BAB I PENDAHULUAN
Dalam perkembangannya sebuah perusahaan harus dapat bersaing dengan
perusahaan
lain
agar
tidak
tersingkir
dari
persaingan.
Perkembangan industri yang semakin pesat tentunya akan membawa implikasi pada persaingan antarperusahaan. Untuk itu, sebagai pelaku dari perekonomian sebuah perusahaan dituntut agar mampu bersaing dengan perusahaan yang lainnya dan mempertahankan serta meningkatkan kinerjanya sehingga dapat tetap bertahan dan tidak tersingkir dari persaingan yang ketat. Oleh karena itu, terhadap perusahaan diperlukan sebuah pengukuran untuk menentukan keberhasilan perusahaan dalam memaksimalkan kekayaan pemegang sahamnya, yang dalam hal ini adalah pengukuran kinerja. Dengan pengukuran kinerja terhadap perusahaan tersebut, maka dapat mengetahui kinerja perusahaan sebenarnya, sehingga perusahaan dapat bertahan dan tidak tersingkir dalam persaingan yang semakin kuat dan ketat. Selama ini laba akuntansi selalu menjadi fokus perhatian dalam menilai kinerja suatu perusahaan. Laba/keuntungan merupakan hasil dari kebijaksanaan yang diambil oleh manajemen. Rasio profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profit) yang dipakai untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat
1
2
diperoleh perusahaan. Semakin besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin
baik
manajemen
dalam
mengelola
perusahaan.
Rasio
profitabilitas yang sering digunakan untuk mengukur tingkat laba adalah Return on Assets (ROA), dan alat ukur lain yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat laba adalah Return on Equity (ROE). Namun dalam menilai kinerja perusahaan tidak cukup hanya dengan menggunakan laba akuntansi saja, maka digunakanlah rasio Earnings per share (EPS) karena EPS menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham. Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya tepat pada waktunya. Di dalam kaitannya dengan kebijakan dividen, likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen kepada para pemegang saham. Hal ini dikarenakan, untuk membayar dividen diperlukan ketersediaan dana dalam hal ini adalah kas yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan yang
mempunyai laba yang tinggi belum tentu dapat membayarkan
dividen kepada para pemegang saham karena tidak adanya dana untuk membayar dividen. Pendanaan perusahaan melalui hutang erat
kaitannya dengan
leverage
yang merupakan sumber
pendanaan ekternal
financing)
untuk membiayai kegiatan perusahaan. Apabila
(external leverage
rendah, berarti perusahaan memiliki jumlah utang relatif sedikit daripada modal sendiri, hal ini akan berpengaruh terhadap perolehan laba. Jumlah
3
hutang perusahaan yang relatif sedikit, maka laba yang diperoleh hanya sebagian kecil yang dibayarkan untuk bunga
pinjaman sehingga laba
bersih akan semakin besar. Perusahaan yang dimiliki hutang sedikit, maka kebutuhan dana untuk membayar cicilan hutang dan biaya bunga yang ditanggung menjadi relatif sedikit. Perusahaan yang memperoleh laba bersih sebelum pajak dalam jumlah yang tinggi maka laba yang dibagikan kepada pemegang saham akan semakin tinggi yang pada akhirnya dividen yang dibayarkan akan semakin tinggi. Ekspetasi dari para investor terhadap investasinya adalah memperoleh return sebesar-besarnya dengan risiko tertentu. Return (tingkat pengembalian) tersebut dapat berupa capital gain ataupun dividen, untuk investasi pada saham, dan pendapatan bunga, untuk investasi pada surat hutang. Return tersebut yang menjadi indikator untuk meningkatkan wealth dari para investor, termasuk di dalamnya para pemegang saham. Perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan bersangkutan di satu pihak dan juga dapat membayarkan dividen kepada para investor di pihak lain, tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan sehingga dapat menimbulkan masalah dalam kebijakan dan pembayaran dividen (Riyanto,1995 dalam Kumar, 2007). Oleh karena itu, investor dan investor potensial memiliki kepentingan untuk mampu memprediksi berapa besar tingkat hasil investasi mereka. Kebijakan dividen merupakan keputusan untuk menentukan berapa banyak dividen yang harus dibagikan kepada para pemegang saham.
4
Kebijakan ini bermula dari bagaimana perlakuan manajemen terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan yang pada umumnya sebagian dari penghasilan bersih setelah pajak (EAT) dibagikan kepada para investor dalam bentuk dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali ke perusahaan dalam bentuk laba ditahan. Laba ditahan merupakan salah satu dari sumber dana yang penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, sedangkan dividen merupakan aliran kas yang dibayarkan kepada para investor. Keputusan
suatu
perusahaan
mengenai
dividen
terkadang
diintegrasikan dengan keputusan pendanaan dan keputusan investasinya. Dalam kasus perusahaan membukukan laba, namun pembagian dividen rendah mungkin disebabkan karena manajemen sangat concern tentang kelangsungan hidup perusahaan, melakukan penahanan (retained) laba untuk melakukan ekspansi atau membutuhkan kas untuk operasi perusahaan. Di
dalam
mengambil
keputusan
investasi,
para
investor
mengharapkan hasil yang maksimal dengan risiko tertentu atau hasil tertentu dengan risiko yang minimal terhadap investasi yang dilakukan. Keuntungan investasi sangat tergantung banyak hal, tapi hal yang utama adalah tergantung pada kemampuan atau strategi penanam modal atau investor dalam membaca keadaan dan situasi pasar yang tidak menentu. Bila harga saham naik maka keuntungan yang dimiliki investor akan meningkat.
5
Para investor yang tidak bersedia mengambil risiko (risk aversion) mempunyai pandangan bahwa semakin tinggi juga tingkat keuntungan yang diharapkan sebagai hasil atau imbalan terhadap risiko tersebut. Selanjutnya dividen diterima pada saat ini akan mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada capital gain yang akan diterima di masa yang akan datang. Dengan demikian investor yang tidak bersedia berspekulasi akan lebih menyukai dividen daripada capital gain Damayanti dan Achyani (2006) dalam Fira (2009). Kebijakan dividen terkait juga dengan hubungannya antara manajer dengan para pemegang saham. Umumnya pihak manajemen menahan kas untuk melunasi hutang atau meningkatkan investasi. Di sisi lain, pemegang saham mengharapkan dividen kas dalam jumlah relatif besar karena ingin menikmati hasil investasi pada saham perusahaan. Kondisi inilah yang dipandang teori agensi (agency theory) sebagai konflik antara principal dan agen (Jensen dan Meckling, 1976) dalam Suharli (2006). Berdasarkan agency theory di dalam suatu perusahaan pihak yang disebut sebagai agen adalah pihak manajemen dan pihak yang disebut sebagai
principal ialah pemilik perusahaan atau pemegang saham.
Konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham akan menimbulkan biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan dapat diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan
yang dapat
mensejajarkan kepentingan yang terkait tersebut (Suharli, 2006).
6
Menurut Suharli (2006) terlalu banyak faktor yang menjadi pertimbangan kebijakan dividen sebuah perusahaan. Dari sedemikian banyak
faktor, sulit sekali untuk menyimpulkan yang mana paling
dominan mempengaruhi kebijakan dividen kas perusahaan. Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian terdahulu mengenai faktor yang mempengaruhi kebijakan hasil dividen, yaitu profitabilitas, likuiditas, dan leverage. Penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pembagian dividen payout ratio sudah banyak yang dilakukan. Damayanti dan Achyani (2006) dalam Fira (2009) didalam penelitiannya terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 19992003 menyebutkan bahwa dari variabel investasi, likuiditas, profitabilitas, pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan tidak ada satu variabel pun yang berpengaruh secara signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gill dan Green (1993) dalam Fira (2009) yang menyatakan bahwa likuiditas suatu perusahaan mempunyai pengaruh positif dengan dividend payout ratio. Juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Theobald (1978) yang diacu oleh Florentina (2001) dalam Fira (2009) yang menyatakan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh positif dengan dividen payout ratio. Pada penelitian ini peneliti mengambil contoh salah satu perusahaan manufaktur yaitu PT.Unilever Indonesia pada periode 20092010.
7
Tabel 1.1 Informasi Ratio Keuangan PT. Unilever Indonesia
Keterangan
2009
2010
Dividend (Rp)
399,00
444,00
ROE (%)
114,74
112,19
CR (%)
104,17
85,13
DER (%)
1,02
1,15
DPR (%)
100,01
100,02
Pada tabel 1.1 diatas terlihat bahwa nilai ROE pada tahun 2009 sebesar 114,74 dan variabel tersebut mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 112,19. Hal yang sama terjadi pada variabel CR dengan nilai 104,17 di tahun 2009 dan mengalami penurunan menjadi 85,13 pada tahun 2010. Berbanding terbalik dengan variabel DER yang mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 1,02 menjadi 1,15 pada tahun 2010. Sedangkan variabel DPR juga mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 100,01 menjadi 100,02 pada tahun 2010. Dari contoh tersebut membuktikan bahwa adanya pertentangan antara teori dengan kondisi yang terjadi.
1. Dalam kondisi ini nilai ROE terjadi penurunan di tahun 2010 sebesar 112,19 namun pada nilai DPR mengalami hasil yang sebaliknya yaitu
8
terjadi peningkatan nilai menjadi 100,02 di tahun 2010. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana Semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi tingkat pengembalian dividen. 2. Nilai CR terjadi penurunan di tahun 2010 menjadi 85,13 namun pada nilai DPR mengalami peristiwa yang sebaliknya yaitu terjadi peningkatan nilai menjadi 100,02 di tahun 2010. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana Semakin tinggi likuiditas maka semakin tinggi tingkat pengembalian dividen. 3. Nilai DER terjadi peningkatan di tahun 2010 menjadi 1,15 namun pada nilai DPR mengalami peristiwa yang sebaliknya yaitu terjadi peningkatan nilai menjadi 100,02 di tahun 2010. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana Semakin rendah leverage maka semakin tinggi tingkat pengembalian dividen.
Fenomena lainnya dengan hasil penelitian terdahulu yang menunjukan adanya variabel yang berpengaruh terhadap Dividen Payout Ratio, yaitu : 1. Penelitian Michell Suharli & Megawati Oktorina (2005) menunjukan bahwa Tingkat pengembalian investasi dividen
bagi
investor
profitabilitas, likuiditas,
dapat dan
berupa
diprediksi melalui rasio leverage
(hutang)
dari
perusahaan investee. 2. Penelitian Darminto (2008) menunjukan bahwa variabel profitabilitas dan struktur modal yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen, sedangkan variabel
9
likuiditas dan struktur kepemilikan saham tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. 3. Penelitian Fira Puspita (2009) menunjukan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2007. 4. Penelitian Variyetmi Wira (2010) menunjukan bahwa Tingkat Pengembalian Investasi Berupa Dividen Bagi Investor Dapat Berpengaruh Secara Signifikan Melalui Rasio Profitabilitas Yang Diukur dengan ROI dan
leverage
(hutang) dari
perusahaan investee. Sedangkan faktor lain seperti likuiditas, growth dan firm size tidak berpengaruh secara signifikan.
Penelitian Baruno dan Endriani (2005) juga menjelaskan tentang pengaruh rasio-rasio keuangan
terhadap
dividend payout ratio pada
industri telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2004. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel yaitu Cash Ratio, Return On Equity (ROE), dan Debt to Equity Ratio (DER) mempunyai pengaruh negatif terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) industri telekomunikasi, sedangkan Return On investment (ROI), Firm Size (FS), dan Dividend Payout Ratio tahun sebelumnya (DPRt-1) tidak berpengaruh terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) industri telekomunikasi. Motivasi penelitian ini dikarenakan Peneliti ingin mencoba mengembangkan dari penelitian sebelumnya yang memberikan hasil tidak konsisten
dan
begitu
kontradiktif
mengenai
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan DPR yang dikaitkan dengan rasio-rasio keuangan dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Secara khusus
10
penelitian ini meneliti pengaruh antara Return On Equity (ROE), Current Ratio (CR), Leverage terhadap Dividen Payout Ratio (DPR) pada perusahaan manufaktur di Jakarta tahun 2009-2010. Rentang waktu laporan keuangan yang digunakan sebagai obyek adalah periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2009 sampai dengan 31 Desember 2010. Perusahaan yang diteliti bergerak dalam bidang industri, pernah membagikan dividen pada periode penelitian dan dipilih sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Berdasarkan masalah di atas maka penulis mengangkat masalah ini dengan judul,
“ Pengaruh Return On Equity (ROE), Current Ratio (CR) dan Leverage terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada Perusahaan Manufaktur Di Jakarta Tahun 2009 - 2010 “
11
A. Rumusan Masalah Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah Return On Equity (ROE) berpengaruh terhadap Devidend Payout Ratio (DPR)? 2. Apakah Current Ratio (CR) berpengaruh terhadap Devidend Payout Ratio (DPR)? 3. Apakah Leverage berpengaruh terhadap Devidend Payout Ratio (DPR)?
B. Tujuan dan Manfaat penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris dari : 1. Kemampuan ROE dalam mempengaruhi DPR. 2. Kemampuan CR dalam mempengaruhi DPR. 3. Kemampuan Leverage dalam mempengaruhi DPR.
2. Manfaat penelitian Manfaat penelitian ini dapat berguna bagi banyak pihak, antara lain: 1. Bagi para investor, investor potensial atau analis, hasil penelitian ini dapat memberikan acuan pengambilan keputusan investasi terkait dengan tingkat pengembalian yang berupa dividen perusahaan.
12
2. Bagi pihak manajemen tentu mampu menyajikan kinerja terbaik untuk memperbaiki profitabilitas, likuiditas dan hutang perusahaan, sehingga ketertarikan investor jangka panjang dapat meningkat pada saham perusahaan. 3. Bagi akademisi, hasil penelitian ini mampu mengembangkan teori ilmu akuntansi dan keuangan. Bagi para peneliti di bidang akuntansi dan keuangan, penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar atau acuan untuk penelitian selanjutnya yang lebih baik dan semakin reliable.