BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berbagai peristiwa yang terjadi ditanah air seperti kecelakaan pesawat, kecelakaan mobil, pencurian organ, bom bunuh diri, mutilasi, dan pemerkosaan tidak pernah lepas dari cabang ilmu kedokteran forensik. Menurut Wecht (2005), ilmu forensik adalah istilah yang
lebih
sebenarnya
luas
daripada
meliputi
legal
keduanya.
medicine.
Legal
Padahal
medicine
suatu
bidang studi dan sebagai syarat penerapan pengetahuan medis untuk kepentingan peradilan. Legal medicine adalah mitra kedokteran forensik dalam
antarmuka
kedokteran
dan
hukum
yang
merupakan
cabang khusus kedokteran yang secara khusus menangani penerapan proses
pengetahuan
hukum.
medis
Sementara
untuk
masalah
kedokteran
hukum
forensik
dan
lebih
mengarah pada solusi yang relevan dengan hukum pidana dimana pengetahuan medis dapat mempengaruhi penafsiran hukum (Beran,2010). Ruang lingkup kedokteran forensik berkembang dari waktu ke waktu. Dari semula hanya pada kematian korban kejahatan, kematian yang tidak diharapkan/tidak diduga,
1
2
mayat tidak dikenal, hingga korban kejahatan yang masih hidup,
atau
biologis
bahkan
yang
perkaranya
kerangka,
diduga
meluas
berasal
dari
jaringan, dari
dan
bahan
manusia.
Jenis
pembunuhan,
penganiayaan,
kejahatan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, child abuse and neglect, perselisihan pada perceraian, anak yang
mencari
ayah
(paternity
testing),
hingga
pelanggaraan hak asasi manusia (Sampurna,2008). Tingginya prevalensi kasus keracunan dapat terlihat dari data penanganan kasus keracunan di Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit (IRD RS) Sanglah-Denpasar. Setiap bulannya IRD RS Sanglah menangani sekitar 30 sampai 50 kasus
keracunan.
disebabkan
oleh:
Penyebab makanan,
keracunan
insektisida
diantaranya rumah
tangga,
paracetamol, psikotropika dan narkotika, alkohol (etanol dan
metanol),
detergen,
dan
digitalis
(Wirasuta
&
Suardamana,2007). Menurut catatan arkeologik, minuman berakohol sudah dikenal manusia sejak kurang lebih 5000 tahun yang lalu. Alkohol merupakan penekan susunan saraf pusat tertua dan bersama-sama kafein dan nikotin yang merupakan zat kimia yang paling banyak digunakan manusia (Joewana,1989). Alkohol pada umumnya yang banyak telah gunakan adalah
3
etanol, etil alkohol atau hidroksi etana, terdapat dalam sejumlah minuman dan sediaan obat. Alkohol adalah cairan yang
tidak
berwarna,
mudah
menguap,
mudah
terbakar,
berbau khas dan sangat mudah larut dalam air (Keel,2003). Menurut
data
WHO
diperkirakan
bahwa
minuman
beralkohol telah dikonsumsi sekitar 2 miliar orang di dunia dan sebanyak 76,4 juta orang didiagnosis sebagai orang
kecanduan
alkohol.
Setiap
tahun,
alkohol
menyebabkan 2,5 juta kematian penduduk di seluruh dunia dari 4 % jumlah total kematian dan 4,5 % dari 59.3 juta penduduk menyebabkan kecacatan fisik. Selain itu, 10 % sampai 18 % pasien cedera yang datang ke gawat darurat disebabkan oleh alkohol dan 21-34 % dari 110 juta pasien Emergency Disease (ED) datang terkait alkohol (Volz et al., 2014). Sejak Poison
tahun
Central
1983,
Centers
The
American
mengumpulkan
Association data
dari
of
Toxic
Exposure Surveillance System. Dari 2000 laporan setiap tahunnya, 63 pusat keracunan melaporkan 2.168.248 kasus keracunan pada manusia yang disebabkan pemaparan zat toksik. Kurang dari 5 % dari kasus tersebut merupakan efek
samping
dari
makanan
dan
obat-obatan.
Riwayat
penyalahgunaan alkohol sering terjadi, 10 % diantaranya
4
memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) (Lubis & Mardianto,2008). Penduduk di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 85
%
pernah
mengkonsumsi
alkohol
sekurang-kurangnya
sekali seumur hidupnya dan sekitar 51 % dari semua orang dewasa di Amerika Serikat merupakan pengguna alkohol yang cukup rutin hingga sekarang. Penyalahgunaan alkohol lebih
umum
rendah
dan
terjadi
dimasyarakat
kurangnya
yang
pendidikan.
berpendapatan
Sekurang-kurangnya
sekitar 200.000 kematian yang berhubungan dengan alkohol tiap
tahunnya.
penggunaan
Kelompok
alkohol
usia
tertinggi
dengan
adalah
presentasi
antara
20
tahun
hingga 35 tahun, sedangkan dari jenis kelamin laki-laki secara
bermakna
lebih
mungkin
menggunakan
alkohol
daripada wanita (Utina,2011). Menurut Nurdiansyah (2011), dalam beberapa tahun terakhir,
kasus
kematian
akibat
minuman
keras
baik
perorangan maupun masal terus bertambah, pada tahun 2010 lalu misalnya, 11 orang warga di Jagaraksa, Jakarta Selatan tewas setelah menenggak minuman miras oplosan, di Bandung meregang nyawa akibat kasus yang sama, di Malang 3 orang tewas, 10 orang yang kritis, di Yogyakarta 13 orang tewas karena minuman keras oplosan jenis lapen.
5
Sedangkan pada tahun 2011 tercatat beberapa kasus akibat meminum minuman keras yaitu terbukti selama tahun 2011 sampai
bulan
April
2011,
Polres
Blitar
Kota
sudah
menangani 17 kasus miras dengan 17 tersangka. Rata-rata kasus peredaran miras ini mengalami kenaikan antara 1015 % perbulan. Salah satu penyebab utama kematian terkait alkohol adalah
toksisitas
konsentrasi
alkohol
alkohol darah
akut. yang
Alkohol
tinggi
dengan
menginduksi
depresi pernapasan dan kematian akibat keracunan alkohol akut adalah bentuk dominan dari mono toksisitas zat kematian. Kadar blood alcohol consentration(BAC) ≥0.300 g/100 ml mengakibatkan depresi pernapasan serta gangguan ditandai dengan persepsi, kognitif dan motorik fungsi, namun konsentrasi yang fatal minimal adalah >0.400 g/100 ml (Darke et al.,2013). Di Bagian
Daerah Ilmu
Istimewa Kedokteran
Yogyakarta Forensik
pada FK
tahun
2010,
UGM/Instalasi
Kedokteran Forensik RSUP DR Sardjito pernah menangani kasus keracunan minuman keras oplosan jenis lapen yang sudah dikubur selama 3 minggu. Pada saat itu, dengan metode mikrodifusi Conway ditemukan kadar alkohol dengan kadar sebesar 400 mg%. Namun, apakah kadar alkohol darah
6
400 mg% ini memang karena dari alkohol yang diminum atau dari proses pembusukan selama dikubur dalam tanah? Dan apakah
tanah
asam
akan
mempengaruhi
tingkat
kadar
alkohol? Berdasarkan penelitian Zumwal et al., bahwa pada jenazah yang membusuk akan ditemukan alkohol, semakin lama
proses
darahnya.
pembusukan
Oleh
karena
semakin itu
besar
disini
kadar akan
alkohol
dilakukan
penelitian apakah memang ditemukan alkohol pada kondisi jenazah yang sudah membusuk dan sudah dikubur dalam tanah suasana asam selama 72 jam. Namun karena tidak bisa dilakukan pada jenazah langsung maka penelitian disini akan dilakukan pada tikus putih dewasa jenis wistar. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu: 1. Berapakah kadar alkohol organ hati pada tikus putih dewasa jenis wistar karena mati fisiologis yang dikubur dalam tanah suasana asam selama 72 jam? 2. Berapakah kadar alkohol organ hati pada tikus putih dewasa jenis wistar karena keracunan alkohol yang dikubur dalam tanah suasana asam selama 72 jam?
7
3. Apakah ada perbedaan kadar alkohol organ hati pada tikus putih dewasa jenis wistar karena fisiologis dan
keracunan
alkohol
yang
dikubur
dalam
tanah
suasana asam selama 72 jam? I.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar alkohol organ hati pada tikus putih dewasa jenis wistar karena mati fisiologis dengan keracunan alkohol yang dikubur dalam tanah suasana asam selama 72 jam. I.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan dampak positif dalam hal sebagai berikut: a. Bagi
peneliti:
mengenai
untuk
perbedaan
mendapatkan
kadar
alkohol
pengetahuan karena
mati
fisiologis dan keracunan alkohol yang dikubur dalam tanah suasana asam selama 72 jam. b. Bagi aparat penegak hukum/penyidik: untuk membantu membuat
keputusan
dalam
menangani
kasus
pidana
terkait dengan keracunan alkohol. c. Bagi dokter forensik: mempunyai landasan/pedoman untuk menerapkan pada kondisi jenazah yang sudah
8
dikubur dalam tanah suasana asam bisa ada alkohol atau tidak. I.5 Keaslian Penelitian Sepengetahuan
peneliti,
penelitian
mengenai
perbedaan kadar alkohol darah pada tikus putih dewasa jenis wistar karena fisiologis dan keracunan alkohol setelah dikubur dalam tanah suasana asam selama 72 jam belum
ada.
Namun
adapun
penelitian-penelitian
yang
serupa antara lain: a) Suaniti
et
keracunan
al. alkohol
(2012):
Kerusakan
berulang
pada
hati tikus
akibat wistar.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian true randomized
experimental post test only control
group design. Dengan jumlah sampel 15 tikus jenis wistar. Hasilnya adalah terjadi kerusakan jaringan hati terjadi pemakaian alkohol secara berulang yang disertai dengan peningkatan kadar ALDH dalam serum tikus wistar. Adapun perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah variabel dan metode
yang
digunakan.
Peneliti
menggunakan
variabel 2 yaitu kadar alkohol darah yang mati karena fisiologis dan keracunan alkohol. Metode yang
peneliti
pakai
menggunakan
penelitian
9
observasi analitik dengan rancangan cross sectional dan metode mikrodifusi conway untuk mencari kadar alkohol pada tikus wistar. b) Ambarsari
F
(2009):
perbandingan
kabar
alkohol
dalam darah tepi mayat yang belum membusuk dengan mayat yang telah membusuk. Penelitian ini adalah penelitian
longitudinal
dan
analitik
dengan
22
sampel darah tepi mayat yang belum membusuk dan 22 sampel
darah
tepi
mayat
yang
telah
membusuk.
Hasilnya adalah terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar etanol dalam darah tepi mayat yang belum membusuk dibandingkan dengan kadar etanol dalam
darah
tepi
mayat
yang
telah
membusuk.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan sekarang adalah pada penelitian ini akan mencari perbedaan kadar alkohol darah setelah dikubur dalam tanah suasana asam selama 72 jam.