BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
Ibadah haji merupakan ritual tahunan umat muslim yang dilaksanakan pada bulan Muharram. Setiap umat Islam yang mampu (baik secara ekonomi maupun kesehatan) berkewajiban untuk melakukan perjalanan ke Baitullah (Ka’bah) setidaknya seumur hidup sekali. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Al-Quran 3: 97) Secara bahasa, haji berarti Al-Qashd (bermaksud) adalah pergi mengunjungi tempat yang diagungkan. Sementara secara istilah, haji bermaksud mendatangi Baitullah untuk amal ibadah tertentu yang dilakukan pada waktu dan cara yang tertentu juga. Amalan yang harus dikerjakan seseorang dalam ibadah haji meliputi: ihram, memasuki kota Mekkah (bagi orang yang berada di luar kota Mekkah), thawaf, sai, wukuf di Arafah, mabit (bermalam) di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit (bermalam) di Mina, bercukur, gundul, atau memotong beberapa helai rambut, menyembelih hewan, dan tahallul (Al-Zuhaily, 1997 dalam Yusuf, 2008). Setiap muslim yang merasa mampu ingin menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Akibatnya pendaftar haji membludak mencapai 40 ribu jamaah perbulan.
1
Sedangkan kuota yang diberikan Kerajaan Arab Saudi pada tahun 2013 sejumlah 211.000. Akibatnya antrian calon jamaah haji mencapai 2,2 juta jamaah (Kementerian Agama, 2013). Karena banyaknya jamaah yang diurus sedangkan sumber daya Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama terbatas, maka tentu ada banyak masalah yang terjadi terkait penyelenggaraan ibadah haji baik yang teknis maupun non-teknis. Ombudsman mengungkapkan dalam pelaksanaan ibadah di Mekah dan Madinah, jamaah banyak mengeluhkan mengenai petugas kloter yang kurang optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya (Ihsanudin, 2013).
Kasus pemondokan juga terjadi pada jamaah kloter satu asal Batam yang mendapat pemondokan yang dekat dengan tempat pembuangan akhir. Banyak sampah berserakan dan mengganggu pemandangan. Tidak hanya itu, air di kamar hotel mereka juga sering macet. Hal ini tentu saja menyulitkan jamaah untuk memenuhi kebutuhan mandi dan kebutuhan lainnya yang berhubungan dengan air (Jatmika, 2013).
Transportasi menjadi masalah lain yang menjadi pertimbangan dari pemberangkatan dari Indonesia menuju Arab Saudi hingga mobilitas jamaah di Arab Saudi. Salah satu masalah yang terjadi adalah pesawat maskapai penerbangan sempat kembali lagi ke bandara setelah 30 menit terbang karena tidak adanya fasilitas air dalam pesawat (Ismail, 2013). Bus untuk mengangkut
2
jamaah haji di Madinah juga sempat mengalami keterlambatan sampai 10 jam (Kompasiana, 2013).
Masalah terkait layanan kesehatan dikemukakan oleh Direktorat Jendral Penyelenggara Haji dan Umroh Kementerian Agama terkait dengan terbatasnya ruangan untuk layanan kesehatan sehingga banyak pasien yang harus dirawat di luar tenda. Selain itu kendaraan ambulan untuk merujuk pasien ke Rumah Sakit Arab Saudi tidak mempunyai stiker izin (Juliyah, 2013).
Permasalahan yang telah disebutkan di atas membuat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama harus meningkatkan layanan yang diberikan. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama berkewajiban melakukan peningkatan yang berkelanjutan pada aspek, pembinaan, pelayanan dan pelindungan bagi Jamaah haji sesuai dengan yang tertera pada UU No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Untuk meninjau tingkat kualitas jasa dan kepuasan jamaah haji dapat menggunakan pendekatan SERVQUAL.
Parasuraman et al. (1985) mengemukakan terdapat sepuluh dimensi kualitas jasa yaitu courtesy (keramahan), credibility (kredibilitas), security (keamanan), access (akses), reliability (keandalan), responsiveness (kecepatan respon), competence (kompetensi), understanding/knowing the customers (pemahaman terhadap konsumen), tangibles (bukti nyata), dan communication (komunikasi).
Dari
kesepuluh
dimensi
tersebut
Parasuraman
(1988)
mengelompokkannya menjadi lima dimensi utama SERVQUAL yaitu bukti nyata
3
(tangibles), keandalan (reliability), kecepatan merespon (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy).
Susan (2014) mengukur pengaruh kualitas jasa yang diberikan oleh PDAM Sleman yang mampu mempengaruhi kepuasan pelanggan berdasarkan lima dimensi kualitas jasa SERVQUAL dengan menggunakan perpaduan metode analisis Customer Satisfaction Index (CSI) dan Importance performance Analysis (IPA). Penelitiannya mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh PDAM Sleman pada tahun 2013 baik dan memuaskan pelanggan.
Penelitian serupa
pernah dilakukan oleh Rahman et al. (2013).
Penelitiannya mengukur kepuasan jamaah haji menggunakan sepuluh dimensi kualitas jasa yang disusun oleh Parasuraman (1985) ditinjau berdasarkan sembilan variabel meliputi : pelayanan petugas kloter, pelayanan petugas non-kloter, pelayanan ibadah, pelayanan kesehatan, pelayanan umum, fasilitas transportasi, fasilitas akomodasi (pemondokan), pelayanan katering, dan pelayanan katering Armina. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama selaku panitia penyelenggara ibadah haji tergolong memuaskan.
Analisa kesenjangan kualitas jasa SERVQUAL memiliki kelemahan. SERVQUAL tidak dapat mengidentifikasi skala prioritas dari atribut kesenjangan layanan, maka kelemahan SERVQUAL disempurnakan dengan menggunakan alat analisis
berupa
Importance
Performance
Analysis
(IPA)
yang
dapat
mengidentifikasi atribut peningkatan jasa (Putri, 2012).
4
Gilbert (2006) menuturkan bahwa pengukuran kepuasan konsumen adalah pengukuran yang dilakukan setelah konsumsi kepada pemakai mengenai produk atau jasa yang diperoleh. Terdapat berbagai teori yang mengemukakan tentang metode pengukuran kepuasan konsumen yang terbaik. Salah satunya adalah pendekatan konfirmasi dan diskonfirmasi. Customer Satisfaction Index (CSI) merupakan alat yang biasa digunakan dalam metode tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Banyaknya masalah yang terjadi pada penyelenggaraan ibadah haji oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama akan mempengaruhi tingkat kepuasan jamaah haji. Untuk itu perlu diketahui tingkat kepuasan jamaah haji pada berbagai aspek layanan dan peningkatan mutu kualitas jasa pada aspek layanan yang perlu ditingkatkan. Dalam penelitian ini diteliti tingkat kepuasan jamaah haji pada setiap variabel di empat daerah kerja (Armina, Mekkah, Madinah, dan Jeddah) karena rangkaian ibadah haji dilakukan di empat daerah kerja tersebut secara berurutan. Khusus untuk layanan katering di daerah kerja Armina diampu oleh manajemen yang berbeda dengan layanan katering di daerah kerja lain, sehingga variabel katering di Armina akan menjadi variabel sendiri karena aitem pengukuran yang dipakai juga berbeda. 1.3 Pertanyaan Penelitian a. Apakah jamaah haji tahun 2013 puas terhadap pelayanan yang diberikan penyelenggara ibadah haji di 4 daerah kerja (Mekkah, Jeddah, Madinah, dan
5
Armina) yang meliputi fasilitas pelayanan petugas kloter, pelayanan petugas nonkloter, pelayanan ibadah, pelayanan kesehatan, pelayanan umum, fasilitas transportasi, dan fasilitas akomodasi (pemondokan), serta pelayanan katering khusus di daerah kerja Armina dan pelayanan katering di daerah kerja lainnya? b. Variabel/dimensi kualitas jasa penyelenggaraan haji apa saja yang perlu ditingkatkan di 4 daerah kerja (Mekkah, Jeddah, Madinah, dan Armina)? 1.4 Tujuan Penelitian a. Menganalisa tingkat kepuasan jamaah haji tahun 2013 terhadap fasilitas pelayanan petugas kloter, pelayanan petugas nonkloter, pelayanan ibadah, pelayanan kesehatan, pelayanan umum, fasilitas transportasi, fasilitas akomodasi (pemondokan), pelayanan katering, dan pelayanan katering Armina. b. Menganalisa variabel/dimensi kualitas jasa yang perlu ditingkatkan dalam penyelenggaraan ibadah haji di 4 daerah kerja (Mekkah, Jeddah, Madinah, dan Armina). 1.5 Keaslian Penelitian a. Penelitian Sebelumnya Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahman et al. (2013) terdapat temuan bahwa selama dua tahun berturut-turut daerah kerja Armina menempati skor Customer Satisfaction Index terendah Pada tahun 2011 dan 2012.
6
Sedangkan pada tahun 2010 daerah kerja dengan Customer Satisfaction Index terendah adalah daerah kerja Mekkah. Daerah kerja Madinah menempati peringkat Customer Satisfaction Index teratas tahun 2010 dan 2011 dengan skor 87,33 persen dan 84,64 persen. Sedangkan pada tahun 2012 Jeddah menempati peringkat teratas dengan 83,30 persen. Pada tahun 2012 kepuasan jamaah haji termasuk kategori memuaskan dengan rata-rata Customer Satisfaction Index keseluruhan pada ke empat daerah kerja sebesar 81,32 persen. Daerah kerja Madinah selama 2010-2012 mengalami tren penurunan Customer Satisfaction Index dari 87,33 persen; 84,64 persen; hingga 82,92 persen. Pada daerah kerja Jeddah skor Customer Satisfaction Index sempat mengalami kenaikan pada tahun 2010 ke 2011 pada 83,79 persen ke 84,54 persen namun turun lagi pada tahun 2012 pada 83,30 persen. Pada derah kerja Mekkah juga sempat naik dari 81,27 persen pada tahun 2010 menjadi 82,84 persen pada tahun 2011 lalu kembali turun menjadi 82,57 persen pada tahun 2012. Sedangkan pada daerah kerja Madinah juga tidak berbeda. Skor Customer Satisfaction Index sempat naik dari tahun 2010 (79,41 persen) ke tahun 2011 (81,25 persen) lalu turun lagi pada tahun 2012 (80,36 persen). b.Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang berjudul Analisa Survei Kepuasan Jamaah Haji Tahun 2010-2012 yang ditulis oleh Rahman et al. (2013). Penelitian sebelumnya mengkaji tren kepuasan jamaah
7
haji dari tahun 2010 sampai dengan 2012. Pada penelitian ini akan diteliti tingkat kepuasan jamaah haji pada tahun 2013. Penelitian ini terbatas pada perhitungan indeks kepuasan konsumen dan analisis pelayanan yang harus diprioritaskan untuk ditingkatkan dan yang tidak menjadi prioritas. 1.6 Manfaat Penelitian Bagi akademisi, semoga penelitian ini dapat memperkaya referensi dan literatur tentang pengukuran kepuasan konsumen secara umum. Secara khusus penelitian Analisis Survei Kepuasan Jamaah Haji Indonesia Tahun 2013 ini dapat menjadi referensi analisis survei kepuasan haji pada tahun-tahun selanjutnya, sehingga mata rantai tidak terputus sampai di sini. Bagi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama selaku penyelenggara haji dengan mengetahui tingkat kepuasan penelitian ini
dapat
melakukan
perbaikan
dan
peningkatan
kualitas
pelayanan
penyelenggaraan haji. Sehingga penyelenggaraan haji menjadi lebih baik dan jamaah haji menjadi lebih nyaman dan khusyuk dalam menjalankan rangkaian ibadah haji.
1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini di bagi menjadi 5 bab. Bab I Pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, keaslian penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka membahas tentang landasan teori dan alat analisis. Bab III Metode Penelitian berisi setrategi penelitian, metode pengambilan sampel, metode
8
pengumpulan data, instrument penelitian, pengujian data, dan metode analisis data. Bab IV Analisis Data terdiri dari profil responden, pengujian instrumen, dan hasil olah data. Bab V Kesimpulan dan Saran membahas kesimpulan, keterbatasan penelitian, implikasi, dan saran.
9