BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa menjadi alat bagi manusia salah satunya untuk menunjukkan sikap dan penilaian terhadap kebenaran suatu peristiwa, baik secara lisan maupun tertulis. Tingkat kebenaran peristiwa tersebut dapat berupa kemungkinanketidakmungkinan hingga kepastian-ketidakpastian yang direalisasikan dalam proposisi. Di dalam ilmu bahasa, sikap dan penilaian terhadap tingkat kebenaran ini direalisasikan dengan menggunakan modalitas epistemik. Menurut Warnsby (2006: 15), modalitas epistemik merupakan modalitas yang mengekspresikan penilaian dan sikap pembicara terhadap tingkatan kebenaran proposisi. Dengan kata lain, modalitas epistemik menunjukkan seberapa jauh pembicara mengetahui proposisi tersebut benar atau tidak. Sebagai salah satu media komunikasi, laporan berita di dalam surat kabar sarat akan penggunaan modalitas epistemik. Hal ini dikarenakan dalam penulisan berita terdapat dua pihak penting yang terlibat yakni wartawan (redaksi surat kabar) dan narasumber dimana keduanya menyatakan sikap dan penilaian terhadap berita tersebut. Wartawan sebagai bagian dari pihak surat kabar tentu memiliki andil dalam memberikan arah pada suatu berita mengingat setiap surat kabar memiliki sudut pandang yang berbeda-beda dalam melaporkan berita. Sementara itu, narasumber juga berperan sentral dalam penulisan berita karena darinya lah informasi diperoleh. Namun demikian, tidak semua kalimat berita yang dituliskan mengandung modalitas epistemik. Perbedaan ujaran yang 1
2
mengandung modalitas epistemik dan yang tidak mengandung modalitas epistemik terletak pada ada atau tidaknya sikap dan penilaian pembicara terhadap kebenaran proposisi yang diujarkan seperti pada data berikut ini. (1)
He is a foreign citizen. (TJP: 191015) Dia adalah seorang Warga Negara Asing. (TJP: 191015)
(1a)
He may be a foreign citizen. Dia mungkin seorang Warga Negara Asing.
(1b)
He must be a foreign citizen. Dia pasti seorang Warga Negara Asing.
Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa ujaran (1) tidak mengandung modalitas apapun, tetapi hanya kalimat faktual atau deklaratif saja. Namun jika pembicara memberikan pemikiran atau menyikapi ujaran tersebut dengan meragukan, misalnya, dengan menambahkan modal may seperti pada (1a) atau meyakini dengan menggunakan modal must seperti pada (1b), maka ujaran tersebut mengandung modalitas epistemik. Berdasarkan pemaparan tersebut, tampak pula perbedaan antara ujaran (1) dan (1a) serta (1b) dimana pada ujaran (1) tidak ditemukan adanya perangkat leksikal yang berfungsi untuk menunjukkan sikap dan penilaian pembicara terhadap kebenaran ujaran yang ia tuturkan. Hal ini berbeda dengan ujaran (1a) dan (1b) yang menggunakan perangkat leksikal berupa modal auxiliary verbs yaitu may dan must. Pembahasan mengenai modalitas epistemik tidak dapat dipisahkan dari tipe modalitas yang lain. Palmer (1990: 36) setidaknya mengelompokkan modalitas menjadi tiga tipe utama yakni modalitas epistemik, modalitas deontik, dan
3
modalitas dinamik dengan menggunakan istilah milik Von Wright. Jika modalitas epistemik mengekspresikan pendapat pembicara tentang kebenaran suatu proposisi (Schmied, 2006: 6), modalitas deontik lebih berhubungan dengan sikap mewajibkan, mengizinkan, menawarkan, meminta, dan memerintah. Sementara itu, modalitas dinamik mengekspresikan kemampuan atau kemauan pembicara. Penelitian ini fokus membahas modalitas epistemik bahasa Inggris dalam kalimat berita pada rubrik headlines The Jakarta Post (TJP). Pemilihan pembahasan mengenai modalitas epistemik dibandingkan tipe modalitas yang lain pada rubrik headlines TJP disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, modalitas epistemik merupakan modalitas yang berkaitan dengan subjektivitas penutur (Palmer, 1990: 7 dan 10) sehingga sesuai untuk mengetahui sikap dan penilaian penutur terhadap tingkat kebenaran proposisi dalam berita. Kedua, modalitas epistemik merupakan modalitas yang paling jelas perbedaan penggunaannya dibandingkan tipe modalitas yang lain (Palmer, 1990: 50). Ketiga, modalitas epistemik merupakan satu-satunya modalitas yang tingkat kebenaran proposisinya dapat dilihat, diamati, dinilai, dan diukur (Perkins dalam Eryon, 2011: 2). Keempat, modalitas epistemik merupakan tipe modalitas yang dapat direalisasikan dengan berbagai pemarkah baik auxiliary verbs, modal leksikal hingga bentuk hedging. Pembahasan modalitas epistemik pada rubrik headlines TJP juga dilandasi beberapa pertimbangan. Pertama, rubrik headlines mencerminkan ideologi suatu surat kabar yang membedakan surat kabar yang satu dengan lainnya. Kedua, rubrik headlines memuat berita-berita faktual yang sedang hangat dibicarakan
4
dalam berbagi topik berita. Ketiga, rubrik headlines merupakan rubrik utama di dalam suatu surat kabar yang mendapatkan perhatian terbanyak baik dari pihak surat kabar maupun pembaca. Keempat, laporan berita di dalam rubrik headlines mengandung pernyataan baik dari redaksi surat kabar maupun narasumber sehingga memungkinkan untuk mengetahui penggunaan modalitas epistemik kedua penutur. Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut, pemilihan pembahasan modalitas epistemik pada rubrik headlines TJP memungkinkan peneliti mengetahui penggunaan modalitas epistemik dalam kalimat berita secara menyeluruh. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ujaran yang mengandung modalitas epistemik direalisasikan dengan berbagai pemarkah. Namun demikian, pada dasarnya pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris dibagai menjadi dua kategori utama yaitu kata kerja bantu modal atau dikenal dengan auxiliary verbs (AV) dan bentuk modal leksikal lain yang meliputi leksikal verba, nomina, ajektiva, dan adverbia. Pengungkap modalitas ini oleh Alwi (1992: 96) disebut dengan pengungkap intraklausal dan ekstraklausal. Modal AV yang digunakan sebagai pengungkap modalitas epistemik mencakup modal can, may, must, will, dan shall sebagai modal primer dan could, might, ought to, would, dan should sebagai modal sekunder (Perkins, 1982: 248) yang secara epistemik termasuk modal tentatif (Quirk et.al, 1985: 227 dan 233). Sementara itu, bentuk modal leksikal untuk verba antara lain believe, seem, dan ensure, untuk nomina seperti certainty, possibility, dan likelihood (Halliday, 1970: 331), untuk ajektiva
5
misalnya sure, possible dan visible, sedangkan untuk adverbia antara lain definitely, certainly dan perhaps. Penggunaan berbagai pengungkap modalitas epistemik di atas mampu menunjukkan sikap dan penilaian pembicara terhadap kebenaran proposisi pada kalimat berita. Sikap dan penilaian tersebut bervariasi mulai dari tingkat kemungkinan hingga kepastian. Data berikut ini menunjukkan tingkatan sikap dan penilaian pembicara terhadap kebenaran proposisi. (2)
“Supported by civilians, the TNI will be powerful, feared and appreciated in the international community,” Jokowi said. (TJP: 061015) Didukung oleh masyarakat, TNI akan menjadi kuat, ditakuti dan dihargai di kalangan internasional,” tutur Jokowi. (TJP: 011015)
(2a)
“Supported by civilians, the TNI must be powerful, feared and appreciated in the international community,” Jokowi said. Didukung oleh masyarakat, TNI pasti menjadi kuat, ditakuti dan dihargai di kalangan internasional,” tutur Jokowi.
Jika dibandingkan, data (2) dan (2a) memperlihatkan perbedaan kadar keyakinan pembicara atas proposisi yang diutarakan. Pada data (2) dengan menggunakan modal will, terlihat bahwa pembicara tidak terlalu yakin atas apa yang diungkapkan karena proposisi tersebut hanya menunjukkan kemungkinan yang akan dilakukan di masa mendatang. Sementara itu, penggunaan modal must pada proposisi (2a) memperlihatkan pembicara menunjukkan sikap dan pemikiran yang lebih yakin terhadap proposisi tersebut. Dengan kata lain, penggunaan modal AV will menunjukkan tingkat kepastian yang cukup tinggi namun tidak setinggi modal must yang jelas lebih menunjukkan suatu kepastian pembicara dalam menuturkan proposisi tersebut.
6
Hal serupa juga terjadi apabila bentuk modal pengungkap modalitas epistemik yang digunakan berbeda seperti berikut ini. (2b) “Supported by civilians, the TNI is absolutely being powerful, feared and appreciated in the international community,” Jokowi said. Didukung oleh masyarakat, TNI pasti menjadi kuat, ditakuti dan dihargai di kalangan internasional,” tutur Jokowi. (2c) “Supported by civilians, the TNI is possible to be powerful, feared and appreciated in the international community,” Jokowi said. Didukung oleh masyarakat, TNI mungkin menjadi kuat, ditakuti dan dihargai di kalangan internasional,” tutur Jokowi. Berdasarkan data (2b) di atas, tampak bahwa pembicara memiliki keyakinan tinggi terhadap kebenaran proposisi dengan adanya modal leksikal adverbia absolutely. Sementara itu, pembicara menunjukkan sikap yang kurang yakin pada proposisi (2c) dengan menggunakan modal leksikal ajektiva possible. Keyakinan atau kekurangyakinan pembicara sesungguhnya tidak ditentukan dari kategori modal apa yang dipilih untuk digunakan. Pada data tersebut, misalnya, data (2a) yang menggunakan kategori modal AV tidak bisa serta merta dianggap menunjukkan keyakinan yang lebih kuat dibandingkan data (2b) dengan modal leksikal adverbia atau sebaliknya. Tingkat
keyakinan pembicara yang
diungkapkan melalui modal lebih dipengaruhi oleh fungsi modal yang dipilih untuk menyatakan proposisi tersebut apakah untuk menyatakan keteramalan, kemungkinan, kepastian atau yang lainnya. Fungsi modal ini akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya. Di dalam penelitian ini, penulis memberikan fokus utama untuk menyoroti pengungkap modalitas epistemik pada surat kabar Indonesia berbahasa Inggris, The Jakarta Post edisi 1-10 Oktober 2015. Data di dalam penelitian ini berupa
7
data kalimat berita di dalam rubrik headlines TJP edisi 1-10 Oktober 2015 yang mengandung modalitas epistemik ditandai dengan penggunaan modal auxiliary verbs dan modal leksikal adverbia. Penanda modalitas epistemik yang dibahas di dalam penelitian ini dibatasi hanya penanda modalitas epistemik kategori auxiliary verb (AV) dan modal leksikal adverbia (LA) karena dua jenis modal ini memiliki frekuensi penggunaan terbanyak di dalam sumber data. Sementara itu, pemilihan sumber data berupa surat kabar TJP dikarenakan surat kabar ini merupakan surat kabar berbahasa Inggris tertua di Indonesia (Suryakusuma, 2010). Oleh karena itu, surat kabar ini paling banyak diakses di Indonesia baik oleh masyarakat umum maupun institusi pendidikan sehingga dipandang memiliki kredibilitas yang baik serta bermanfaat. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya mengenai modalitas bahasa Inggris dimana penelitian ini fokus membahas penggunaan modalitas epistemik bahasa Inggris pada ragam bahasa berita. Bahasan di dalam penelitian ini meliputi bentuk, frekuensi, makna, penggunaan, serta alasan penggunaan pengungkap modalitas epistemik tertentu di dalam kalimat berita pada rubrik headlines surat kabar TJP. Penelitian ini juga membatasi hanya meneliti modalitas epistemik di dalam rubrik headlines TJP dan tidak melibatkan unsur keyakinan pembaca terhadap tulisan tersebut. Hal ini mengingat keyakinan pembaca dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang lain seperti pengetahuan pembaca tentang berita tersebut maupun ideologi pribadi pembaca.
8
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana bentuk, frekuensi dan makna pengungkap modalitas epistemik bahasa Inggris pada rubrik headlines The Jakarta Post?
2.
Bagaimana penggunaan modalitas epistemik bahasa Inggris berdasarkan jenis penutur pada rubrik headlines The Jakarta Post?
3.
Mengapa digunakan beragam pengungkap modalitas epistemik dalam menulis berita?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian di dalam penelitian ini adalah: 1.
Mendeskripsikan bentuk, frekuensi dan makna pengungkap modalitas epistemik bahasa Inggris pada rubrik headlines The Jakarta Post.
2.
Mendeskripsikan penggunaan modalitas epistemik bahasa Inggris berdasarkan jenis penutur pada rubrik headlines The Jakarta Post.
3.
Menjelaskan alasan penggunaan beragam pengungkap modalitas epistemik dalam menulis berita.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini membahas pengungkap modalitas epistemik bahasa Inggris yang tercermin di dalam surat kabar TJP. Dengan adanya penelitian ini akan dapat diketahui bentuk, frekuensi, makna dan penggunaan dari masing-masing
9
pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris. Selain itu, akan diketahui pula faktor yang mempengaruhi adanya beragam penggunaan pengungkap modalitas epistemik bahasa Inggris di dalam rubrik headlines TJP. Penelitian ini menarik karena melibatkan media massa berbahasa Inggris sebagai sumber data dimana media massa merupakan sumber informasi yang sering diakses masyarakat. Dengan melihat bentuk, frekuensi, makna, fungsi dan alasan pemakaian beragam pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris, penelitian ini memberikan manfaat teoretis maupun praktis. Penelitian ini memberikan manfaat teoretis untuk menambah wawasan pengetahuan maupun teori mengenai pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris khususnya yang seringkali digunakan di dalam surat kabar. Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah bagi pembaca surat kabar TJP khususnya, serta pembaca surat kabar berbahasa Inggris pada umumnya, untuk lebih mengetahui pemakaian dan perbedaan fungsi dari masing-masing pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris sehingga dapat menggunakannya dengan tepat. Penelitian ini juga bermanfaat bagi pembelajar bahasa Inggris maupun institusi-institusi pendidikan di Indonesia yang seringkali menggunakan surat kabar berbahasa Inggris sebagai media pembelajaran. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Permasalahan di dalam penelitian ini dibatasi hanya mengenai modalitas epistemik yang terdapat di dalam rubrik headlines surat kabar The Jakarta Post edisi 1-10 Oktober 2015. Penelitian ini fokus untuk mengetahui penggunaan
10
modalitas epistemik di dalam rubrik headlines TJP yang meliputi bentuk, frekuensi, makna, penggunaan dan faktor yang mempengaruhi penggunaan penanda modalitas epistemik tertentu di dalam rubrik headlines TJP. Penggunaan modalitas
epistemik
yang
dianalisis
di
dalam
penelitian
ini
juga
mempertimbangkan jenis penutur (redaksi surat kabar dan narasumber) serta jenis berita yang ada di dalam rubrik headlines TJP selama periode tersebut. Selain itu, penelitian ini hanya meneliti pengungkap modalitas epistemik berbentuk AV dan bentuk modal LA. Oleh karena itu, bentuk pengungkap modalitas epistemik yang lain seperti modal leksikal verba, nomina, ajektiva, modus, kala, quasi modal (need, have got to, have to) dan hedging tidak dibahas di dalam penelitian ini. 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai modalitas telah dilakukan di dalam berbagai bahasa. Di dalam bahasa Indonesia, penelitian mengenai modalitas telah dilakukan oleh Hasan Alwi (1990) dalam bentuk disertasi yang kemudian dibukukan pada tahun 1992 dengan judul Modalitas dalam Bahasa Indonesia. Di dalam penelitian tersebut Alwi menjelaskan tipe-tipe modalitas di dalam bahasa Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa terdapat empat macam modalitas di dalam bahasa Indonesia yaitu modalitas intensional, epistemik, deontik, dan dinamik. Sementara itu, penelitian mengenai modalitas di dalam bahasa Inggris juga telah lama dilakukan oleh Frank Robert Palmer (1990) di dalam bukunya yang berjudul Modality and the English Modals. Di dalam buku tersebut, Palmer menjabarkan tipe-tipe modalitas utama, yakni epistemik, deontik, dan dinamik. Selain itu, Palmer juga menganalisis bentuk modal bahasa Inggris yang berpedoman pada
11
kata kerja bantul modal (auxiliary verbs) sebagai pengungkap modalitas yang ia jabarkan berdasarkan tipe modalitasnya. Selain dua penelitian di atas, ada pula penelitian yang membandingkan modalitas bahasa Inggris dan bahasa Kroasia dengan judul Use of Epistemic Modality by Non-Native Speakers of English oleh Stela Letica (2009). Di dalam penelitiannya, Letica ingin mengetahui persamaan dan perbedaan bentuk, frekuensi kemunculan, serta hubungan kemampuan berbahasa L1 dan L2 dari respondennya
terhadap
produktivitas
penggunaan
pengungkap
modalitas
epistemik di dalam dua bahasa tersebut. Penelitian lain mengenai modalitas juga telah dilakukan oleh Teguh Dwi Cahyadi (2014) di dalam tesisnya yang berjudul Kata Kerja Bantu Modal sebagai Pengungkap Modalitas Bahasa Inggris dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia. Di dalam penelitiannya, Cahyadi menganalisis pengungkap modalitas (epistemik, deontik, dan dinamik) yang berupa kata kerja bantu (auxiliary verbs) dalam bahasa Inggris yang dipadankan dengan bentuk pengungkap modalitas di dalam bahasa Indonesia. Penelitian lain yang juga membandingkan modalitas bahasa Inggris dan bahasa Indonesia telah dilakukan oleh Eryon (2011). Di dalam penelitiannya dalam bentuk jurnal dengan judul Satu Tinjauan Diskripsi tentang Modalitas Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, Eryon membahas perbandingan semua tipe serta pemarkah modalitas epistemik, deontik, dan dinamik antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam penelitian tersebut, juga dibahas mengenai semua pemarkah modalitas epistemik, deontik, dan dinamik baik yang berupa kata kerja
12
bantu maupun bentuk pemarkah lain yang terdapat di dalam modalitas kedua bahasa tersebut. Eryon menyimpulkan bahwa modalitas terdapat di setiap bahasa. Sementara itu, penelitian yang berkaitan dengan modalitas epistemik telah dilakukan oleh Victoria L. Rubbin (2010) dalam bentuk jurnal yang berjudul Epistemic Modality: from Uncertainty to Certainty in the Context of Information Seeking as Interactions with Texts. Di dalam penelitian tersebut, Rubbin menganalisis keberadaan penungkap modalitas epistemik di dalam teks surat kabar New York Times. Namun ia hanya fokus untuk membandingkan secara kuantitatif jumlah penanda kepastian di rubrik berita dan non-berita di surat kabar tersebut karena penelitian tersebut pada dasarnya merupakan penelitian mengenai information seeking (kegiatan untuk mencari informasi melalui media elektronik) yang digabungkan dengan kajian linguistik. Kesimpulan akhir dari penelitian tersebut berupa data jumlah (statistik) pengungkap modalitas epistemik yang lebih banyak ditemukan di rubrik berita. Penelitian lain yang berkaitan dengan pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris juga dilakukan oleh Anna Papafragou (2005) yang juga dalam bentuk jurnal dengan judul Epistemic Modality and Truth Conditions. Di dalam penelitian tersebut, Papafragou ingin membuktikan bahwasanya terdapat kaitan antara modalitas epistemik dengan kondisi yang sebenarnya yang selama ini disanggah oleh beberapa ahli linguistik. Papafragou tidak hanya meneliti modalitas epistemik yang berhubungan dengan penanda kepastian, tetapi modalitas epistemik secara umum dan menghubungkannya dengan kondisi sebenarnya dari proposisi tersebut.
13
Dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, dapat disimpulkan bahwa penelitian-penelitian modalitas secara umum maupun mengenai modalitas epistemik telah banyak dilakukan. Namun demikian, belum ada penelitian yang membahas mengenai makna dan penggunaan pemarkah modalitas epistemik di dalam ragam bahasa berita. Selain itu, belum dijelaskan mengenai alasan penggunaan beragam pengungkap modalitas epistemik di dalam kalimat berita. Oleh karena itu, penelitian ini menawarkan kajian yang baru dan perlu untuk dilakukan. 1.7 Landasan Teori Penelitian ini membahas mengenai pengungkap modalitas epistemik dalam bahasa Inggris yang terdapat pada surat kabar TJP khususnya rubrik headlines. Terdapat beberapa teori yang digunakan di dalam penelitian ini yang berpayung pada teori modalitas. Pertama, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai konsep modalitas dan modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris. Selanjutnya akan dibahas mengenai pengungkap modalitas epistemik yang digunakan di dalam bahasa Inggris. Selain itu, akan disajikan pula pembahasan mengenai bahasa berita di dalam surat kabar dimana bahasa berita menjadi objek dari penelitian ini. Terakhir, akan dipaparkan mengenai informasi sumber data. 1.7.1
Modalitas
Modalitas merupakan bagian penting dalam berbahasa. Menurut Soenarjo (1989: 1), modalitas dianggap penting karena dipakai untuk menyatakan
14
bagaimana cara pembicara menanggapi suatu tindakan, keadaan atau kejadian yang sedang dihadapinya. Pembahasan mengenai modalitas pertama kali digagas oleh Aristoteles yang kala itu menggunakan sudut pandang yang didasari oleh logika modal (modal logic). Aristoteles menyebutkan keperluan (necessity), kemungkinan (possibility), dan ketidakmungkinan (impossibility) sebagai permasalahan modalitas yang oleh para ahli akhirnya dianggap sebagai masalah utama (Alwi, 1992: 1). Modalitas termasuk ke dalam kategori fitur semantik-gramatikal (Palmer, 1990: 1) yang menurut Lyon‟s (melalui Palmer, 1990: 2) berhubungan dengan sikap dan penilaian seseorang. Disebut dengan fitur semantik-gramatikal, karena modalitas dapat diungkapkan dengan keduanya. Apabila modalitas diungkapkan secara
gramatikal
maka
akan
menggunakan
modus
(mood)
sebagai
pengungkapnya, sedangkan jika diungkapkan dengan semantik saja maka akan menggunakan pengungkap modalitas dalam bentuk kata, frasa, atau klausa (Soenarjo, 1989: iv). Menurut Soenarjo (1989: 1), bahasa Inggris menggunakan keduanya
untuk
mengungkapkan
modalitas.
Lebih
lanjut
dijelaskan,
pengungkapan leksikal menggunakan bentuk kata, frase, dan klausa, sedangkan pengungkapan gramatikal ditunjukkan dengan menggunakan modus kalimat (subjunctive, imperative, indicative, dan lainnya). Di dalam modalitas, terdapat setidaknya tiga tipe modalitas utama, yakni modalitas epistemik, modalitas deontik, dan modalitas dinamik. Palmer (1990: 63) menyatakan bahwa modalitas epistemik lebih berkaitan dengan proposisi (pikiran) daripada perbuatan. Sementara itu, modalitas deontik berkebalikan dari modalitas
15
epistemik karena modalitas deontik lebih bersifat performatif seperti mengizinkan, mewajibkan, melarang, mengancam, dan berjanji (Palmer, 1990: 82). Sedangkan modalitas dinamik menurut Palmer (1990: 49) berkaitan dengan kemampuan dan kemauan pembicara terhadap subjek kalimat daripada pendapat (epistemik) dan sikap (deontik) pembicara itu sendiri. Dari ketiga tipe modalitas ini, modalitas epistemik yang menjadi fokus penelitian ini. 1.7.2
Modalitas Epistemik dan Penanda Modalitas Epistemik
Istilah epistemik (epistemic) berasal dari kata episteme (bahasa Yunani) yang berarti pengetahuan yang oleh Perkins disimpulkan bahwa yang dipersoalkan di dalam modalitas epistemik ialah sikap pembicara yang didasari oleh keyakinan atau kekurangyakinannya terhadap kebenaran proposisi (Alwi, 1992: 89). Kebenaran proposisi yang dimaksudkan adalah penilaian pembicara terhadap ujaran yang dia katakan, apakah dia meragukannya atau meyakininya. Hal ini berkaitan dengan seberapa jauh pengetahuan pembicara terhadap proposisi yang dia katakan sehingga mempengaruhi tingkat keyakinannya (kepastiannya) terhadap proposisi tersebut. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa modalitas epistemik berkaitan dengan pendapat atau pikiran pembicara terhadap kebenaran proposisi daripada perbuatan. Lyons‟ (melalui Palmer, 1990: 48) menyatakan bahwa modalitas epistemik berhubungan dengan masalah pengetahuan dan kepercayaan (keyakinan). Oleh karenanya, pembahasan mengenai modalitas epistemik berkaitan dengan seberapa yakin seorang pembicara terhadap proposisi yang dia utarakan. Dikatakan oleh Warnsby (2006: 15) bahwa modalitas epistemik
16
mengindikasikan tingkat komitmen seorang pembicara terhadap kebenaran proposisi yang dapat berupa kepastian hingga ketidakpastian. Hal ini sejalan dengan penelitian ini yang akan membahas pengungkap modalitas epistemik untuk mengetahui kepastian pembicara terhadap kebenaran proposisi. Tingkat komitmen atau penilaian seorang pembicara terhadap tingkat kebenaran (kepastian dan ketidakpastian) proposisinya memang tidak dapat dipisahkan dari subjektivitas pembicara. Menurut Wiebe (melalui Liddy et. al, 2006: 8), ketidakpastian dan kepastian adalah jenis spekulasi dari subjektivitas. Hal ini karena memang pembicara yang mengetahui latar belakang dari apa yang ia bicarakan sehingga penilaiannya pun tidak bisa dihindarkan dari subjektivitas dirinya. Namun demikian, subjektivitas tidaklah selamanya buruk. Terlebih jika memang dari unsur subjektivitas itu justru membantu mengetahui alasan mengapa pembicara yakin atau kurang yakin terhadap proposisinya. Di dalam bahasa Inggris, terdapat banyak cara untuk mengungkapkan modalitas epistemik dengan menggunakan berbagai jenis sistem modal. Namun sebelum itu, perlu dibedakan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan modalitas (epistemik) dan modal. Menurut Coates (melalui Cahyadi, 2014: 21), modal merupakan alat pengungkap modalitas (epistemik). Sehingga, modal dapat mengekspresikan semua makna yang terkandung di dalam modalitas (epistemik). Palmer (1986: 51) menyebutkan bahwa, “the term „epistemic‟ should apply not simply to modal system that basically involve the notion of possibility and necessity, but to any modal system that indicates the degree of commitment by the speaker to what he says.” istilah „epistemik‟ seharusnya tidak hanya diperuntukkan bagi sistem modal yang berkaitan dengan kemungkinan dan kepastian, tetapi untuk sistem modal
17
apapun yang mengindikasikan tingkat komitmen pembicara terhadap ada yang dikatakannya. Oleh karena itu, yang dimaksudkan dengan modal pengungkap modalitas epistemik tidak hanya modal yang berkaitan langsung dengan kemungkinan (may) dan kepastian (must), namun termasuk juga jenis modal lain yang menunjukkan tingkat penilaian pembicara terhadap apa yang dituturkannya. 1.7.3
Modal Auxiliary Verbs
Pada dasarnya, pengungkap modalitas epistemik diwakili oleh dua modal utama yakni must dan may dimana modal must menyatakan makna necessity “keperluan atau kepastian” dan modal may menyatakan makna possibility “kemungkinan” (Palmer, 1990: 50). Namun demikian, terdapat pula modal can yang juga mengungkapkan makna epistemik “kemungkinan” yang serupa dengan may. Sementara itu, modal will menunjukkan makna epistemik probability “kemungkinan kuat atau keteramalan” begitu pula modal shall yang dalam bahasa Inggris modern sudah jarang ditemukan penggunaannya (Quirk et.al, 1985: 229). Terdapat lima bentuk modal AV yang merupakan pemarkah
modalitas
epistemik di dalam bahasa Inggris yaitu can, may, must, will, dan shall. Selain itu, terdapat pula bentuk tentatif dari modal-modal AV tersebut yaitu could, might, ought to, would, dan should. Di dalam bagian ini akan diuraikan satu per satu mengenai makna dari masing-masing modal AV tersebut dalam mengungkapkan modalitas epistemik.
18
1.7.3.1 Can/Could Menurut Leech dan Svartvik (melalui Gustova, 2011: 8), makna epistemik dari can menyatakan kemungkinan pikiran (teoretikal), seperti yang pada ujaran The railways can be improved. Ujaran ini menurut Leech dan Svartvik dimaknai bahwa secara teori railways (rel kereta api) memang memungkinkan untuk diperbaiki (improvable) karena alasan misalnya belum sempurna. Selain itu, can juga seringkali diparafrasekan dengan menggunakan „It is possible…‟ yang diikuti klausa infinitif (Quirk et.al, 1985: 222) yang jika diterapkan pada ujaran di atas menjadi It is possible for the railway to be improved. Quirk et. al (1985: 221) juga menyebutkan bahwa can juga dijumpai dalam bentuk kalimat negatif dan pertanyaan, misalnya Can she be at school? (Is it possible for her to be at school?). Namun demikian, Palmer (1986: 103) menyebutkan bahwa hanya modal can dalam bentuk negatif yang benar-benar dapat mewakili makna “kemungkinan” modalitas epistemik. Di dalam bentuk negatif cannot atau can‟t menyatakan makna “ketidakmungkinan” (impossibility) yang berlawanan dengan makna epistemik must, seperti He must have been at home yang berlawanan dengan He can‟t have been at home (Leech dan Svartvik dalam Gustova, 2011: 8). Sementara itu, could menyatakan makna epistemik “kemungkinan” yang tentatif (mungkin tetapi belum pasti) atau dengan kata lain makna epistemik could lebih rendah dibandingkan can.
19
1.7.3.2 May/Might Makna epistemik may menurut Leech dan Svartvik (melalui Gustova, 2011: 9) dapat dibandingkan dengan can dimana may menyatakan makna kemungkinan fakta (faktual). Jika menggunakan contoh sebelumnya The railways may be improved maka makna epistemiknya yaitu memang faktanya sudah ada rencana perbaikan rel kereta api, sehingga mungkin sekali untuk memperbaiki rel kereta api. Makna epistemik faktual (may) ini lebih kuat dibandingkan makna epistemik pikiran (can) (Leech dan Svartvik dalam Gustova, 2011: 9). Penggunaan may seringkali diparafrasekan dengan „It is possible that…‟ atau dengan adverbia possibly, probably (Quirk et.al, 1985: 223). Dalam bentuk negatif, may not mempertahankan makna epistemiknya (Gustova, 2011: 9). Sehingga kalimat She may not be at school dapat diparafrasekan menjadi It is possible that she is not at school. Selain itu, may hanya bisa digunakan dalam bentuk kalimat deklaratif saja. Sementara itu, might bermakna epistemik “kemungkinan” tentatif yakni lebih rendah dari may dan dapat digunakan dalam bentuk kalimat tanya. 1.7.3.3 Must/Ought to/Should Penggunaan must di dalam makna epistemik mengandung pikiran pembicara bahwa suatu proposisi yang diungkapkan itu benar dimana pembicara menyimpulkan dari apa yang telah diketahui (Quirk et.al, 1985: 225). Hal ini dapat terlihat pada pembicara yang menyatakan ujaran misalnya Joana must have much money dimana pembicara telah melakukan observasi atau mengetahui bahwa Joana baru saja membeli mobil mewah, baru pulang dari jalan-jalan ke luar
20
negeri, dan sebagainya hingga muncul lah kesimpulan berupa ujaran tersebut. Makna epistemik must dapat menyatakan makna epistemik “kepastian” (necessity). Penggunaan must seringkali diparafrasekan dengan „It is necessarily the case that…‟, „It is highly probable that…‟, atau „It is essential for…‟ (Quirk et.al, 1985: 225). Lebih lanjut dijelaskan bahwa must tidak dapat digunakan dalam bentuk negatif maupun kalimat tanya dalam mengungkapkan makna epistemik. Sementara itu, ought to sebagai modal marjinal memiliki makna epistemik yang berhubungan dengan makna epistemik must dimana penggunaannya lebih jarang dijumpai dibanding sinonimnya should (Gustova, 2011: 11). Sementara itu, should menyatakan kemungkinan (probability) yang merupakan bentuk ekuivalen must dengan makna yang lebih rendah (Leech dan Svartvik dalam Gustova, 2011: 10). Should mengadung makna kemungkinan tentatif dimana pembicara tidak tahu apakah pernyataannya benar tetapi secara tentatif menganggapnya benar berdasarkan apapun yang ia ketahui (Quirk et.al, 1985: 227). Sebagai contoh misalnya ujaran Robin should be at home yang dapat diparafrasekan menjadi Robin should be at home, but I am not certain. Bentuk negatif dari should adalah shouldn‟t dan penggunaan should jarang dijumpai dalam bentuk kalimat tanya. 1.7.3.4 Will/Would Makna epistemik will menyatakan “kemungkinan kuat” (probability) yang mengandung makna “keteramalan” (present predictive) berdasarkan waktu dan situasi (Gustova, 2011: 10). Misalnya ujaran That will be the postman dikatakan setelah pembicara mendengar suara bel (Quirk et.al, 1985: 228). Ujaran ini
21
dikatakan berdasarkan waktu dan situasi yang memungkinkan seorang tukang pos datang ke rumah (pada jam-jam tertentu, pembicara memang tahu bahwa ia akan menerima surat atau paket, dan sebagainya). Penggunaan will umumnya diparafrasekan dengan „It is very likely that…‟ (Quirk et.al, 1985: 228). Sementara itu, makna epistemik would lebih rendah dari will dan dapat dijumpai dalam bentuk past tense. 1.7.3.5 Shall Penggunaan shall jarang dijumpai di dalam bahasa Inggris modern khususnya American English. Penggunaan modal ini di dalam modalitas epistemik tidak memiliki kaitan dengan modal should karena makna dari keduanya berbeda. Hanya terdapat satu makna epistemik dari modal shall yang merupakan bentuk formal dari will dimana digunakan hanya dengan subjek persona pertama (Quirk et.al, 1985: 230). 1.7.4
Modal Leksikal
Selain modal AV, terdapat jenis modal leksikal yang lain yang digunakan untuk mengungkapkan modalitas epistemik yakni modal verba leksikal, nomina, ajektiva, dan adverbia. Modal-modal tersebut dianggap sebagai modal pengungkap
modalitas
epistemik
karena
modal-modal
tersebut
mampu
menunjukkan makna epistemik dari proposisi yang mengandung modal tersebut. Alwi (1992: 100) menyebut modal leksikal ini sebagai pengungkap ekstraklausal dimana perilaku sintaksisnya lebih bebas daripada pengungkap intraklausal (modal AV).
22
Modal leksikal verba (LV) merupakan verba yang berfungsi sebagai pengungkap modalitas epistemik. Liddy et. al (2006: 5) menyebutkan bahwa modal LV seringkali berbentuk reporting verb yang antara lain adalah verba claim, report, dan promise. Sementara itu, Warnsby (2006: 23) menyebutkan bahwa verba think dan believe juga termasuk ke dalam kategori modal LV. Disamping itu, masih banyak modal leksikal verba yang lain seperti seem, ensure, look, guarantee, dan sebagainya. Verba-verba tersebut mengindikasikan modalitas epistemik yang terkandung di dalam proposisi. Modal-modal ini juga seringkali digunakan di dalam hedging. Berikut ini merupakan contoh dimana modal verba leksikal dapat mensubstitusi modal AV. The Smiths must have a lot of money. (Quirk et.al, 1985: 224) Keluarga Smiths pasti memiliki banyak uang. It is believed that The Smiths have a lot of money. (parafrase) (Hal ini) diyakini bahwa keluarga Smiths memiliki banyak uang. Kalimat di atas mengandung modalitas epistemik “kepastian” dimana modal AV must digunakan sebagai pengungkap modalitas. Modal LV believe digunakan untuk memarafrase kalimat tersebut namun makna yang diungkapkan tetap sama. Hal tersebut juga terlihat di dalam kalimat berikut ini dimana modal LV seem dan look memiliki makna yang ekuivalen dengan may sebagai modal pengungkap modalitas epistemik. He may be there. (Palmer, 1990: 61) Dia mungkin di sana.
23
It seems that he is there. (parafrase) Sepertinya dia di sana. It looks (like) that he is there. (parafrase) Kelihatannya dia di sana. Modal leksikal nomina (LN) juga dapat digunakan untuk menyatakan modalitas epistemik. Modal LN tersebut diantaranya adalah certainty, possibility, chance, presumption, dan likelihood (Halliday, 1970: 331). Modal LN dianggap sebagai pengungkap modalitas epistemik karena memiliki makna yang ekuivalen dengan modal AV ketika digunakan di dalam kalimat seperti berikut ini. (3) … we could face demotion. (TJP: 021015) … kami mungkin menghadapi penurunan pangkat. (TJP: 021015) (3a) It is a probability that we face demotion. (parafrase) Terdapat kemungkinan kami menghadapi penurunan pangkat. (3b) There is a possibility that we face demotion. (parafrase) Terdapat kemungkinan kami menghadapi penurunan pangkat. (3c) There is a likelihood that we face demotion. (parafrase) Terdapat kemungkinan kami menghadapi penurunan pangkat. Dari contoh data di atas dapat dipahami bahwa modal could yang memiliki makna epistemik „kemungkinan‟ dapat disubstitusi menggunakan modal LN diantaranya probability, possibility, dan likelihood melalui parafrase kalimat. Modalitas epistemik bahasa Inggris juga dapat dinyatakan dengan menggunakan modal leksikal ajektiva (LAj) dimana modal ini sama seperti modal
24
LV dan LN sebelumnya yang memiliki ekuivalensi makna dengan kata kerja bantu modal. Terdapat banyak modal LAj yang digunakan sebagai pengungkap modalitas epistemik seperti possible, certain, sure, doubt, absolut dan lainnya. Berikut ini akan disertakan contoh kalimat parafrase modal AV dengan modal LAj yang dituliskan oleh Quirk et.al (1985: 221-222). Even expert drivers can make mistakes. Pengemudi handal sekalipun mungkin membuat kesalahan. It is possible for even expert drivers to make mistakes. (parafrase) (Hal ini) mungkin untuk pengemudi handal sekalipun membuat kesalahan. Pada contoh kalimat tersebut, can yang sebelumnya disebutkan mengandung makna “kemungkinan” (possibility) dapat disubstitusi dengan modal LAj possible. Terakhir, yang dapat menjadi pengungkap modalitas epistemik adalah modal leksikal adverbia (LA). Jika dibandingkan dengan modal LAj, modal LA memiliki ragam yang lebih banyak. Fintel dan Gillies (2006: 3) mendaftar sebagian kecil dari modal LA pengungkap modalitas epistemik antara lain possibly, probably, certainly, apparently, supposedly, dan allegedly. Selain itu terdapat modal LA yang lain seperti perhaps, undoubtedly, inevitably, surely, definitely, dan sebagainya. Modal LA juga dapat memiliki makna yang sebanding dengan kata kerja bantu sehingga berfungsi sebagai modal pengungkap modalitas epistemik, seperti pada kalimat yang dicontohkan Quirk et.al (1985: 223) berikut ini. You may be right. Kamu mungkin benar.
25
Perhaps, you are right. (parafrase) Mungkin kamu benar. Probably, you are right. (parafrase) Mungkin kamu benar. Dari parafrase kalimat di atas, jelas terlihat bahwa perhaps dan probably memiliki fungsi yang serupa dengan modal may. Sehingga, modal-modal adverbia ini digunakan sebagai pengungkap modalitas epistemik. 1.7.5
Ukuran Tingkat Keepistemikan
Modalitas epistemik merupakan tipe modalitas yang dapat diukur tingkat keepistemikannya mulai dari tingkat terendah berupa makna kemungkinan, keteramalan dan tertinggi adalah kepastian. Namun demikian, ukuran ini tidak dapat dijumpai dalam ketidakpastian (kemungkinan) absolut (0%) atau kepastian absolut (100%). Hal ini tentu saja karena sikap dan pikiran pembicara tetap berkaitan dengan waktu dan situasi yang dapat berubah kapanpun. Dalam mengukur tingkat keepistemikan pengungkap modal, penelitian ini menggunakan tabel keepistemikan yang disadur dari penelitian Gustova (2011: 16) dimana tabel ini sesuai pula dengan makna epistemik dari modal AV dan LA yang telah dipaparkan sebelumnya.
26
Tabel 1. Skala Keepistemikan Modal AV dan LA 1.7.6
Bahasa Berita pada Rubrik Headlines
Berita terbagi menjadi dua jenis yang dikenal dengan hardnews dan softnews. Hardnews meliputi berita-berita yang serius dan terikat dengan keaktualan waktu. Berita dalam kelompok hardnews akan valid jika disiarkan dalam jangka waktu 24-48 jam (Pinanda, 2012). Hardnews mencakup berita-berita yang berdasarkan fakta aktual yang menyoroti tentang politik, ekonomi, perang, bencana, kecelakaan, ilmu pengetahuan, teknologi, hukum, kriminal, demostrasi, dan lainlain (Abudira, tanpa tahun). Sementara itu, softnews meliputi berita-berita yang tidak terikat oleh waktu, dapat diberitakan kapanpun dan tidak mempengaruhi bobot berita tersebut. Softnews dikemas dengan lebih santai di dalam tema-tema seperti masyarakat, tempat-tempat, hal-hal yang berhubungan dengan pembaca
27
(surat kabar) atau pemirsa (TV dan radio), permasalahan komunitas, dan sebagainya (Abudira, tanpa tahun). Jika ditinjau dari jenis beritanya, rubrik headlines termasuk ke dalam jenis hardnews. Secara umum, headlines adalah judul singkat di atas laporan berita (Swan, 2005: 240). Namun, di dalam penelitian ini penggunaan istilah headlines sekaligus mengacu pada berita di dalam headlines. Sebagai rubrik yang dimuat di halaman muka surat kabar, rubrik headlines seringkali dianggap sebagai wajah berita pada hari tersebut sehingga mendapatkan perhatian yang paling besar yang menuntut perlakuan khusus dalam penulisannya. Pada dasarnya, bahasa jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita (Pinanda: 2012). Bahasa berita memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain bahkan bahasa berita di dalam satu rubrik dapat pula berbeda dari rubrik yang lain. Pemilihan penggunaan aturan-aturan tersebut dapat berbeda-beda tergantung jenis beritanya BBC (2003). Secara singkat, bahasa berita memiliki dua ciri utama, yaitu komunikatif dan spesifik (Pinanda, 2012). Komunikatif berarti langsung ke pokok masalah (tidak bertele-tele), bermakna tunggal, tidak konotatif, tidak berbunga-bunga, dan tanpa basa-basi. Spesifik artinya mempunyai gaya penulisan tersendiri, yakni kalimatnya pendek-pendek, kata-katanya jelas, dan mudah dimengerti orang awam. 1.7.7
Berita di dalam Rubrik Headlines The Jakarta Post
Surat kabar atau harian The Jakarta Post adalah surat kabar berbahasa Inggris yang ada di Indonesia yang pertama kali beredar pada 25 April 1983. Surat kabar
28
ini menyajikan berita nasional maupun internasional dengan beberapa rubrik hardnews seperti rubrik headlines, editorial, national, archipelago, opinion, city, world, city, business, ASEAN, international, management, dan science. Sementara itu, rubrik softnews di dalam surat kabar ini antara lain features, entertainment guide, dan sports. Rubrik headlines di dalam TJP dimuat pada halaman 1 sampai 3. Terdapat 3 bentuk berita pada rubrik tersebut yakni laporan berita, pandangan pakar (INSIGHT) serta wawancara. Pada bentuk laporan berita, penulisan berita seperti laporan berita pada umumnya yang melibatkan pendapat narasumber dan redaksi surat kabar begitu pula pada bentuk laporan wawancara. Hanya saja, pada laporan wawancara, format berita tersebut semuanya ditulis dalam kalimat langsung. Sedangkan pada bentuk INSIGHT, laporan berita ini berupa ulasan mendalam mengenai isu yang sedang hangat pada saat itu. Penulis pada bingkai INSIGHT ini merupakan pakar di dalam bidang tersebut yang dimungkinkan pula seorang wartawan senior. 1.8 Metode Penelitian Penelitian
ini
menggunakan
tiga
rangkaian
metode
yakni
metode
pengumpulan data, analisis data dan penyajian hasil analisis data. Ketiga rangkaian metode tersebut dijelaskan berikut ini. 1.8.1
Metode Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data, penulis menggunakan metode simak dan diwujudkan dengan teknik sadap. Menurut Mahsun (2005: 92) teknik sadap dapat
29
digunakan tidak hanya pada data lisan, namun juga data tertulis. Penulis menyimak penggunaan bahasa berita di dalam rubrik headlines TJP edisi 1-10 Oktober 2015 dengan mengumpulkan semua data berupa kalimat berita yang mengandung pengungkap modalitas epistemik bahasa Inggris. Data yang dikumpulkan adalah data kalimat yang mengandung pengungkap modalitas epistemik baik dalam bentuk modal AV maupun modal LA. Selanjutnya penulis menerapkan teknik catat untuk mencatat hasil pencarian kalimat-kalimat yang mengandung pengungkap modalitas epistemik dari rubrik headlines surat kabar TJP. Selain menggunakan surat kabar TJP, penulis juga menggunakan kamus Cambridge (2008) yang berupa software komputer, kamus Oxford (1995) dan kamus Collins Online Dictionary (2011) untuk melakukan konfirmasi mengenai bentuk dan makna leksikal pengungkap modalitas epistemik sehingga diperoleh hasil pengumpulan data yang akurat. 1.8.2
Metode Analisis Data
Analisis data pada tahap pertama di dalam penelitian ini meliputi analisis bentuk, frekuensi dan makna pengungkap modalitas epistemik bahasa Inggris di dalam rubrik headlines surat kabar TJP. Pertama, penulis menganalisis bentuk pengungkap modalitas epistemik yang terdapat di dalam data kalimat-kalimat berita yang telah dihimpun. Penulis mengelompokkan bentuk pengungkap modalitas epistemik tersebut ke dalam tiga ketegori utama yakni modal AV, modal LA dan kombinasi modal. Bentuk modal AV juga dibedakan antara bentuk positif (deklaratif), negatif dan interogatif. Pada kategori kombinasi modal dibagi lagi menjadi kategori kombinasi modal AV-LA. Setelah bentuk-bentuk
30
pengungkap modalitas epistemik dikelompokkan, selanjutnya dihitung frekuensi kemunculan dari masing-masing kategori tersebut pada rubrik headlines TJP. Kemudian, berdasarkan analisis tersebut, dianalisis makna epistemik dari masingmasing pengungkap modalitas epistemik tersebut dengan mengkonfirmasi pada teori modalitas Palmer (1990) dan Quirk et.al (1985) serta mengkonfirmasi makna leksikalnya ke dalam kamus. Pada bagian kedua, penulis menganalisis penggunaan penanda modalitas epistemik dalam rubrik headlines TJP berdasarkan jenis penutur. Jenis penutur dibagi ke dalam kategori redaksi surat kabar (wartawan) dan narasumber. Setelah dibagi ke dalam kategori tersebut, selanjutnya penulis menganalisis kalimat berita berpenanda modalitas epistemik tersebut menurut penggunaan modal epistemik pada masing-masing kategori. Tahap ketiga, penulis menganalisis alasan atau faktor yang mempengaruhi penggunaan beragam penanda modalitas epistemik ditinjau dari jenis penutur. Berdasarkan kategori tersebut, diamati terlebih dahulu penggunaan modal AV, LA dan kombinasi modal keduanya pada masing-masing kategori berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya. Kemudian dari gambaran tersebut, dianalisis faktor-faktor penyebab beragamnya penggunaan modal epistemik baik dari segi bentuk maupun frekuensinya pada masing-masing kategori. 1.8.3
Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Data disajikan dengan menggunakan metode formal dan informal. Metode formal yaitu metode penyajian data dengan menggunakan tanda dan lambanglambang, sementara metode informal menggunakan kata-kata biasa dalam
31
penyajiannya (Sudaryanto: 1993: 145). Tanda atau lambang yang digunakan di dalam penelitian ini terkait dengan huruf sebagai singkatan nama kategori (AV untuk auxiliary verbs, LA untuk leksikal adverbia dan lainnya). Selain itu, penyajian menggunakan tabel, grafik dan diagram juga digunakan di dalam penelitian ini. Sementara itu, metode informal digunakan untuk mendeskripsikan data dengan kata-kata biasa. 1.9 Sistematika Penyajian Penelitian ini terbagi menjadi lima bab. Bab pertama berupa pendahuluan yang mencakup latar belakang disusunnya penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian serta sistematika penyajian. Permasalahan mengenai bentuk, frekuensi dan makna penanda modalitas epistemik bahasa Inggris diuraikan di dalam bab dua. Sementara itu, bab tiga memaparkan penggunaan modalitas epistemik pada rubrik headlines TJP berdasarkan jenis penutur. Pada bab empat dijelaskan alasan atau faktor yang mempengaruhi penggunaan beragam pengungkap modalitas epistemik dalam berita yang terdapat pada rubrik headlines TJP. Penelitian ini diakhiri dengan bab lima yang berupa kesimpulan dan saran.