28
b
c
b
29
b
b
d
30
b
a
a
31
b
a
a
32
b
b
c
33
c
b
b
34
c
a
d
35
b
a
c
36
a
c
c
37
b
a
c
38
b
b
b
39
b
c
b
40
a
c
b
119
DAFTAR NAMA MUZAKKI (INFORMAN)
NO
NAMA
ALAMAT
1
Agus Dwi Sudibyo
Jl. J.A. Suprapto 100 Ponorogo
2
Nurfian Aditya Gumang
Jl. Jaksa Agung 78 Ponorogo
3
Drs. Imam Ghozali
Jl. Bhayangkara 25 Ponorogo
4
Supriono Muslich
Jl. Letj. Suprapto 101 Ponorogo
5
Mariana
Jl. Batoro Katong 60 Ponorogo
6
Imron Rosyidi
Jl. S. Agung 9 A Ponorogo
7
Widodo
Mangun Suman Ponorogo
8
Imanul Kholifah
Jl. Diponegoro 4 Jetis Ponorogo
9
Yahrul Mar’ah
Joresan Mlarak Ponorogo
10
Budi Santoso
Jabung Mlarak Ponorogo
11
Anisa W. Herawati
Kepuhrubuh Ponorogo
12
Lukman Hakim
Pengkol Ponorogo
13
Tanpa Nama
-
14
Tanpa Nama
-
15
Tanpa Nama
-
16
Suprapto
Somoroto Ponorogo
17
Sugeng Hartanto
Bungkal Ponorogo
18
Noke
Jl. Dieng 30 Ponorogo
19
Yusina Sesti
Jl. Dieng 30 Ponorogo
120
20
Sutrisno
Bulak Ponorogo
21
Supini Jamal
Jintap Ponorogo
22
Umul Umarah
Jintap Ponorogo
23
Sukatwaningsih
Ngotok Jetis Ponorogo
24
Masyudi Hariyanto
Slahung Ponorogo
25
Bonijo
Jetis Ponorogo
26
Naini
Jl. Soekarno Hatta Ponorogo
27
Ririn
Keniten Ponorogo
28
Rini
Jetis Ponorogo
29
Ulfa
Jetis Ponorogo
30
Helmi Fitriati
Tegalsari Jetis Ponorogo
31
Saiful Bachri
Sukowati Keniten Ponorogo
32
Sunarmo
Winon Jetis Ponorogo
33
Nanik
Pulung Ponorogo
34
Rika
Babadan Ponorogo
35
Agus P
Babadan Ponorogo
36
Ritus
Ponorogo
37
Asratun
Jambon Ponorogo
38
Siti Sundari
Jl. Anggrek 16 B Ponorogo
39
Siti Juariyah
Ds. Trisosno Babadan Ponorogo
40
Murdatin
Jambon Ponorogo