BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya
alam maupun kebudayaan unik dan tidak dimiliki oleh Negara lain. Oleh karena itu, Indonesia menjadi salah satu sasaran destinasi wisata para wisatawan. Banyak orang tertarik untuk mengeksplor potensi daerah yang ada di Indonesia karena keunikan dan atraksi wisatanya yang beragam. Selain itu, pariwisata menjadi salah satu ujung tombak perkembangan perekonomian, sehingga pemerintah Indonesia gencar mengembangkan sektor pariwisata di Indonesia. Pariwisata merupakan sektor unggulan yang dianggap dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan pariwisata bertujuan untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, mendorong pemerataan kesempatan berusaha, mendorong pemerataan pembangunan nasional, dan memberikan kontribusi dalam penerimaan devisa negara yang dihasilkan dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Pembangunan pariwisata harus memperhatikan keberlanjutannya sebagai sektor unggulan agar manfaatnya dapat terus dirasakan baik itu oleh pemerintah, pelaku pariwisata (swasta) maupun masyarakat lokal. Dalam menggerakkan sistem kepariwisataan, ada tiga komponen yang memegang peranan penting yaitu pemerintah, pihak swasta dan masyarakat lokal. Ketiga komponen ini harus bersinergi dan memiliki koordinasi yang bagus dalam mengembangkan pariwisata sehingga tidak memicu terjadinya konflik antara
1
2
ketiga komponen tersebut. Selain itu, pelaku pengembangan pariwisata sebagai pemangku kepentingan dalam mengembangkan suatu destinasi harus selalu mengupayakan agar hubungan antara pariwisata dengan lingkungan dapat berjalan sinergis, baik itu dalam tahap perencanaan, implementasi, dan sampai kepada tahap monitoring dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk membentuk interaksi dan keterkaitan antara pariwisata dan lingkungan disuatu destinasi (symbiosis mutualistic) yaitu sebuah konsep pembangunan yang berkelanjutan. Kabupaten Wakatobi sebagai salah satu destinasi wisata unggulan Indonesia memiliki banyak potensi wisata yang sangat strategis untuk dikembangkan. Pengembangan pariwisata di Kabupaten Wakatobi berdasarkan alasan bahwa Kabupaten Wakatobi memiliki kondisi alam dan kekayaan budaya yang sangat beragam. Air laut yang sangat jernih, terumbu karang yang mempesona dan dihuni oleh beragam hewan laut menjadikan Wakatobi dijuluki “Surga nyata bawah laut” sehingga membuat Pemerintah Kabupaten Wakatobi semakin gencar mempromosikan pulau Wakatobi sebagai salah satu destinasi wisata terbaik di Indonesia. Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam program pembangunan tahun 2015 menetapkan sektor pariwisata dan perikanan sebagai fokus utama pembangunan, karena kedua sektor tersebut memiliki potensi yang cukup besar di Kabupaten Wakatobi. Jika dilihat dari kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa Kabupaten
Wakatobi dalam lima tahun terakhir (2005-2010), sektor
pariwisata menempatkan diri di posisi terbesar kedua setelah perikanan dan kelautan (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Wakatobi, 2013). Selain itu,
3
dalam mendukung pembangunan sektor pariwisata Kabupaten Wakatobi, Pemerintah telah menyiapkan beberapa sarana pendukung yaitu Bandar Udara Matahora, Dermaga Marina (dermaga khusus kapal pesiar), dan Dermaga Panggulubelo (dermaga untuk kapal milik PT. Pelni). Pemerintah Kabupaten Wakatobi juga menargetkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Wakatobi pada tahun 2015 sebanyak 18.000 orang. Penetapan tersebut berdasarkan pada jumlah wisatawan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dimana tahun 2014 jumlah kujungan wisatawan diperkirakan berjumlah sekitar 15.000 orang (Asdhiana, 2015).
Disisi lain, manfaat dari
perkembangan pariwisata bagi ekonomi lokal dan masyarakat setempat masih perlu ditingkatkan. Hal ini sekaligus dapat mendukung dan mengurangi tekanan pada konservasi keanekaragaman hayati di Kawasan Taman Nasional Wakatobi yang ditetapkan sebagai salah satu Taman Nasional di Indonesia tahun 1996 (Balai Taman Nasional Wakatobi, 2015) dan sebagai cagar biosfer dunia oleh UNESCO tahun 2012 (Utomo, 2012). Area yang menjadi pengembangan pariwisata berada pada zona pemanfaatan dan tidak merusak keanekaragaman hayati yang ada didalam Taman Nasional Wakatobi dan tentu mendapatkan pengawasan secara terus-menerus oleh semua pihak yang terkait. Kabupaten Wakatobi pada tahun 2015 ini, telah resmi menjadi salah satu kawasan
Pengembangan
Pariwisata
Berkelanjutan
(Sustainable
Tourism
Development/STD) oleh Kementrian Pariwisata (Kemenpar) dengan tujuan untuk menangani secara fokus, terarah dan terukur pengembangan destinasi prioritas di Indonesia melalui strategi terpadu (Pemerintah Kabupaten Wakatobi, 2015).
4
Fokus utama dan nilai yang dikejar dalam STD adalah pembangunan pariwisata tidak hanya untuk mengejar pertumbuhan investasi perolehan devisa semata, akan tetapi yang lebih penting adalah terjaganya kelestarian lingkungan, keberlanjutan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar destinasi (Sunaryo, 2013). Oleh karena itu, dalam penyelenggaraannya memerlukan koordinasi setiap program yang dimiliki kepada para pemangku kepentingan yang ada, serta melibatkan partisipasi aktif yang sinergis (terpadu dan saling menguatkan) antara pihak pemerintah, swasta/industri pariwisata dan masyarakat setempat yang terkait. Kabupaten Wakatobi terus meningkatkan daya saing pariwisata dengan mendorong para pengusaha lokal, nasional maupun internasional untuk membangun hotel dan restoran yang representatif di Wakatobi. Peningkatan daya saing pariwisata dipandang sebagai langkah strategis untuk memperbesar pangsa pasar wisatawan dan mengoptimalkan pemanfaatan potensi wisata nasional (Damanik, 2013). Upaya yang dilakukan untuk mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Wakatobi adalah membentuk kemitraan diantara pihak yang terlibat dalam pengembangan destinasi wisata baik itu pemerintah, swasta/industri pariwisata maupun masyarakat lokal yang bertujuan untuk membantu pemerintah dalam hal penyediaan infrastruktur dan pelayanan publik dengan konsep kerjasama komplementaritas dan saling menguntungkan. Masuknya para pemodal besar (swasta) antara lain Wakatobi Dive Resort dan Patuno Resort yang melakukan penyewaan tanah milik masyarakat dengan harga sewa yang berbeda-beda untuk setiap pemilik dan pemindahan hak milik
5
tanah masyarakat menjadi milik pribadi. Hal ini didukung oleh adanya gejala sosial yang mulai tumbuh di dalam masyarakat Kabupaten Wakatobi yang cenderung menjual tanah-tanah mereka untuk memenuhi kepentingan pribadi (Udu, 2012). Selain itu, Hadirnya hotel berbintang dua yang dikelola di bawah jaringan hotel Dubai (Prodjo, 2015) di tahun 2016 mendatang, yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang lengkap bagi wisatawan, akan menambah persaingan bagi pengusaha pariwisata di Kabupaten Wakatobi. Pengusaha pariwisata kecil dan menengah yang berasal dari masyarakat lokal dengan modal sedang bila tidak mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah akan tersingkirkan oleh para pengusaha besar dengan investasi miliaran. Kehadiran para pemodal besar ini, dapat menyebabkan adanya privatisasi atas aset publik menjadi aset privat yang sebelumnya masyarakat dapat dengan bebas untuk berwisata, kini mereka harus mengikuti prosedur manajemen dari perusahaan untuk dapat mengakses tempat wisata tersebut. Pulau Hoga yang berada di Kecamatan Kaledupa yang merupakan salah satu wilayah Taman Nasional Wakatobi merupakan salah satu resort yang dikelola langsung oleh masyarakat lokal dan dibantu oleh LSM asing yaitu Operation Wallacea dalam pengelolaan. Masyarakat selama ini hanya menjadi ‘penonton’ di rumah sendiri dan ditakutkan hal ini akan berpotensi pada penggunaan sumber daya alam secara tidak bijak. Pulau Hoga menjadi wadah untuk masyarakat lokal ikut serta dalam usaha pariwisata. Hal ini juga sebagai jawaban dari kerisauan kelompok nelayan dan pariwisata lokal yang tergabung dalam organisasi "Forum Kahedupa Toudani (Forkani)” yakni, pertumbuhan
6
pariwisata mengerucut pada pihak yang memiliki akses informasi, komunikasi, modal, dan transportasi (Aminuddin & Rahmadani, 2015). Pihak Wallacea memberikan peran yang besar kepada masyarakat lokal untuk mengelola pulau hoga yaitu masyarakat yang memiliki tanah di pulau tersebut dapat membangun villa mereka sendiri sebagai akomodasi bagi para wisatawan yang berkunjung ke pulau kecil ini. Usaha ini tidak berjalan mulus, sebab jumlah tamu yang berkunjung tidak terlalu banyak karena sangat bergantung pada musim laut (akses ke pulau hoga hanya melalui jalur laut) dan kurangnya pengetahuan masyarakat (SDM) dalam hal kegiatan pengelolaan dan pemasaran daya tarik wisata yang mereka miliki. Tentu hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat tidak dapat berjalan sendiri tetapi saling ketergantungan dengan aktor lain pelaku pariwisata, dalam hal penjualan, persediaan, informasi, pengembangan dan akses ke destinasi wisata. Oleh karena itu, pihak yang berperan dalam pariwisata khususnya pihak swasta dan masyarakat lokal harus menjadi perhatian dalam pengelolaan pariwisata di Kabupaten Wakatobi. Kemitraan antara aktor-aktor tersebut harus mampu membentuk sebuah jaringan yang dapat memberi peluang bagi pengusaha pariwisata kecil dan menengah untuk memiliki daya saing. Pemerintah sebagai pemegang otoritas penuh daerah harus mampu membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menguntungkan semua pihak, yakni pemerintah, pihak swasta dan masyarakat lokal sebagai yang utama, tetapi tidak melupakan prinsip-prinsip dari pembangunan pariwisata berkelanjutan dan tujuan dari penetapan Kabupaten Wakatobi sebagai Taman Nasional di Indonesia dan salah satu cagar biosfer di
7
dunia. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang tersebut, dapat ditarik judul penelitian “Kemitraan Partisipatif Swasta dan Masyarakat dalam Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Wakatobi”. 1.2
Pertanyaan Penelitian Berikut pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat lokal dan swasta dalam pengelolaan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Wakatobi ? 2. Bagaimana kemitraan pengelolaan objek wisata berkelanjutan oleh swasta dan masyarakat di Kabupaten Wakatobi ? 3. Bagaimana strategi dalam pengembangan model pengelolaan pariwisata bekelanjutan di Kabupaten Wakatobi ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui partisipasi masyarakat lokal dan swasta dalam pengelolaan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Wakatobi. 2. Mengetahui bentuk kemitraan pengelolaan objek wisata berkelanjutan oleh swasta dan masyarakat di Kabupaten Wakatobi. 3. Menganalisis strategi dalam pengembangan model pengelolaan pariwisata yang bekelanjutan di Kabupaten Wakatobi.
8
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang didapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya teori mengenai strategi pengembangan pariwisata berkelanjutan yang melihat dari sisi kepentingan masyarakat lokal dan swasta dalam pengelolaan pariwisata di Kabupaten Wakatobi. 2. Praktis Dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam usahanya mengembangkan pariwisata di Kabupaten Wakatobi sebagai pariwisata yang sesusai dengan prinsip-prinsip
keberlanjutan.
Penelitian
ini
juga
diharapkan
dapat
memberikan gambaran bagaimana pemerintah merumuskan kebijakan dalam hal pengembangan pariwisata yang berkelanjutan di Kabupaten Wakatobi. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan masukan bagaimana mengatur kepentingan masyarakat lokal dan swasta dalam mengelola pariwisata di Kabupaten Wakatobi.