BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Problematika ketenagakerjaan sepanjang masa memang belum pernah terlihat usai, dari masalah pengupahan, kesejahteraan, perlindungan, hubungan industrial, dan pengawasan ketenagakerjaan. Hal ini lebih diakibatkan kelemahan pemerintah secara sistemik dalam mengimplementasikan undangundang ketenagakerjaan, bahkan cenderung ada penyimpangan, ditambah dengan masalah koordinasi dan kinerja antarlembaga pemerintah yang belum optimal. Hal yang cukup sensitif untuk dibicarakan adalah mengenai kesejahteraan tenaga kerja. Ini menjadi cukup sensitif karena terkadang terkesan adanya indikator yang abu-abu dalam pelaksanaan pemenuhannya. Padahal sebenarnya, mengenai kesejahteraan sudah diatur dalam UndangUndang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
(UU
Ketenagakerjaan) dalam Pasal 99 sampai dengan Pasal 101. Mengenai jaminan sosial, diatur dalam Pasal 99 ayat (1) yang menyatakan “Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja”. Kemudian juga diterangkan dalam ayat berikutnya bahwa mengenai jaminan sosial tenaga kerja tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jaminan sosial terdiri dari beberapa macam yang saling terkait satu sama lain dan memiliki fungsi yang sama penting satu dan lainnya. Diantara
1
2
beberapa macam jaminan sosial yang ada untuk pekerja, diantaranya terdapat jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau yang iurannya dibayar oleh pemerintah1. Penyelenggara dari jaminan kesehatan ini adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disebut BPJS. BPJS terbagi atas 2 (dua) bagian yang masing-masing memiliki lingkup yang berbeda dalam penyelenggaraan programnya, yaitu BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyelenggara dari program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Karena pembahasan ini lebih kepada program jaminan kesehatan maka rujukan BPJS akan lebih ke BPJS Kesehatan sebagai badan penyelenggaranya. Agar suatu program yang diselenggarakan oleh penyelenggara dapat berjalan dengan benar dan baik serta sesuai prosedur, tentunya harus dibarengi dengan peran dari pihak ketiga sebagai pengawas ataupun regulator. Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk mengamati, serta ikut serta dalam beberapa kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja sebagai pihak yang ikut
1
Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Pasal 1 ayat (1).
3
berperan dalam mengawasi penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Peran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Daerah
Istimewa Yogyakarta
dalam Pengawasan
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional”. Penulis berharap dapat memberikan paparan isi materi yang terangkum dalam laporan ini, khususnya
bagian
refleksi
yang
sesuai,
akurat,
serta
dapat
dipertanggungjawabkan mengenai keaslian dan kebenaran data dan informasinya sehingga dapat bermanfaat, tidak hanya bagi penulis melainkan juga bagi para pihak terkait. B. Tujuan Kegiatan praktik kerja lapangan yang diselenggarakan oleh Program Studi Diploma 3 Hukum Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada ini mempunyai tujuan yang bersifat objektif dan subjektif. Adapun tujuan tersebut adalah sebagai berikut. 1.
Tujuan Objektif a.
Mengembangkan keterampilan serta keahlian yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan di kampus yang diimplementasikan dalam praktik di dunia kerja serta menambah wawasan mengenai kondisi dan keadaan dunia kerja.
b.
Mempersiapkan mahasiswa, dalam hal ini penulis, untuk siap menjadi profesional yang dituntut untuk mandiri, terampil, bertanggungjawab, sigap, tanggap, dan kompeten dalam menghadapi dunia kerja yang
4
diperoleh dari pengalaman teknis selama melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan. 2.
Tujuan Subjektif Proses praktik kerja lapangan ini dilakukan dalam rangka penelitian untuk memperoleh data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan di lapangan untuk menyusun laporan dalam bentuk karya tulis guna memenuhi salah satu syarat kelulusan dari Program Studi Diploma 3 Hukum Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada serta untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Hukum.
C. Manfaat 1. Manfaat yang diperoleh penulis selama melaksanakan praktik kerja lapangan antara lain: a.
Mengetahui gambaran mengenai kondisi kerja sesungguhnya serta sebagai bahan penyesuaian diri di tempat praktik kerja lapangan yang penulis laksanakan, yaitu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta.
b.
Memperoleh kesempatan untuk mengimplementasikan teori-teori yang telah diperoleh dari hasil belajar di kampus selama masa perkuliahan maupun mempelajari hal baru yang ada di tempat praktik kerja lapangan.
c.
Bertambahnya pengetahuan, wawasan, pengalaman dari penulis mengenai hal-hal baru, baik yang termasuk kedalam ranah hukum maupun yang diluar ranah hukum serta memperluas lingkup pergaulan.
5
d.
Memperoleh data dan informasi yang akurat di lapangan dari hasil praktik kerja lapangan yang penulis gunakan sebagai sumber dalam menyusun karya tulis dalam bentuk laporan tugas akhir yang dituangkan dalam bentuk deskripsi dan refleksi yang berisikan pengalaman selama melaksanakan praktik kerja lapangan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Manfaat yang diperoleh instansi/tempat praktik kerja lapangan antara lain: a.
Dapat saling bertukar informasi antara mahasiswa dan tempat praktik kerja lapangan yang terjadi melalui komunikasi yang baik antara penulis dengan pegawai di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta maupun dengan pihak-pihak lain yang terkait.
b. Dapat membantu menyelesaikan pekerjaan yang terdapat di tempat praktik kerja lapangan. c.
Mempererat dan mengembangkan hubungan yang sudah terjalin baik antara tempat praktik kerja lapangan (Disnakertrans DIY) dengan Program Studi Diploma 3 Hukum Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada sebagai mitranya.
D. Keaslian Penulisan Sejauh pengamatan dan penelusuran yang dilakukan oleh penulis dalam rangka mencari keberadaan hasil penelitian/penulisan yang berkaitan dengan tulisan penulis yang berjudul “PERAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM
6
PENGAWASAN
PENYELENGGARAAN
PROGRAM
JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL”, penulis tidak menemukan penelitian/penulisan dengan judul yang sama yang berarti belum ada yang meneliti/menulis sebelumnya. Namun disini, penulis menemukan beberapa laporan tugas akhir dengan tema ataupun tempat pelaksanaan praktik kerja lapangan yang sejenis dengan penulis. Datanya dalah sebagai berikut. 1.
Berjudul “Pemberian Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja Perempuan di PT. Indomarco Prismatama Kabupaten Sleman”, diajukan oleh Ita Nirmalasari, NIM 10/304044/DHK/00430.2 Studi kasus dilakukan di Kabupaten Sleman dan pelaksanaan praktik kerja lapangan dilaksanakan di Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman. Perbedaan dengan judul yang diambil oleh penulis adalah pada pokok bahasannya, sebenarnya tema yang diangkat masih sama, yakni seputar jaminan sosial. Namun, penelitian/penulisan judul ini menitikberatkan pada pelaksaan pemberian jaminan sosial bagi tenaga kerja perempuan. Sehingga sangat berbeda dengan judul maupun pokok bahasan yang penulis ambil.
2.
Berjudul “Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan pada PerusahaanPerusahaan di Kabupaten Sleman”, diajukan oleh Neil Leonardo Aiwoy, NIM 09/288072/DHK/00328.3 Studi kasus dilakukan di Kabupaten
2
Ita Nirmalasari, Pemberian Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja Perempuan di PT. Indomarco Prismatama Kabupaten Sleman, FH UGM, Yogyakarta, 2013, h. i. 3 Neil Leonardo Aiwoy, Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan di Perusahaan-Perusahaan di Kabupaten Sleman, FH UGM, Yogyakarta, 2012, h. i.
7
Sleman dan pelaksanaan praktik kerja lapangan dilaksanakan di Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman. Perbedaan dengan tema yang diagkat
oleh
penulis
penelitian/penulisan
adalah
judul
ini
pada
pokok
bahasannya,
menitikberatkan
pada
dimana
pelaksanaan
pengawasan ketenagakerjaan secara keseluruhan sedangkan penulis mengambil beberapa aspek saja. Sehingga berbeda dengan judul maupun pokok bahasan yang penulis ambil. 3.
Berjudul “Penerapan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Wanita di PT Mataram Tunggal Garment”, diajukan oleh Yusti Resnamayu Anggria NIM 11/315436/DHK/00550.4 Studi kasus dilakukan di PT Mataram Tunggal Garment yang termasuk cakupan wilayah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Sleman) dan pelaksanaan praktik kerja lapangan dilakukan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta atau sama dengan tempat penulis melaksanakan praktik kerja lapangan. Perbedaan dengan tema yang diambil oleh penulis adalah pada pokok bahasannya, dimana penelitian/penulisan
judul
ini
menitikberatkan
pada
penerapan
perlindungan hukum bagi pekerja wanita. Sehingga sangat berbeda dengan judul maupun pokok bahasan yang penulis ambil.
4
Yusti Resnamayu Anggria, Penerapan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Wanita di PT Mataram Tunggal Garment, FH UGM, 2014, h. i.
BAB II DESKRIPSI TEMPAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN Pada bagian deskripsi tempat praktik kerja lapangan akan dikemukakan beberapa informasi yang berkaitan dengan situasi umum mengenai instansi pemerintah, yaitu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta maupun secara khusus mengenai Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja yang merupakan salah satu bidang di instansi tempat penulis melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan. Pengumpulan data dan informasi mengenai deskripsi tempat praktik kerja lapangan
ini
dilakukan
dengan
metode
penelusuran
dokumen,
observasi/pengamatan, dan tanya jawab dengan pihak-pihak terkait di tempat kerja. A. Sejarah Singkat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Pada masa yang lalu sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah jo. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 nama instansi ini adalah “Dinas Tenaga Kerja Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Dalam undang-undang tersebut tertera mengenai otonomi daerah, maka terjadi perubahan struktur organisasi Dinas Tenaga Kerja Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang pengaturannya tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pembentukan dan Organisasi Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
8
9
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan penggabungan dari Departemen Tenaga Kerja, Departemen Transmigrasi, dan Kantor Wilayah Tenaga Kerja. Sebelum Tahun 2000, kegiatan ketiga instansi tersebut mempunyai ruang lingkup yang masih sempit, karena tugas dan fungsi ketiga lembaga tersebut masih berdiri sendiri-sendiri. Departemen Tenaga Kerja mempunyai tugas sebagai pelaksana urusan tenaga kerja yang membawahi masing-masing departemen tenaga kerja di tingkat Kabupaten/Kota, Departemen Transmigrasi mengemban tugas untuk melaksanakan urusan transmigrasi di tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Kantor Wilayah Tenaga Kerja berfungsi sebagai pelaksana urusan tenaga kerja di tingkat Provinsi Yogyakarta. Sebelum bergabung ketiga instansi ini menjalankan tugas menggunakan gedung secara terpisah. Departemen Tenaga Kerja menggunakan gedung yang beralamat di Janti, Gedong Kuning Yogyakarta, Departemen Transmigrasi beralamat di Jalan Soedirman Yogyakarta, sedangkan Kantor Wilayah Tenaga Kerja menggunakan gedung yang beralamat di Jalan Lingkar Utara Maguwoharjo Depok Sleman. Ketiga lembaga tersebut resmi bergabung pada tanggal 23 Juli 2001 dan berada dalam satu atap pada bulan Januari 2002 di gedung yang terletak di Jalan Lingkar Utara Maguwoharjo, Depok, Sleman. Semenjak itu dipakailah nama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam perjalanannya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Daerah Istimewa terus mengalami perkembangan dan perubahan. Salah
10
satunya adalah karena diberlakukannya Undang-Undang No. 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, maka kata “Propinsi” didepan “Daerah Istimewa Yogyakarta” dihilangkan, sehingga menjadi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta. B. Gambaran Umum Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta yang beralamat di Jalan Lingkar Utara Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY Telp. (0274) 885147 Fax. (0274) 885036 merupakan suatu unsur pelaksana dari Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di bidang ketenagakerjaan dan transmigrasi. Instansi ini dipimpin oleh seorang kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga yang bersagkutan berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah. Sebagai unsur pelaksana dari pemerintah daerah, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi memiliki beberapa fungsi untuk menunjang pelaksanaan tugasnya, yaitu sebagai berikut: 1.
Penyusunan program dan pengendalian di bidang ketenagakerjaan dan transmigrasi;
2.
Perumusan kebijakan teknis bidang ketenagakerjaan dan transmigrasi;
3.
Pengelolaan penempatan tenaga kerja, pasar kerja;
11
4.
Pelaksanaan pembinaan kelembagaan penempatan dan pasar kerja dan lembaga latihan;
5.
Pelaksanaan sertifikasi dan standarisasi kompetensi;
6.
Pengelolaan pemagangan;
7.
Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan;
8.
Pemberian fasilitasi hubungan industrial, pengupahan, kesejahteraan, tenaga kerja dan purna kerja;
9.
Pengelolaan transmigrasi;
10. Pelaksanaan
koordinasi
perizinan
bidang
ketenagakerjaan
dan
transmigrasi; 11. Pemberian fasilitasi penyelenggaraan ketenagakerjaan dan transmigrasi kabupaten/kota; 12. Pemberian pelayanan umum bidang ketenagakerjaan dan transmigrasi; 13. Pemberdayaan sumber daya dan mitra kerja di bidang tenaga kerja dan transmigrasi; serta 14. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan. Selain daripada fungsi-fungsi yang telah disebutkan diatas, Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi juga dapat memiliki tugas lain yang diberikan oleh gubernur yang disesuaikan dengan fungsi dan tugasnya. C. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta 1.
Visi
12
Dengan memperhatikan visi Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta,
guna
mengatasi
berbagai
permasalahan
ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang ada, serta guna mengatasi segenap
kemungkinan
munculnya
berbagai
permasalahan
dan
perkembangan, maka visi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta telah ditetapkan dengan resmi yaitu: “Terwujudnya tenaga kerja yang berdaya saing tinggi, berkarakter, berbudaya, mandiri, sejahtera, terlindungi dan produktif serta mobilitas penduduk yang sesuai kebutuhan dan potensi daerah.”5 Tenaga kerja berdaya saing tinggi maksudnya adalah tenaga kerja yang memiliki keunggulan dan siap berkompetisi di era globalisasi. Berkarakter maksudnya mempunyai sikap mental yang baik, disiplin dan etos kerja yang tinggi. Berbudaya artinya tenaga kerja yang mampu menjunjung tinggi dan melaksanakan norma yang berlaku dalam lingkungan kerja dan masyarakat. Mandiri maksudnya tenaga kerja yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri maupun orang lain. terlindungi artinya terjamin hak-hak tenaga kerja sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan mobilitas penduduk yang sesuai kebutuhan potensi daerah artinya perpindahan penduduk melalui penyelenggaraan
program
transmigrasi
yang
terlindungi
dalam
kesepakatan kerjasama antar daerah serta memiliki keterampilan sesuai
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta, “Visi dan Misi”, diakses dari http://nakertrans.go.id, pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 14.15 WIB. 5
13
kebutuhan dan potensi daerah penempatan sehingga mampu berkembang dan mandiri guna meningkatkan kesejahteraan. Dengan visi diatas, kedepan sangat diharapkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat lebih banyak berperan dalam memberikan kesempatan dan mendorong kepada dunia usaha dan masyarakat melalui regulasi, fasilitasi, dan pelayanan publik agar mereka mampu mengembangkan usaha, kreativitas, dan inovasinya untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. 2.
Misi Untuk dapat mewujudkan visinya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta telah menetapkan visinya sebagai berikut. a. Mewujudkan tenaga kerja yang berkualitas dan berdaya saing. b. Menurunkan jumlah pengangguran c. Meningkatkan perlindungan dan pengawasan ketenagakerjaan d. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan transmigrasi
3.
Tujuan dan Sasaran a. Tujuan Tujuan dan sasaran rencana strategis yang hendak dicapai Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kurun waktu 5 (lima) tahun adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan kualitas tenaga kerja dalam rangka menyiapkan tenaga kerja yang terampil, mandiri dan berdaya saing.
14
2) Mengembangkan penempatan kerja dan memperluas kesempatan kerja. 3) Menciptakan hubungan industrial yang harmonis bagi para pelaku proses produksi. 4) Terwujudnya penyelenggaraan transmigrasi yang berkualitas. b. Sasaran 1) Tersedianya tenaga kerja terampil yang kompeten dan sesuai permintaan pasar kerja. 2) Terwujudnya penempatan tenaga kerja, perluasan kerja dan menyelenggarakan pelayanan ketenagakerjaan. 3) Terwujudnya
hubungan
industrial
yang
kondusif
untuk
mengembangkan usaha dan meningkatkan kesejahteraan pekerja. 4) Terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja sesuai norma kesehatan dan keselamatan kerja. 5) Terlaksananya perpindahan dan penempatan calon transmigrasn sesuai kesepakatan Kerja Sama Antar Daerah. D. Sarana Prasarana dan Fasilitas yang Tersedia Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Untuk menunjang penyelesaian pekerjaan dan pelaksanaan berbagai kegiatan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta, disamping kinerja para pegawai yang handal di bidangnya masing-masing, juga terdapat dukungan dari sarana prasarana yang tersedia di kantor. Adapun sarana prasarana ataupun fasilitas yang tersedia antara lain:
15
1.
Ruang kerja yang terbagi dalam 2 (dua) lantai dengan rincian: a.
Lantai 1, terdapat 6 (enam) ruang kerja termasuk 1 (satu) ruang kepala dinas.
b. 2.
Lantai 2, terdapat 8 (delapan) ruang kerja untuk 3 (tiga) bidang.
Ruang pertemuan, terdapat 3 (tiga) ruang pertemuan dengan rincian: a.
Ruang Sasadara/Bulan, yang terletak berdekatan atau satu pintu dengan ruang kepala dinas. Ruangan ini digunakan untuk pertemuan-pertemuan tertentu saja, misalnya sidang tripartit.
b.
Ruang Kartika, terletak di lantai 1 dibelakang meja receptionist yang digunakan sebagai ruangan multi fungsi karena dapat digunakan sebagai ruang baca sekaligus ruang pertemuan dengan peserta yang tidak terlalu banyak. Sebagai contoh, pernah digunakan sebagai ruangan penyidikan tersangka yang diiterogasi oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
c.
Ruang Bagaskara/Ruang Matahari, terletak di lantai 2 dan merupakan ruang pertemuan utama yang sering digunakan untuk acara pertemuan yang melibatkan pihak dari luar, seperti bimbingan teknis, sosialisasi, rapat, dan lain sebagainya.
3.
Mushola, terdapat di bagian belakang kantor dekat dengan lapangan tenis yang saat ini sedang dilakukan renovasi sehingga untuk sementara menggunakan
ruang
bekas
Balai
Pelayanan
Penempatan
dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) yang sudah tidak digunakan lagi karena sekarang sudah tidak satu komplek lagi.
16
4.
Kantin, terdapat 2 (dua) kantin yang melayani penjualan makanan untuk para pegawai kantor.
5.
Tempat fotokopi untuk menunjang penggandaan berkas yang diperlukan.
6.
Meja kerja untuk masing-masing pegawai yang berada di ruangan kerja bagi yang bersangkutan.
7.
Komputer dan laptop beserta perlengkapannya (termasuk printer dan scanner).
8.
Telepon kantor yang digunakan untuk berkomunikasi dengan pihak lain/mitra dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta.
9.
Lemari penyimpanan/arsip, yang terdapat di masing-masing ruang kerja sebagai tempat penyimpanan arsip-arsip penting atau arsip yang masih digunakan dalam proses kerja.
10.
Air mineral/air minum yang disiapkan oleh pertugas setiap harinya.
11.
Mobil dinas yang diberikan kepada pegawai tertentu untuk melakukan tugas/perjalanan dinas.
12.
Tempat parkir yang memadai untuk kendaraan pegawai.
13.
Lapangan tenis, terdapat di bagian belakang kator yang juga digunakan sebagai lapangan untuk senam sehat di hari Jumat.
E. Profil Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja merupakan salah satu bidang yang ada di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bidang ini membawahi 3 (tiga) seksi dengan
17
masing-masing tugas dan fungsi yang tentunya berbeda antara satu dengan lainnya. Sebagai regulator, Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja memiliki peran yang cukup penting dan signifikan dalam bidang ketenagakerjaan dengan tidak mengurangi tugas dan fungsi dari bidang ataupun bagian yang lain tentunya. Dengan formasi terdepan dipegang oleh seorang kepala bidang atau kabid yang dibantu oleh 3 (tiga) kepala seksi atau kasie, pegawai administrasi, serta para pegawai lain pada masing-masing seksi diharapkan dapat berjalan efektif dan efisien dalam melaksanaan tugas dan fungsi yang diembannya tersebut. F.
Susunan Organisasi Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk Struktur Organisasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari: 1.
Ditingkat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari: a.
Kepala Dinas (Eselon II)
b.
Kepala Bagian/Kepala Bidang (Eselon III)
c.
Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi (Eselon IV)
d.
Kelompok Jabatan Fungsional
18
2.
Ditingkat Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Latihan Kerja dan Pengembangan Produktivitas terdiri dari:
3.
a.
Kepala Balai (Eselon III)
b.
Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi (Eselon IV)
c.
Kelompok Jabatan Fungsional
Ditingkat Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Higiene Perusahaan, Ergonomi, dan Kesehatan Kerja (Hiperkes) dan Keselamatan Kerja terdiri dari: a.
Kepala Balai (Eselon III)
b.
Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi (Eselon IV)
c.
Kelompok Jabatan Fungsional Lebih lanjut, organisasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah
Istimewa Yogyakarta dapat diperinci sebagai berikut: a. Sekretariat, terdiri dari: a.
Subbagian Umum;
b.
Subbagian Keuangan;
c.
Subbagian Program dan Informasi.
b. Bidang Penempatan dan Perluasan Kerja, terdiri dari: a. Seksi Penempatan Tenaga Kerja; b. Seksi Perluasan Kerja; c. Seksi Pembinaan Kelembagaan, Penempatan dan Pasar Kerja. c. Bidang Pembinaan Pelatihan, Sertifikasi, dan Pemagangan, terdiri dari: a.
Seksi Sertifikasi dan Standarisasi Kompetensi;
19
b.
Seksi Pembinaan Lembaga Latihan;
c.
Seksi Pemagangan.
d. Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja, terdiri dari: a.
Seksi Hubungan Industrial;
b.
Seksi Pengupahan, Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Purna Kerja;
c.
Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan.
e. Bidang Transmigrasi, terdiri dari: a.
Seksi Seleksi dan Perpindahan;
b.
Seksi Kesehatan dan Pembekalan;
c.
Seksi Penerangan, Motivasi, dan Pemberdayaan Transmigrasi.
G. Rincian Tugas dan Fungsi di Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja 1.
Tugas dan Fungsi Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja mempunyai tugas untuk menyelenggarakan pembinaan hubungan industrial, pengupahan, jaminan sosial, kesejahteraan, purna kerja, keselamatan dan kesehatan kerja serta pengawasan norma-norma ketenagakerjaan. Untuk dapat melaksanakan tugasnya, Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: a.
penyusunan program Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja;
20
b.
penyiapan bahan pembinaan hubungan kerja, perlindungan kerja, dan syarat kerja, jaminan sosial serta purna kerja;
c.
penelitian dan pengesahan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama;
d.
penyelenggaraan pelatihan hubungan industrial;
e.
penyelenggaraan pembinaan, pemantauan, hubungan kerja, syarat kerja, jaminan sosial lintas kabupaten/kota;
f.
penyelesaian
kasus
perselisihan
hubungan
industrial
lintas
kabupaten/kota; g.
fasilitasi
penyelesaian
perselisihan
hubungan
industrial
kabupaten/kota; h.
penyelenggaraan verifikasi serikat pekerja/lembaga ketenagakerjaan di tingkat provinsi;
i.
penyelenggaraan pembinaan pengupahan dan penyiapan penetapan upah minimum, jaminan sosial dan purna kerja;
j.
fasilitasi kesejahteraan pekerja, jaminan sosial tenaga kerja serta purna kerja lintas kabupaten/kota;
k.
fasilitasi keselamatan, kesehatan, dan lingkungn kerja lintas kabupaten/kota;
l.
pengujian, pengawasan, dan penyidikan pelanggaran norma ketenagakerjaan;
m.
pelaksanaan evaluasi dan penyususnan laporan program Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja;
21
n.
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai tugas dan fungsinya.
2.
Tugas dan Fungsi Seksi-Seksi di Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja terdiri dari 3 (tiga) seksi, yang masing-masing memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. a.
Seksi Hubungan Industrial Seksi Hubungan Industrial mempunyai tugas membina hubungan kerja, syarat kerja, membina sarana hubungan industrial dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan rincian fungsi sebagai berikut. 1) penyusunan program Seksi Hubungan Industrial; 2) penyiapan pedoman pembinaan hubungan kerja, syarat kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama; 3) pelaksanaan pemantauan, pembinaan hubungan kerja, syarat kerja, perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama lintas kabupaten/kota; 4) pemberian perusahaan
pelayanan dan
konsultasi,
pendaftaran
pengesahan
perjanjian
kabupaten/kota; 5) pelaksanaan pelatihan hubungan industrial;
peraturan
kerjasama
lintas
22
6) pelaksanaan
pembinaan
organisasi
pekerja,
organisasi
pengusaha; 7) pengumpulan bahan perkara perselisihan hubungan industrial, unjuk rasa, mogok kerja, PHK, dan penutupan perusahaan; 8) fasilitasi penyelesaian kasus perselisihan hubungan industrial tingkat kabupaten/kota; 9) penyelesaian kasus perselisihan hubungan industrial lintas kabupaten/kota; 10) fasilitasi penyelenggaraan sidang lembaga kerjasama Tripartit tingkat provinsi; 11) pendaftaran perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) lintas kabupaten/kota; 12) pendaftaran perjanjian kerja antara perusahaan pemberi kerja dan perusahaan penyedia jasa lintas kabupaten/kota; 13) pemberian izin dan pencabutan izin operasional perusahaan jasa tenaga kerja lintas kabupaten/kota; 14) pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan program Seksi Hubungan Industrial. b.
Seksi Pengupahan, Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Purna Kerja Seksi Pengupahan, Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Purna Kerja mempunyai tugas membina pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja dan purna kerja dengan rincian fungsi sebagai berikut.
23
1) penyusunan program Seksi Pengupahan, Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Purna Kerja; 2) penyiapan pedoman standar pengupahan regional dan sektoral daerah, jaminan sosial, tunjangan hari raya, tunjangan lain, dan uang lembur; 3) pembinaan pengupahan dan pengusulan penetapan upah minimum, jaminan sosial, kesejahteraan pekerja; 4) pemantauan pengupahan, jaminan sosial kesejahteraan pekerja dan purna kerja; 5) sosialisasi pengupahan, jaminan sosial kesejahteraan pekerja; 6) pemberdayaan purna kerja; 7) pemantauan dan sosialaisasi upaya peningkatan sarana prasarana kesejahteraan buruh/pekerja lintas kabupaten/kota; 8) fasilitasi sarana prasarana lembaga kesejahteraan buruh/pekerja lintas kabupaten/kota; 9) pembinaan kepada lembaga-lembaga kesejahteraan buruh, asuransi
buruh,
lembaga
ekonomi
buruh/pekerja
lintas
kabupaten/kota; 10) peningkatan kemampuan buruh/pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan buruh/pekerja lintas kabupaten/kota; 11) pembinaan kesejahteraan buruh/pekerja ditingkat perusahaan; 12) pembinaan, fasilitasi, dan pemberdayaan lembaga kesejahteraan pekerja dan pekerja purna kerja;
24
13) melaksanakan evaluasi dan penyusunan laporan program Seksi Pengupahan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Purna Kerja. c.
Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan Seksi
Pengawasan
Ketenagakerjaan
mempunyai
tugas
melaksanakan pengawasan norma kerja, keselamatan kerja, kesehatan kerja, dan hygiene perusahaan, perhitungan pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi kecelakaan kerja serta pengawasan ketenagakerjaan dengan rincian fungsi sebagai berikut. 1) penyusunan rencana kerja Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan; 2) penyiapan sarana dan prasarana pengawasan norma kerja, syarat kerja, keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja di perusahaan; 3) pengawasan dan pemeriksaan pada perusahaan atau tempattempat kerja, lembaga ketenagakerjaan, lembaga pelatihan, perusahaan penempatan tenaga kerja; 4) pengawasan ketenagakerjaan, norma kerja umum, dan norma kerja khusus, syarat kerja, jaminan sosial tenaga kerja, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan kerja serta norma ketenagakerjaan; 5) pemeriksaan dan pengujian mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang dapat menimbulkan kecelakaan; 6) pengawasan dan evaluasi tenaga kerja anak, wanita, tenaga kerja asing dan tenaga kerja penyandang cacat dan pemagangan;
25
7) fasilitasi audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja; 8) fasilitasi pembentukan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di perusahaan; 9) fasilitasi pengembangan dan pengendalian pelaksanaan hygiene, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan kerja di perusahaan; 10) penyiapan dan pengembangan tenaga ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (AK3) di perusahaan; 11) penerbitan izin penggunaan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang dapat menimbulkan kecelakaan; 12) penyidikan pelanggaran norma kerja umum, norma kerja khusus, syarat kerja, jaminan sosial tenaga kerja, tenaga kerja asing, penyandang cacat dan norma ketenagakerjaan; 13) pelaksanaan evaluasi dan penyususnan laporan program Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan. H. Data Pegawai di Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja a.
Aryanto Wibowo, S.H., M.Hum.
: Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja
b.
Seksi Hubungan Industrial 1) Slamet Raharjo, SIP., M.Si.
: Kepala Seksi Hubungan Industrial
26
2) Suranto
: Penatalaksana Pembinaan Hubungan Industrial dan Syarat Kerja
3) Kusyundarto
: Pengadministrasian Umum
4) Intan Widuri, S.H.
: Penatalaksana Pembinaan Hubungan Industrial dan Syarat Kerja
5) Ratnawati, S.H.
: Penatalaksana Fasilitasi Penyelesaian Perselisihan Kerja
c.
Seksi Pengupahan, Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Purna Kerja 1) R. Darmawan, S.H., M.H
: Kepala Seksi Pengupahan, Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Purna Kerja
2) Purina Yoga R., S.T., M.M.
: Penganalisis Standar Pengupahan dan Kesejahteraan
3) Sri Minarsih, S.I.P
: Penatalaksana Pembinaan Fasilitasi Peningkatan Kesejahteraan
4) Widoyono
: Pemantau Upah dan Kesejahteraan
5) Sulistijo Hary W, S.E.
: Penyiap Bahan Pemantauan dan Fasilitasi Peningkatan Kesejahteraan Tenaga Kerja
6) Fransiscus Mujiya d.
Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan
: Pengadminitrasian Umum
27
1) Andri Budirasmini, S.T., MM : Kepala Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan 2) Rusnarida, S.T.
: Penatalaksana Fasilitasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
3) Hartana
: Penatalaksana Perizinan Norma Ketenagakerjaan dan Peralatan Berisiko
4) Suharjito
: Penatalaksana Pemeriksaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
5) Sasongko Yunianto S., S.T.
: Penatalaksana Pemeriksaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
6) Isnaniyati Rahmah, S.T.
: Penatalaksana Pemeriksaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
7) Wahyudi
: Penatalaksana Pemeriksaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
8) Angga Suanggana, S.H.
: Penatalaksana Pemeriksaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
BAB III DESKRIPSI KEGIATAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN A. Tempat dan Waktu Praktik Kerja Lapangan Dalam melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan ini, penulis memilih tempat praktik di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan praktik kerja lapangan ini dilaksanakan dalam rentang waktu sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan atau 8 (delapan) minggu atau setara dengan 280 (dua ratus delapan puluh) jam. Pelaksanaannya terhitung sejak dimulainya kegiatan praktik kerja lapangan, yaitu pada tanggal 2 Maret 2015 dan berakhir pada tanggal 2 Mei 2015 atau sama dengan 9 (sembilan) minggu. Jam kerja praktik kerja lapangan mengikuti jam kerja yang berlaku untuk pegawai/staff di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan rincian sebagai berikut: 1.
Hari Senin s.d. hari Kamis : Jam 07.30 WIB – 16.00 WIB
2.
Hari Jumat
3.
Waktu Istirahat
: Jam 07.30 WIB – 14.30 WIB
a. Hari Senin s.d. Kamis
: Jam 12:00 WIB – 12:30 WIB
b. Hari Jumat
: Jam 11.30 WIB – 12.30 WIB
Untuk mahasiswa yang sedang mengikuti praktik kerja lapangan, waktu kerja tersebut diberlakukan secara fleksibel, meskipun mahasiswa yang bersangkutan harus tetap mematuhi tata tertib yang berlaku.
28
29
Selain ketentuan diatas, ada sedikit pengarahan yang disampaikan oleh Bapak Ir. Budi Santoso, Kepala Sub Bagian Umum (selaku perwakilan pihak penerima mahasiswa praktik kerja lapangan) kepada mahasiswa praktik kerja lapangan di hari pertama pelaksanaan praktik kerja lapangan yang sebelumnya juga sudah pernah beliau sampaikan. Selama proses Praktik Kerja Lapangan berlangsung di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta, ada beberapa hal yang kiranya perlu untuk diperhatikan oleh mahasiswa praktik kerja lapangan, antara lain: 1)
Mengikuti kegiatan apel pagi setiap hari pada pukul 07.30 sampai selesai, yang dilaksanakan di halaman kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta dan diikuti oleh seluruh pegawai kantor.
2)
Mengenakan pakaian kemeja putih dan bawahan warna gelap atau diperbolehkan mengenakan pakaian dengan warna yang tidak lebih mencolok atau tidak menyerupai pakaian yang dikenakan oleh pegawai .
3)
Menaati jam kerja dan ketentuan yang berlaku pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta.
4)
Membuat surat pemberitahuan/izin apabila tidak hadir dikarenakan sutau hal.
5)
Menjaga tata tertib dan nama baik Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta.
30
6)
Melaporkan hasil kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta setelah selesai melaksanakan praktik kerja lapangan.
B. Penempatan Praktik Kerja Lapangan Dalam melaksanakan praktik kerja lapangan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta, penulis diterima dan ditempatkan di salah satu bidang pada kantor ini, yaitu Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja. Di Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja terdapat 3 (tiga) seksi, yaitu: 1. Seksi Hubungan Industrial 2. Seksi Pengupahan, Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Purna Kerja 3. Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam melaksanakan praktik kerja lapangan ini, penulis beserta mahasiswa yang lain menggunakan sistem rolling untuk penempatan atau saling bergantian tempat di seksi yang berbeda dari minggu ke minggu. Ketika mahasiswa sudah mulai menemukan tema atau judul refleksi yang diambil, mahasiswa berkonsentrasi untuk mendapatkan dan mengolah data pada seksi yang bersangkutan. C. Kegiatan Praktik Kerja Lapangan 1.
Macam Kegiatan atau Pekerjaan Selama melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan, penulis dibimbing dan diarahkan untuk mengetahui serta dilibatkan langsung
31
untuk menangani dan menyelesaikan suatu pekerjaan yang disesuaikan dengan proses kerja yang terjadi di tempat kerja. Selain sebagai bahan latihan bagi penulis hal ini juga dirasa cukup membantu pihak-pihak di tempat praktik kerja lapangan dalam penyelesaian pekerjaan. Berikut ini adalah macam pekerjaan yang disesuaikan dengan tugas dan fungsi dari masing-masing. a.
Seksi Hubungan Industrial 1) Menerima, mencatat, mendistribusikan, menyimpan, menyiapkan pengiriman naskah dinas, dokumen keuangan sesuai pedoman teknis, metode, dan prosedur yang berlaku dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas ketatausahaan. 2) Menyiapkan bahan dan data pembinaan hubungan industrial dengan menghimpun, mengidentifikasi, menyajikan, dan memberi layanan untuk kesiapan dan kemudahan pelaksanaan tugas. 3) Menyelenggarakan
penatalaksanaan
pembinaan
organisasi
pengusaha dan organisasi pekerja berdasar prosedur dan ketentuan yang berlaku. 4) Menyelenggarakan
penatalaksanaan
fasilitasi
penyelesaian
perselisihan kerja berdasar prosedur dan ketentuan yang berlaku. 5) Menyelenggarakan
penatalaksanaan
pembinaan
hubungan
industrial dan syarat kerja berdasar prosedur dan ketentuan yang berlaku. b.
Seksi Pengupahan, Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Purna Kerja
32
1) Menerima, mencatat, mendistribusikan, menyimpan, menyiapkan pengiriman naskah dinas, dokumen keuangan sesuai pedoman teknis, metode, dan prosedur yang berlaku dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas ketatausahaan. 2) Menyiapkan bahan dan data kesejahteraan tenaga kerja dengan mengumpulkan, mengidentifikasi, menyajikan dan memberi layanan untuk kesiapan dan kemudahan pelaksanaan tugas. 3) Memantau upah dan kesejahteraan tenaga kerja dengan mengevaluasi pelaksanaan pemberian Upah Minimum Provinsi (UMP) dan tingkat kesejahteraan tenaga kerja, berdasar inventarisasi data dan permasalahan dengan peninjauan langsung ke lapangan sebagai bahan evaluasi kebijakan. 4) Menyelenggarakan
penatalaksanaan
pembinaan,
fasilitasi
peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan purna kerja berdasar prosedur dan ketentuan yang berlaku untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. 5) Melakukan analisis standar pengupahan dan kesejahteraan dengan menyiapkan kerangka acuan analisis,melaksanakan analisis, menyiapkan usulan rumusanstandar pengupahan dan jaminan sosial untuk evaluasi implementasi. c.
Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan 1) Menerima,
mencatat,
mendistribusikan,
menyimpan,
menyiapkan pengiriman naskah dinas, dokumen keuangan, sesuai
33
pedoman teknis, metode, dan prosedur yang berlaku dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas ketatausahaan 2) Menyiapkan bahan dan data pengawasanketenagakerjaan dengan menghimpun, mengidentifikasi, menyajikan dan memberi layanan untuk kesiapan dan kemudahan pelaksanaan tugas. 3) Menyelenggarakan penatalaksanaan pemeriksaan keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan prosedur dan ketentuan yang berlaku untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan. 4) Menyelenggarakan penatalaksanaan fasilitasi keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan prosedur dan ketentuan yang berlaku untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan. 5) Menyelenggarakan
penatalaksanaan
perizinan
norma
ketenagakerjaan dan peralatan berisiko berdasarkan prosedur dan ketentuan yang berlaku untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan. 2.
Cara atau Metode yang Dilakukan Ada banyak hal mengenai cara atau metode yang penulis tempuh untuk dapat memperoleh data dan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan di lapangan, misalnya seperti: a.
Melakukan penelusuran dokumen dan/atau berkas Telusur berkas atau dokumen merupakan salah satu cara atau metode yang digunakan oleh penulis dalam pelaksanaan kegiatan
34
praktik kerja lapangan guna memperoleh data dan mendapatkan informasi. b.
Observasi dan pengamatan Penulis
juga
melakukan
observasi
atau
pengamatan
lingkungan di tempat kerja/tempat praktik kerja lapangan. Hal ini dapat membantu penulis untuk memperoleh tambahan data dan informasi guna penyelesaian pekerjaan dan melengkapi laporan praktik kerja lapangan yang penulis susun. c.
Diskusi atau tanya jawab Selama melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan ini, penulis ditempatkan dalam satu seksi dengan pembimbing lapangan atau ada kalanya dalam satu ruangan pula, hal ini tentu cukup memudahkan penulis untuk berinteraksi, melakukan diskusi, dan berkonsultasi secara aktif dengan pembimbing lapangan. Banyak hal yang dapat didikusikan, tidak hanya terbatas pada informasi teknis yang berkaitan dengan kegiatan praktik kerja lapangan, namun juga ada informasi-informasi umum yang dapat digunakan sebagai bahan belajar dan tambahan pengetahuan bagi penulis. Hal yang paling penting, dengan penerimaan yang cukup baik dari pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta, kami juga dianggap sebagai anggota tim dari mereka. Karena dalam satu tim tidak hanya 2 (orang) atau dalam hal ini dan
35
pembimbing lapangan, kami para mahasiswa yang melaksanakan praktik kerja lapangan diperbolehkan berkomunikasi semaksimal mungkin dengan seluruh anggota tim, tidak hanya dalam satu seksi atau satu bidang saja, kami dapat bertanya kepada setiap orang yang ada di kantor ini. 3. Rangkuman Kegiatan Praktik Kerja Lapangan Sesuai dengan uraian kegiatan yang ada pada masing-masing seksi, kegiatan yang dilakukan oleh penulis selama melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan dapat dirangkum sebagai berikut. a. Minggu Pertama Minggu pertama pelaksanaan praktik kerja lapangan, penulis ditempatkan di Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan. Pada minggu awal kegiatan yang dilakukan oleh penulis lebih kepada penyesuaian dengan kondisi dan keadaan tempat praktik kerja lapangan, mengenal dan mencari tahu mengenai berbagai macam hal, khususnya yang berkaitan dengan maksud dan tujuan dari dilaksanakannya praktik kerja lapangan. Cara yang dilakukan penulis dalam mencari data dan informasi adalah dengan membaca buku-buku acuan yang dapat menjadi referensi untuk menambah wawasan serta banyak bertanya dengan para pegawai ditempat dimana penulis ditempatkan. Hal yang dipelajari dalam minggu pertama ini misalnya mengenai profil dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah
36
Istimewa Yogyakarta, termasuk sejarah, visi misi, tugas dan fungsi, susunan organisasi serta rincian tugasnya. Selain itu, penulis juga secara khusus mempelajari mengenai profil dari Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan, tugas dan fungsi, laporan-laporan hasil kegiatan pengawasan, juga mengenai norma kerja. Penulis juga sempat dilibatkan dalam acara Bimbingan Teknis Peningkatan Pengawasan Norma K3 Se-DIY yang merupakan salah satu kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan sebagai langkah untuk sosialisasi mengenai norma keselamatan dan kesehatan kerja. b. Minggu Kedua Minggu kedua pelaksanaan praktik kerja lapangan, penulis ditempatkan di Seksi Hubungan Industrial yang fokus pada penanganan
serta
penyelesaian
beberapa
perselisihan
ketenagakerjaan yang meliputi fungsi dan tugas dari seksi ini. Ada berbagai macam hal yang dapat penulis lakukan yang juga digunakan sebagai media belajar. Terutama dapat melihat secara nyata praktik dilapangan mengenai teori penyelesaian perselisihan perburuhan atau hubungan industrial yang diajarkan secara tatap muka oleh dosen di bangku kuliah. Mengikuti pertemuan mediator se-DIY juga merupakan salah satu agenda penulis di minggu ini. Selain itu juga ikut berperan dalam kegiatan Sosialisasi Hubungan Industrial bagi Guru
37
Bimbingan Konseling SMK Se-DIY mulai dari pembuatan surat sampai dengan permintaan konfirmasi dari peserta dan pada saat acara berlangsung. Penulis juga aktif dalam kegiatan surat menyurat seperti: membuat surat undangan, mengelola surat masuk, membuat surat perintah tugas untuk pemantauan rawan perselisihan hubungan industrial, mengetik surat permintaan koreksi Surat Perintah Membayar (SPM), memintakan nomor surat ke Sekretariat di Bagian Umum. Disela-sela kegiatan praktik kerja lapangan, ketika tidak terlalu sibuk atau dikala luang penulis menyempatkan diri untuk menyusun pembuatan laporan tugas akhir, melengkapi catatan harian, membaca beberapa buku bacaan yang ada di Seksi Hubungan Industrial maupun membaca di Ruang Kartika, tempat berbagai macam buku disimpan. c. Minggu Ketiga Pada minggu ketiga pelaksanaan praktik kerja lapangan, sesuai dengan kesepakatan mengenai jadwal rolling seharusnya penulis ditempatkan di Seksi Pengupahan, Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Purna Kerja, namun penulis masih membantu di Seksi Hubungan Industrial karena masih ada beberapa agenda yang ditugaskan kepada penulis oleh kepala seksi, Bapak Slamet Raharjo, yaitu kegiatan Sosialisasi Hubungan Industrial bagi Guru
38
Bimbingan Konseling SMK Se-DIY dan mengikuti kepala seksi ke SMK Negeri 1 Saptosari, Gunung Kidul. Hari-hari berikutnya, penulis melakukan beberapa kegiatan baru di seksi ini, seperti mengetik Surat Keputusan Kepala Disnakertrans DIY mengenai pengesahan Peraturan Perusahaan CV. Caltic’s dan PT. Prospekta Buma Gemilang dan membuat Notula Rapat Pertemuan Asosiasi Mediasi Hubungan Industrial se-DIY. Kegiatan lain yang penulis lakukan adalah membaca buku “Hukum Perburuhan”, memintakan nomor surat, mempelajari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003, mengarsip surat masuk, melakukan tanya jawab dengan pegawai kantor, juga menyiapkan surat dan mengirimkan fax untuk acara Rapat Koordinasi Dewan Pengupahan Provinsi DIY dengan Dewan Pengupahan Kab/Kota guna Membahas Data Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Bulan Januari s.d. Maret 2015. Pada waktu senggang, penulis juga memanfaatkan waktu untuk melengkapi catatan harian praktik kerja lapangan dan mengerjakan laporan tugas akhir, agar tidak tidak terlupa dan segera selesai sesuai dengan harapan penulis. d. Minggu Keempat Setelah melalui 3 (tiga) minggu proses kegiatan praktik kerja lapangan, penulis sudah mencoba melakukan beberapa pekerjaan di masing-masing seksi, pada minggu ke-4 ini, masing-masing
39
mahasiswa menempatkan diri di salah satu seksi yang ia pilih. Dengan tujuan agar lebih tefokus pada pekerjaan di seksi tersebut. Dalam hal ini penulis memilih untuk fokus di Seksi Hubungan Industrial. Alasan penulis memilih untuk fokus pada Seksi Hubungan Industrial adalah bahwa pada seksi ini terdapat banyak pekerjaan dan lebih membutuhkan tenaga bantu karena terbatasnya jumlah personel. Selain itu juga banyak hal yang dapat untuk turut ditangani oleh penulis atas izin bapak kepala seksi juga dipercayakan oleh pegawai lain, dengan tetap tidak menutup kemungkinan penulis untuk dapat membantu di seksi yang lain, ketika pekerjaan di Seksi Hubungan Industrial sudah selesai dikerjaan. Pada awal minggu ini, atau hari Senin dan Selasa, penulis mempersiapkan naskah Surat Keputusan Pengesahan Peraturan Perusahaan yang sudah jadi, membubuhkan stempel sebagai tanda sudah diperiksa dan kemudian disahkan. Setelah siap, penulis juga menghubungi perusahaan yang bersangkutan untuk mengambilnya di kantor. Dalam kegiatan surat menyurat, penulis membuatkan surat undangan rapat persiapan acara Peringatan Hari Buruh Nasional 2015 (sosialisasi, koordinasi, persiapan pelaksanaan), Surat Perintah Tugas (SPT) untuk keperluan koordinasi kegiatan Hari Buruh Nasional 2015 ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
40
Bantul dan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta, memintakan nomor suratnya, juga melakukan pengecekan matrik kegiatan Bulan Maret 2015 dan April 2015 dan menandai sesuai dengan agenda kegiatannya. Pembukuan juga dilakukan penulis untuk mendaftar surat keputusan pengesahan peraturan perusahaan pada buku agenda pengesahan peraturan perusahaan, mendaftar perusahaan penyedia jasa tahun 2014 sampai dengan Bulan Maret 2015. Penulis juga membantu persiapan acara Rapat Koordinasi Dewan Pengupahan Provinsi DIY dengan Dewan Pengupahan Kab/Kota Se-DIY yang merupakan agenda rutin di Seksi Pengupahan, Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Purna Kerja juga mengetik rekap data personel pengelola/pelaksana urusan bidang pengawasan ketenagakerjaan kab/kota se-DIY. Hari berikutnya, penulis membuat sertifikat untuk beberapa perusahaan pelaksana norma K3 di bidang konstruksi bangunan, membuat lembar daftar untuk pemantauan ke perusahaan rawan perselisihan hubungan industrial juga membantu persiapan acara Rapat Persiapan Peringatan Hari Buruh Nasional 2015 serta menghandel daftar hadir, ikut mendengarkan pengaduan/keluhan pekerja dari suatu perusahaan mengenai pemberian uang tali asih (pekerja mengundurkan diri), membaca hasil laporan kunjungan perusahaan dan langkah kerja pemeriksaan pencegahan diskriminasi
41
di tempat kerja (PT. Busana Rejeki Agung), membuat artikel tentang perusahaan yang sudah memperoleh izin operasional untuk Daerah istimewa Yogyakarta serta mengetik beberapa topik bahasan untuk update data pada website Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta. Seluruh rangkaian kegiatan diatas penulis lakukan pada 3 (tiga) seksi atau seluruh seksi di Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja. Diwaktu senggang (saat pekerjaan selesai dikerjakan), penulis juga mengerjakan penulisan laporan tugas akhir dan meluangkan waktu untuk bimbingan dengan dengan Dosen Pembimbing Lapangan. e. Minggu Kelima Minggu kelima pelaksanaan praktik kerja lapangan kegiatan yang dilakukan oleh penulis adalah mempelajari Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, mengetik artikel mengenai Seminar Ketenagakerjaan
yang
diselenggarakan oleh SMK Negeri 1 Gunung Kidul. Hari berikutnya, penulis berdiskusi dengan salah satu pegawai di Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan (Angga Suanggana, S.H.) mengenai teknis pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan untuk melakukan koreksi mengenai tinjauan umum pengawasan ketenagakerjaan dan menambahi hal yang kurang atau perlu ditambah.
42
Hasil dari koreksi yang dilakukan dikatakan sudah baik, dan diberikan tambahan referensi oleh Mas Angga, sehingga penulis melanjutkan dengan mempelajari referensi yang bersangkutan yaitu buku
Himpunan
Peraturan
Perundang-Undangan
Bidang
Perlindungan Tenaga Kerja. Karena merupakan himpunan dari peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan tenaga kerja, maka cakupannya cukup luas, dan hal yang secara khusus dipelajari oleh penulis adalah mengenai teknis pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan. Hasil dari belajar tersebut adalah penulis bisa mengetahui bagaimana bentuk, kegunaan, serta bagaimana penggunaan dari kartu pemeriksaan ketika melakukan pemeriksaan ke perusahaan. Selain itu, penulis juga mempelajari mengenai dokumen Akte Pengawasan Ketenagakerjaan dan perubahannya dari Akte Pemeriksaan dan Buku Pemeriksaan, Nota Pemeriksaan, Berita Acara Pemeriksaan Projustisia, Laporan Pemeriksaan Khusus, dan Lembar Pemeriksaan, semua formulir atau dokumen tersebut merupakan dokumen terkait dengan pengawasan ketenagakerjaan yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri. Sehingga kegunaan dan bagaimana penggunaannya pun berbeda satu dengan lainnya. Melakukan koreksi persyaratan izin operasional yang diajukan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja/buruh berdasarkan Pasal 24 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19
43
Tahun
2012
tentang
Syarat-Syarat
Penyerahan
Sebagian
Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain dan membuat Surat Keputusan (SK) Izin Operasional termasuk kajian telaah dan hasil verifikasi dari PT. Japa Aksata Puraka dan PT. Purna Kreasi Sejahtera sekaligus memintakan nomor surat untuk surat keputusan izin operasional, surat pengantar, dan hasil verifikasi tersebut termasuk dalam kegiatan yang penulis laksanakan pada minggu ini. Mengenai persyaratan izin operasional yang harus disiapkan oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja/buruh terlampir dalam lampiran. Disamping itu, penulis membuat undangan pertemuan tripartit (beserta amplop dan pembubuhan stempel) karena pada minggu depan (minggu ke-6) telah diagendakan mengenai pelaksanaan sidang lembaga kerjasama tripartit tingkat provinsi, dan membuat daftar hadir peserta kegiatan Peringatan Hari Buruh Nasional 2015 yang jatuh pada tanggal 2 Mei 2015. Penulis
juga
beberapa
kali
mengikuti
atau
ikut
mendengarkan keluhan pekerja mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami oleh pekerja yang bersangkutan, sehingga penulis dapat mengetahui beberapa contoh keluhan pekerja mengenai masalah yang mereka hadapi serta solusi untuk penyelesaian masalahnya. f. Minggu Keenam
44
Kegiatan yang penulis laksanakan pada minggu keenam pelaksanaan praktik kerja lapangan berjalan hampir sama dengan minggu sebelumnya, yang berbeda adalah mengenai luasan cakupan dari pelaksanaan pekerjaannya. Sebagai contoh adalah mengenai tindak lanjut untuk permohonan pengesahan peraturan perusahaan, jika sebelumnya penulis diberikan kesempatan untuk ikut serta membuat surat keputusan atas permohonan tersebut, maka kali ini penulis dilibatkan lebih jauh lagi, yaitu dari pengkoreksian substansi dari peraturan perusahaan yang bersangkutan. Penulis harus memastikan bahwa sebelum peraturan perusahaan yang dibuat oleh suatu perusahaan dibuat, isinya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan yang berlaku. Untuk hal tersebut, terdapat beberapa peraturan yang menjadi rujukan, antara lain: 1) Undang-Undang No.13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. 2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER- 04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. 4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.
45
Selain mengenai izin operasional, bertepatan dengan agenda pelaksanaan sidang tripartit yang jatuh pada hari Rabu minggu ini, menulis juga turut membantu mempersiapkan pelaksanaannya, mulai dari daftar hadir hingga bukti kas pengeluarannya, termasuk penghitungan honorarium dan penyiapan makalah yang akan menjadi bahan yang dibahas dalam sidang. May Day 2015 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama merupakan pokok-pokok pikiran yang dibahas dalam sidang tripartit kali ini. Penulis diperbolehkan untuk ikut dalam sidang tripartit ini, sehingga mengetahui bagaimana jalannya proses sidang, meskipun tidak terlibat langsung dalam seluruh rangkaian sidang. Untuk menindaklanjuti pelaksanaan sidang, pada hari berikutnya setelah sidang penulis membuat daftar perubahan Permenakertrans RI Nomor PER.16/MEN/XI/2011 dan penyempurnaannya dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 28 Tahun 2014 dengan mencermati pasal per pasalnya. Dari sini, penulis banyak
46
belajar untuk menjadi cermat dan teliti dalam mengkritisi suatu peraturan perundang-undangan. Kegiatan lain yang penulis lakukan pada minggu ini adalah mengirimkan fax kepada perusahaan Mega Andalan Kalasan dan Eagle Gloves mengenai kegiatan praktik kerja lapangan karena direncanakan mahasiswa praktik kerja lapangan akan melakukan kunjungan ke 2 (dua) perusahaan tersebut. Penulis juga sudah sempat melakukan kunjungan ke perusahaan PT. Budi Manunggal yang beralamat di Jalan Peleman No. 17 Rejowinangun, Yogyakarta. Disana penulis banyak melakukan mengenai proses kerja dan melakukan tanya jawab seputar data ketenagakerjaan sekaligus mengetahui praktik dari pelaksanaan pemeriksaan di perusahaan
yang
dilakukan
oleh
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan. g. Minggu Ketujuh Pelaksanaan kegiatan praktik kerja lapangan pada minggu ketujuh berjalan dengan lancar. Kegiatan yang dilakukan oleh penulis pada minggu ini antara lain: 1) melakukan koreksi persyaratan izin operasional dan membuat Surat Keputusan (SK) Izin Operasional termasuk kajian telaah dan hasil verifikasi dari perusahaan pemohon; 2) melakukan diskusi dengan pegawai mengenai jaminan sosial bagi tenaga kerja, ini merupakan langkah yang diambil penulis
47
untuk sebagai pelaksanaan dalam koreksi data yang penulis sajikan pada bagian refleksi atau BAB IV pada laporan ini; 3) melakukan pengecekan surat yang berkaitan dengan peringatan Hari
Buruh
Internasional
sebelum
dilakukan
tindakan
selanjutnya; 4) mengetik tanya jawab berkaitan dengan peringatan Hari Buruh Internasional untuk pelaksanaan siaran talk show di televisi; 5) mengetik Surat Perintah Tugas (SPT) untuk pemantauan perusahaan rawan perselisihan hubungan industrial bulan April 2015, mengetik bukti pengeluaran kas Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) beserta rekapitulasi belanja perjalanan dinas; 6) mengecek buku tamu website Disnakertrans DIY, pengecekan ini dilakukan sebagai tanggapan atas pertanyaan masuk yang dari masyarakat dan kebelutan hal yang ditanyakan adalah mengenai materi yang ditangani oleh Seksi Hubungan Industrial agar pertnyaan yang bersangkutan dapat segera mendapatkan tanggapan sesuai yang diharapkan; 7) membuat lembar pemeriksaan; 8) mengetik surat darma wanita persatuan serta jadwal dan teknis perlombaan; dan 9) menyiapkan handout untuk mengajar materi perjanjian kerja. Dalam melakukan koreksi persyaratan izin operasional yang diajukan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja/buruh, dilakukan
48
berdasarkan Pasal 24 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain dan membuat Surat Keputusan (SK) Izin Operasional termasuk kajian telaah dan hasil verifikasi dari PT. Wahyu Purwo Sejahtera sekaligus memintakan nomor surat untuk surat keputusan izin operasional, surat pengantar, dan hasil verifikasi tersebut termasuk dalam kegiatan yang penulis laksanakan pada minggu ini. Mengenai persyaratan izin operasional yang harus disiapkan oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja/buruh terlampir dalam lampiran. Pada minggu ini, masing-masing seksi di Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja memiliki acara yang mengundang pihak luar yang jatuh di hari yang bersamaan, yaitu hari Kamis. Seksi Hubungan Industrial menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pelaksanaan May Day di Ruang Bulan/Ruang Sasadara, Seksi Pengupahan, Kesejahteraan Tenaga Kerja menyelenggarakan Sosialisasi Pengadaan Rusunawa di DIY di Ruang Mediator, dan Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan menyelenggarakan Sosialisasi Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS, Tuberkolosis Serta Penyalahgunaan NAPZA di tempat kerja di Ruang Matahari/Ruang Bagaskara. Penulis turut dilibatkan dalam acara-acara tersebut sehingga penulis harus dapat membagi waktu dengan baik. Pada pagi hari
49
setelah pelaksanaa apel hal yang dilakukan penulis adalah menyiapkan handout, daftar hadir serta persipan lain untuk Rapat Koordinasi Pelaksanaan May Day. Acara ini dimulai pada pukul 08.00 WIB. Penulis membantu mempersilahkan para tamu untuk mengisi daftar hadir serta memberikan snack. Pada pukul 09.15 WIB, penulis bergantian untuk membantu acara Sosialisasi Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS, Tuberkolosis Serta Penyalahgunaan NAPZA di tempat kerja, penulis melakukan hal yang sama, yaitu membantu mempersilahkan para tamu untuk mengisi daftar hadir serta memberikan snack. Dan sekitar pukul 10.30 WIB penulis mengikuti pelaksanaan sosialisasi pada bagian ketika instrukstur menyampaikan materinya mengenai HIV/AIDS serta penyampai matri kedua yang menyampaikan materi mengenai Tuberkolosis. Acara ini berjalan dengan tertib dan para peserta serius mengikuti setiap tahapan materi yang disampaikan. Acara selesai sekitar pukul 13.00 WIB dan kemudian penulis membantu untuk melakukan pekerjaan yang lainnya. Setelah selesai melakukan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan terlebih dahulu, penulis juga mengukuti acara sosialisasi
Pencegahan
dan
Penanggulangan
HIV/AIDS,
Tuberkolosis Serta Penyalahgunaan NAPZA di tempat kerja hari kedua/Hari Jumat dengan penyampaian topik serta penyampaian yang disampaikan oleh Instrukstur yang berbeda pula. Sayang
50
sekali, pada kesempatan ini penulis tidak dapat mengikuti acara sampai akhir dikarenakan penulis harus mengikuti briefing di kampus terkait dengan pelaksanaan visitasi yang berhubungan dengan proses akreditasi yang akan dilakukan terhadap Program Studi Diploma 3 Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, sehingga penulis meminta izin kepada pembimbing lapangan. h. Minggu Kedelapan Tidak terasa pelaksanaan praktik kerja lapangan sudah sampai pada minggu kedelapan. Penulis bersyukur karena sampai dengan saat ini rangkaian kegiatan magang yang penulis laksanakan masih tetap berjalan lancar. Beberapa pekerjaan sudah terselesaikan, begitu juga dengan penulisan laporan tugas akhir yang akan segera selesai juga. Berikut ini, penulis rangkum beberapa kegiatan yang penulis lakukan pada minggu ini. Dimulai dengan hari Senin, yang enulis lakukan adalah membuat Surat Keputusan (SK) Tripartit (Penunjukan Personalia Pengganti Anggota Lembaga Kerjasama Tripartit Daerah DIY Masa Bakti 2014 - 2016) sekaligus memintakan nomor surat dan tanda tangan pejabat yang bersangkutan, membuat bukti pengeluaran kas dan rekapitulasi belanja perjalana dinas pemantauan perusahaan rawan perselisihan hubungan
industrial,
mencetak
amplop
surat
untuk
surat
51
pemberitahuan dan permohonan kerjasama kepada pihak-pihak terkait berkaitan dengan acara May Day. Hari berikutnya, penulis menyiapkan handout untuk mengajar (Dasar-Dasar K3 dan Kebijakan Ketenagakerjaan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 27 Tahun 2014, dan Perjanjian Kerja dalam Hubungan Industrial), memperbaiki Surat Perintah Tugas (SPT) Bulan April yang kurang benar, menyiapkan undangan untuk sosialisasi syarat-syarat kerja dan sidang LKS tripartit, mengetik surat kontrak perjanjian pengadaan barang (makanan dan minuman) untuk keperluan surat pertanggungjawaban (SPJ), dan tidak lupa juga untuk menyusun laporan tugas akhir. Dilanjutkan pada hari Rabu dengan menyiapkan handout untuk pemaparan materi pada Apklindo (Asosiasi Pengusaha Klining Servis Indonesia), melakukan perbaikan bukti kas pengeluaran untuk Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), mengetik artikel mengenai Turnamen Bola Volly dan Bulutangkis (Laga SPN DIY). Penulis juga dilibatkan untuk membantu Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) membuat surat permohonan persetujuan penyitaan untuk Ketua Pengadilan Negeri Sleman serta mengumpulkan alat bukti (dokumen-dokumen) yang sudah
52
dilakukan penyitaan serta membuat resume penyidikan tindak pidana oleh PT. Pertamina Training and Consulting. Bertepatan dengan peringatan Hari Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April, Dharma Wanita Persatuan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta juga menggelar acara peringatan tersebut secara meriah dengan mengadakan beberapa lomba yang diikuti oleh ibu-ibu Dharma Wanita Persatuan dan karyawati dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta. Macam perlombaannya adalah, lomba menghias tumpeng, lomba keluwesan, Kartini Idol (lomba menyanyi), dan lomba menghias hantaran pengantin. Berkaitan dengan acara tersebut, penulis ikut membantu berlatih menghias hantaran pengantin untuk mengikuti lomba. Senang sekali karena pada lomba menghias hantaran, Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja dapat merebut juara II, dan pada keluwesan mendapat juara IV. Bersamaan dengan peringatan Hari Kartini, Bapak Ariyanto Wibowo selaku Kepala Bidang Hubungan
Industrial dan
Perlindungan Tenaga Kerja juga bertambah usia, beliau ini termasuk kepala bidang termuda pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada hari itu mendapatkan surprise dari istrinya, 3 (tiga) buah tumpeng yang masing-masing 1 (satu) buah tumpeng nasi kuning dan 2 (dua) tumpeng jajanan pasar
53
diberikan untuk memeriahkan acaranya. Para pegawai termasuk penulis ikut merayakan dan memberi selamat serta mendoakan semoga beliau sukses, sehat selalu, dan tetap bahagia. Setelah kemeriahan acara-acara tersebut selesai, penulis kembali melajutkan pembuatan resume penyidikan tindak pidana oleh PT. Pertamina Training and Consulting dikarenakan hal yang harus dituangkan dalam resume ini cukup banyak karena merupakan rangkuman dari beberapa dokumen seperti laporan kejadian, surat panggilan, berita acara pemeriksaan saksi, berita acara pemeriksaan tersangka, dan lain sebagainya sehingga penulis harus cermat dalam membuatnya dan diusahakan agar tidak terjadi kekeliruan dalam penulisannya. Pembuatan resume ini juga masih penulis lakukan pada hari berikutnya atau hari Jumat dikarenakan selain membuat resume penulis juga masih harus mengerjakan tugas lainnya yang juga sama-sama penting tingkat keperluannya. Selain membuat resume, penulis juga membuat lampiran Surat Keputusan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa berkaitan dengan peringatan May Day, juga menyelesaiakan handout untuk paparan dihadapan Asosiasi Pengusaha Klining Servis Indonesia (Apklindo) karena pada penulisan handout sebelumnya masih ada yang kurang tepat sehingga perlu dibenarkan dan segera setelahnya diserahkan kepada pihak Apklindo untuk dipersiapkan pada pelaksanaan acara.
54
i. Minggu Kesembilan Minggu kesembilan, atau minggu terakhir pelaksanaan praktik kerja lapangan. Tugas penulis untuk melaksanakan praktik kegiatan lapangan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi akan segera selesai. Dan penulis akan kembali lagi melanjutkan tugas perkuliahan. Meskipun begitu, penulis tetap melaksanakan kegiatan seperti pada minggu-minggu sebelumnya. Yang masih menjadi fokus utama bagi penulis adalah membantu Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk membuat resume yang merupakan bagian tak terpisahkan dari berkas penyidikan agar perkara dapat segera dilimpahkan pada kejaksaan. Kegiatan-kegiatan lain juga penulis lakukan, seperti: terlibat dalam penyusunan dan menyiapkan dokumen-dokumen untuk keperluan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) bulan April 2015, Membuat rekap daftar penerima kaos untuk kegiatan May Day, penulis juga sempat mengikuti kegiatan kunjungan ke perusahaan untuk yang kedua kalinya, yaitu pada PT. Mitra Adi Jaya beralamat di Jalan Gedong Kuning Km. 6 Kalitirto, Berbah yang bergerak dalam industri pelintingan rokok HM Sampoerna. Dalam kunjungan kedua ini, penulis bersama dengan 3 (tiga) orang pegawai dari Bawasda yang sedang melaksanakan tugas dinas, sehingga penulis dapat mengetahui lebih jelas dan detail mengenai proses pelaksanaan tugas mereka sebagai pengawas. Banyak hal dan juga
55
data lapangan yang penulis peroleh dari kunjungan ini, apalagi perusahaan ini termasuk perusahaan yang digolongkan baik karena semua hak normatif pekerja dipenuhi juga memperhatikan aspekaspek yang termasuk dalam pelaksanaan norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pada hari berikutnya, penulis diberikan kesempatan untuk ikut dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Ketenagakerjaan Se-DIY yang diselenggarakan di Pantai Goa Cemara, Kabupaten Bantul. Penyelenggara rapat ini adalah dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantul. Hal yang dibahas dalam rapat ini adalah mengenai implementasi dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berkaitan dengan perubahan pembagian urusan pemerintahan bidang tenaga kerja, khususnya sub bidang pengawasan ketenagakerjaan
antara
pemerintah pusat dengan daerah serta mekanisme inventarisasi Personil, Peralatan, Prasarana, dan Dokumentasi (P3D). Kegiatan praktik kerja lapangan yang penulis laksanakan seharusnya berakhir pada hari Sabtu, tanggal 2 Mei 2015, tetapi karena bertepatan dengan hari libur, maka atas izin dari pembimbing lapangan, kegiatan praktik kerja lapangan berakhir pada hari Kamis, tanggal 30 April 2015, dengan pertimbangan sudah memenuhi rentang waktu yang ditentukan, yakni 2 (dua) bulan atau 8 (delapan) minggu atau 280 (dua ratus delapan puluh) jam. Adapun jika
56
dihitung secara saksama kegiatan praktik kerja lapangan yang penulis laksanakan adalah selama 2 (dua) bulan atau 9 (sembilan) minggu atau setara dengan 297 (dua ratus sembilan puluh tujuh) jam dengan rincian, waktu kerja yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: a.
Hari Senin s.d. hari Kamis
: Jam 07.30 WIB – 15.00 WIB
b.
Hari Jumat
: Jam 07.30 WIB – 13.00 WIB
Waktu Istirahat c.
Hari Senin s.d. Kamis
: Jam 12:00 WIB – 13:00 WIB
d.
Hari Jumat
: Jam 12.00 WIB – 12.30 WIB
Pada hari terakhir ini, penulis berpamitan dengan para pegawai di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya dengan pembimbing lapangan yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama kegiatan praktik kerja lapangan berlangsung dan pegawai lain pada Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja serta pihak terkait lainnya. Penulis mengucapkan terima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan setidaknya dalam kurun waktu dua bulan dan mendapatkan kesempatan untuk mengetahui berbagai macam jenis pekerjaan khususnya pada Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan dan Seksi Hubungan Industrial, sehingga selain wawasan, pengalaman teknis
57
penulis juga bertambah. Disamping itu, penulis juga meminta maaf untuk beberapa hal yang sekiranya tidak atau kurang berkenan bagi pihak di tempat penulis melaksanakan praktik kerja lapangan.
58
BAB IV PERAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL A. Tinjauan Umum Pengawasan Ketenagakerjaan 1.
Pengertian dan Pengaturan Pengawasan Ketenagakerjaan Pengertian pengawasan ketenagakerjaan terdapat dalam UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), dimuat dalam Bab I Pasal 1 angka 32, sama halnya dengan yang dimuat dalam Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Tahun 1947 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan di Industri dan Perdagangan, yang dimaksud dengan pengawasan
ketenagakerjaan
adalah
fungsi
negara
yang
wajib
dilaksanakan oleh pemerintah dalam perlindungan pekerja/buruh yang merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh. Ada pula yang menyebutkan bahwa pengawasan ketenagakerjaan adalah fungsi publik dari administrasi ketenagakerjaan yang memastikan
58
59
penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di tempat kerja.6 Selain diatur dalam UU Ketenagakerjaan, pengaturan lainnya terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan seperti: a. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia; b. Undang-Undang nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Tahun 1974 tantang Pengawasan Ketenagakerjaan di Industri dan Perdagangan; c. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan; d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor PER.03/MEN/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu 2.
Ruang Lingkup Pengawasan Ketenangakerjaan Dalam rangka perlindungan terhadap hak-hak pekerja seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (2), Pasal 28H ayat (1), serta Pasal 28H ayat (3) dan untuk menjamin dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta peraturan pelaksanaannya,
6
Tim Penyusun Jurnal Pengawasan Ketenagakerjaan: Apa dan Bagaimana, Pengawasan Ketenagakerjaan: Apa dan Bagaimana, (Jakarta), h. 9.
60
pemerintah melalui pengawasan ketenagakerjaan diberikan wewenang untuk: a. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan-peraturan
ketenagakerjaan/perburuhan pada khususnya; b. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal hubungan
kerja dan keadaan ketenagakerjaan dalam arti yang seluas-luasnya guna
membuat
undang-undang
dan
peraturan-peraturan
ketenagakerjaan/perburuhan lain; dan c. Menjalankan pekerjaan lainnya yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.7 Hal tersebut sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh UndangUndang Nomor 3 Tahun 1951 Pasal 1. Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan/perburuhan ini dilakukan dengan cara melakukan kunjungan ke perusahaan-perusahaan guna memantau, mengamati, serta mengawasi terpenuhinya hak-hak normatif pekerja/buruh. Jika hak-hak yang dimaksud belum dipenuhi oleh pengusaha, pegawai pengawas yang bertugas dapat melakukan tindakan yang dibenarkan untuk memberikan peringatan/teguran agar hak-hak pekerja/buruh diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3.
7
Tujuan Pengaturan Pengawasan Ketenagakerjaan
Tim Penyusun Materi Pokok-Pokok Norma Standar Posedur dan Kriteria (NSPK) Pengawasan Ketenagakerjaan, Pokok-Pokok Norma Standar Posedur dan Kriteria (NSPK) Pengawasan Ketenagakerjaan Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, (Yogyakarta), h. 15.
61
Keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja. Oleh karena itu, pengawasan ketenagakerjaan dilakukan untuk mengawasi ditaatinya peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang secara operasional dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
Nomor
PER.03/MEN/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu, pelaksanaan pengawasan bertujuan: a. Mengawasi
pelaksanaan
peraturan
perundang-undangan
ketenagakerjaan. b. Memberi penerangan teknis serta nasihat kepada pengusaha atau pengurus dan/atau tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan efektif daripada peraturan perundang- undangan ketenagakerjaan tentang hubungan kerja dan keadaan ketenagakerjaan dalam arti yang luas. c. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan guna pembentukan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang baru. 4. Fungsi Pengawasan Ketenagakerjaan Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan secara universal sesuai dengan ketentuan atau standar yang berlaku yang telah ditetapkan oleh
62
pemerintah dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Sebagai negara anggota dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Indonesia ikut serta untuk memberlakukan konvensi ini dengan melaksanakan sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja. Untuk menjaga agar pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan berjalan sesuai dengan ketentuan atau standar yang telah ditetapkan, maka Konvensi ILO Nomor 81 Tahun 1947 menetapkan fungsi daripada pengawasan ketenagakerjaan, sebagai berikut. a. Menjamin penegakkan ketentuan hukum mengenai kondisi dan perlindungan tenaga kerja dan peraturan yang menyangkut waktu kerja, pengupahan, keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan tenaga kerja anak serta orang muda dan masalah-masalah lain yang terkait. b. Memberikan informasi tentang masalah-masalah teknis kepada pengusaha dan pekerja/buruh mengenai cara yang paling efektif untuk menaati peraturan perundang-undangan. c. Memberitahukan
kepada
pemerintah
mengenai
terjadinya
penyimpangan atau penyalahgunaan yang secara khusus tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Objek Pengawasan Ketenagakerjaan Objek dalam pengawasan ketenagakerjaan adalah pelaksanaan norma atau standar yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Berikut adalah peraturan-peraturan yang
63
mengatur norma atau standar di bidang ketenagakerjaan yang menjadi objek pengawasan ketenagakerjaan, yaitu: a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja; b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan; c. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja; d. Undang-Undang
Nomor
21
tahun
2000
tentang
Serikat
Pekerja/Serikat Buruh; e. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; f. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri; dan g. Peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri. Adapun norma atau standar yang menjadi objek daripada pengawasan ketenagakerjaan adalah: a. Pelatihan tenaga kerja b. Penempatan tenaga kerja c. Keselamatan dan kesehatan kerja d. Hubungan/kondisi kerja e. Waktu kerja dan waktu istirahat kerja f. Pengupahan/upah minimum dan pemenuhannya g. Jaminan sosial tenaga kerja
64
h. Pelaksanaan outsourcing i. Kebebasan berserikat bagi pekerja/buruh j. Perlindungan bagi pekerja perempuan k. Perlindungan bagi pekerja anak Norma-norma tersebut merupakan objek yang paling sering diawasi oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan sehingga hak-hak dari pekerja dapat terlindungi dan terpenuhi.. Namun sebenarnya ada 25 norma pokok yang merupakan objek pengawasan ketenagakerjaan, yaitu: a. Wajib lapor ketenagakerjaan b. Waktu kerja, waktu istirahat, dan perlindungan upah c. Hubungan kerja dan kebebasan berserikat d. BPJS dan kompensasi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja e. Penempatan dan pelatihan tenaga kerja di dalam negeri f. Penempatan dan pelatihan tenaga kerja di luar negeri g. Norma kerja anak h. Norma kerja perempuan i. Sarana dan fasilitas K3 j. Kelembagaan dan keahlian K3 k. K3 pesawat uap l. K3 bejana tekan m. K3 pesawat tenaga dan produksi n. K3 pesawat angkat dan angkut o. K3 listrik
65
p. K3 penyalur petir q. K3 lift r. K3 penanggulangan kebakaran s. K3 konstruksi bangunan t. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja u. Pemeliharaan kesehatan kerja v. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular di tempat kerja w. K3 lingkungan kerja x. K3 bahan berbahaya y. SMK38 6. Pelaksana Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Pasal 176 Undang-Undang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa, pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Selain itu, menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia, pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
8
Tim Penyusun Modul Diklat Pengawasan Ketenagakerjaan, Mata Diklat Pengawasan Ketenagakerjaan untuk calon Pengawas Ketenagakerjaan, h. ii.
66
Indonesia, yang diserahi tugas untuk mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Begitu juga dinyatakan dalam Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010, Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), bahwa pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dipertegas juga dalam Pasal 1 ayat (5) bahwa pegawai pengawas ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut pengawas ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat
dan
ditugaskan
dalam
jabatan
fungsional
Pengawas
Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Sehingga
dapat
ditarik
kesimpulan
bahwa
pengawasan
ketenagakerjaan dilakukan oleh seorang pegawai pengawas yang juga seorang Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kompetensi, keahlian khusus, bersifat independen dan juga ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
Republik
melaksanakan tugasnya
Indonesia
serta
guna mengawasi
independen
dalam
pelaksanaan peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan. B. Tinjauan Umum Jaminan Kesehatan Nasional 1.
Pengertian dan Pengaturan Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional
(SJSN)
yang diselenggarakan dengan
menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib
67
(mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (untuk selanjutnya disebut UU SJSN) dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.9 Selain diatur dalam UU SJSN, hal-hal yang berkaitan dengan Jaminan Kesehatan Nasional ini juga diatur lebih lanjut melalui beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain: a.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS);
b.
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
c.
Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;
d.
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan;
e.
Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Jaminan Sosial;
Kementrian Kesehatan, “Jaminan Kesehatan Nasional”, diakses http://www.jkn.kemkes.go.id/detailfaq.php?id=1, pada tanggal 10 Maret 14.23 WIB. 9
dari
68
f.
Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan
g. 2.
Peraturan-peraturan pelaksana lainnya.
Karakteristik Program Jaminan Kesehatan Nasional Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. a.
Prinsip asuransi sosial meliputi: 1) Kegotongroyongan antara peserta kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, serta yang berisiko tinggi dan rendah. 2) Dikelola dengan prinsip nirlaba, artinya pengelolaan dana digunakan sebesar besarnya untuk kepentingan peserta dan setiap surplus akan disimpan sebagai dana cadangan dan untuk peningkatan manfaat dan kualitas layanan. 3) Keterbukaan,
kehati-hatian,
akuntabilitas,
efisiensi,
dan
efektivitas mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. 4) Prinsip
portabilitas
jaminan
sosial
dimaksudkan
untuk
memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5) Kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif.
69
6) Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaikbaiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. 7) Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan
program
dan
untuk
sebesar-besar
kepentingan peserta. b.
Prinsip ekuitas, yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan dengan pembayaran iuran sebesar persentase tertentu dari upah bagi yang memiliki penghasilan dan pemerintah membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu.
3.
Tujuan Program Jaminan Kesehatan Nasional Tujuan dari penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan. Manfaat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan perseorangan yang komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis dengan menggunakan teknik layanan terkendali mutu dan biaya (managed care).
4.
Mekanisme Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional
70
Penyelenggara program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, sebagai badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Adapun berikut ini adalah hal-hal yang berkitan dengan penyelenggaraan programnya, antara lain: a.
Kepesertaan Beberapa pengertian: 1) Peserta adalah setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. 2) Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. 3) Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Peserta tersebut meliputi: 1) Peserta Peneriman Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. 2) Peserta bukan Peneriman Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:
71
a) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: (1) Pegawai Negeri Sipil; (2) Anggota TNI; (3) Anggota Polri; (4) Pejabat negara; (5) Pegawai pemerintah non pegawai negeri; (6) Pegawai swasta; dan (7) Pekerja yang tidak termasuk tersebut diatas yang menerima upah. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: (1)
Isteri atau suami yang sah dari peserta; dan
(2)
Anak kandung, anak tiri, dan/atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan kriteria: (a) tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan (b) belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. Sedangkan peserta bukan Penerima Bantuan Iuran
(PBI)
Jaminan
Kesehatan
Nasional
dapat
juga
mengikutsertakan anggota keluarga yang lain. b) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
72
(1) Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri; (2) Pekerja yang tidak termasuk tersebut diatas yang bukan penerima upah; (3) Pekerja sebagaimana dimaksud diatas, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. c) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas: (1) Investor; (2) Pemberi kerja; (3) Penerima pensiun; (4) Veteran; (5) Perintis kemerdekaan; dan (6) Bukan pekerja yang tidak termasuk dalam tersebut diatas yang mampu membayar iuran. d) Penerima pensiun, terdiri atas: (1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; (2) Anggota TNI dan anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; (3) Pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun; (4) Penemrima pensiun selain yang tersebut diatas; (5) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana tersebut diatas yang mendapat hak pensiun. e) Waraga Negara Indonesia (WNI) diluar negeri
73
Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundangundangan tersendiri. Ketentuan mengenai syarat pendaftaran diatur dalam peraturan BPJS, dan pendaftaran dilakukan di kantor BPJS Kesehatan
setempat/terdekat.
Adapun
mengenai
prosedur
pendaftaran peserta adalah sebagai berikut. 1) Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan. 2) Pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan. 3) Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan. Setiap peserta juga memiliki hak dan kewajiban, yaitu: 1) Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan identitas peserta dan manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. 2) Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk membayar iuran dan melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukan identitas peserta pada saat pindah domisili dan/atau pindah kerja.
74
Masa berlaku kepesertaan diatur sebagai berikut. 1) Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang bersangkutan membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta. 2) Status kepesertaan akan hilang bila peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hal tersebut diatas akan diatur dalam Peraturan BPJS. Sampai dengan saat ini masih dilakukan proses penahapan peserta, maksudnya adalah bahwa kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; Anggota TNI/PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya; Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019. b.
Iuran Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan. Hal ini sesuai dengan
75
bunyi dalam Pasal 16, Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Pembayaran iuran dilakukan oleh: 1) Pemerintah, bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI); 2) Pemberi kerja dan pekerja, bagi pekerja penerima upah; 3) Peserta yang bersangkutan, bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja. Besarnya iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ditetapkan melalui peraturan presiden (Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013) dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak. Besarnya iuran tersaji dalam tabel berikut ini. Tabel 1. Besaran Iuran Peserta Jaminan Kesehaan Nasional BENTUK PESERTA
BESARAN IURAN
KETERANGAN
IURAN
NILAI PBI
NOMINAL (per jiwa)
Ranap kelas 3 Rp 19.225,-
(Pasal 16 A dan Pasal 23)
76
Tabel 1. Besaran Iuran Peserta Jaminan Kesehaan Nasional lanjutan
Ranap kelas 1, kelas
PNS/ 5% TNI/
2
2% dari pekerja (per
POLRI/
3% dari pemberi kerja keluarga)
(Pasal 16 B dan Pasal 23)
PENSIUNAN 4,5% s.d. Juni 2015 PEKERJA
(per
PENERIMA
keluarga)
UPAH
dan
SELAIN PNS
5%
DLL
(per
0,5% dari pekerja
Ranap kelas 1, kelas
4% dari pemberi kerja mulai 1 Juli 2015 1% dari pekerja
2 (Pasal 16 C dan Pasal 23)
4% dari pemberi kerja keluarga) PEKERJA 1. Ranap kelas 3
BUKAN NILAI
1. Rp 25.500,-
NOMINAL
2. Rp 42.500,-
(per jiwa)
3. Rp 59.500,-
PENERIMA UPAH DAN BUKAN
2. Ranap kelas 2 3. Ranap kelas 1 (Pasal 16 F dan Pasal 23)
PEKERJA
Catatan: Batas atas upah (ceiling wage) untuk pekerja penerima upah swasta ditetapkan 2 kali PTKP-K1 (Rp 4.725.000,-) sedangkan Batas bawah upah adalah UMK di masingmasing kabupaten.
Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI). Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,
menambahkan
iuran
peserta
yang
menjadi
77
tanggungjawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran Jaminan Kesehatan Nasional dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh pemberi kerja. Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran ini dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan gaji atau upah peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan/atau peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan. c. Manfaat
78
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: 1) Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat. 2) Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio, dan Campak. 3) Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah. 4) Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Selain manfaat yang bersifat komprehensif, ada beberapa manfaat
yang
tidak
dijamin
meliputi:
tidak
sesuai
prosedur,pelayanan di luar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS, pelayanan bertujuan kosmetik, general checkup,
79
pengobatan alternatif, pengobatan untuk mendapatkan keturunan atau pengobatan impotensi, pelayanan kesehatan pada saat bencana, dan pasien bunuh diri/penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/bunuh diri/narkoba. d. Pengorganisasian Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh BPJS yang merupakan badan hukum publik milik negara yang bersifat non profit dan bertanggung jawab kepada presiden. BPJS terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi yang masing-masing memiliki fungsi, tugas, dan wewenang masing-masing yang saling terkait. BPJS melakukan kerja sama dengan lembaga pemerintah, lembaga lain didalam negeri atau diluar negeri dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan program Jaminan Sosial (JKN).
Monitoring
dan
evaluasi
penyelenggaraan
Jaminan
Kesehatan Nasional merupakan bagian dari sistem kendali mutu dan biaya. Kegiatan ini merupakan tanggung jawab menteri kesehatan yang dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan Dewan Jaminan Kesehatan Nasional. Pengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal. Pengawasan internal oleh organisasi BPJS meliputi: dewan pengawas dan satuan pengawas internal. Sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh: Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan lembaga pengawas independen.
80
Kantor pusat BPJS berada di ibukota negara, dengan jaringannya di seluruh kabupaten/kota. e. Penanganan Keluhan Penanganan keluhan merupakan salah satu komponen untuk menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan, baik yang bersifat administratif maupun bersifat medis. Permasalahan bisa terjadi antara peserta dan fasilitas kesehatan, antara peserta dan BPJS Kesehatan, antara BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan; atau antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan. Mekanisme yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan ketidakpuasan para pihak tersebut adalah: 1) Jika peserta tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, peserta dapat mengajukan pengaduan kepada fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS dan atau BPJS Kesehatan. 2) Jika peserta dan/atau fasilitas kesehatan tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari BPJS Kesehatan maka dapat menyampaikan pengaduan kepada menteri kesehatan. Jika terjadi sengketa antara peserta dengan fasilitas kesehatan, peserta dengan BPJS Kesehatan, BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan atau BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan maka sebaiknya diselesaikan secara musyawarah oleh para pihak yang bersengketa. Jika tidak dapat diselesaikan secara
81
musyawarah sengketa diselesaikan dengan cara mediasi atau pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. C. Peran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta (cq. Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja) dalam Pengawasan Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional 1.
Sumber Wewenang Pegawai Pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta (cq. Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja) yang merupakan unsur pelaksana dari Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di bidang ketenagakerjaan dan transmigrasi melalui Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 secara eksplisit disebutkan bahwa dalam melakukan pengawasan ketenagakerjaan/perburuhan dapat melakukan pemeriksaan ke semua tempat yang biasa dilakukan pekerjaan (perusahaan). Hal ini juga berkaitan dengan pelaksaanaan tugas dan fungsi seksi pengawasan ketenagakerjaan dalam Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2008 yang salah satunya, melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan pada perusahaan atau tempat-tempat kerja, lembaga ketenagakerjaan, lembaga pelatihan perusahaan penempatan tenaga kerja. Disamping sumber kewenangan yang sudah disebutkan, seorang pegawai pengawas tidak dapat serta merta datang begitu saja ke perusahaan untuk melakukan pemeriksaan, kecuali memang telah dijadwalkan pemeriksaan insidental. Hal lain yang perlu disiapkan adalah:
82
a.
Surat Tugas Sebelum melaksanakan pemeriksaan ke beberapa perusahaan, seorang pegawai pengawas wajib memiliki surat tugas. Surat tugas ini merupakan bukti legitimasi dari pelaksanaan tugas oleh yang bersangkutan. Dengan diketahui oleh atasan, biasanya surat tugas ini dibuat sendiri oleh pegawai pengawas yang bersangkutan dan dibubuhi tanda tangan kepala dinas selaku penanggung jawab. Isi dari surat tugas adalah mengenai penunjukan dirinya (pegawai pengawas) untuk melakukan pemeriksaan pada perusahaanperusahaan tertentu yang disebutkan dalam surat. Dengan adanya surat tugas ini, dapat diartikan bahwa, pegawai pengawas yang bersangkutan
telah
diberikan
kewenangan
untuk
melakukan
pemeriksaan. b.
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan ke Perusahaan Selain surat tugas, seorang pegawai pengawas sebelum melakukan pemeriksaan rutin pada perusahaan, wajib mengirimkan surat pemberitahuan pemeriksaan yang dikirimkan minimal 2 (dua) hari sebelumnya kepada perusahaan yang akan diperiksa. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan dapat melakukan persiapan terlebih dahulu,
khususnya
mengenai
dokumen-dokumen
pendukung
mengenai hal yang akan dilakukan pemeriksaan. Surat pemberitahuan ini berlaku untuk pemeriksaan pertama, pemeriksaan berkala, maupun pemeriksaan ulang. Sehingga hal ini tidak terjadi dalam pemeriksaan
83
insidental atau yang disebut pemeriksaan khusus, karena pegawai pengawas akan datang ke suatu prusahaan tanpa melakukan pemberitahuan sebelumnya. Pemeriksaan khusus biasanya dilakukan untuk perusahaan yang sedang bermasalah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan terhadapnya untuk mempelajari dan mengetahui permasalahan yang sebenarnya terjadi di lapangan. 2.
Rencana Kerja Pemeriksaan Rencana kerja pemeriksaan dan atau pengujian adalah rencana kegiatan pelaksanaan tugas pegawai pengawas ketenagakerjaan untuk periode tertentu dalam 1 (satu) bulan yang memuat jumlah dan jenis objek pengawasan ketenagakerjaan yang akan diperiksa atau diuji. Pelaksanaan pemeriksaan dan/atau pengujian didasarkan atas rencana kerja pemeriksaan yang disusun oleh pejabat atasan langsung pegawai pengawas ketenagakerjaan setempat dengan memperhatikan keadaan ketenagakerjaan di daerahnya. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan pengawasan dilakukan secara efektif dan efisien dengan mempertimbangkan prioritas pemeriksaan dan pengujian, antara lain tingkat kerawanan perusahaan dan tingkat risiko bahaya tempat kerja maupun peralatannya dibuat untuk suatu periode tertentu, biasanya untuk periode 1 (satu) bulan disesuaikan dengan jenis pemeriksaan yang dilakukan, yaitu: a.
Pemeriksaan
pertama,
yaitu
pemeriksaan
lengkap
terhadap
perusahaan atau tempat kerja yang baru yang belum pernah diperiksa.
84
b.
Pemeriksaan berkala, yaitu pemeriksaan yang dilakukan secara periodik setelah pemeriksaan pertama baik secara lengkap maupun sebagian.
c.
Pemeriksaan ulang, yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh pegawai pengawas yang lebih senior terhadap hasil pemeriksaan pertama maupun berkala karena adanya keraguan terhadap pemeriksaan sebelumnya.
d.
Pemeriksaan
khusus,
yaitu
pemeriksaan
terhadap
masalah
ketenagakerjaan yang bersifat khusus seperti pengujian, kecelakaan, adanya laporan, atau pengaduan pihak ke-3 dan perintah atasan. e.
Pengujian adalah kegiatan penilaian suatu objek teknis yang mempunyai risiko terhadap bahaya keselamatan dan kesehatan kerja.
f.
Pemeriksaan projustitia
yaitu serangkaian
kegiatan tindakan
pengawas ketenagakerjaan selaku penyidik PNS menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981. Rencana kerja pemeriksaan dan atau pengujian memuat daftar nama/tempat kerja, peralatan mesin dan pesawat, instalasi atau bahan kimia serta lingkungan kerja, alamat perusahaan. Jumlah perusahaan atau objek teknis yang akan diperiksa disesuaikan dengan target atau Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang sudah ditetapkan, harus dicapai sekurang-kurangnya 5 (lima) perusahaan atau objek teknis per bulan yang disesuaikan dengan kemampuan atau potensial daerah masing-
85
masing. Apabila target yang telah ditetapkan tidak tercapai dalam bulan tersebut maka perusahaan atau objek teknis dapat dimasukkan kedalam rencana kerja bulan berikutnnya. 3.
Kriteria Perusahaan yang Diawasi Pegawai pengawas pada tingkat provinsi dalam melakukan pengawasan ketenagakerjaan tentu saja mempunyai kriteria khusus dan tertentu yang menjadi bahan acuan untuk dapat dilakukannya suatu pengawasan. Selain merujuk pada ketentuan normatif, seperti Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang sudah ditetapkan, surat tugas ataupun ketentuan sejenis lainnya, pegawai pengawas pada tingkat provinsi saat ini fokus terhadap kategori perusahaan besar dan lintas provinsi, karena perusahaan besar ini yang cenderung lebih banyak melakukan pelanggaran. Dari sekian banyak jumlah perusahaan yang ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, yang seluruhnya sekitar 3.400 perusahaan, yang tergolong dalam kategori perusahaan besar jumlahnya sekitar 391 dan sisanya termasuk dalam kategori perusahaan kecil dan perusahaan sedang. 391 perusahaan inilah yang menjadi fokus pegawai pengawas tingkat provinsi dalam melakukan pengawasan.
4.
Prosedur Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukan melalui pemeriksaan
dan
atau
pengujian
terhadap
objek
pengawasan
ketenagakerjaan merupakan kegiatan yang esensial dari sistem pengawas
86
ketenagakerjaan, mengingat bahwa tolak ukur keberhasilan pengawas ketenagakerjaan sangat tergantung dari sub sistem ini. Oleh karenanya beberapa tahapan pemeriksaan dan atau pengujian harus ditempuh yaitu: a.
Hal – Hal yang Perlu Diketahui oleh Pegawai Pengawas 1) Peraturan Perundang-Undangan Sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam hal ini adalah mengimplementasikan tujuan serta fungsi dari dilakukannya pengawasan
ketenagakerjaan
yaitu
untuk
mengawasi,
memberikan nasihat/penerangan teknis, serta mengumpulkan bahan-bahan mengenai pelaksanaan peraturan perundangundangan maupun hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaannya serta penyempurnaan peraturan yang berlaku, maka sangat penting bagi seorang pegawai pengawas untuk mengetahui berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan. Seorang pegawai pengawas berkewajiban menjelaskan kepada pengusaha akan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan dan mengenai cara pemenuhannya. Demikian pula terhadap pekerja, ia harus mampu menjelaskan sejauh mana hak-hak yang dimilikinya atau bagaimana
peraturan
perundang-undangan
mengatur
dan
membela kepentingan dan hak mereka tersebut serta cara agar
87
pemenuhannya dapat dilaksanakan dengan baik. Termasuk penyelesaian jika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau keduannya. 2) Pengarahan Pimpinan Terhadap Pegawai Pengawas Dalam pelaksanaan tugas, seorang pimpinan memberikan delegasi ataupun melakukan pembagian tugas untuk setiap anggota
pegawai
pengawas.
Tujuan
dari
pendelegasian
wewenang atau pembagian tugas ini adalah agar semua tugas dapat terselesaikan dengan baik, juga sebagai alat penyeimbang volume beban kerja untuk setiap personel yang disesuaikan dengan tugas dan fungsi dari masing-masing personel. 3) Kepentingan yang Bertentangan Seorang pegawai pengawas hanya akan diperlakukan dengan hormat jika ia menumpahkan seluruh waktu dan perhatiannyapada pelaksaan tugas-tugas resminya. Oleh karena itu, seorang pegawai pengawas tidak boleh mempunyai kepentigan lainyang bertentangan dengan tugasnya. Jika pegawai pengawas mencoba untuk melakukan pekerjaan atau usaha lainyang ada hubungan dengan tugasnya, pegawai
pengawas
dapat
dituduh
menyalahgunakan
kedudukannya untuk kepentingan pribadi. Dalam keadaan bagaimanapun
seorang
pegawai
pengawas
tidak
boleh
88
mempunyai suatu kepentingan pribadi dalam perusahaan yang diperiksanya. 4) Tanggung Jawab dan Wewenang Pegawai Pengawas Selain terlibat dalam hubungan dinasnya dengan pengusaha dan pekerja, pegawai pengawas dalam posisi yang sama juga dapat terlibat dalam hubungan pribadi dengan masyarakat yang juga seorang pengusaha atau pekerja. Mengingat tanggung jawab dan wewenang yang dimiliki oleh pegawai pengawas, akan sangat penting bagi seorang pegawai pengawas untuk bisa menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak. Sebagai contoh ketika mereka menjumpai bahwa anak-anak dipekerjakan secara bertentangan dengan ketentuan hukum diwaktu jam sekolah atau dipekerjakan pada jenis-jenis pekerjaan terlarang, apabila seorang pegawai pengawas menjalin hubungan baik dengan sekolah-sekolah atau pejabat pemerintah setempat maupun badan-badan sosial lain, tentu akan dapat mempermudah pelaksanaan tanggung jawab dan tidak menyalahi batas wewenangnya. Oleh sebab itu, akan sangat penting bagi seorang pegawai pengawas untuk selalu membangun hubungan baik dengan pihak terkait terutama agar pelaksanaan tugasnya dapat berjalan efektif. b.
Penentuan Prioritas
89
Menentukan agenda pemeriksaan yang dibuat dengan penentuan prioritas merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang pimpinan atau atasan pegawai pengawas. Penentuan prioritas ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai
aspek
pemeriksaan,
kepentingan/masalah
yang
seperti:
dihadapi
mendesaknya
untuk
dilakukan
suatu suatu
pemeriksaan (berkaitan dengan dasar pelaksanaan pemeriksaan). Urutan prioritas yang sudah ditentukan sebagai agenda pemeriksaan bagi pegawai pengawas tidak boleh dirubah oleh pegawai yang bersangkutan tanpa melakukan konsultasi dengan atasan. Jika menurut pendapatnya, perlu dilakukan perubahan dalam urutan prioritas, ia harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan dengan atasan, sebagai contoh apabila alasan yang dikemukakan adalah bahwa jika urutan agenda pemeriksaannya diubah akan dapat menghasilkan penggunaan waktu yang lebih efektif bagi yang bersangkutan. Alasan atau bahan pertimbangan lainnya dapat berkaitan dengan keuangan yang berhubungan dengan letak geografis suatu perusahaan, penutupan sementara perusahaan atau tidak adanya orang yang bertanggungjawab ditempat karena sakit atau disebabkan oleh alasan lain. Apabila seorang pegawai pengawas tidak dapat melanjutkan pemeriksaan pada suatu perusahaan tertentu oleh karena keadaan yang tidak terduga sebelumnya, ia harus langsung menuju ke
90
perusahaan berikutnya menurut urutan prioritas yang ditentukan dalam jadwal kegiatnnya. c.
Persiapan Pemeriksaan Sebelum dilakukan pemeriksaan, pengujian, atau pemberian nasihat, pegawai pengawas ketenagakerjaan harus mempelajari dan mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang perusahaan yang akan diperiksa untuk pertama kali melalui data wajib lapor ketenagakerjaan untuk memastikan data dan kondisi perusahaan yang bersangkutan. Untuk pemeriksaan berkala maupun pemeriksaan ulang pengawas yang bersangkutan dapat melakukan pemeriksaan baik secara menyuluruh atau sebagian sesuai dengan kebutuhan setelah mempelajari riwayat singkat perusahaan (company profile) yang dapat dijadikan bahan pertimbangan efektifitas pengawas ketenagakerjaan. Riwayat singkat perusahaan (company profile) tersebut setidaknya memuat keterangan mengenai: 1) hasil utama/produksi perusahaan; 2) bagian-bagian serta jumlah dalam organisasi perusahaan; 3) susunan organisasi/pengurus perusahaan; 4) rincian mengenai ketentuan-ketentuan jaminan sosial yang bertalian dengan pensiun atau pemutusan hubungan kerja; 5) sifat produksi, apakah produksi bersifat musiman dan jika benar demikian bagaimana pengaruhnya terhadap besar kecilnya
91
jumlah tenaga kerja serta bagaimana kondisi perbandingan tenaga kerja terlatih dan yang tidak terlatih; 6) jumlah tenaga kerja dan pembagiannya menurut: a) pria, wanita, orang muda, anak-anak; b) golongan upah pokok; c) jenis-jenis keahlian. 7) cara menentukan tingkat keahian yang ditetapkan sepihak oleh pimpinan perusahaan berdasarkan latihan dalam pekerjaan (on the job) atau prestasi kerja; 8) ada atau tidaknya kerja shift; 9) rincian mengenai mesin-mesin atau peralatan-peralatan yang dipergunakan dalam proses produksi; 10) menggenai pekerjaan yang sangat berbahaya (jika ada); 11) bangunan-bangunan perusahaan termasuk keterangan mengenai bahan pembuatannya, ventilasi, penerangan, lantai, kamar kecil, air minum, poliklinik, ruang istirahat, dan fasilitas sejenis lainnya; 12) bahaya kebakaran yang disebabkan oleh sifat pekerjaan dan bahan-bahan dalam pembuatan lantai, atap, dinding, gang, pintu, tangga, dan tempat-tempat yang dipergunakan untukmenyimpan bahan-bahan mentah dan benda-benda yang sudah selesai dihasilkan.
92
Selain hal tersebut diatas pengawas ketenagakerjaan juga mempersiapkan sarana-sarana perlengkapan pegawai pengawas yaitu: 1) Sarana Formil Seorang pegawai pengawas ketenagakerjaan setiap saat, selama menjalankan tugas harus membawa legitimasi berbentuk kartu yang memuat foto dan tanda tangan yang bersangkutan dan dikeluarkan sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-03/MEN/1984, serta surat tugas, yang menunjukkan ia adalah petugas/wakil resmi dari dari pemerintah. Pada saat melakukan pemeriksaan, seorang pegawai pengawas ketenagakerjaan harus membawa peraturan perundangundangan beserta peraturan pelaksanaannya, juga harus mampu menjelaskan kepada pengusaha dan atau pengurus mengenai kewajibannya memenuhi peraturan perundang-undangan. Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengharuskan pengusaha untuk memasang pengumuman atau memberitahukan kepada seluruh pekerjanya dengan cara tertentu mengenai ringkasan dari isi/materi peraturan perundangundangan tersebut, lampiran, ataupun gambar-gambar yang berhubungan dengan hal-hal yang seringkali menjadi obyek pengawasan ketenagakerjaan. Dalam hal ini, pegawai pengawas harus dapat menjelaskan kepada pengusaha mengenai isi/materi
93
yang bersangkutan dan memberikan rekomendasi bagaimana sebaiknya suatu pengumuman diberitahukan. Semua sarana dari
dan/atau milik pemerintah yang
digunakan oleh pegawai pengawas dalam rangka pelaksanaan tugasnya wajib digunakan dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi pemborosan dalam pengadaannya. 2) Sarana Materiil Dalam seyogyanya
menjalankan membawa
tugas,
alat
pegawai
perlengkapan
pengawas
seperti
alat
pengangkutan, alat deteksi dan alat reksa uji lainnya yang diperlukan sesuai kebutuhan pelaksanaan tugasnya dengan tujuan pelaksanaan tugas menjadi lebih efektif dan efisien dan meminimalisir hambatan yang dimungkinkan terjadi selama proses pelaksanaan. Apabila keperluan untuk melaksanakan suatu rencana pemeriksaan adalah sedemikian rupa, hingga perlu untuk mempergunakan alat pengangkutan yang ditawarkan oleh pengusaha, maka hal itu hanya dapat dilakukan dengan izin atasan yang akan menjamin bahwa keadaan, waktu dan jarak yang bersangkutan akan dimasukkan dalam laporan pegawai pengawas ketenagakerjaan yang bersangkutan. Pegawai
pengawas
ketenagakerjaan
hanya
dapat
menggunakan kendaraan pemerintah untuk keperluan-keperluan
94
dinas, kecuali jika secara khusus dikuasakan lain dan harus selalu menjaga nama baik dari pemerintah dengan sedapat mungkin menghindari kecelakaan. Penggunaan pengangkutan/fasilitas yang ditawarkan oleh perusahaan tidak dibenarkan mempengaruhi pemikiran dan tindakan pegawai pengawas ketenagakerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan wewenangnya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus ditegakkan. 3) Pakaian Seragam Selain kedua sarana tersebut diatas, setiap pegawai pengawas selama menjalankan tugas harus mengenakan pakaian seragam dinas yang telah ditentukan sebagai wujud seorang petugas/wakil dari pemerintah yang melakukan pelaksanaan tugas sesuai dengan identitas yang sebenarnya. (c) Tahap Pemeriksaan 1) Kunjungan Pertama ke Perusahaan Kunjungan pertama ke perusahaan akan memiliki arti penting, terutama untuk kunjungan berikutnya (jika ada). Pemilihan waktu ini perlu untuk dipertimbangkan oleh pegawai pengawas, karena menyangkut kesan dan perkenan dari pihak perusahaan atau pengurus perusahaan. Kunjungan untuk keperluan pemeriksaan yang dilakukan di pagi hari adalah waktu
95
yang terbaik, dimana udara masih segar, semangat masih penuh, dan energi juga belum banyak terpakai. Namun, penting untuk menjadi bahan pertimbangan apabila kunjungan yang dilakukan akan dirasa mengganggu pekerjaan-pekerjaan rutin yang berhubungan dengan penyusunan rencana kerja atau atau pembukaan surat-surat pagi dan/atau kebiasaan-kebiasaan lain yang bisanya terdapat disuatu perusahaan. Untuk mengatasi hal yang demikian, biasanya pegawai pengawas akan melakukan kunjungan pertamanya pada waktu pagi menjelang siang atau pada siang hari. Sehingga jika diperlukan
atau
dijadwalkan
untuk
diadakan
kunjungan
berikutnya tidak mengalami kendala, karena dapat diatur dengan baik. Sebagai pelaksana pengawasan ketenagakerjaan, seorang pegawai pengawas harus menguasai betul tata cara pengawasan dan ia dapat mempersiapkan daftar mengenai hal-hal yang akan dibicarakan
dalam
kunjungan
pertama
dengan
pengurus
perusahaan, antara lain: a) Umum (1) Nama perusahaan yang sah dan merek dagang jika ada; (2) Nama lengkap dan jabatan orang yang diwawancarai; (3) Bentuk perusahaan; (4) Cabang atau anak perusahaan;
96
(5) Nama-nama anggota pimpinan yang penting dan jabatannya; (6) Berapa besar kepentingan keuangan pribadi anggotaanggota pimpinan dalam perusahaan tersebut; (7) Jika tergabung dalam suatu badan, dimana dan kapan tempat dan tanggal penggabugan; (8) Alamat dan nomor telepon perusahaan; (9) Jenis usaha; (10) Pengetahuan mengenai peraturan-peraturan perburuhan yang diberlakukan pada perusahaan tersebut; (11) Jumlah pekerja yang dipekerjakan dan bagaimana syaratsyarat kerjanya; (12) Golongan-golongan pekerjaan yang dipekerjakan dan jumlah tiap-tiap golongan; (13) Jam kerja setiap hari, siang dan malam; (14) Jumlah hari kerja dan bagian-bagian hari kerja setiap minggu; (15) Hari permulaan kerja setiap minggu; (16) Keterangan mengenai pekerjaan luar (jika ada); (17) Keterangan mengenai cara untuk latihan kejujuran, pengujian keterampilan, dsb; (18) Keterangan mengenai pekerja cacat yang dipekerjakan (jika ada);
97
(19) Keterangan mengenai usaha pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3); (20) Keterangan mengenai pendaftaran kecelakaan, cedera, dan hal-hal yang berkaitan dengan jabatan beserta laporan-laporan yang telah dibuat mengenai hal-hal tersebut; (21) Keterangan mengenai izin-izin, sertifikat-sertifikat atau penyimpangan-penyimpangan
yang
diberikan
oleh
pemerintah dalam hubungannnya dengan kegiatan perusahaan. d) Keterangan mengenai pekerja-pekerja luar (1) Keterangan mengenai usia dan jenis kelamin dari setiap pekerja yang dipekerjakan diluar; (2) Keterangan mengenai sifat pekerjaan rumah; (3) Keterangan mengenai jenis bahan mentah yangdiberikan perusahaan kepada pekerja luar untuk pembuatan, pengolahan, penyelesaian, dsb; (4) Keterangan mengenai cara dan jangka waktu penyerahan bahan kepada pekerja diluar dan pengumpulan hasil kerja yang sudah selesai yang dijadikan sebagai dasar pembayaran upah. e) Keterangan mengenai perusahaan dimana dipekerjakan hanya anggota-anggota keluarga pengusaha
98
(1) Keterangan mengenai usia, jenis kelamin, dan hubungan keluarga dari setiap anggota keluarga yang dipekerjakan; (2) Keterangan mengenai upah dari setiap anggota keluarga yang dipekerjakan; (3) Keterangan mengenai sekolah atau tidaknya anggota keluarga
yang berada dalam usia sekolah yang
dipekerjakan pada perusahaan keluarga. Dalam
pelaksanaan
kunjungan
pertama,
pegawai
pengawas juga perlu untuk menjelaskan mengenai kewajibannya untuk mengadakan wawancara jika dimungkinkan secara langsung dengan pekerja sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) UndangUndang No. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan. 2) Pemeriksaan Setelah berdiskusi pada pertemuan pertama, pegawai pengawas melakukan pemeriksaan ke semua bagian perusahaan dengan diantar oleh pengusaha atau wakil yang ditunjuk olehnya. Selama pemeriksaan ini, pegawai pengawas akan mengunjungi seluruh bagian perusahaan yang dapat dimasuki dengan cukup aman. Pegawai pengawas dapat mengajukan berbagai pertanyaan berkaitan dengan pemeriksaan yang mereka lakukan tanpa dipengaruhi oleh pengusaha atau wakil yang ditunjuk olehnya dan harus mencegah kemungkinan adanya bagian yang tidak diperiksa
99
baik karena unsur kesengajaan maupun karena desakan pimpinan perusahaan yang seolah-olah tidak ingin bagian tertentu tersebut untuk dikunjungi dengan alasan bahwa bagian tersebut tidak cukup penting untuk didatangi. Karena terkadang justru pada bagian inilah sering terdapat pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan dalam kondisi yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. 3) Penilaian Pegawai pengawas akan menguraikan hasil pemeriksaan secara seksama dari fakta-fakta dan uraian yang dikemukakan yang diberikan kepada pegawai pengawas, baik dari pekerja maupun pengusaha. Data hasil penilaian yang dilakukan oleh pegawai pengawas akan dituangkan dalam beberapa dokumen berikut ini, yang merupakan rangkaian yang tidak terlepas dari proses pemeriksaan. a. Kartu Pemeriksaan Berdasarkan hasil analisa dan penilaian, pegawai pengawas akan mengeluarkan kartu pemeriksaan yang berisi analisa dan hasil pemeriksaan pada perusahaan. Kartu pemeriksaan ini berfungsi sebagai perhitungan variabel kunjungan pegawai pengawas dalam jangka waktu tertentu (sebulan, setahun, dua tahun, dan seterusnya). Kartu
100
pengawasan ini dipegang atau disimpan oleh pegawai pengawas yang bersangkutan. b. Akta Pengawasan Ketenagakerjaan Agak berbeda dengan kartu pemeriksaan, meskipun substansi dari Akta Pengawasan Ketenagakerjaan ini tidak jauh berbeda dengan kartu pemeriksaan, namun akta ini dipegang atau disimpan oleh dan/atau di perusahaan. Apabila hasil dari pemeriksaan yang telah dilakukan ditemukan bahwa perusahaan tersebut tidak melaksanakan kewajibannya seperti yang diamanatkan oleh undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka perusahaan tersebut akan diberikan nota pemeriksaan pertama (NP1). Dan berlaku sebaliknya, apabila tidak ditemukan pelanggaran
yang
dilakukan
oleh
perusahaan
maka
pemeriksaan tidak dilanjutkan lagi atau dihentikan. Namun pegawai pengawas tetap melakukan pengisian pada Akte Pengawasan Ketenagakerjaan ini, sebagai bukti bahwa terhadap perusahaan yang bersangkutan sudah pernah dilakukan pemeriksaan yang berguna sebagai data aktif sekaligus arsip. c. Nota Pemeriksaan Nota pemeriksaan merupakan suatu peringatan yang dibuat oleh seorang pegawai pengawas ditujukan kepada
101
perusahaan yang telah diperiksa apabila perusahaan atau pimpinan perusahaan tersebut tidak melaksanakan kewajibankewajiban yang diatur dalam undang-undang dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku atau dengan kata lain perusahaan terebut melakukan pelanggaran. Nota pemeriksaan berisikan hal-hal berikut ini, seperti: 1) Fakta-fakta
yang
ditemukan
ketika
dilakukan
pemeriksaan oleh pegawai pengawas pada perusahan, dimana temuan ini membuktikan bahwa perusahaan yang bersangkutan melakukan penyalahgunaan wewenang atau ketidaktahuan
pemimpin
perusahaan
mengenai
isi
undang-undang dan/atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku
mengikat
sehingga
wajib
untuk
dilaksanakan; 2) Penerapan hukum positif atau aturan yang tercantum dalam undang-undang dan/atau peraturan perundangundangan pada perusahaan tersebut; 3) Saran dan masukan yang diberikan oleh pegawai pengawas
sebagai
rekomendasi
untuk
perbaikan
penerapan aturan undang-undang dan/atau peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku sehingga tidak lagi terjadi pelanggaran;
102
4) Sanksi apabila teguran atau peringatan dari pegawai pengawas tidak direspon oleh perusahaan. Setiap pembuatan nota pemeriksaan harus secara tegas disebutkan batas waktu kapan perusahaan harus memperbaiki pelanggaran dan batas waktu tersebut harus diberikan secara wajar. Hal ini dimaksudkan agar pemberian batas waktu dipertimbangkan sesuai dengan jenis pelanggarannya.10 Jadi pemberian batas waktu ini merupakan hak prerogatif pegawai pengawas tetapi harus benar-benar disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Misalnya pelanggaran karena tidak mempunyai peraturan perusahaan, tenggang waktu perbaikannya tidak mungkin hanya diberikan 1 (satu) minggu, sedangkan untuk pelanggaran karena perusahaan mempekerjakan pekerja lebih dari 7 (tujuh) jam sehari (untuk waktu kerja 6 (enam) hari)) dan 40 (empat puluh) jam seminggu tanpa izin adalah terlalu lama apabila diberikan waktu 2 (dua) minggu. Apabila setelah lewat dari jangka waktu yang ditentukan tidak ada tindak lanjut yang dilakukan oleh perusahaan, maka pegawai pengawas akan melakukan tindakan lanjutan sebagai peringatan bagi perusahaan atau
10
Republik Indonesia, Surat Edaran No : SE.7/M.BW/BP/87 tentang Petunjuk pelaksanaan Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. INS-05/M/BW/1987 tanggal 16 September 1987 tentang Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Ketenagakerjaan.
103
pengusaha agar dapat segera memberikan respon/tanggapan. Respon yang dimaksud adalah surat yang dibuat oleh pihak perusahaan yang ditujukan kepada pegawai pengawas yang melakukan pemeriksaan di perusahaannya yang isinya menyatakan
bahwa
perusahaan
dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan adanya respon tersebut maka pemeriksaan dicukupkan atau dihentikan sampai tahap tersebut. Tindakan lanjutan yang dimaksud paragraf diatas adalah
dibuatnya
Berita
Acara
Projustitia.
Hal
ini
dimaksudkan sebagai pemberitahuan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh pegawa pengawas merupakan pembinaan yang rasional. Apabila suatu perusahaan yang sudah lama berdiri dan
setiap
dilakukan
pemeriksaan
selalu
ditemukan
pelanggaran yang sama, maka kiranya sudah cukup beralasan apabila pengusaha yang tidak memenuhi nota pemeriksaan dalam waktu yang ditetapkan dibuatkan Berita Acara Projustitia. Untuk perusahaan yang baru pertama kali diadakan pemeriksaan setelah diberikan nota pemeriksaan tidak memenuhi dalam waktu yang telah ditetapkan adalah masih wajar apabila diberi peringatan yang kedua atau Nota Pemeriksaan Kedua. Apabila peringatan yang kedua tersebut
104
belum juga dipenuhi, maka cukup beralasan untuk dibuat Berita Acara Projustitia. Dibuatnya Berita Acara Projustitia merupakan tanda dimulainya tindakan penyidik untuk memulai penyidikan. Dimulainya proses penyidikan ini, menandakan
bahwa
penyelesaiaan
pelanggaran
yang
dilakukan perusahaan tersebut diselesaikan melalui jalur litigasi (pengadilan umum). Setelah proses penyidikan ini selesai, PPNS akan melimpahkan berkas penyidikan kepada kejaksaan untuk selanjutnya dilakukan proses penuntutan di pengadilan negeri. Untuk dapat memonitor pelanggaran yang sudah atau belum diperbaiki dalam waktu yang ditetapkan, maka pemeriksaan harus dilakukan secara berkesinambungan dan tuntas, dalam arti setelah batas waktu yang diberikan telah habis, segera diadakan pemeriksaan ulang atau dimonitor melalui sarana-sarana yang ada. 4) Penyelesaian Melalui Jalur Litigasi a) Pemberitahuan Pelanggaran Dalam hukum acara pidana ada tiga tahap yang dapat yang dapat dibedakan yaitu antara diketahuinya suatu tindak pidana dan dijatuhkannya suatu putusan pengadilan. Tahapan tersebut, yaitu: (1) Penyidikan
105
(2) Persiapan perkara (3) Penuntutan perkara dimuka pengadilan Perkara yang tidak selesai hanya dengan melalui pembinaan oleh pegawai pengawas maka akan diproses melalui jalur litigasi. Dalam hal ini terdapat peran penting dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk melakukan proses penyidikan sampai dengan selesai dan baru kemudian dapat diserahkan ke penuntut umum melalui penyidik Polri. Sesuai dengan undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Pasal 6 diterangkan mengenai PPNS yang diberi wewenang secara khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Dalam hal ini, penyidik bagi kasus ketenagakerjaan adalah PPNS yang juga seorang pegawai pengawas. Dibawah
ini
penulis
uraikan
jalannya
proses
penyidikan yang dilakukan oleh PPNS di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menangani suatu perkara. Pada saat penulis melaksanakan praktik kerja lapangan, sedang ada kasus yang ditangani oleh PPNS, meskipun kasus yang terjadi bukanlah kasus yang berklaitan dengan judul refleksi penulis. Namun, tetap dapat diambil
sebagai
contoh
mengenai
bagaimana
proses
penyidikan yang terjadi, yaitu dalam kasus Pengusaha PT.
106
Pertamina Training and Consulting (PTC) periode 1 September 2012 s/d 31 Juli 2013 yang tidak melaksanakan peraturan
perundangan
ketenagakerjaan
dan
diduga
melakukan tindak pidana pelanggaran yaitu tidak membayar upah lembur kepada pekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 187 ayat (1) jo. Pasal 78 ayat (2) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Berikut ini adalah urutan jalannya proses penyidikannya: 1.
Pencarian Pengumpulan Bahan Keterangan (Capulbaket) Penyidikan dapat dilakukan secara terbuka ataupun secara tertutup, dalam hal penyidikan dilakukan secara terbuka maka PPNS ketenagakerjaan wajib menunjukan kartu tanda pengenalnya dan Surat Perintah Tugas kepada para pihak yang dimintai bahan keterangan. Sedangkan dalam hal penyidikan dilakukan secara tertutup, PPNS hanya melakukan observasi lapangan dengan tetap berpakaian seragam kerja yang sah. Dalam hal perkara diketahui berdasarkan laporan, maka PPNS ketenagakerjaan melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan menindaklanjuti laporan tersebut dengan meminta keterangan saksi-saksi dan mengumpulkan bukti. Lain halnya jika peristiwa tersebut tertangkap tangan, PPNS yang bersangkutan dapat langsung memeriksa pelaku, para saksi, dan menyita/menyimpan barang bukti yang terkait.
107
Untuk kasus-kasus tertentu yang memerlukan olah tempat kejadian perkara, PPNS mencari keterangan, petunjuk, bukti, serta identitas pelaku maupun saksi untuk kepentingan penyidikan selanjutnya dan dapat berkoordinasi dengan penyidik Polri setempat demi kelancaran tugas. Hasil pengumpulan bahan dituangkan dalam bentuk laporan dan harus benar-benar diolah, dianalisa, disusun serta disajikan sehingga merupakan keterangan yang berguna untuk kepentingan penyidikan. 2.
Persiapan Pengumpulan Bahan Keterangan. Untuk dapat melakukan pengumpulan bahan keterangan, sehingga nantinya terkumpul data yang lengkap serta cukup akurat dan peaksanaan yang efektif dan efisien, seorang PPNS diupayakan harus: a.
mempersiapkan fisik;
b.
mobilitas yang tinggi;
c.
bersikap siaga;
d.
memiliki disiplin, motivasi, serta dedikasi yang tinggi;
e.
kesetiaan dan kejujuran;
f.
percaya diri;
g.
rajin, tekun, dan ulet;
h.
memiliki keberanian dan ketabahan dalam menghadapi risiko;
i.
cermat, teliti, dan tanggap dalam menilai keadaan/situasi;
108
j.
menguasai Kitan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
dan
perundang-undangan
yang
menjadi
kewenangannya; k.
mengetahui situasi, karakteristik lingkungan dan sasaran;
l.
mengetahui kegunaan capulbaket yang dilakukan serta mampu membuat prakiraan sementara tentang informasi yang didapat atau ditemukan.
3.
Pelaksanaan Pencarian Pengumpulan Bahan Keterangan PPNS
ketenagakerjaan
dalam
melakukan
capulbaket
diharapkan untuk melakukan pengamatan atau observasi dengan panca indera secara teliti terhadap orang, surat/dokumen, tempat dan situasi. Beberapa hal yang dapat dilakukan PPNS antara lain: a.
Pengamatan terhadap orang yang dilakukan dengan meneliti ciri-cirinya secara umum, khusus, dan ciri yang dapat berubah.
b.
Pengamatan terhadap benda yang dimulai dengan melakukan pengamatan dari ciri-ciri umum kemudian ke ciri-ciri khusus yang membedakan dengan yang lain.
c.
Pengamatan terhadap tempat,
d.
Wawancara (interview)
e.
Surveillance
f.
Penyamaran (undercover), seorang PPNS dapat melakukan penyamaran dalam hal tidak memungkinkan didapat dengan cara terbuka sehingga perlu penyamaran untuk dapat
109
menyusup kedalam sasaran untuk memperoleh capulbaket yang diperlukan. 4.
Gelar Perkara Gelar perkara merupakan upaya yang ditempuh oleh PPNS ketenagakerjaan dengan tujuan untuk membedah perkara, melakukan tindakan percepatan bagi penyelesaian proses penyidikan serta mengetahui dan mengatasi kendala atau kekurangan dalam kegiatan penyidikan. Gelar perkara ini juga merupakan sarana pengawasan dan pengendalian yang berfungsi untuk kepentingan pertanggungjawaban manajemen dan pertanggungjawaban teknis/taktis serta yuridis bagi atasan PPNS.
5.
Penindakan Setelah diketahui bahwa suatu peristiwa yang terjadi diduga atau merupakan tindak pidana, segera dilakukan penyidikan melalui kegiatan penindakan, pemeriksaan, serta penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Penindakan merupakan upaya paksa dalam kegiatan penyidikan tindak pidana, meliputi kegiatan untuk melakukan pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
6.
Melakukan Persiapan Penyidikan a.
Persiapan Tempat Penyidikan
b.
Persiapan Pengorganisasian
110
c. 7.
Mempersiapkan Petugas PPNS
Administrasi Penyidikan Administrasi penyidikan digolongkan dalam 2 (dua) hal, yaitu: a.
Administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas perkara terdiri dari: 1) Sampul berkas perkara 2) Daftar isi berkas perkara 3) Isi berkas perkara, dengan rincian: a)
Resume
b) Laporan kejadian c)
Berita acara
d) Surat-surat e) b.
Daftar barang bukti
Administrasi penyidikan yang tidak merupakan isi berkas perkara, yaitu: 1) Surat-surat 2) Buku-buku register / ekspedisi / daftar
8.
Pemeriksaan Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan, dan keidentikan tersangka dan/atau saksi dan/atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau
111
peranan seseorang maupun barang bukti didalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Pemeriksaan dilakukan atas dasara laporan kejadian, laporan hasil pengawasan petugas pengawas ketenagakerjaan yang dibuat atas perintah pimpinannya, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di tempat kejadian perkara dan penyitaan, petunjuk dari penuntut umum untuk melakukan pemeriksaan tambahan, dan dalam hal saksi/tersangka berada diluar wilayah hukum PPNS yang melakukan penyidikan dapat meminta dan/atau dikoordinasikan pada Korwas PPNS atau penyidik Polri dari kesatuan dimana saksi/tersangka berada. 9.
Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara Penyelesaian
dan
penyerahan
berkas
perkara
merupakan kegiatan akhir dari proses penyidikan yang dilakukan oleh PPNS ketenagakerjaan. Kegiatannya meliputi: a.
Pembuatan Resume
b.
Pemberkasan
c.
Penyerahan Berkas Perkara
d.
Penyerahan Tanggung Jawab Atas Tersangka dan Barang Bukti
e.
Penghentian Penyidikan.
112
5.
Hambatan Pelaksanaan Pengawasan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional Ada beberapa hal yang masih menjadi hambatan dalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan, terutama mengenai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional. a.
Peraturan Perundang-Undangan Program jaminan kesehatan nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan masih terbilang baru, pelaksanaannya dimulai pada pertengahan tahun 2014 sehingga masih perlu dilakukan banyak penyempurnaan. Dalam pelaksanaan program ini sendiri, terutama berkaitan dengan pengaturan pelaksanaannya dalam pertauran perundangundangan, dari sekian banyak peraturan yang mengatur belum mengatur secara detail mengenai pengawasan eksternal yang dilakukan oleh pihak ketiga, atau dengan kata lain, sistem check and balance belum diterapkan dengan baik dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional ini. Pasalnya, pada pelaksanaan dilapangan, masih terdapat kebigungan-kebingungan peserta program (khususnya para pekerja dari suatu perusahaan) yang ternyata kurang mengetahui jelas mengenai seluk beluk program, sehingga suatu ketika mereka dihadapkan pada suatu masalah yang terjadi adalah kebingungan. Untuk menghindari hal-hal semacam itu, sudah
113
seharusnya dilakukan koordinasi yang baik antara satu pihak dan pihak lainnya. Diperjelasnya pengaturan untuk peran pihak ketiga juga diharapkan dapat menjadi solusi dalam hal ini. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan bagian dari pelaksana tugas pemerintah, patut untuk dipertimbangkan sebagai pihak ketiga yang mengemban tugas untuk mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional sehingga program yang dijalankan sesuai dengan yang diharapkan oleh semua pihak yang sama-sama memiliki kepentingan. b. Kebutuhan Pegawai Pengawas Jumlah pegawai pengawas pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa saat ini berjumlah 3 (tiga) orang. Padahal dalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan, idealnya seorang pegawai pengawas dalam kurun waktu 1 (satu) bulan memeriksa 5 (lima) perusahaan yang dapat diartikan dengan 60 (enam puluh perusahaan) dalam 1 (satu) tahun diluar pemeriksaan khusus. Dan untuk pengawas spesialis keselamatan dan kesehatan kerja wajib melakukan pengujian sekurang-kurangnya 8 (delapan) objek K3 setiap bulan, diluar pengujian khusus sesuai peraturan perundangundangan11. Sedangkan jumlah perusahaan yang harus diperiksa di
11
Tim Penyusun Materi Pokok-Pokok Norma Standar Posedur dan Kriteria (NSPK) Pengawasan Ketenagakerjaan Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, (Yogyakarta), h. 11.
114
Daerah Istimewa Yogyakarta per tahun 2015 ini setidaknya berjumlah 3.400 (tiga ribu empat ratus) perusahaan dengan jumlah perusahaan yang termasuk dalam kategori perusahaan besar ada setidaknya 391 perusahaan yang menjadi fokus untuk dilakukan pengawasan terhadapnya. Perbandingan antara jumlah pegawai pengawas yang ada dengan jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria untuk diperiksa ini menunjukan bahwa jumlahnya yang tidak seimbang. Jika dibulatkan jumlah perusahaan yang harus diperiksa oleh pegawai pengawas provinsi adalah 390 (tiga ratus sembilan puluh) perusahaan, maka seorang pegawai pengawas harus melakukan pemeriksaan paling tidak 97 (sembilan puluh tujuh) perusahaan dalam kurun waktu setahun, melebihi ketentuan NSPK yang ditetapkan. Jikapun pengawasan dilakukan sesuai dengan ketentuan NSPK berarti masih banyak perusahaan yang tehadapnya tidak dilakukan pemeriksaan, sehingga dapat menimbulkan kesenjangan. 6.
Contoh Hasil Pengawasan a.
Hasil Pemeriksaan pada PT. Budi Manunggal Ditengah-tengah pelaksanaan kegiatan praktik kerja lapangan, penulis sempat melakukan kunjungan ke perusahaan. Selain untuk mengetahui bagaimana proses pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukan dengan mengunjungi perusahaan, maksud dari kunjungan ini adalah agar penulis bisa mendapatka data primer. Sehingga data
115
yang penulis sajikan dalam bagian refleksi ini lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan hasil kunjungan yang penulis lakukan, penulis membuat lembar pemeriksaan yang penulis lampirkan dalam daftar lampiran. Berikut ini adalah analisis dari lembar pemeriksaan yang penulis buat pada saat melakukan kunjungan pada PT. Budi Manunggal yang beroperasi sebagai produsen yang memproduksi golf gloves atau sarung tangan golf, beralamat di Jalan Peleman No. 17 Rejowinangun,
Yogyakarta,
penulis
telah
membuat
lembar
pemeriksaan. Dari lembar pemeriksaan tersebut dapat penulis uraikan bahwa perusahaan yang bersangkutan termasuk dalam kategori perusahaan yang baik. Memberikan hak-hak pekerjanya dan memperhatikan kesejahteraannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang
berlaku
khususnya
di
bidang
ketenagakerjaan. Pada saat melakukan kunjungan, penulis bertemu langsung dengan pimpinan perusahaan yang bersangkutan, yaitu bapak Suratman, beliau ramah dan cukup kooperatif dalam memberikan tanggapan atas pertanyaaan yang penulis ajukan. Semua informasi dapat dipaparkan dengan jelas dan lengkap, terutama mengenai data pekerja dari perusahaan tersebut. Karyawan di PT. Budi Manunggal seluruhnya berjumlah 430 orang dengan rincian 334 orang wanita dan 96 orang lainnya adalah
116
pria. Perusahaan ini memegang lisensi merek luar negeri, walaupun begitu seluruh pegawainya adalah Warga Negara Indonesia. Rata-rata pekerja berusia diatas 35 (tiga puluh lima) tahun dan di perusahaan ini sangat jarang terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan karena pengunduran diri, kebanyakan PHK hanya terjadi karena usia para karyawan yang mencapai batas usia pensiun. Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa lingkungan kerja di perusahaan ini dirasa cukup kondusif oleh para karyawan sehingga mereka betah bekerja karena merasa nyaman. Pada kebijakan sebelumnya, perusahaan memberikan fasilitas makan siang di kantor, namun karena alasan tertentu hal tersebut sudah tidak dilakukan lagi sehingga tunjangan makan dimasukkan kedalam komponen gaji mereka. Selain tunjangan makan dan tentunya gaji pokok yang merupakan komponen wajib dalam pelaksanaan pengupahan, tunjangan berkala dan tunjangan jabatan juga diberikan sebagai bagian dari upah. Ada juga Tunjangan Hari Raya (THR) yang diberikan 1 (satu) tahun sekali pada saat menjelang hari raya. Upah pekerja dibayarkan setiap bulannya melalui transfer ke rekening masing-masing pekerja. Upah yang diayar tersebut sudah sesuai dengan ketentuan upah minimum yang ditetapkan oleh gubernur melalui Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 252/KEP/2014 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk Kota Yogyakarta
117
sendiri besaran upah minimum atau upah terendahnya adalah Rp 1.302.500,00. Jam kerja juga diatur sedemikian rupa sehingga pelaksanaan pekerjaan berjalan efektif namun tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perusahaan membuat kebijakan bahwa jam kerja dimulai pada pukul 07.30 sampai dengan pukul 16.00 setiap harinya untuk hari Senin sampai Kamis. Sedangkan di hari Jumat, untuk memenuhi ketentuan 40 jam/minggu maka jam kerja dimulai pada waktu yang sama dan berakhir pada pukul 16.30. Dalam undang-undang diatur bahwa setelah bekerja selama 4 (empat) jam berturut-turut maka pengusaha wajib memberikan waktu istirahat bagi pekerjanya, di perusahaan ini waktu istirahat dilakukan pada pukul 12.00, namun sebelum itu, setiap pukul 09.30 diberikan waktu coffe break untuk minum selama 10 (sepuluh) menit sehingga para pekerja kembali segar dan semangat untuk bekerja kembali. Ini merupakan salah satu langkah untuk mengatasi kejenuhan bekerja yang dilakukan perusahaan. Begitu juga dengan lembur serta pembayaran upahnya, PT. Budi Manunggal menggunakan pedoman sesuai dengan yang ada pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep102/Men/2004, dengan rincian sebagai berikut: a.
Waktu kerja lembur untuk seminggu adalah 14 (empat belas) hari.
b.
Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja:
118
1) untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah sejam; dan 2) untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2 (dua) kali upah sejam. c.
Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu maka: 1) perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 (empat) kali upah sejam; dan 2) apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek, perhitungan upah lembur 5 (lima) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam keenam 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur ketujuh dan kedelapan 4 (empat) kali upah sejam.
d.
Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu, maka perhitungan upah kerja lembur untuk 8 (delapan) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam kesembilan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam, jam kesepuluh dan kesebelas 4 (empat) kali upah sejam.
119
Aturan mengenai cuti juga diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang mereka miliki lengkap dengan durasi waktunya. Seluruh pekerja juga didaftarkan kepesertaan dalam program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan sehingga jika terjadi sesuatu pada pekerja dan berhubungan dengan pelayanan program BPJS tersebut tidak perlu ribet untuk mengurusnya,
sehingga
jaminan
sosial
mereka
terjamin
keberlangsngannya. Sebagai data tambahan, selama dua tahun terakhir tidak terjadi kecelakaan kerja pada saat bekerja. Kecelakaan kerja yang pernah terjadi di perusahaan ini pada saat bekerja biasanya adalah akibat tertusuk jarum jam. Dan sampai dengan bulan Maret 2015, hanya terjadi 1 (satu) kasus kecelakaan kerja, yaitu kecelakaan yang terjadi pada waktu berangkat kerja. b.
Hasil Pengujian Alat-Alat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Hotel Grand Aston Selain hasil pemeriksaan diatas, berikut juga penulis sajikan contoh hasil pengujian pemeriksaan alat-alat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang dilakukan pada Hotel Grand Aston yang beralamat di Jalan Urip Sumoharjo No. 37 Yogyakarta yang merupakan hotel berbintang lima yang mempunyai fasilitas 141 (seratus empat puluh satu) kamar tamu dan suite. Meskipun merupakan hotel berbintang lima, berdasarkan hasil pemeriksaan/pengujian terhadap alat-alat keselamatan dan kesehatan
120
kerja (K3) (terdapat dalam lampiran) hasilnya masih kurang memuaskan, beruntungnya sampai pada saat pemeriksaan/pengujian belum pernah terjadi kecelakaan kerja yang terjadi pada saat melakukan pekerjaan dan tidak menimbulkan kerugian. Sehingga kekurangan-kekurangan pada alat-alat keselamatan dan kesehatan kerja dapat segera dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Berikut ini penulis rincikan hasil pemeriksaan/pengujian alatalat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada Hotel Grand Aston yang memiliki 85 pekerja yang terdiri dari 42 orang laki-laki dan 43 orang perempuan. Belum terdapat poster Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, meskipun sudah terpasang poster K3 yang sesuai dengan ketentuan beberapa tanda-tanda larangan yang disesuaikan dengan sifat bahaya yang ada. Sudah terdapat alat pelindung diri (APD) meskipun jumlahnya belum sesuai dengan ketentuan karena semestinya, untuk masing-masing alat pelindung diri (APD) jumlahnya disesuaikan dengan jumlah orangnya, sehingga paling tidak tiap 1 (satu) orang mendapatkan fasilitas 1 (satu) alat pelindung diri (APD) yang disediakan secara cuma-cuma oleh pengusaha atau perusahaan. Sayang
sekali
belum
terdapat
Program
Pembinaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan ahli K3 yang merupakan bentuk perwujudan komitmen dari pimpinan perusahaan
121
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3), padahal dengan adanya Program Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) manfaat yang didapat adalah mempercepat birokrasi, pengambilan keputusan, serta dapat menjadi tim pengawasan tidak langsung atas program dan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di perusahaan. Namun pengurus sudah melakukan pembinaan
dan
beberapa
kali
melakukan
latihan
dibidang
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Para karyawan sudah didaftarkan pada keanggotaan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan yang merupakan jaminan asuransi apabila terjadi hal-hal seperti kecelakaan kerja ataupun sakit yang kesemuanya tidak diduga. Karena dokter dan tenaga medis perusahaan meskipun sudah ada ternyata mereka belum bersertifikat sehingga hanya dapat menangani kasus-kasus kesehatan hanya dalam keadaan tertentu saja. Untungnya, pemeriksaan kesehatan (medical check-up) karyawan yang wajib dilakukan perusahaan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sekali sudah dilakukan dan dapat tertangani dengan baik. Dalam hal pengelolaan limbah, hotel ini sudah menertibkan pengelolaannya, dengan cara ditampung dan kemudian dikelola sedemikian rupa sehingga ketika dilakukan pembuangan limbah yang bersangkutan sudah tidak berbahaya dan membahayakan karena hal
122
ini merupakan bagian dari tindak lanjut pengujian lingkungan kerja yang sudah dilakukan oleh perusahaan.