BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Dunia begitu cepat menua, itu adalah pernyataan yang menghentak pada artikel harian Kompas tanggal 9 November 2012. Meningkatnya usia harapan hidup adalah salah satu tujuan pembangunan. Namun dampaknya mempengaruhi berbagai aspek kehidupan baik secara individu maupun secara nasional. Secara nasional peningkatan usia harapan hidup mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan strategi pemerintah untuk jaminan sosial masyarakatnya. “Tak ada kekuatan yang mempengaruhi kebijakan sosial-ekonomi pada abad ke-21 sebesar isu penuaan ini,” tegas Eduardo Klien, Direktur Regional Asia Timur dan Pasifik HealAge International, pada sosialisasi laporan Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa Bangsa (UNFPA) di Jakarta 31 Oktober 2012. Indonesia akan menjadi salah satu Negara yang mengalami penuaan penduduk dengan cepat setelah China, Amerika Serikat dan India. Jumlah lansia saat ini mencapai 28 juta dimana sekitar 1.8 juta diantaranya terlantar. Lonjakan jumlah lansia terlihat pada tahun 2025 dimana jumlah lansia diperkirakan mencapai 40 jutaan orang dan menjadi 71.6 juta dari perkiraan 310 juta penduduk Indonesia pada tahun 2050.
Kondisi diatas menjadi penting secara nasional karena masalah kesejahteraan lansia pada masing-masing keluarga pada akhirnya berakumulasi menjadi masalah negara dan masyarakat. Kesejahteraan lansia antara lain dipengaruhi oleh seberapa efektif sistem pensiun suatu negara menyediakan pendapatan pensiun sebagai pengganti pendapatan utama sesaat sebelum pensiun. Pendapatan pensiun dibagi pendapatan sebelum pensiun disebut gross replacement rate. Semakin tinggi gross replacement rate berarti semakin tinggi pula kemampuan seseorang mempertahankan gaya hidup seperti pada saat masih aktif bekerja. Gambar 1.1. menunjukkan gross pension replacement di berbagai Negara OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) pada orang yang berpendapatan rata-rata. Perlu dicatat bahwa cara perhitungan gross replacement rate pada gambar ini dihitung berdasarkan rata-rata pendapatan ssepanjang perjalanan karir (dihitung ulang berdasarkan pertumbuhan pendapatan secara ekonomi luas). Asumsinya adalah pekerja menerima kenaikan pendapatan yang sama berdasarkan pertumbuhan pendapatan secara ekonomi luas. Tingkat Gross Replacement dari 34 negara anggota OECD adalah sebesar 57% , dimana Indonesia (IDN) sangat jauh tertinggal yaitu pada 14.1% untuk pria dan 12.4% untuk wanita. Pada tingkat individu biasanya gross replacement rate dihitung berdasarkan pendapatan terakhir, dimana pendapatan terakhir biasanya lebih besar dari pada rata-rata pendapatan sepanjang karir, sehingga gross replacement ratio
2
menjadi lebih kecil. Gross Replacement Ratio untuk individu dalam penelitian ini disebut sebagai Income Replacement Ratio. Tabel 1.1. Tingkat Gross Replacement Beberapa Negara Asia – Untuk Pendapatan Rata-rata
Sumber: OECD (2012), Pension at a Glance Asia/Pacific 2011, OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/9789264107007-en. Pencapaian Income Replacement Ratio yang ideal dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu antara lain: a) Besarnya kontribusi tabungan pensiun yang dicadangkan sepanjang masa aktif bekerja b) Besarnya tingkat investasi pada tabungan pensiun c) Lamanya menabung, dimana ini terkait dengan usia pensiun yang ditetapkan. d) Usia harapan hidup
1.1.1. Kesiapan Masa Pensiun Salah satu alasan bahwa seseorang sulit untuk mempersiapkan masa pensiun adalah karena belum dapat membayangkan berapa kebutuhan hidup masa pensiun. Untuk Indonesia juga belum banyak analisa untuk topik ini. Bagi pekerja yang memulai karir pada usia 25 tahun tentu sangat sulit membayangkan kebutuhan hidup yang akan terjadi 30 tahun kemudian pada usia 55 tahun. Pada Global Report HSBC 2012, yang mensurvei 125.000 orang di seluruh dunia, disebutkan bahwa 48% tidak melakukan tabungan pensiun, walaupun mereka menginginkan income replacement ratio yang sangat tinggi yaitu 78%. Bahkan pada Tabel 1.2., dapat dilihat bahwa kekuatiran tertinggi dari responden mengenai masa pensiun adalah masalah keuangan dan kesehatan, namun hal ini tidak tercermin pada kesiapan mereka menabung dana pensiun. Tabel 1.2. Ketakutan Terbesar Calon Pensiunan
Sumber: The Future of Retirement: A New Reality. HSBC, Global Report, 2013.
Idealnya uang pensiun harus mampu menjaga gaya hidup seseorang seperti sebelum pensiun. Income Replacement Ratio setiap orang berbeda-beda, ada yang cukup dengan 65%, namun ada juga yang membutuhkan 90% atau lebih. Namun demikian kebanyakan orang meyakini bahwa orang membutuhkan pendapatan pensiun yang lebih rendah dari pada ketika masa aktif dengan sedikitnya 3 alasan: a. Seseorang tidak perlu lagi menabung untuk pensiun atau tabungan lainnya seperti pendidikan anak. b. Tidak ada lagi biaya terkait dengan pekerjaan c. Cicilan Kredit Kepemilikan Rumah dan kredit lainnya sudah lunas ketika usia pensiun tiba. Faktor jumlah tanggungan, gaya hidup, tingkat kesehatan, prioritas hidup, sangat mempengaruhi income replacement ratio. Secara umum kebutuhan hidup yang harus dihitung untuk masa pensiun adalah: a. Biaya tempat tinggal. Biaya bulanan rutin yang harus dikeluarkan untuk tempat tinggal terutama jika masih harus membayar cicilan kredit pemilikan rumah atau biaya sewa jika itu bukan merupakan rumah sendiri. b. Biaya makan dan kebutuhan domestik sehari-hari, termasuk di dalamnya adalah biaya listrik dan air. c. Biaya kesehatan. Sejalan dengan pertambahan usia, masalah kesehatan menjadi salah satu biaya yang perlu dicadangkan lebih besar. d. Biaya gaya hidup yang diinginkan. Apakah kebutuhan biaya liburan lebih tinggi atau lebih rendah daripada masa kerja. Berapa sering seseorang
5
membutuhkan pembelian hiburan atau produk kebutuhan tertier lainnya. Termasuk biaya transportasi untuk berkumpul bersama dengan teman-teman. e. Biaya tanggungan. Apakah seseorang masih memiliki tanggungan? Anak yang masih belum mandiri, pasangan yang harus ditanggung dan lain sebagainya. f. Biaya Hutang. Apakah masih ada cicilan yang harus dibayar? Idealnya segala hutang sudah selesai pada saat orang memasuki masa pensiun. Melihat panjangnya masa pensiun, perencanaan keuangan masa pensiun harus menjawab pertanyaan kunci (Mittra, Sid): a. Berapa pendapatan pensiun yang dibutuhkan? b. Berapa tingkat inflasi yang digunakan untuk memproyeksikan pendapatan dan biaya? c. Berapa pendapatan pensiun yang diharapkan? d. Berapa lama masa pensiun berlangsung? e. Apakah keluarga dapat menutup kekurangan pendapatan pensiun? Untuk mendorong tabungan pensiun, pemerintah telah menetapkan bahwa tabungan pensiun adalah pendapatan tidak kena pajak seperti halnya iuran jaminan hari tua sebesar 2% yang disetorkan ke PT. Jamsostek. Sebagai ilustrasi sederhana seseorang yang menabung pensiun pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) sebesar Rp. 1 juta per bulan, akan mendapat penghematan pajak sedikitnya sebesar Rp. 50,000 sebulan. Nilai penghematan ini semakin tinggi sesuai bracket pajak setiap individu. Walaupun skema pajak ini sangat menarik belum banyak perusahaan dan karyawan yang memanfaatkan program ini. Di perusahaan tempat penulis bekerja
6
program yang ditawarkan sejak September 2012 hanya diikuti oleh kurang dari 5% total karyawan. Hal ini diduga karena pentingnya persiapan keuangan pensiun belum dirasakan dan masih adanya keragu-raguan tentang investasi dan pengelolaan dana pensiun.
1.1.2. Persiapan Pensiun yang Didukung Perusahaan Persiapan pensiun adalah persiapan yang panjang dan perusahaan swasta yang bereputasi baik biasanya memiliki program persiapan masa pensiun selain juga menyediakan dana pensiun itu sendiri. Program persiapan pensiun yang dapat dilakukan oleh sebuah perusahaan antara lain: a. Satu paket training yang biasanya dilakukan menjelang usia pensiun tiba, paling lama 5 tahun sebelum masa pensiun. Isi training itu adalah penjelasan manfaat pensiun yang diterima, kesehatan usia lanjut, kesehatan psikologis diri dan pasangan, serta alternatif usaha/kegiatan di masa pensiun. Training ini biasanya juga mengundang pasangan calon pensiunan dan memang sangat baik untuk persiapan mental calon pensiunan dan keluarganya. b. Masa persiapan pensiun, yaitu perusahaan memberikan tenggang waktu tertentu, biasanya antara 6 sampai 12 bulan, untuk karyawan memulai hidup pensiun walau masih berstatus karyawan dan menerima gaji bulanan dari perusahaan. Tujuan pemberian waktu ini adalah untuk memberikan peluang karyawan mencari aktifitas baru yang antara lain memulai usaha untuk menambah penghasilan pensiun.
7
c. Perencanaan Keuangan, program ini belum banyak dilakukan oleh perusahaan. Selain memberikan edukasi tentang perencanaan keuangan perusahaan dapat membantu memfasilitasi dan mendorong tabungan pensiun mandiri. Income replacement ratio yang rendah untuk pekerja Indonesia tentu saja mengkuatirkan. Individu harus melakukan tabungan pensiun secara pribadi untuk mengisi kekurangan tersebut. 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, masalah yang hendak diteliti adalah: 1. Berapa jumlah dana pensiun yang sudah diatur oleh pemerintah (jamsostek dan pesangon) bagi individu karyawan swasta dengan masa kerja 30 tahun dan tingkat penghasilan tertentu. 2. Apakah fasilitas pajak dapat mendukung pencapaian income replacement ratio melalui tabungan pensiun DPLK 10 tahun? 3. Seberapa
besar
tingkat
investasi mempengaruhi pencapaian income
replacement ratio? 4. Berapa lama tabungan pensiun harus dibangun untuk memastikan pencapaian target income replacement ratio?
1.3.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menghitung jumlah dana pensiun yang sudah diatur oleh pemerintah (jamsostek dan pensangon pensiun) bagi individu karyawan swasta dengan masa kerja 30 tahun dengan tingkat penghasilan tertentu.
8
2. Untuk menghitung fasilitas pajak dalam mendukung pencapaian income replacement ratio. 3. Untuk menghitung pengaruh tingkat investasi dalam pencapaian income replacement ratio. 4. Untuk menghitung lama tabungan pensiun yang dibutuhkan untuk mencapai target income replacement ratio. 1.4.Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk perusahaan Menjadi dasar bagi perusahaan jika
ingin membantu karyawannya
mempersiapkan masa pensiun yang lebih baik. 2. Untuk Individu Karyawan 2.1. Memberikan kesadaran bahwa masa pensiun adalah masa yang panjang, dimana setiap individu perlu melakukan persiapan keuangan agar masa pensiunnya mandiri. Bahwa program tabungan pensiun yang ditetapkan pemerintah memang masih jauh dibawah angka ideal namun individu terutama yang berstatus karyawan dapat memanfaatkan fasilitas pajak untuk memperbesar tabungan pensiunnya. 2.2. Pengetahuan tentang DPLK dan gambaran perhitungan pajak penghasilan baik tanpa tabungan DPLK maupun dengan tabungan DPLK. 3. Untuk Pemerintah
9
Menjadi dasar dalam pembuatan kebijakan desain dana pensiun dan insentif perpajakan untuk tabungan pensiun. 1.5.Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penulisan ini dibatasi pada penelitian persiapan dana pensiun bagi karyawan berusia 45 tahun dengan asumsi sebagai berikut: 1. Persiapan dana pensiun untuk karyawan swasta berusia 45 tahun, yang akan pensiun normal pada usia 55 tahun. Ada perbedaan praktik usia pensiun 55 tahun. Beberapa perusahaan menetapkan ulang tahun ke 55 sebagai usia pensiun, namun ada pula yang menetapkan pada ulang tahun ke 56 (setelah menjalani secara penuh usia 55). Penulisan ini menggunakan tanggal pensiun adalah ulang tahun ke 55. 2. Belum memiliki tabungan pensiun 3. Perusahaan tempat bekerja tidak memiliki dana pensiun. 4. Faktor inflasi dianggap tidak ada 5. Asumsi investasi akan menggunakan tren investasi sebelumnya. 6. Bunga jamsostek mengikuti tren bunga jamsostek 7. Tingkat toleransi investasi individu tidak berpengaruh pada perhitungan. 8. Tabungan investasi tidak pernah ditarik 9. Pendapatan pensiun hanya dari Jaminan Hari Tua Jamsostek, Pesangon Pensiun, Tabungan DPLK. 10. Individu mulai bekerja dengan gaji Rp. 2 juta perbulan atau Rp. 24 juta pertahun (12 kali setahun), tidak pernah berhenti dan berpindah
10
perusahaan. Diasumsikan mulai bekerja pada usia 25 tahun sehingga total memiliki masa kerja 30 tahun sampai usia pensiun di 55 tahun. 11. Perhitungan iuran jamsostek dan jumlah pesangon dihitung dari gaji gross. 12. Saldo akhir tabungan DPLK tidak digunakan untuk pembelian produk anuitas. 13. Tidak ada perubahan peraturan perpajakan. 1.6. Sistematika Penulisan Pembahasan penelitian ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bagian utama yaitu: 1. Bagian 1, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian penelitian serta sistematika penelitian. 2. Bagian 2, menguraikan tinjauan pustaka yang dilakukan peneliti, termasuk diantaranya peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Peneliti juga menguraikan hasil survei atau penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh perusahaan atau organisasi. 3. Bagian 3, berisi tahapan penelitian, data dan sampel, definisi operasional dan metode analisis data. 4. Bagian 4, merupakan hasil penelitian dan pembahasan dimulai dengan deskripsi data dan pembahasan yang membandingkan hasil perhitungan yang dilakukan.
11
5. Bagian 5, merupakan bagian penutup yang berisi simpulan atas analisa yang dilakukan. Pada bagian ini penulis mengungkapkan keterbatasan yang dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya, serta saran-saran bagi berbagai pihak yang terkait dengan penelitian ini.
12