BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah Isu atau persoalan wanita selalu menarik untuk diminati, bahkan dewasa ini semakin banyak ilmuwan atau peneliti lebih memfokuskan diri pada pengkajian wanita secara khusus. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kompleksitas permasalahan yang berhubungan dengan wanita itu sendiri dimana selama ini belum ada kesepakatan mengenai “Bagaimana sesungguhnya eksistensi wanita itu ditempatkan”. Namun terlepas dari kontroversi yang ada, dewasa ini di Indonesia, upaya peningkatan peran dan kedudukan wanita terus berlanjut. Salah satu upaya perhatian negara terhadap wanita adalah dimuatnya, hal ini dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 dengan visi pembangunan pemberdayaan perempuan adalah kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya masih menganggap perlu memaknai peran dan posisi wanita dalam pembangunan. Supardjo Rustam (1993) dalam bukunya “Wanita, martabat dan pembangunan” mengatakan bahwa Indonesia masih jauh dari status “Mitra Sejajar” secara utuh, sehingga masih dibutuhkan pengakuan yang lebih berarti dalam pembangunan. Mengikuti alur sejarah, sejak abad ke-7 sampai abad ke-19 kita mengenal kepemimpinan wanita dipentas kekuasaan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Kepemimpinan para wanita itu bisa dikategorisasikan sebagai kepemimpinan
1
Universitas Sumatera Utara
tradisional, karena pada umumnya mereka berkuasa berdasarkan jenjang keturunan dari keluarga elit tradisional. Keadaan ini berubah ketika barat yang bersifat modern mulai memperkenalkan dan mendorong munculnya kelompok baru yang disebut kaum elit modern (Robert Van Niel, 1960 : 98). Mereka memiliki cakrawala pandang yang lebih luas dan memahami dimensi permasalahan dengan lebih mendalam dengan ide-ide luar biasa yang mereka pelajari seperti : liberalisme, nasionalisme dan hak azasi manusia. Memasuki abad ke-20 terjadi perubahan struktur peranan wanita Indonesia, ide atau pemikiran dari barat masuk bersamaan dengan diperkenalkan dan disebarluaskan pendidikan cara barat dalam kaitannya dengan politik etika yang dijalankan oleh kaum wanita pemerintah Hindia Belanda. Walaupun jumlahnya masih terbatas, mulai ada yang berkesempatan menikmati pendidikan barat itu. Oleh karena itu, muncullah orang-orang yang sadar akan diri pribadi dan statusnya. Kesadaran merekapun tumbuh bahwa mereka hidup dibawah kaum penjajah dengan praktek-praktek kolonialnya seperti : R.A. Kartini, Dewi Sartika, Rohana Kudus, Rahmah El Yunussiyah, Nyonya Ahmad Dahlan dan Hajjah Rasuna Said merupakan nama-nama tokoh wanita dari kalangan kaum elit modern Indonesia dari pendidikan dan pengetahuan yang mereka peroleh. Mereka menyadari akan keadaan kaumnya, oleh karena itu dengan berbagai cara mereka berusaha untuk menyadarkan kaum wanita akan kedudukan dan perannya dalam masyarakat. Memasuki abad ke-21, peranan wanita semakin meningkat. Saat ini, kita dapat melihat kiprah kepemimpinan wanita dalam berbagai peran dan posisi strategis dalam kehidupan masyarakat. Kiprah kepemimpinan wanita tersebut
2
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa wanita Indonesia memang merupakan sumber daya yang potensial apabila kualitasnya ditingkatkan dan diberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berperan dalam berbagai aspek kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Wanita Indonesia ternyata bisa memperoleh kedudukan, wewenang dan kekuasaan tertinggi. Hal ini bertentangan dengan gambaran umum yang ada didalam masyarakat Indonesia, dimana kaum wanita dibedakan dengan kaum lakilaki dimana kaum wanita mempunyai kedudukan yang rendah dan hidup terkekang. Namun, pada kenyataannya terdapat banyak bukti bahwa kaum wanita telah memegang jabatan pimpinan dan juga berperan aktif dalam berbagai bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan militer. Dengan kesadaran dan pengetahuan baru yang diperolehnya, wanita tidak hanya bisa menjadi ibu rumah tangga atau istri akan tetapi jiwa kepemimpinan yang ada di dalam diri setiap wanita justru harus dikembangkan dengan cara memasuki wilayah publik. Bertumpu pada titik pandang kemanusiaan, pada dasarnya wanita dan lakilaki sama cerdas otaknya, sama mulia budinya dan sama luhur cita-citanya. Mereka tentu sama-sama memiliki potensi kepemimpinan sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Secara konstitusional tertuang dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Lebih operasional lagi ditegaskan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yaitu didalam butir tentang “Peranan wanita dalam pembangunan bangsa” GBHN menggariskan, antara lain :
3
Universitas Sumatera Utara
“Wanita…………., mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dengan pria dalam pembangunan di segala bidang. Pembinaan peranan wanita sebagai mitra sejajar pria ditunjukkan untuk meningkatkan peran aktif dalam kegiatan pembangunan…………”
Dijelaskan bahwa wanita, baik warga negara maupun sebagai sumber daya insani pembangunan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan pria dalam pembangunan disegala bidang. Wanita diakui sebagai mitra sejajar pria. Meskipun saat ini masih banyak terjadi perlakuan diskriminasi terhadap wanita, namun belakangan ini jumlah wanita yang menduduki posisi strategis semakin bertambah. Persoalannya, perkembangan posisi dan peran politik wanita sangat lamban dan posisi mereka dilembaga politik dan pemerintahan terlihat sekali kurang proporsional. Hal ini dapat dilihat pada lembaga legislatif (DPR-RI), persentase keterwakilan wanita kurang dari 9 persen dari 500 anggota (Pemilu 1999), dan tidak ada seorang pun saat ini yang menjadi ketua komisi dari 9 komisi yang ada (2003). Kondisi di eksekutif (pemerintahan)tidak lebih baik dibanding dengan parlemen. Pada tahun 2000, dari 376 pejabat struktural eselon I mulai dari kantor Menko, Menteri Negara, Departemen dan LPND, hanya terdapat 31 orang pejabat perempuan (9,8%). Dilingkungan kantor kepresidenan (Setneg, Setkab, Setmil, Setwalpres) tidak seorangpun ada pejabat eselon I perempuan, begitu pula disejumlah kementrian termasuk Deplu, Depkeh & HAM, Depkeu, Dephan, Depesom, Deptan, Dephut, Deplaut & perikanan, Dephub, Depdiknas, Depag, Depnaketrans, menpan, Dep.Butpat, BUMN dan KTI.
4
Universitas Sumatera Utara
Sebagai contoh : dari 38 orang menteri yang berjenis kelamin wanita yaitu : Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan dan Menteri Pemberdayaan Wanita. Dibidang yudikatif tidak berbeda, kecuali di MA terdapat 6 Hakim Agung dari 46 (13%), di Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI tidak ada pejabat eselon I wanita. Gambaran yang sama terjadi ditingkat daerah baik pejabat politis (Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Walikota) sangat kecil persentase wanita, begitu pula dengan anggota DPRD, pejabat struktural lain seperti Sekda, Kanwil, Ka.Dinas dan sebagainya. Data lain menunjukkan pada tahun 1999 jumlah PNS wanita adalah 36,9%, laki-laki sebesar 63,1% dari jumlah seluruh PNS (4.005.861) dan dari jumlah tersebut hanya 15,2% PNS wanita yang menduduki jabatan struktural, sedangkan PNS laki-laki sebesar 84,8%. Sedangkan tahun 2000 terjadi sedikit perubahan dimana jumlah PNS wanita adalah 37,6%, laki-laki sebesar 62,4% dari jumlah seluruh PNS (3.927.146) dan dari jumlah tersebut hanya 15,7% yang menduduki jabatan struktural, sedangkan PNS laki-laki sebesar 84,3% (Statistik dan Gender Indikator, BPS : 2000). Menyikapi hal di atas, selama ini ada anggapan di masyarakat bahwa kuatnya kultur patriarkhi di Indonesia menyebabkan peranan kepemimpinan wanita di Indonesia terbatas. Masih banyak wanita yang belum berani mengambil kesempatan-kesempatan yang tersedia baginya, terlebih lagi untuk merebut kesempatan. Tentu saja, hal tersebut akan menghambat cita-cita sebagai wanita karir. Selain itu, peranan kepemimpinan wanita pada sektor publik dianggap masih banyak
5
Universitas Sumatera Utara
memiliki keterbatasan karena wanita dihadapkan pada situasi memainkan peran ganda yaitu sebagai wanita karier dan sebagai istri serta ibu bagi anak-anaknya secara optimal dalam kurun waktu yang bersamaan. Seharusnya, wanita Indonesia sudah diberi kesempatan secara bebas untuk menentukan pilihan kariernya dimana wanita sudah dipahami sebagai manusia utuh dan berperan sebagai mitra sejajar yang
diikutsertakan
dalam
pengambilan
keputusan
di
segala
bidang
pembangunan. Hal ini akan mendorong wanita Indonesia untuk berproses mengembangkan dirinya sebagai pribadi yang utuh. (A. Nunuk P. Murniati, 2004 : 221). Gambaran umum tentang peranan kepemimpinan wanita pada jabatan publik dapat dilihat pada daerah Sumatera Utara, khususnya pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan. Namun pada kenyataannya, wanita yang menduduki jabatan publik dapat dihitung dengan jari karena jabatan tersebut masih didominasi oleh laki-laki. Spesifikasi jabatan publik pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dapat kita lihat pada tabel berikut : Tabel 1.1. Spesifikasi Jabatan Publik Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan Jabatan Publik
Jabatan
Wanita (Orang) 1 -
Kepala Kantor Eselon III Kasi. Kasubag Umum Eselon IV Kasi. Pelayanan Eselon IV Kasi. Penagihan Eselon IV Kasi. Pemeriksaan Eselon IV Kasi. Pengolahan Eselon IV Data dan Informasi Waskon I Eselon IV Waskon II Eselon IV Waskon III Eselon IV Waskon IV Eselon IV Jumlah 1 Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan, 2008
6
Laki-laki (Orang) 1 1 1 1
Jumlah (Orang) 1 1 1 1 1
1
1
1 1 1 1 9
1 1 1 1 10
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah pegawai yang berada dalam jabatan struktural pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan saat ini masih didominasi oleh laki-laki, dimana jumlah laki-laki adalah 9 orang dari seluruh ESELON III dan ESELON IV, sementara jumlah wanita hanya 1 orang yang terkonsentrasi pada jabatan ESELON IV. Berdasarkan gambaran yang telah dikemukakan diatas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian yang berjudul “Peranan Kepemimpinan Wanita dalam Jabatan Publik (Studi Pada Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)” yang akan mengkaji kiprah kepemimpinan wanita khususnya pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.
I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana peranan kepemimpinan wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ? 2. Bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Pemimpin Wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ?
7
Universitas Sumatera Utara
I.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana peranan kepemimpinan wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan. 2. Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Pemimpin Wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.
I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain adalah : 1. Bagi penulis khususnya, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan
menulis
karya
ilmiah
terutama
dalam
menganalisa
permasalahan yang terjadi masyarakat yang ada hubungannya dengan teori akademis. 2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu sosial secara umum dan ilmu administrasi negara secara khusus mengenai peranan kepemimpinan wanita dalam jabatan publik. 3. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mendalami dan melakukan penelitian serupa ditempat lain.
8
Universitas Sumatera Utara
I.5. Kerangka Teori I.5.1. Peranan Dalam pengertian umum, peranan dapat diartikan sebagai perbuatan seseorang atas sesuatu pekerjaan. Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian (Poerwadarminta, 1987 : 768). Menurut Soejono Soekanto dalam bukunya yang berjudul Administrasi Pendidikan menyatakan bahwa setiap orang mempunyai bermacam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur prilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatanperbuatan orang lain. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku, dimana peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Adapun peranan seseorang seperti yang dikatakan oleh Levinson (1964; 204) meliputi 3 hal : 1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan disini diartikan sebagai rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. 2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
9
Universitas Sumatera Utara
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai prilaku individu yang penting sebagai struktur sosial masyarakat.
I.5.2. Kepemimpinan I.5.2.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan inti daripada suatu organisasi karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat manusia dan alat lainnya dalam suatu organisasi. Demikian pentingnya peranan kepemimpinan dalam usaha mencapai tujuan suatu organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa sukses atau kegagalan yang dialami oleh organisasi sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang diserahi tugas memimpin dalam organisasi itu. Defenisi tentang kepemimpinan sangat bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefenisikan konsep kepemimpinan. Menurut Rivai (2003 : 2) sebagai berikut : a) Kepemimpinan secara luas adalah meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi prilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. b) Kepemimpinan
yaitu
sebagai
kekuatan
untuk
menggerakkan
dan
mempengaruhi orang kepemimpinan hanyalah sebuah alat, sarana atau proses untuk
membujuk
orang
agar
bersedia
melakukan
sesuatu
secara
sukarela/sukacita. c) Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitasaktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok.
10
Universitas Sumatera Utara
Menurut Miftah Thoha (2003 : 9) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi prilaku orang lain atau seni mempengaruhi prilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Sedangkan menurut Kartini Kartono (2005:56), pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan-kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan disuatu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu demi pencapaian suatu tujuan atau beberapa tujuan. Jadi, pemimpin adalah orang yang memiliki satu atau beberapa kelebihan sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan kebutuhan dari suatu situasi atau zaman, sehingga orang itu mempunyai kekuatan dan kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan. Pemimpin juga mendapat pengakuan serta dukungan dari bawahan dan mau menggerakkan ke arah tujuan tertentu. Disamping itu, pengertian-pengertian kepemimpinan di atas menunjukkan adanya sejumlah variabel yang penting, yaitu : 1. Pemimpin sebagai orang yang menjalankan fungsi kepemimpinan 2. Pengikut sebagai sekelompok orang yang berkedudukan mengikuti pemimpin 3. Situasi sebagai kondisi atau keadaan yang melingkupi kepemimpinan tersebut. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut, atau dapat dikembangkan keputusan yang tepat sesuai dengan karakteristik ketiga variabel tersebut.
11
Universitas Sumatera Utara
Karena itu, kepemimpinan ada jika memenuhi sejumlah persyaratan sebagai berikut : 1. Mempunyai kekuasaan, yaitu kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pimpinan guna mempengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu. 2. Memiliki kewibawaan, yaitu kelebihan, keunggulan dan keutamaan sehingga mampu mempengaruhi atau mengatur orang lain agar orang lain itu patuh dan bersedia melakukan tindakan tertentu. 3. Mempunyai kemampuan, yaitu segala daya kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/keterampilan/pengetahuan yang dianggap melebihi orang lain. Adapun kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin menurut James A. Lee dalam bukunya Management Theories and Prescriptions, dalam Salam (2002 : 91), adalah : 1. Kapasitas dalam bidang kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara, keahlian dan kemampuan menilai. 2. Prestasi yang meliputi bidang gelar kesarjanaan dan ilmu pengetahuan. 3. Tanggung jawab, yaitu sifat dan karakteristik pribadi yang mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif dan punya hasrat unggul. 4. Partisipasi dalam arti aktif, punya sosiabilitas yang tinggi, mampu bergaul, kooperatif, mudah menyesuaikan diri dan punya rasa humor.
1.5.2.2. Sifat Kepemimpinan Menurut Keith Davis dalam Sukanto Reksohardiprojo dan T. Hani Handoko (1997 : 285 – 287) mengikhtisarkan ada 4 ciri sifat utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi yaitu:
12
Universitas Sumatera Utara
1. Kecerdasan Dalam penelitian-penelitian pada umumnya, seorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada pengikutnya. 2. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil, matang dan mempunyai kegiatan dan perhatian yang luas. 3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi Pemimpin secara relatif mempunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang tinggi. Mereka bekerja lebih untuk nilai intrinsik daripada ekstrinsik. 4. Sikap- sikap hubungan manusiawi Seorang pemimpin yang sukses akan mengakui harga diri dan martabat pengikut-pengikutnya, mempunyai perhatian yang tinggi, dan berorientasi pada anggota organisasinya.
1.5.2.3. Tipe Kepemimpinan Menurut House dan Mitchel dalam Thoha (1983 : 290 – 293) membagi 4 tipe kepemimpinan sebagai berikut : 1. Kepemimpinan direktif (directive leadership) Yaitu bawahan tahu secara jelas apa yang diharapkan dari mereka dan perintah-perintah khusus apa yang diberikan oleh pemimpin. Disini tidak dikenal partisipasi bawahan atau bersifat autokratis. 2. Kepemimpinan suportif (Supportive Leadership) Yaitu pemimpin selalu bersedia menjelaskan, bertindak sebagai rekanan dan mudah didekati.
13
Universitas Sumatera Utara
3. Kepemimpinan partisipatif (Participative Leadership) Yaitu pemimpin meminta dan menggunakan saran-saran bawahan, tetapi tetap berperan dalam pengambilan dan pembuatan keputusan. 4. Kepemimpinan berorientasi prestasi (Achievement Oriented Leadership) Yaitu pemimpin mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang menarik bagi bawahan, dan merangsang bawahan untuk mencapai tujuan tersebut serta melaksanakannya dengan baik.
1.5.2.4. Gaya Kepemimpinan Menurut Hersey dan Blanchard dalam Sutarto (1998 b : 737 – 738) mengkombinasikan
prilaku
tugas
dengan
prilaku
hubungan,
sehingga
membedakan 4 gaya kepemimpinan sebagai berikut : 1. Telling Yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri : tinggi tugas dan rendah hubungan; pemimpin memberikan perintah khusus; pengawasan dilakukan secara ketat ; pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana cara mengerjakannya, kapan harus dilaksanakan dan dimana harus dilakukannya. 2. Selling Yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri : tinggi tugas dan tinggi hubungan; pemimpin menerangkan keputusan, memberikan pengarahan, dan komunikasi dilakukan secara 2 arah.
14
Universitas Sumatera Utara
3. Participating Yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri tinggi hubungan dan rendah tugas; pemimpin maupun bawahan saling memberikan gagasan dan membuat keputusan bersama. 4. Delegating Yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri : rendah hubungan dan rendah tugas; pemimpin melimpahnya pembuatan keputusan dan pelaksanaan kepada bawahan.
I.5.3. Wanita Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1988 : 1007), wanita berarti “perempuan dewasa” dan berdasarkan “Old Javanese English Dictionary” kata wanita berarti “yang diinginkan” (Zoetmulder, 1982). Dengan maksud bahwa wanita adalah sesuatu yang diinginkan pria. Wanita baru bisa diperhitungkan jika dan bila ia bisa dimanfaatkan oleh pria. Dengan demikian, kata ini berarti wanita hanya menjadi objek bagi pria. Berdasarkan etimologi rakyat Jawa (folk etimology, jarwodoso atau keratabasa, kata wanita dipersepsikan secara kultural sebagai “wani ditoto”; terjemahan leksikalnya ‘berani diatur’; terjemahan kontekstualnya ‘bersedia diatur’; secara sederhana berarti ‘tunduklah pada suami’ atau ‘jangan melawan pria’. Dalam hal ini wanita dianggap mulia bila tunduk dan patuh pada pria. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wanita berarti “manusia yang bersikap halus, mengabdi dan setia pada tugas-tugas suami”. Suka dan tidak, inilah tugas dan lelakon yang harus dijalankan wanita. (Sadarwati D.
15
Universitas Sumatera Utara
Jupriono dalam artikelnya Betina, Wanita, Perempuan : Telaah Semantik Leksikal, Semantik Historis, Pragmatik). Situasi tersebut muncul dengan adanya struktur budaya yang dibuat oleh manusia. Data ini dapat ditelusuri melalui : 1. Struktur budaya patriarkhi yang muncul karena perubahan sosial ke arah masyarakat industri. 2. Struktur ekonomi yang menghasilkan suatu sistem yang merugikan wanita (urusan pangan dibebankan kepada wanita, wanita masuk kategori tenaga kerja kurang produktif, kesempatan memimpin bagi wanita banyak hambatannya). 3. Struktur sosial yang memunculkan hubungan hierarkis dalam keluarga sehingga wanita menjadi manusia nomor dua. 4. Struktur politik yang memunculkan sistem “kelembutan wanita” (sifat feminim) tidak pernah mendapat kesempatan untuk turut mengambil keputusan dalam bidang politik (contoh : Corry Aquino dikategorikan pemimpin yang tidak tegas, Megawati dinilai kapasitasnya meragukan, dst). 5. Struktur sosial religius, memunculkan pandangan “Perempuan yang kehidupan religiusnya bermutu” adalah mereka yang menafsirkan Kitab Suci sebagai Sabda Tuhan, tanpa mempersoalkan budaya patriarkhat yang melatarbelakangi penulisan kitab tersebut.
16
Universitas Sumatera Utara
I.5.4. Jabatan Publik Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka suatu satuan organisasi disebut dengan jabatan. (PP Republik Indonesia No. 15 Tahun 1994). Jabatan dalam rangka satuan organisasi berfungsi menciptakan, menafsirkan dan memperkuat tata tertib yang mengikat anggota-anggota dalam sistem politik disebut dengan jabatan. Kumpulan jabatan dalam suatu sistem politik membentuk pemerintahan dari sistem itu, pemerintah berperan menetapkan aturan-aturan berperilaku bagi anggota masyarakat yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan masyarakat atau negara. Peranan itu meliputi bidang pembuatan undang-undang bekerjasama dengan lembaga Legislatif, menjalankan Undang-Undang dan peraturan lainnya sebagai wewenang dalam bidang eksekutif, serta bekerjasama dengan badan yudikatif mempertahankan undang-undang dan keputusan lainnya. Kesemuanya itu mengandung tujuan untuk menciptakan dan mengalokasikan nilai-nilai yang bersifat materiil maupun non materiil. Jabatan publik adalah jabatan yang diduduki seseorang sebagai pejabat pemerintah. Dalam penelitian ini lebih menekankan pada jabatan struktural yang secara khusus penempatan wanita kedalam eselonering pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan. Sedangkan Jabatan Struktural menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 12 tahun 2002 adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian dan/atau keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi.
17
Universitas Sumatera Utara
Jadi jabatan publik dalam penelitian ini merupakan “kedudukan individu yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan haknya sebagai Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok, fungsi dan keahlian serta keterampilan yang dimiliki untuk mencapai tujuan dari suatu organisasi”.
I.5.5. Peranan Kepemimpinan Wanita dalam Jabatan Publik Peranan kepemimpinan wanita dalam jabatan publik dapat diartikan sebagai serangkaian prilaku yang dilakukan oleh wanita sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin dalam jabatan publik. Apabila wanita telah masuk dan terlibat dalam sektor publik khususnya memegang peranan sebagai pemimpin dalam jabatan publik, ada beberapa hal fundamental yang mempengaruhi posisinya, antara lain :
1) Nilai-nilai Sosial Nilai sosial dimaksudkan sebagai pengendali perilaku manusia. Nilai sosial
ini
merupakan
ukuran-ukuran
didalam
menilai
tindakan
dalam
hubungannya dengan orang lain. Menurut Soedjito, dengan nilai-nilai sosial ini orang yang satu dapat memperhitungkan apa yang dilakukan oleh orang lain. Sementara Soejono Soekanto mendefenisikan sebagai konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Dari definisi di atas terlihat bahwa nilai-nilai sosial ini menjadi patokan atau ukuran dari masyarakat yang bersangkutan, yang bertujuan untuk mengadakan tata atau ketertiban.
18
Universitas Sumatera Utara
Nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat bersifat dinamis. Ia akan selalu mengalami perubahan, bersamaan dengan meningkatnya pengalaman, baik yang diperoleh dari luar masyarakatnya atau perkembangan pola pikir yang selaras dengan tuntutan jaman. Hal ini akan berakhir pada berubahnya nilai-nilai sosial yang dianut. Namun begitu ada nilai-nilai tertentu yang relatif sulit mengalami perubahan, misalnya agama. Terjadinya perubahan tersebut, baik disengaja atau tidak, akan berpengaruh terhadap peran-peran yang harus dijalankan dalam institusi yang bersangkutan. Keluarga merupakan institusi terkecil dari masyarakat juga mengalami hal demikian. Beberapa peran tersebut ada yang kita warisi, ada yang kita ciptakan dan ada pula yang muncul bersamaan dengan aktifitas kita. (Brunetta R. Wolfman, 1992). Oleh karena itu peran-peran tersebut ditentukan oleh keluarga dan lingkungan budaya kita. Pertentangan timbul jika ketentuan peran dan perasaan kita sendiri tidak sama, sehingga mulai timbul konflik dalam menjalankan peran tersebut. Hal ini disebabkan tidak semua perubahan terjadi dengan mudah, masih dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian yang seringkali menimbulkan konflik. Hal yang sama terjadi jika wanita memasuki sektor publik secara lebih khusus bila ia menempati posisi sebagai pemimpin dalam jabatan publik, ia dinilai mendobrak kemampuan atas sistem nilai yang telah mengakar kuat.
2) Status Sosial Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masingmasing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial sering pula disebut sebagai
19
Universitas Sumatera Utara
kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya. Pada semua sistem sosial, tentu terdapat berbagai macam kedudukan atau status, seperti anak, isteri, suami dan sebagainya. Cara-cara individu memperoleh status atau kedudukan adalah sebagai berikut: 1. Ascribed Status adalah kedudukan yang diperoleh secara otomatis tanpa usaha seperti : Jenis kelamin, gelar kebangsawanan, keturunan, dsb. 2. Achieved Status adalah kedudukan yang diperoleh seseorang dengan disengaja, misalnya yang diperoleh melalui pendidikan dokter. 3. Assigned Status merupakan kombinasi dari perolehan status secara otomatis dan status melalui usaha. Status ini diperoleh melalui penghargaan atau pemberian dari pihak lain, atas jasa perjuangan sesuatu untuk kepentingan atau kebutuhan masyarakat. Kadangkala seseorang/individu dalam masyarakat memiliki dua atau lebih status yang disandangnya secara bersamaan. Apabila status-status yang dimilikinya tersebut berlawanan akan terjadi benturan atau pertentangan. Hal itulah yang menyebabkan timbul apa yang dinamakan Konflik Status. Jadi akibat yang ditimbulkan dari status sosial seseorang adalah timbulnya konflik status. Konflik status dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu : (a) Konflik status bersifat ndividual, yaitu konflik status dirasakan seseorang dalam hatinya sendiri. (b) Konflik status antar individu terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena status yang dimilikinya. (c) Konflik status antar kelompok karena kedudukan atau status yang terjadi antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
20
Universitas Sumatera Utara
Memilih sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga merupakan persoalan (konflik status) yang harus dihadapi seorang wanita apabila ia masuk kedalam sektor publik dan menempati posisi sebagai pemimpin dalam jabatan publik.
3) Komunikasi Komunikasi sangatlah penting bagi organisasi, sebagaimana diungkapkan oleh Chester Bernard (Thoha, 2001) bahwa setiap organisasi yang tuntas, komunikasi akan mendukung suatu tempat utama, karena susunan, keluasan, dan cakupan organisasi secara keseluruhan ditentukan oleh teknik komunikasi. Thoha juga mengatakan bahwa komunikasi sangat penting mengingat suatu program hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila program jelas bagi pelaksana, hal ini menyangkut penyampaian informasi, kejelasan dan informasi yang disampaikan dan konsistensi dari informasi tersebut. Komunikasi juga bertujuan untuk mengembangkan suatu iklim yang mengurangi tekanan dan konflik di dalam masyarakat, maka komunikasi tidak hanya harus datang dari atas, melainkan timbal balik. Menurut Tubbs dan Moss (1996 : 164), komunikasi organisasi didefinisikan sebagai komunikasi insani yang terjadi dalam konteks organisasi. Disebut demikian karena manusialah yang berkomunikasi dalam organisasi tersebut atau antara manusia anggota organisasi yang satu dengan yang lainnya dan bukan organisasinya sendiri. Ciri-ciri utama dari komunikasi organisasi ini adalah faktor-faktor struktural yang ada dalam organisasi yang mengharuskan para anggotanya bertindak sesuai dengan peranan yang diharapkan.
21
Universitas Sumatera Utara
Dalam
organisasi,
komunikasi
memiliki
empat
fungsi.
Pertama,
menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan anggota organisasi untuk membuat keputusan. Kedua, sebagai alat untuk memotivasi anggota. Komunikasi dibutuhkan untuk menjelaskan tujuan organisasi, memberikan umpan balik terhadap pencapaian tujuan dan penguatan terhadap perilaku anggota. Ketiga, sebagai alat untuk mengendalikan perilaku. Keempat, sebagai media untuk mengungkapkan emosi antara lain rasa kecewa, rasa puas an lain-lain. Nitisemito (1996 : 34) mengemukakan bahwa apabila kita mampu melaksanakan komunikasi dengan baik dan sarat dengan pesan-pesan yang komunikatif, akan diperoleh keuntungan-keuntungan tertentu yaitu : 1. Kelancaran tugas-tugas lebih terjamin 2. Biaya-biaya dapat ditekan 3. Dapat meningkatkan partisipasi 4. Pengawasan dapat dilakukan dengan baik Dari penjelasan di atas komunikasi merupakan faktor yang sangat penting dalam organisasi yang baik secara langsung maupun secara tidak langsung mempengaruhi posisi wanita sebagai pemimpin dalam jabatan publik. Jika seseorang dapat mencapai kekuasaan atas kemampuannya sendiri, hal ini disebabkan karena ia mampu membangun basis kekuasaan keorganisasian karena ditunjang oleh arus komunikasi yang efektif.
22
Universitas Sumatera Utara
4) Pendidikan Sebagaimana yang dikemukakan oleh Miriam Budihardjo (1998), bahwa : “Pendapatan (income), pendidikan dan status merupakan faktor penting dalam proses memperoleh jabatan atau dengan kata lain, orang yang berpendapatan tinggi, yang berpendidikan tinggi, dan berstatus sosial tinggi. Cenderung lebih banyak daripada orang yang berpendapatan serta pendidikan yang rendah”. Peningkatan peranan wanita dalam dunia kerja ternyata ditunjang dengan peningkatan tingkat pendidikan wanita. Mereka yang berpendidikan cukup tinggi memiliki pengetahuan dan informasi lebih baik dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah atau tidak sekolah. Dengan model tersebut, mereka yang berpendidikan tinggi lebih memahami makna kehidupan politik sehingga lebih cenderung terlibat dalam kegiatan publik. Pekerjaan yang lebih baik yang dimiliki seseorang mencerminkan kemampuan orang tersebut, terutama dalam tingkat intelektual dan kemampuan pribadi lainnya. Bagi wanita yang memilih bekerja setelah mengenyam pendidikan tinggi, kemungkinan besar akan mendapat dukungan dari sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa sekolah atau pendidikan adalah untuk mencari pekerjaan. Pekerjaan dianggap sebagai pemberi status, seperti yang dikemukakan oleh seorang wanita sebagai berikut : “Walau bermimpi menjadi ibu rumah tangga, saya ragu apakah orang masih memandang saya kalau berhenti bekerja karena pekerjaan memberi saya status,” Deborah, 24 tahun editor (Kosmopolitan : 2000; 167)
Sementara bagi wanita yang memilih mendidik anak, keluarga atau bekerja di sektor informal di luar kantor, kemungkinan besar akan mendapat tantangan dari kelompok masyarakat yang menganggap sekolah adalah untuk mencari pekerjaan. Namun akan mendapat dukungan bagi mereka yang
23
Universitas Sumatera Utara
berpendapat bahwa ilmu adalah harta yang paling bernilai dan akan semakin bernilai jika diamalkan dalam ruang lingkup yang tak terbatas pada ruang kantor semata. Ada kalanya seorang wanita benar-benar ingin menjadi ibu rumah tangga seratus persen dengan tujuan dapat lebih berkonsentrasi mengikuti perkembangan anak dengan bekal pendidikan yang dimiliki. Namun keinginan itu seringkali harus berhadapan dengan ‘keinginan’ masyarakat Indonesia secara umum, karena diaku atau tidak, ada perubahan nilai yang terjadi di masyarakat yaitu dari wanita sebagai pengurus rumah tangga yang tidak memerlukan pendidikan tinggi menjadi wanita yang harus sekolah untuk kelak juga bekerja di kantor dan terpanang. “Buat apa sekolah susah-susah kalau Cuma di rumah mengurus anak?!” Kurang lebih begitulah tanggapan yang akan didengar jika melihat seorang wanita berpendidikan tinggi yang memilih menjadi ibu rumah tangga. Perbedaan pandangan yang terjadi baik pada masyarakat luas maupun wanita berpendidikan itu sendiri tidak lepas dari latar belakang budaya yang ada.
5) Pengalaman Kerja Ada dua sudut pandang yang berbeda yang menyebabkan para wanita memilih untuk tetap bekerja meskipun sudah menikah. Pertama untuk meningkatkan standar ekonomi keluarga dalam arti karena adanya kebutuhan ekonomi, dan yang kedua untuk meningkatkan kualitas hidup seperti keinginan untuk memuaskan diri sendiri, ketertarikan dalam melakukan sesuatu, atau mengaktualisasikan kemampuan yang ada.
24
Universitas Sumatera Utara
Uang bukanlah satu-satunya motif bagi wanita untuk bekerja, tapi lebih pada pemenuhan kebutuhan intelektual atau kebutuhan untuk berprestasi. Ada pula wanita yang sebenarnya tidak terlalu berambisi terhadap profesi atau pekerjaan tetapi tetap melanjutkan bekerja meskipun sudah menikah. Hal ini terjadi karena para wanita ini telah terbiasa bekerja dan tidak terbiasa untuk diam di rumah sebagai ibu rumah tangga biasa. Pengalaman kerja menentukan kesuksesan seseorang dalam karir yang dipengaruhi oleh bentuk dan jenis tugas serta jenis pekerjaan yang spesifik, sehingga mendorong orang mencapai penyelesaian yang sempurna dan lebih baik dibandingkan orang lain, Penelitian dari Mc. Enery & Ms. Enery (Arnold & Davey, 1992) menunjukkan bahwa keinginan untuk sukses dalam karir mendorong seseorang mencari jalan untuk berkembang melalui pelatihanpelatihan serta lebih suka memilih tugas-tugas yang penuh tantangan (Hellman, Rivero, & Brett, dalam Arnold & Davey, 1992). Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh wanita yang menempati posisi sebagai pemimpin dalam jabatan publik. Kendala tersebut dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu : (1) kendala yang bersifat internal, (2) kendala yang bersifat eksternal, dan (3) kendala yang merupakan interaksi antara kedua hal tersebut. (Dan Bachor dan Durri Andriani dalam Jurnal No.5 “Analisis Kendala yang Dihadapi Pejabat di Lingkungan perguruan Tinggi di Indonesia”).
25
Universitas Sumatera Utara
I.6. Definisi Konsep Menurut Effendi, konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989 : 480). Beliau juga mengatakan bahwa guna menghindari kesalahan-kesalahan pengertian atau penafsiran, maka perlu kiranya dikemukakan batasan-batasan dari konsep dalam penelitian lapangan tersebut. Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan defenisi dari konsep yang dipergunakan, yaitu : -
Jabatan publik yaitu kedudukan individu yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan haknya sebagai Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok, fungsi dan keahlian serta keterampilan yang dimiliki untuk mencapai tujuan dari organisasi.
-
Peranan kepemimpinan wanita dalam jabatan publik yaitu serangkaian prilaku yang dilakukan oleh wanita sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin dalam jabatan publik.
I.7. Definisi Operasional Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang melekat dalam variabel sebagai pendukung untuk dianalisis ke dalam variabel tersebut.
26
Universitas Sumatera Utara
Adapun yang menjadi indikator dari “Peranan Kepemimpinan Wanita Dalam Jabatan Publik” adalah : 1) Gaya kepemimpinan, yang menjadi indikatornya antara lain : a. Kepemimpinan direktif b. Kepemimpinan supportif c. Kepemimpinan partisipatif d. Kepemimpinan berorientasi prestasi 2) Sifat kepemimpinan yang menjadi indikatornya antara lain : a. Kecerdasan b. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi d. Sikap-sikap hubungan manusiawi 3) Gaya kepemimpinan, yang menjadi indikatornya antara lain : a. Telling b. Selling c. Participating d. Delegating
27
Universitas Sumatera Utara
I.8. Sistematika Penulisan BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, definisi konsep, definisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II
: METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari metode penelitian, populasi penelitian, teknik penbarikan sampel, teknik pengumpulan data dan metode analisa data.
BAB III
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dimana peneliti melakukan penelitian.
BAB IV
: PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan penyajian data-data yang diperoleh dari lapangan, kemudian mentabulasikannya.
BAB V
: ANALISA DATA Bab ini berisikan analisa data dari setiap data yang diperoleh dari lokasi penelitian.
BAB VI
: PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang dilakukan.
28
Universitas Sumatera Utara