BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Imam Ahmad bin Hanbal merupakan salah satu dari tokoh madzab dalam Agama Islam. Di samping Imam Ahmad bin Hanbal terdapat pula Imam madzab lainnya seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i. "Kata 'madzab' berasal dari bahasa Arab yang berarti jalan yang dilalui namun dalam agama Islam madzab berarti fatwa atau pendapat seorang mujtahid" (Siradjuddin 'Abbas, 1972:50). Meskipun terdapat empat madzab utama dalam agama Islam, pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal pengaruhnya tidak begitu besar khususnya bagi kaum muslimin di Indonesia. Kaum muslimin di Indonesia lebih mengenal hasil-hasil ijtihad Imam asy-Syafi'i dibandingkan imam-Imam madzab lainnya. Faktor utama yang melatarbelakangi hal tersebut diantaranya adalah faktor historis. Faktor yang pertama terlihat dari teori kedatangan Islam ke Indonesia. Beberapa tokoh seperti Zainal Arifin Abbas (dalam Siradjuddin 'Abbas, 1972: 225), G.E Morison dan T.W Arnold (dalam Azyumardi Azra, 2004: 6) berpendapat bahwa Agama Islam yang datang pertama kali ke Indonesia berasal dari Coromandel dan Malabar. Pernyataan ketiga tokoh tersebut dikemukakan berdasarkan persamaan madzab fikih di antara kedua wilayah tersebut. "Mayoritas Muslim di Nusantara adalah pengikut Madzab Syafi'i yang juga cukup dominan di wilayah Coromandel dan Malabar seperti yang telah disaksikan oleh Ibnu Bathutah ketika ia mengunjungi kawasan ini". (Azyumardi Azra, 2004: 6). Adapun faktor lainnya adalah hasil keputusan Mahkamah Syariah dan Rapat Peradilan Agama yaitu: Pada rapat Ketua Peradilan Agama/ Mahkamah Syari'ah se-Indonesia pada tahun 1953 di Surakarta telah ditetapkan bahwa Madzab Syafi'i sebagai dasar
-1-
untuk memutuskan perkara-perkara yang berhubungan dengan Agama Islam. Pada rapat Peradilan Agama di Jakarta 28 Juni 1955 telah ditetapkan bahwa kitab-kitab yang digunakan sebagai pedoman dalam memutuskan perkaraperkara di Peradilan Agama harus berasal dari kitab-kitab fikih Madzab Syafi'i seperti Al Badjuri karya Imam Ibrahim Al Bajuri, Fathul Mu'in dengan syarahnya I'natut Thalibin karya Imam Zainuddin al Malibari dan lainnya (Siradjuddin 'Abbas, 1972: 262). Karya-karya ilmiah di Indonesia yang khusus mengangkat pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal belum begitu banyak sama halnya dengan karya-karya beliau yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Beberapa karya Imam Ahmad bin Hanbal yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia diantaranya adalah Kitab Zuhud yang diterbitkan oleh penerbit Darul Falah pada tahun 2002, Al Musnad yang diterbitkan oleh penerbit Pustaka Azzam pada tahun 2006 dan yang terbaru adalah Ushulus Sunnah yang diterbitkan oleh Pustaka Darul Ilmi pada tahun 2008. Diantara berbagai karya Imam Ahmad bin Hanbal tersebut terdapat salah satu karya yang membahas persoalan hukum Islam yaitu kitab Ushulus Sunnah. Dalam karyanya tersebut Imam Ahmad bin Hanbal secara umum menjelaskan mengenai prinsip-prinsip dasar dalam Hukum Islam. Hukum Islam merupakan hukum yang dianggap sakral oleh kaum muslimin yang mencakup tugas-tugas agama yang datang dari Allah dan diwajibkan terhadap semua orang Islam dalam semua aspek kehidupan. Hukum Islam pada intinya berasal dari al Qur'an, as Sunnah, ijma' dan qiyas. Keempat sumber utama tersebut merupakan sumber hukum utama dalam Agama Islam. Meskipun demikian salah seorang ulama yang bermadzab hanbali yaitu Ibnu Qayyim telah menegaskan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal memiliki beberapa perbedaan dalam sumber hukum Islam yaitu al-Quran dan as Sunnah, fatwa para sahabat, fatwa sahabat yang terdapat pertentangan namun memiliki kedekatan dengan nash, Hadits Mursal dan Hadits Dha'if dan yang terakhir adalah al-Qiyas. Dalam hal al Qur'an Imam Ahmad memiliki kesamaan dengan Imam Malik dan Imam Syafi'i yang menyatakan bahwa al Qur'an adalah kalam Allah. Dalam
-2-
mengemukakan hal ini tentunya dilatarbelakangi oleh fenomena politik dan ideologi yang berkembang pada masa Imam Ahmad. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Harun Nasution: Sejak tahun 100 Hijriyyah atau 718 Masehi kaum Mu’tazilah dengan perlahan-lahan memperoleh kedudukan dalam masyarakat Islam di Kekhalifahan Abbasiyyah. Pengaruh itu mencapai puncaknya di jaman khilafah-khilafah Bani ‘Abbas al Ma’mun, Al Mu’tasim dan Al Wasiq (813 M – 847 M), apalagi setelah Al Ma’mun di tahun 827 M mengakui aliran Mu’tazilah sebagai mazhab resmi yang dianut negara ... Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Al Qur'an yang dalam istilah teologi disebut Kalam Allah , bukan qadim atau kekal, tetapi hadis dalam arti baru dan diciptakan Tuhan (Nasution, 2006: 62 dan 50). Imam Ahmad bin Hanbal dikenal sebagai tokoh yang berkeinginan untuk mengembalikan pemahaman ummat Islam kepada pemahaman para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Hal ini sebagaimana ucapan beliau (Imam Ahmad)
berikut: Pokok-pokok Sunnah (Islam) disisi kami adalah: Berpegang teguh dengan apa yang dijalani oleh para shahabat serta bertauladan kepada mereka, meninggalkan perbuatan bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat, serta meninggalkan perdebatan dalam masalah agama (Ahmad bin Hanbal, 2008: 37). Dalam masalah as Sunnah, Ahmad bin Hanbal sangat berhati-hati khususnya mengenai riwayat hadits. Pada satu sisi Imam Ahmad lebih memilih menggunakan hadits Dhaif dan Hadits Mursal dari pada menggunakan hasil pemikiran akal (ra'yu). Hal ini sebagaimana yang dikatakan Imam Munawir (1985: 295-296). Bahkan Imam Ahmad menegaskan pernyataannya tersebut dalam Ushulus Sunnah: "Dalam As Sunnah tidak boleh dibuat permisalan dan tidak dapat diukur dengan akal dan hawa nafsu akan tetapi dengan ittiba' dan meninggalkan hawa nafsu" (Ahmad bin Hanbal, 2008: 61). Pernyataan Imam Ahmad mengenai as Sunnah tersebut mengakibatkan pandangan beliau terhadap qiyas dan ijma' dianggap tidak begitu diutamakan. Hal ini nampak ketika pernyataan Imam Ahmad (2008:43) dalam Ushulus Sunnah yang menyatakan bahwa "As
-3-
Sunnah merupakan penjelas dari Al Qur'an yang berasal dari Rasulullah Shalallahu'aihi wa Sallam dan tidak ada qiyas di dalam As Sunnah".
Imam Ahmad lebih
mengedepankan penggunaan fatwa para sahabat, hadits dhaif dan hadits mursal dibandingkan dengan penggunaan qiyas dan ijma' dalam sumber hukum Islam. Kajian sumber hukum Agama Islam berhubungan dengan konsep jurisprudensi dalam
ilmu
hukum.
Menurut
Mohamad
Faiz
(2007:
http://panmohamadfaiz.com/?s=jurisprudensi) jurisprudensi sebagai suatu ilmu hukum memiliki keistimewaan yang terletak pada metode studi yang khusus, bukan pada hukum dari satu negara saja tetapi gagasan-gagasan besar dari hukum itu sendiri. Selain itu jurisprudensi merupakan ilmu yang mengkaji tentang prinsip-prinsip utama hukum. Dalam hukum Islam titik tolak jurisprudensi berasal dari suatu tahap perkembangan hukum dari bentuknya yang sederhana kemudian disusun secara sistematik. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Arief Abdul Salam
(2008: http://digilib.uin-
suka.ac.id/ gdl.php?mod= browse&op=read&id=digilib-uinsuka--abdsalamar-603). Peletak dasar pertama metodologi jurisprudensi dalam agama Islam adalah Imam Syafi'i. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Nurcholis Madjid dalam kata pengantarnya terhadap terjemahan kitab Ar-Risalah (Syafi'i,1986:XVII). Meskipun demikian, sebagai murid dari Imam Syafi'i ternyata Imam Ahmad bin Hanbal juga telah manghasilkan beberapa pendapat yang
serupa dengan gurunya tersebut. Hal ini
tercantum dalam beberapa perkataan Imam Ahmad bin Hanbal yang telah diriwayatkan oleh berbagai ulama lainnya seperti Abu Dawud as-Sijistany dalam Masail Imam Ahmad dan Ibnu Qayyim dalam I'lamul Muwaqiqien. Pada sisi lain terdapat pula pendapat Imam Ahmad yang tidak sepaham dengan Imam Syafi'i khususnya mengenai hadits dha'if (lemah) dan ijtihad. Imam Ahmad bin Hanbal tidak sependapat dengan Imam Syafi''i yang tidak memakai hadits dha'if sebagai
-4-
dasar hukum dan hanya memakainya dalam
Fadhailul a'mal. Adapun dalam
permasalahan ijma', Imam Ahmad bin Hanbal lebih memilih ijma' para sahabat Nabi. (Siradjuddin 'Abbas, 1972: 101 dan 103). "Madzab Ibnu Hanbal terkenal sangat keras dan ketat, sehingga seseorang yang keras sering dijuluki dengan hanbali". (Asy-Syurbasi, 1979: 159). Salah satu contoh dari hal tersebut misalnya ketika Syaikh Rabi' bin Hadi al Makhdali menjelaskan pernyataan Imam Ahmad dalam larangan beliau melakukan debat (jidal). "Maka Imam Ahmad telah berlebihan dalam permasalahan debat (jidal). Adapun mengenai ucapan beliau (Imam Ahmad): "Berdebat (jidal) bukanlah termasuk sunnah", maka hal ini adalah perkataan yang berlebihan" (Rabi' bin Hadi al-Makhdali, 2002: 21). Aspek-aspek di atas merupakan beberapa faktor yang mendorong saya untuk mengangkat pemikiran Imam Ahmad khususnya mengenai sumber hukum utama dalam agama Islam sebagai tema utama dalam penyusunan skripsi ini. Selain itu hal ini dikarenakan ketertarikan saya terhadap tema sejarah intelektual, khususnya yang menyangkut tokoh-tokoh yang berasal dari Islam.
1.2 RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah yang utama dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal mengenai kedudukan sumber hukum dalam Agama Islam? Untuk lebih memfokuskan kajian penelitian ini, rumusan masalah tersebut disusun ke dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai batasan masalah, yaitu: 1. Bagaimanakah pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal mengenai kedudukan al Qur'an? 2. Bagaimanakah pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal mengenai kedudukan as Sunnah?
-5-
3. Bagaimanakah pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal mengenai ijma' ? 4. Bagaimanakah pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal mengenai kedudukan qiyas?
1.3 TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. mendeskripsikan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal khususnya mengenai kedudukan al Qur'an sebagai sumber hukum Agama Islam. 2. mendeskripsikan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal khususnya mengenai kedudukan as Sunnah sebagai sumber hukum Agama Islam. 3. mendeskripsikan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal khususnya mengenai kedudukan ijma' sebagai sumber hukum Agama Islam. 4. mendeskripsikan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal khususnya mengenai kedudukan qiyas sebagai sumber hukum Agama Islam. Selain beberapa tujuan di atas terdapat tujuan khusus lainnya yaitu untuk memperkaya penulisan sejarah intelektual umat Islam khususnya yang mengenai perkembangan Madzab Hanbali.
1.4 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Penyusunan skripsi ini menggunakan Metode Historis. Metode Historis adalah suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1986; 35). Merujuk pada Ismaun (1990: 125-136), Metode Historis ini mencakup empat tahap penting yaitu Heuristik, Kritik atau Analisis Sumber, Interpretasi atau Sintesa dan Historiografi atau penulisan sejarah.
-6-
Tahapan Heuristik merupakan langkah awal dalam mengumpulkan berbagai sumber. Sumber-sumber yang dikumpulkan mencakup berbagai karya tulis Imam Ahmad bin Hanbal seperti Ushulus Sunnah, Az Zuhd dan Al Musnad. Selain tulisan Imam Ahmad bin Hanbal dikumpulkan juga berbagai sumber yang membahas pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal seperti Syarh Ushulus Sunnah karya Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Makhdali, Masail Imam Ahmad karya Abu Dawud as-Sijistany, I'lamul Muwaqiqien karya Ibnu Qayyim, Tarikh Khulafa’ karya Imam As-Suyuti dan Siyar ‘Alam An Nubala karya Imam adz-Dzahaby. Disamping sumber-sumber tersebut untuk lebih melengkapi maka dikumpulkan pula berbagai sumber yang berasal dari pemikir-pemikir modern Islam saat ini seperti Syarh Al I’tiqad karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, Biografi Imam-Imam Empat Mazhab; Hanafi, Maliki, Syafe’i dan Hambali karya Moenawar Khalil dan Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan karya Harun Nasution. Pada tahapan selanjutnya yaitu kritik atau Analisis Sumber terhadap sumbersumber yang telah dikumpulkan. Kritik yang dilakukan mencakup kritik ekstern yaitu mencakup fisik sumber dan kritik intern mencakup keaslian (keotentikan) sumber. Jika berbicara mengenai keotentikan sumber maka sumber-sumber diatas sebagiannya sudah dapat diperoleh dalam bentuk terjemahannya seperti Ushulus Sunnah yang sudah diterjemahkan oleh Muhammad Wasitho, Lc dan Tarikh Khulafa’ oleh Samson Rahman ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu, Dalam tahap ini penulis mencoba menelaah sumber-sumber yang mengkaji pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal baik yang langsung ditulis olehnya, maupun yang ditulis oleh tokoh lain. Ini di pandang sangat penting karena banyak tokoh yang mengkaji sosok Imam Ahmad bin Hanbal tidak dapat menghindari subjektifitasnya dalam mengambil penilaian. Dengan melakukan kritik internal dan eksternal, diharapkan kesimpulan yang didapat memiliki nilai objektifitas yang dapat dipertanggung jawabkan.
-7-
Setelah melalui tahapan kritik maka berbagai sumber tersebut diberikan Interpretasi atau sintesa berupa komentar dan tanggapan dalam rangka menyusun interpretasi yang disesuaikan dengan tujuan penulisan. Pada tahapan ini dilakukan perangkaian dan penghubungan berbagai sumber hingga melahirkan penafsiran terhadap berbagai sumber sejarah yang telah melalui kritik baik eksternal maupun internal disesuaikan dengan rumusan permasalahan yang diangkat. Tahapan Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahapan akhir dalam langkah-langkah penulisan dengan cara merangkaikan berbagai interpretasi sebelumnya menjadi sebuah karya tulis sejarah. Tahapan histroriografi ini merupakan proses yang dilakukan setelah sumber-sumber sejarah yang ditemukan selesai dianalisis dan ditafsirkan. Adapun mengenai teknik penulisan skripsi ini akan menggunakan teknik studi literatur. Dengan teknik ini penulisan dilakukan dengan menelaah berbagai sumber referensi seperti yang telah disebutkan diatas. Diharapkan dengan teknik studi literatur ini akan diperoleh keobjektifan dan kemudahan dalam penyusunan skripsi.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan skripsi ini mengacu pada teknik penulisan karya ilmiah yang dikeluarkan oleh Univeritas Pendidikan Indonesia (UPI). Adapun mengenai penjelasan sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut. Bab Pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari beberapa bagian yaitu; latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode dan teknik penelitian serta sistematika penulisan.
-8-
Bab kedua berisi tinjauan pustaka. Pada bab ini akan dipaparkan berbagai sumber referensi yang dipakai disertai dengan penjelasan dan komentar terhadap sumber-sumber tersebut. Bab ketiga berisi metode dan teknik penelitian. Bab ini merupakan penjelasan lebih mendetail mengenai metode penelitian yang digunakan. Selain itu dalam bab ini akan dijelaskan berbagai tahapan dalam menyusun skripsi. Bab keempat yang merupakan bagian utama dalam skipsi. Pada Bab ini akan dijelaskan berbagai pokok permasalahan yang telah disusun berdasarkan rumusan pertanyaan. Bagian ini terbagi menjadi 6 bagian, yaitu: 1. Kondisi Intelektual Islam Pada Masa Imam Ahmad bin Hanbal 2. Latar Belakang Kehidupan Imam Ahmad bin Hanbal 3. Pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal khususnya mengenai kedudukan al Qur'an sebagai sumber hukum Agama Islam. 4. Pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal khususnya mengenai kedudukan as Sunnah sebagai sumber hukum Agama Islam. 5. Pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal khususnya mengenai kedudukan, ijma' sebagai sumber hukum Agama Islam. 6. Pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal khususnya mengenai kedudukan qiyas sebagai sumber hukum Agama Islam. Bab kelima merupakan Kesimpulan khususnya berupa jawaban utama atas rumusan permasalahan yang diangkat secara keseluruhan dari bab sebelumnya.
-9-