BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang memiliki peranan strategis dalam perekonomian suatu negara. Walaupun saat ini berkembang penggunaan transaksi secara elektronik, namun tidak mengurangi pentingnya transaksi tunai. Terlebih lagi dalam masyarakat Indonesia sebagian besar masyarakat masih menggunakan uang kartal (uang kertas).1 Di era perekonomian yang terpuruk karena krisis ekonomi yang melanda negara-negara di dunia ini mengakibatkan keadaan hidup dan kebutuhan hidup manusia dirasa sangat menghimpit. 2 Peran uang yang begitu pentingnya telah menumbuhkan keinginan manusia untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya dan tidak jarang cara-cara untuk memperoleh uang dilakukan dengan melawan hukum. Kejahatan pemalsuan mata uang dewasa ini semakin merajalela dalam skala yang besar dan sangat merisaukan di mana dampak yang paling utama yang ditimbulkan oleh kejahatan pemalsuan mata uang ini yaitu dapat mengancam kondisi moneter dan perekonomian nasional. Dari segi dampaknya terhadap kepentingan negara, kejahatan pemalsuan uang menghancurkan kepercayaan
1
Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, “Ringkasan Penelitian Hukum Tindak Pidana di Bidang Mata Uang”, makalah dalam Seminar Kejahatan Terhadap Mata Uang dan Upaya Penegakan Hukumnya di Wilayah Sumatera Utara pada tanggal 14 Januari 2006 di Biro Rektor USU, Medan, hal. 7-8. 2 H. Jantokartono Moeljo, SH, MH, “Kejahatan terhadap Mata Uang dan Upaya Penegakan Hukumnya di Wilayah Hukum Sumatera Utara”, makalah dalam Seminar Kejahatan Terhadap Mata Uang dan Upaya Penegakan Hukumnya di Wilayah Sumatera Utara pada tanggal 14 Januari 2006 di Biro Rektor USU, Medan, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat terhadap mata uang sendiri.Wilayah hukum Kotamadya Medan termasuk sasaran pengedaran uang kertas rupiah palsu dimana berdasarkan data uang palsu yang diperoleh dari Bank Indonesia Medan serta kasus-kasus uang palsu yang ditangani oleh Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya (Poltabes MS) kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pemalsuan mata uang ternyata juga menimbulkan kejahatan-kejahatan lainnya seperti terorisme, kejahatan politik, pencucian uang (money laundring), pembalakan kayu secara liar, perdagangan orang dan lainnya, baik yang dilakukan secara terorganisasi maupun bersifat antar negara. Bahkan modus dan bentukbentuk kejahatan pemalsuan mata uang semakin berkembang, sementara ketentuan pidana pemalsuan uang yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Pidana tidak mengatur jenis perbuatan tersebut dan sanksi yang diancamkan perlu ditingkatkan. Secara umum kejahatan pemalsuan mata uang dilatarbelakangi oleh motif ekonomi, walaupun dalam beberapa kasus tidak tertutup kemungkinan ada motif-motif lain seperti motif politik atau strategi ekonomi dan moneter, namun hal tersebut sulit untuk dibuktikan. Saat ini, angka pengangguran di Indonesia dapat dikatakan cukup tinggi. Pengangguran tersebut tentunya akan mempengaruhi roda perekonomian di Indonesia. Apalagi, belum lama ini terjadi krisis finansial global yang juga memberikan dampak negatif bagi Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat yang miskin menjadi semakin miskin. Dampak pengangguran tidak hanya menyebabkan pertumbuhan perekonomian Indonesia menjadi lambat, tetapi
Universitas Sumatera Utara
angka kriminalitas di Indonesia juga ikut meningkat. Kejahatan yang terjadi di dunia nyata sudah cukup kompleks. Bahkan kejahatan-kejahatan tersebut memiliki sindikat yang susah dilacak. Dari banyak jenis kejahatan yang terjadi, beberapa diantaranya melibatkan uang sebagai barang kejahatannya. Seperti halnya dengan korupsi yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Uang hasil kejahatan itu kemudian dilarikan atau “dicuci” (money laundring) untuk menghindari pelacakan. Selain korupsi, ada kejahatan lain yang juga melibatkan uang dengan nominal yang cukup besar antara lain kejahatan pemalsuan uang. Bank Indonesia yang bertugas sebagai pengendali jumlah uang beredar pun mengakui bahwa dari tahun ke tahun, peredaran uang palsu semakin meningkat. 3 Tentu saja hal ini sangat merugikan negara. Problema pokok dalam kejahatan pemalsuan mata uang dapat diselesaikan secara yuridis terhadap masalah yang ditimbulkan berkenaan dengan hukum positif. Usaha penanggulangan kejahatan pemalsuan mata uang pada hakekatnya merupakan bagian usaha penegakan hukum pidana. Namun sayangnya penegakan hukum terhadap kasus pemalsuan uang yang terjadi dinilai masih belum cukup baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan rendahnya sanksi yang dijatuhkan oleh pengadilan yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku pemalsuan uang. Selain itu, pengaturan kejahatan pemalsuan mata uang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, hanya terdapat dalam Pasal 65 dan Pasal 66 yang berkaitan dengan kewajiban menggunakan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.
3
http://paskakurniajati.blogspot.com/2009/02/pemalsuan-uang.html
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan kejahatan pemalsuan mata uang diatur dalam KUH Pidana Pasal 244 – Pasal 252. Selain itu pula, kejahatan mata uang dalam KUHP masih bersifat terbatas. KUHP tidak dapat menjangkau kejahatan-kejahatan mata uang lainnya yang berkembang pesat dengan menggunakan perkembangan teknologi. Dalam perkembangan kejahatan pemalsuan mata uang mutakhir telah terjadi perubahan paradigma kejahatan pemalsuan mata uang, tidak hanya sebagai alat tukar tetapi juga sebagai alat politik dan penjajahan ekonomi dengan pelaku tidak hanya individu tetapi juga korporasi yang dilakukan secara terorganisasi dan bersifat transnasional. Kemudian terdapat beberapa peraturan perundang-undangan lain yang
mengatur mata uang seperti Peraturan Bank Indonesia Nomor:
6/14/PBI/2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah, mengakibatkan kemungkinan tumpang tindih pengaturan atau terlewatkan dalam pengaturan. 4 Oleh karena itu, penanggulangan kejahatan pemalsuan uang membutuhkan pengaturan yang lebih komprehensif dengan mengacu pada prinsip-prinsip kriminalisasi. Kiranya pengaturan khusus sudah dirasakan sangat mendesak sehingga perundang-undangan ini dapat digunakan sebagai lex specialis. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dianggap sangatlah perlu bagi semua penegak hukum untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu kerjasama antara lembaga-lembaga yang saling terkait harus ditingkatkan pula dalam menangani kasus-kasus kejahatan pemalsuan mata uang. Terlebih mengingat 4
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR-RI, “Tanggapan terhadap Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Baleg DPR-RI Tentang Mata Uang”, 2006.
Universitas Sumatera Utara
peran kepolisian sebagai pihak yang mengambil tindakan pertama terhadap kejahatan pemalsuan mata uang rupiah ini. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan pemecahan terhadap masalah-masalah yang telah terjadi, dengan maksud agar negara dan masyarakat Indonesia termasuk masyarakat di wilayah hukum Kotamadya Medan tidak selalu dirugikan oleh perbuatan orang-orang atau kelompok-kelompok pelaku kejahatan pemalsuan uang dan menyelamatkan negara dari ancaman kerugian perekonomian negara serta mengangkat martabat negara. Berdasarkan hal ini maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya di Kotamadya Medan.
B. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi yang berjudul “Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya di Kotamadya Medan” adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana ketentuan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya dalam hukum positif Indonesia? 2. Bagaimana penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya (di wilayah hukum Kotamadya Medan)? 3. Kendala apa yang dihadapi dalam upaya penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya (di wilayah hukum Kotamadya Medan)?
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum terhadap kejahatan pemalsuan mata uang rupiah dalam hukum positif Indonesia. 2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya (di wilayah hukum Kotamadya Medan). 3. Untuk mengetahui kendala apa yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas dan pengedarannya (di wilayah hukum Kotamadya Medan).
D. Manfaat Penulisan 1. Adapun manfaat teoritis dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.1. Dapat memberikan informasi, baik kepada kalangan akademis maupun untuk kalangan masyarakat terutama masyarakat di wilayah hukum Kotamadya Medan tentang pentingnya mengetahui hal-hal apa yang harus dilakukan apabila menerima uang yang diragukan keasliannya. 1.2 Dapat memberikan informasi kepada kita semua, bahwa pemalsuan terhadap mata uang rupiah merupakan suatu kejahatan yang sangat merugikan negara dan mengancam stabilitas perekonomian negara yang harus ditindak dengan tegas oleh para penegak hukum. 2. Adapun manfaat praktis dari penulisan skripsi ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
2.1 Untuk dapat berperan dalam membantu para penegak hukum melakukan pemberantasan kejahatan pemalsuan mata uang rupiah, agar masyarakat termasuk masyarakat di Kotamadya Medan menjadi lebih sadar untuk melaporkan apabila terjadi kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah. 2.2 Agar pihak kepolisian dan Bank Indonesia semakin meningkatkan kerjasamanya dalam rangka mengupayakan penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah serta pengedarannya. 2.3 Agar para penegak hukum menjalankan fungsinya dengan semaksimal mungkin terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah.
E. Keaslian Penulisan Skripsi yang berjudul “Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya di Kotamadya Medan” sepengetahuan penulis belum ada penulis lain yang mengemukakannya, dan penulis telah mengkonfirmasikannya kepada Sekretariat Departemen Pidana.
F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Penegakan Hukum Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penegakan: perbuatan (hal dan sebagainya) menegakkan. Sedangkan, hukum: 1. peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak, misalnya yang disebut negara hukum ialah negara yang dalam segala hal berdasarkan pada hukum.
Universitas Sumatera Utara
2. a) segala undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat, b) (ilmu-), pengetahuan atau falsafat mengenai yang tersebut a); misal ia bermaksud hendak mempelajari hukum negara-negara barat, mahasiswa fakultas hukum lebih banyak daripada fakultas sastra. 3. ketentuan (kaidah,patokan) mengenai sesuatu peristiwa atau kejadian (alam, dan sebagainya; misalnya sesuai dengan hukum bahasa Indonesia; dalam buku ini hukum-hukum ekonomi diuraikan dan diterangkan dengan jelas. 4. keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim (dalam pengadilan); misal memutuskan hukum, menjatuhkan keputusan; kena hukum, dijatuhi hukuman (yang diputuskan oleh hakim). 5 Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitas nyata. Eksistensi hukum diakui apabila nilai-nilai moral yang terkandung dalam hukum tersebut mampu diimplementasikan atau tidak. 6 Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidahkaidah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian
5
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet VII, Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hal 1031. 6 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hal. vii.
Universitas Sumatera Utara
penjabaran
nilai
tahap
akhir,
untuk
menciptakan,
memelihara,
dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soekanto, 1979). 7 Penegakan
hukum
perundang-undangan,
bukanlah
walaupun
di
semata-mata dalam
berarti
kenyataannya
pelaksanaan Indonesia
kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu, ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan-pelaksanaan putusan hakim. Perlu diingat, bahwa pendapat-pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan
apabila
pelaksanaan
perundang-undangan
atau
keputusan-keputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup. 8 Penegakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkan agar hukum mampu untuk bekerja mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum. Kegagalan hukum untuk mewujudkan nilai hukum tersebut
merupakan ancaman bahaya akan
bangkrutnya hukum yang ada. Hukum yang miskin implementasi terhadap nilainilai moral akan berjarak serta terisolasi dari masyarakatnya. Keberhasilan penegakan hukum akan menentukan serta menjadi barometer legitimasi hukum di tengah-tengah realitas sosialnya. 9 Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang dapat digolongkan sebagai sesuatu yang abstrak. Ke dalam kelompok yang
7
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 5. 8 Ibid., hal. 7-8. 9 Satjipto Rahardjo, loc. cit., hal viii.
Universitas Sumatera Utara
abstrak termasuk ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan social (Radbruch, 1961:36). Apabila berbicara tentang penegakan hukum, maka pada hakekatnya berbicara tentang penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang nota bene adalah abstrak tersebut. Dirumuskan secara lain, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide tersebut merupakan hakekat dari penegakan hukum. 10 Apabila membahas penegakan hukum hanya berpegangan pada keharusan-keharusan
sebagaimana
tercantum
dalam
ketentuan-ketentuan
hukum, maka hanya akan diperoleh gambaran stereotipis yang kosong. Membahas penegakan hukum menjadi berisi apabila dikaitkan dengan pelaksanaannya yang konkret oleh manusia. 11 Penegakan hukum memang dilakukan oleh orang-orang. Tetapi perlu ditambahkan bahwa penegakan hukum adalah juga kegiatan suatu organisasi. Maka tindakan orang-orang tersebut tidak dapat dilepaskan dari organisasi tempat mereka menjadi anggotanya. Penegakan hukum merupakan penjabaran ide dan cita hukum ke dalam bentuk-bentuk konkrit. Untuk mewujudkan hukum sebagai id eke dalam bentuk konkrit membutuhkan suatu organisasi yang cukup kompleks. Organisasiorganisasi tersebut, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan sebagai unsure klasik penegakan hukum yang dibentuk oleh negara. Walaupun pada hakekatnya organisasi tersebut bertugas untuk
10 11
Ibid., hal. 12. Ibid., hal. 26.
Universitas Sumatera Utara
mengantarkan kepada tujuan-tujuan hukum, namun masing-masing badan berdiri sendiri dan bersifat otonom. Penegakan hukum juga tidak dapat dilepaskan dari sejarah maupun struktur sosial masyarakatnya. Hukum dan masyarakat sangat terkait erat dan saling mempengaruhi. Dilihat dari segi penegakan hukum, maka ini berarti, hukum juga akan tertarik ke dalam medan pengaruh dari konfigurasi kekuasaan dalam masyarakat. Akhirnya, apabila hukum dituntut untuk memperlakukan setiap anggota masyarakat secara sama, pada saat yang sama hukum justru dihadapkan pada keadaan yang tidak sama.
2. Defenisi Uang, Jenis Uang, Fungsi Uang dan Ciri Uang Kertas Rupiah 2.1. Defenisi Uang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, uang: 1. alat pembayaran yang sah, dibuat dari emas, perak dan sebagainya, yang dipakai sebagai ukuran nilai (harga) sesuatu, 2. upah; gaji; harta; kekayaan, 3. 1/3 tali (3 8 1/2 sen). Kemudian, mata uang: 1. uang yang bukan uang kertas (seperti sen, gobang dan sebagainya) 2. satu-satu uang seperti sen, ketip, tali dan sebagainya. Sedangkan rupiah: nama mata uang (100 sen). Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi pengertian uang sebagai berikut: “Alat penukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang sah, yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa uang kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu.”
Universitas Sumatera Utara
Mengenai defenisi uang, Iswardono Sardjonopermono memberikan pengertian: Uang adalah sesuatu yang secara umum diterima di dalam pembayaan untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta untuk pembayaran hutang-hutang. Uang juga sering dipandang sebagai kekayaan yang dimiliki yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu hutang dengan kepastian dan tanpa penundaan. 12 Defenisi di atas merupakan defenisi yang fungsional, yang mana uang didefenisikan sebagai segala sesuatu yang menunjukkan fungsi tertentu. Lebih lanjut, mengenai defenisi uang rupiah, menurut Pasal 2 ayat (1) Undangundang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia adalah “alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia”. 13 Uang secara umum didefinisikan sebagai alat tukar.14 Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. 15
2.2. Jenis Uang Jenis uang yang beredar di masyarakat dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu uang kartal dan uang giral. 16 2.2.1 Uang Kartal
12
Eddi Wibowo, dkk, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Yogyakarta, 2004, hal. 123. 13 Pasal Undang-undang No. 14 Komaruddin, Uang di Negara Sedang Berkembang, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hal. 391. 15 http://id.wikipedia.org/wiki/Uang 16 http://id.wikipedia.org/wiki/Jenis-jenis_uang
Universitas Sumatera Utara
Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli sehari-hari. Menurut Undang-Undang Bank Sentral Nomor 13 Tahun 1968 pasal 26 ayat (1), Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang logam dan kertas. Jenis uang kartal kemudian dapat dibagi sebagai berikut: 17 A. Menurut lembaga yang mengeluarkannya Menurut Undang-Undang Pokok Bank Indonesia Nomor 11 Tahun 1953, terdapat dua jenis uang kartal, yaitu uang negara dan uang bank. Uang negara adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah, terbuat dari kertas yang memiliki ciri-ciri: dikeluarkan oleh pemerintah, dijamin dengan undang-undang, bertuliskan nama negara yang mengeluarkannya, ditandatangani oleh menteri keuangan. Namun, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968, uang negara dihentikan peredarannya dan diganti dengan uang bank. Uang bank adalah uang yang dikeluarkan oleh bank sentral berupa uang logam dan uang kertas, ciri-cirinya sebagai berikut: dikeluarkan oleh bank sentral; dijamin dengan emas atau valuta asing yang disimpan di bank sentral; bertuliskan nama bank sentral negara yang bersangkutan (di Indonesia: Bank Indonesia); ditandatangani oleh gubernur bank sentral.
17
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
B. Menurut bahan pembuatnya Menurut bahan pembuatnya, uang kartal dapat dibagi atas dua jenis, yaitu: 1. Uang Logam Uang logam biasanya terbuat dari emas atau perak karena emas dan perak memenuhi syarat-syarat uang yang efisien. Karena harga emas dan perak yang cenderung tinggi dan stabil, emas dan perak mudah dikenali dan diterima orang. Di samping itu, emas dan perak tidak mudah musnah. Emas dan perak juga mudah dibagi-bagi menjadi unit yang lebih kecil. Di zaman sekarang, uang logam tidak dinilai dari berat emasnya, namun dari nilai nominalnya. Nilai nominal itu merupakan pernyataan bahwa sejumlah emas dengan berat tertentu terkandung di dalamnya. Sekalipun emas dan perak sudah memenuhi syarat-syarat uang, namun pada saat ini, emas dan perak tidak dipakai lagi sebagai bahan uang karena beberapa alasan, yaitu: jumlahnya sangat langka sehingga sulit didapatkan dalam jumlah besar; kadar emas di setiap daerah berbeda-beda menyebabkan persediaan emas tidak sama; nilainya tidak dapat diukur dengan tepat; uang emas semakin hilang dari peredaran, biasanya karena banyak yang dilebur atau yang dijadikan perhiasan. 2. Uang Kertas Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan cap tertentu dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut
Universitas Sumatera Utara
penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas). Uang kertas mempunyai nilai karena nominalnya. Oleh karena itu, uang kertas hanya memiliki dua macam nilai, yaitu nilai nominal dan nilai tukar. Ada 2 (dua) macam uang kertas, yaitu: a. Uang Kertas Negara (sudah tidak diedarkan lagi), yaitu uang kertas yang dikeluarkan oleh pemerintah dan alat pembayaran yang sah dengan jumlah yang terbatas dan ditandatangani menteri keuangan. b. Uang Kertas Bank, yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank sentral (saat ini Bank Indonesia). Beberapa kenuntungan penggunaan alat tukar (uang) dari kertas di antaranya: penghematan terhadap pemakaian logam mulia; ongkos pembuatan relatif murah dibandingkan dengan ongkos pembuatan uang logam; peredaran uang kertas bersifat elastis (karena mudah dicetak dan diperbanyak) sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan akan uang; mempermudah pengiriman dalam jumlah besar.
2.2.2 Uang Giral Uang giral tercipta akibat semakin mendesaknya kebutuhan masyarakat akan adanya sebuah alat tukar yang lebih mudah, praktis dan
Universitas Sumatera Utara
aman. Di Indonesia, bank yang berhak menciptakan uang giral adalah bank umum selain Bank Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, definisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegraphic transfer. Namun, uang giral bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat boleh menolak dibayar dengan uang giral. Kemudian dengan semakin majunya zaman, saat ini telah muncul jenis uang baru yaitu uang kuasi. Uang kuasi adalah surat-surat berharga yang dapat dijadikan sebagai alat pembayaran. Biasanya uang kuasi ini terdiri atas deposito berjangka dan tabungan serta rekening valuta asing milik swasta domestik. 18 Namun yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah jenis uang kartal, khususnya uang kertas, yaitu uang kertas bank.
2.3 Fungsi Uang Kegunaan uang tercermin dalam fungsi-fungsi uang. Fungsi uang dibagi atas fungsi asli dan fungsi turunan.19 2.3.1 Fungsi Asli Fungsi asli disebut juga fungsi primer dari uang. Fungsi asli ini terdiri atas: a. Sebagai alat tukar (medium of exchange) 18
Ibid.
19
http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=7&fname=eko203_06.htm
Universitas Sumatera Utara
Uang dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah pertukaran. Agar uang dapat berfungsi dengan baik diperlukan kepercayaan masyarakat. Masyarakat harus bersedia dan rela menerimanya. b. Alat kesatuan hitung (a unit of account) Untuk menetukan harga sejenis barang diperlukan satuan hitung, juga dengan adanya satuan hitung, kita dapat mengadakan perbandingan harga satu barang dengan barang yang lain. 2.3.2 Fungsi Turunan Fungsi turunan sebagai akibat dari fungsi asli, dengan adanya fungsi asli uang muncul fungsi lain yang tidak kalah pentingnya, fungsi uang tersebut terdiri atas: a. Sebagai alat pembayaran yang sah Tidak semua orang dapat menciptakan uang terutama uang kartal, karena uang hanya dikeluarkan oleh lembaga tertentu. Di Indonesia, uang dikeluarkan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral. b. Alat penyimpan kekayaan dan pemindah kekayaan Dengan uang, kekayaan berupa tanah, gedung, dapat dipindah pemilikannya dengan menggunakan uang. c. Alat pendorong kegiatan ekonomi Apabila nilai uang stabil, orang senang menggunakan uang itu dalam kegiatan ekonomi, selanjutnya apabila kegiatan ekonomi itu meningkat, uang dalam peredaran harus ditambah sesuai dengan kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
d. Standar pencicilan utang Uang dapat berfungsi sebagai standar untuk melakukan pembayaran di kemudian hari, pembayaran jangka panjang atau pencicilan utang.
Begitu banyaknya fungsi dan peranan uang menyebabkan uang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya banyak orang yang berusaha untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya dan tidak jarang yang menggunakan cara melawan hokum untuk memperolehnya, salah satunya kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya. Oleh karena yang saat ini semakin marak dipalsukan ialah uang kertas rupiah maka dalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai uang kertas rupiah saja.
2.4. Ciri Uang Kertas Rupiah Dalam melaksanakan tugas pokok di bidang pengedaran uang Bank Indonesia selalu berupaya agar uang yang diterbitkan dan diedarkan memiliki ciri-ciri dan unsur pengaman yang cukup supaya di satu pihak mudah dikenali oleh masyarakat namun di pihak lain dapat melindungi uang dari unsur pemalsuan. Ciri-ciri umum pada uang kertas yang dapat dikenali adalah sebagai berikut: 20 1. Bahan uang kertas adalah kertas/plastik dengan spesifikasi khusus yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
20
Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia, 2005, “Kenali Rupiah Anda!”
Universitas Sumatera Utara
2. Tanda Air – Pada kertas uang terdapat tanda air berupa gambar yang akan terlihat apabila diterawangkan ke arah cahaya. 3. Benang pengaman – Ditanam di tengah ketebalan kertas atau terlihat seperti dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke bawah, dapat dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah sinar ultra violet dengan satu warna atau beberapa warna. 4. Cetak intaglio – Cetakan timbul yang terasa kasar apabila diraba. 5. Rectoverso – Pencetakan suatu ragam bentuk yang menghasilkan cetakan pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan saling mengisi jika diterawangkan ke arah cahaya. 6. Optical Variable Ink – Hasil cetak mengkilap (glittering) yang berubahubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda. 7. Tulisan Mikro – Tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar. 8. Invisible Ink – Hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar d bawah sinar ultraviolet. 9. Multi layer latent image/metal layer – Teknik cetak di mana dalam satu bidang cetakan terlihat lebih dari satu obyek gambar bila dilihat dari sudut pandang tertentu. 10. Color window/clear window – Pada kertas uang terdapat bagian yang terbuat dari plastik transparan berwarna/tidak berwarna.
Universitas Sumatera Utara
3. Pengertian
Kejahatan
Pemalsuan
Uang
Kertas
Rupiah
dan
Pengedarannya 3.1. Pengertian Kejahatan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kejahatan: sifat yang jahat; perbuatan yang jahat (seperti mencuri, membunuh, dan sebagainya); dosa. Kejahatan adalah perbuatan anti sosial yang melanggar hukum atau undangundang pada suatu waktu tertentu dan yang dilakukan dengan sengaja, merugikan ketertiban umum dan yang dapat dihukum oleh negara. 21 R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara yuridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi yuridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.
3.2. Pengertian Pemalsuan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemalsuan: hal (perbuatan dan sebagainya) memalsukan. Memalsukan: melancungkan, membuat sesuatu yang palsu; mis. ~uang; ~surat lisensi. Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang mana di dalamnya mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu sesuatu (obyek), yang sesuatu 21
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan terhadap Korban Kekerasan, Refika Aditama, Bandung, 2001.
Universitas Sumatera Utara
itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. 22
3.3. Uang Palsu Titel X Buku II KUHP yang berjudul “Pemalsuan Uang Logam dan Uang Kertas Negeri dan Uang Kertas Bank” mulai dengan pasal 244 yang mengancam dengan hukuman berat, yaitu maksimum lima belas tahun penjara barang siapa membikin secara meniru atau memalsukan uang logam atau uang kertas bank dengan tujuan untuk mengedarkannya atau untuk menyuruh mengedarkannya sebagai uang tulen (asli) dan tidak dipalsukan. Bahwa hukuman yang diancam demikian beratnya menandakan beratnya sifat tindak pidana ini. Hal ini dapat dimengerti karena dengan tindak pidana ini tertipulah masyarakat seluruhnya, tidak hanya beberapa gelintir orang. Jadi, tidak seperti halnya dengan tindak pidana menipu dari pasal 378 KUHP atau pasal lain mengenai kekayaan seseorang. Menurut sejarah, pada zaman dahulu di beberapa Negara di Eropa para pembuat uang palsu ini pernah diancam dengan hukuman mati, dan hukuman mati ini dalam praktek benar-benar dilaksanakan.
3.3. Membikin Secara Meniru Ini adalah perbuatan pertama dari dua perbuatan yang merupakan tindak pidana uang palsu. Satu-satunya syarat untuk perbuatan ini adalah
22
http://one.indoskripsi.com/node/1207
Universitas Sumatera Utara
bahwa hasil pembikinan (pembuatan) ini adalah suatu barang logam atau suatu kertas tulisan yang mirip dengan uang logam atau uang kertas yang asli sedemikian rupa sehingga banyak orang menganggap uangnya sebagai uang asli. Tidaklah diperlukan apakah misalnya logam yang menjadi bahan uang logam palsu itu sebenarnya harganya lebih mahal daripada logam bahan pembuat uang asli. Juga tetap ada uang palsu apabila seandainya alat-alat pemerintah untuk membuat uang asli dicuri dan dipergunakan untuk membuat uang palsu itu. Yang merupakan uang asli atau tulen adalah uang yang dibuat atas perintah dari pemerintah sendiri.
3.4. Memalsukan (Vervalschen) Ini adalah perbuatan kedua yang merupakan tindak pidana pemalsuan uang. Mengenai uang kertas, perbuatan ini dapat berupa mengubah angka uang yang menunjukkan harga uang menjadi angka yang lebih tinggi atau lebih rendah. Alasan kehendak (motif) si pelaku tidak dipedulikan, asal dipenuhi saja unsur tujuan si pelaku untuk mengadakan uang palsu itu sebagai uang asli yang tidak diubah. Dapat dinamakan memalsukan uang kertas apabila uang kertas asli diberi warna lain. Mungkin dengan demikian uang kertas asli tadi dikira uang kertas lain yang harganya kurang atau lebih. Mengenai uang logam, memalsukannya berarti mengubah tubuh uang logam itu dengan – misalnya – mengambil sebagian dari logam itu dan menggantikannya dengan logam lain.
Universitas Sumatera Utara
Kini pun tidak dipedulikan, apakah demikian harga logamnya ditinggikan atau direndahkan.
3.5. Mengedarkan Uang Palsu Di samping pembuatan uang palsu dan pemalsuan uang, pasal 245 KUHP mengancam dengan hukuman yang sama: a. barang siapa dengan sengaja mengedarkan uang logam atau uang kertas negeri atau uang kertas bank, yang ia bikin sendiri secara meniru atau yang ia palsukan, b. barang siapa dengan sengaja mengedarkan barang-barang itu, yang diketahuinya pada waktu ia menerima barang-barang itu bahwa barangbarang itu adalah uang palsu, c. barang siapa dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia barang-barang tersebut yang ia membikin atau memalsukan sendiri, atau yang ia mengetahui kepalsuannya pada waktu ia menerimanya, dengan tujuan untuk kemudian mengedarkan atau menyuruh mengedarkan barang-barang itu seolah-olah uang tulen. Unsur kesengajaan kini berarti bahwa si pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut adalah uang palsu. Ia juga tidak perlu mengetahui bahwa, berhubung dengan barang-barang itu, telah dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu
Universitas Sumatera Utara
diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli. 23
G. Metode Penelitian Sudah merupakan ketentuan dalam hal penyusunan serta penulisan karya ilmiah atau skripsi diperlukan metode penelitian dalam pengerjaannya. Metode penelitian sebagai suatu hal yang mempunyai cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan dan untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, maka harus didukung dengan fakta-fakta/dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari penelitian. Dalam pembahasan skripsi ini, metodologi penelitian hukum yang digunakan penulis meliputi: 1. Spesifikasi Penelitian Penulis menggunakan metode penelitian Hukum Normatif. Dalam hal ini penelitian hukum normatif, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan yang berhubungan dengan judul skripsi penulis ini yaitu “Penegakan Hukum terhadap Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya di Kotamadya Medan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)”. 2. Bahan Hukum Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang diurutkan berdasarkan hirarki mulai dari UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan 23
Prof. DR. Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2003, ha1. 77-78.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan aturan lain di bawah Undang-Undang serta bahan hukum asing sebagai pembanding. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku, pendapat para sarjana dan kasus-kasus hukum yang terkait dengan pembahsan judul skripsi ini yaitu Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan lain-lain. 3. Lokasi Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Polda Sumut (Kepolisan Daerah Sumatera Utara), Poltabes MS (Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya), Bank Indonesia Medan dan Pengadilan Negeri Medan yang terletak dalam wilayah pemerintahan Kotamadya Medan. 4. Alat Pengumpul Data a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan atau penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan bahan-bahan bacaan, dengan cara membaca buku-buku literatur-literatur, serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas dalam skripsi ini. Data yang diperoleh dari bahan pustaka ini dinamakan dengan data sekunder. Data sekunder ini mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku karya ilmiah pendapat sarjana, hasil penelitian yang berwujud laporan majalah, artikel dan juga berita
Universitas Sumatera Utara
dari internet yang bertujuan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori atau asas atau doktrin yang berkenaan dengan penegakan hukum pidana. Yang kesemuanya ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang sifatnya teoritis yang digunakan sebagai pedoman dalam penelitian dan menganalisis permasalahan yang dihadapi. b. Penelitian Lapangan (Field Research) Selain penelitian kepustakaan, penulis juga mengadakan penelitian secara langsung ke lapangan yaitu dengan mendatangi objek penelitian untuk mengadakan wawancara terhadap aparat kepolisian di lingkungan Polda Sumut, Poltabes MS, Bank Indonesia, dan Pengadilan Negeri untuk mendapatkan data-data, informasi dan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penulisan skripsi. Wawancara (interview) adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seseorang responden. Penelitian lapangan dalam penulisan skripsi ini bersifat melengkapi data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan. 5. Analisis Data Terhadap data yang diperoleh, akan dianalisis secara kualitatif. Menurut Bogen dan Biklena analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
Universitas Sumatera Utara
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan bab, di mana masing-masing bab diuraikan masalahnya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Secara sistematis, menempatkan materi pembahasan keseluruhannya ke dalam 5 (lima) bab yang diperinci sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Pada bab ini digambarkan hal-hal yang bersifat umum sebagai langkah awal dalam penulisan skripsi ini. Pada bab ini penulis menguraikan alasan yang menjadi latar belakang. Kemudian agar tulisan ini tidak lari dari tujuannya dalam memahami tulisan ini, maka penulis menetapkan apa saja yang menjadi permasalahan dan apa saja tujuan dan manfaat dari tulisan ini. Dalam bab ini, penulis juga menerangkan tentang keaslian penulisan, dimana tulisan ini ditulis dan dibuat sendiri oleh penulis. Akhirnya bab ini ditutup dengan sistematika penulisan yang menerangkan bagianbagian dari keseluruhan bab secara ringkas atau sepintas. BAB II: KETENTUAN PEMALSUAN
HUKUM UANG
TERHADAP KERTAS
KEJAHATAN RUPIAH
DAN
PENGEDARANNYA
Universitas Sumatera Utara
Pada bagian ini, penulis akan menguraikan gambaran mengenai ketentuan hukum terhadap kejahatan pemalsuan mata uang rupiah, yang mengulas tentang Pasal dalam KUHPidana yang dapat dijadikan dasar untuk menghukum pelaku pemalsu uang kertas rupiah dan pengedarnya. BAB III:
PENEGAKAN
PEMALSUAN
HUKUM UANG
TERHADAP
KERTAS
KEJAHATAN
RUPIAH
DAN
PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN Pada bab ini penulis membahas mengenai penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya sesuai di wilayah hukum Kotamadya Medan dikaitkan dengan sistem peradilan pidana di Indonesia, yang meliputi kewenangan kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan lembaga pemasyarakatan terhadap pelaku kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah. BAB IV: KENDALA YANG DIHADAPI DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP
KEJAHATAN
PEMALSUAN
UANG
KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN Pada bab ini, penulis akan membahas mengenai hal-hal apa saja yang menjadi kendala dalam upaya penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya oleh para penegak hukum di Kotamadya Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V: STUDI KASUS Pada bab ini penulis akan memberikan salah satu kasus dalam kejahatan pemalsuan mata uang rupiah dari Pengadilan Negeri Medan serta menganalisis kasus tersebut sehubungan dengan penegakan hukumnya. BAB VI: PENUTUP Bab ini merupakan inti dari permasalahan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya. Inti pembahasan ini dikemukakan dan dirumuskan ke dalam bentuk kesimpulan. Dengan membaca kesimpulan ini, penulis berharap para pembaca sudah dapat menangkap dan memahami isi yang terkandung di dalam skripsi ini. Sebagai penutup, bab ini diakhiri dengan beberapa saran yang diajukan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat agar turut serta dalam membantu para penegak hukum dalam upaya pemberantasan kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah di Indonesia pada umumnya dan di wilayah hukum Kotamadya Medan pada khususnya.
Universitas Sumatera Utara