Tabel Perhitungan Kebutuhan Tulangan Pelat Lantai Beton Bertulang Dengan Menggunakan SNI 03-2847-2002, PBI 1971 dan Pemodelan SAP2000 Nama Sudradjat NRP Jurusan Dosen Pembimbing 1
Triwulan, DEA
: Hendra Putra : 3107100075 : Teknik Sipil : Prof. Dr. Ir.
Dosen Pembimbing 1 : Dr. techn. Pujo Aji, ST., MT.
Abstrak Didalam dunia konstruksi, struktur yang paling awal menjadi perhatian adalah pelat lantai. Pelat adalah struktur yang pertama kali menerima beban, baik dari beban mati maupun beban hidup. Didalam perencanaannya, struktur pelat harus kuat menerima bermacam-macam beban. Timbullah suatu pemikiran untuk mempermudah mencari kebutuhan tulangan.Penelitian dilakukan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku di negara Indonesia, yakni SNI 03-28472002 dan PBI 1971. Dalam penelitian ini menggunakan program bantu, yakni SAP2000. Parameter-parameter yang diperlukan dalam penelitian ini adalah lebar pelat, tebal pelat, panjang pelat, dan beban-beban yang bekerja pada pelat lantai. Hasil akhir dari penelitian adalah tabel. Tabel berisi dimensi pelat yang bervariasi dan dilengkapi dengan diameter tulangan yang dibutuhkan. Kata Kunci:pelat lantai, SNI 03-28472002, PBI 1971, SAP2000.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu akan kebutuhan primer yang dibutuhkan manusia saat ini adalah tempat tinggal. Menjadi fakta dilapangan bahwa kemampuan daya beli manusia terhadap tempat tinggal cenderung meningkat, baik unit apartemen maupun rumah sederhana. Kebutuhan ini tentunya menjadi pusat peluang bagi usaha-usaha bisnis untuk mengembangkan propertinya. Bisa dilihat dengan adanya apartemen yang saat ini telah banyak dibangun di kota-kota besar, maupun pengembangan perumahan di daerahdaerah kecil. Hal ini ditunjang dengan dipermudahnya mendapatkan fasilitas peminjaman uang dari lembaga-lembaga yang bergerak dibagian kredit. Sehingga manusia cenderung menginginkan adanya suatu perubahan. Perubahan ini yang menyebabkan manusia menjadi kurang puas dengan apa yang dimilikinya. Dengan hasrat seperti itu membuat manusia selalu berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang selama ini dirasakan kurang puas. Salah satunya didalam pembangunan suatu tempat tinggal. Di kota-kota besar, lahan tempat tinggal sangatlah terbatas. Hal ini membuat para pengusaha yang bergerak dibidang properti tidak memiliki lagi pilihan di dalam pengembangan suatu perumahan. Sehingga timbullah sebuah pemikiran untuk pembuatan tempat tinggal secara vertikal. Seperti pembangunan apartemen yang saat ini mulai marak. Pekerjaan pembangunan tersebut secara vertikal bukanlah hal yang mudah. Artinya didalam prosesnya harus dimiliki suatu pengetahuan yang khusus. Hal ini tentunya berbeda dengan pembuatan bangunan yang tidak bertingkat. Lebihlebih jika didalam pekerjaan ini menggunakan beton bertulang. Perlu pengetahuan dan kecermatan di dalam pekerjaan tersebut, diantaranya dari segi kualitas beton dan kebutuhan tulangan yang diperlukan. Banyak pekerja konstruksi yang bisa mengerjakan
pekerjaan beton, tapi banyak juga yang tidak memperhatikan kualitas dari beton maupun kebutuhan tulangan yang diperlukan. Sehingga jika didalam pekerjaan beton mengalami suatu kesalahan, struktur tersebut akan runtuh karena hasil dari pekerjaan yang buruk dan struktur tidak bisa menahan beban yang bekerja. Begitu halnya dengan pekerjaan beton, yaitu pekerjaan perencanaan kebutuhan tulangan pelat beton bertulang. Pelat merupakan suatu konstruksi sekunder dari sebuah struktur. Pelat yang kuat didasarkan pada suatu perhitungan yang cermat. Penyelesaian eksak analisa struktur untuk pelat sangatlah rumit. Dalam penyelesaian itu membutuhkan waktu yang lama dan melibatkan persamaan diferensial yang pemecahan matematisnya sangatlah rumit. Memperhatikan rumitnya penyelesaian matematis tersebut, dikembangkanlah alat bantu berupa tabel perhitungan momen lentur pada pelat dua arah. Hal ini membuat perencanaan suatu struktur pelat lantai menjadi lebih mudah. Namun demikian, tabel-tabel yang terdapat dalam Peraturan beton Indonesia 1971, memiliki keterbatasan, terutama dalam menentukan perletakan pelat lantai, tebal dan bentang dari pelat lantai tersebut. Saat ini analisa struktur dapat dilakukan dengan bantuan suatu program bernama SAP2000, yang dapat melakukan perhitungan numerik finite element. Dengan adanya bantuan program SAP2000 didalam analisa suatu pelat lantai, akan dilakukan dengan pengaruh perletakan, tebal dan bentang pelat dalam analisa struktur secara teliti. Tentunya perencaan ini memerlukan suatu kecermatan dan pengetahuan yang lebih, karena pada dasarnya struktur ini merupakan bagian yang pertama kali menerima beban. Didalam perencanaan ini diperlukan beberapa tahapan yang khusus dan dengan rumus yang cukup rumit. Tahapan-tahapan ini jika dikerjakan dengan cara manual, tentunya memerlukan waktu dan tenaga yang cukup banyak. Sehingga diperlukan adanya suatu cara, yang mempermudah didalam menetukan suatu kebutuhan tulangan pelat beton bertulang.
Sekarang ini metode perencanaan senantiasa berkembang, namun di Indonesia telah ada suatu aturan yang mengatur segala hal mengenai konstruksi. Untuk perencanaan pelat lantai beton bertulang pun sudah dijelaskan di dalamnya. Dengan adanya perencanaan kebutuhan tulangan lantai secara cepat, diharapkan pekerjaan perencanaan yang memakan waktu berhari-hari, bisa diselesaikan dengan waktu sehari saja ataupun beberapa jam saja. Dilihat dari segi harga konstruksi, dapat dikatakan bahwa persentase harga dari sisem pelat lantai keseluruhan dari suatu bangunan merupakan komponen harga terbesar. Agar harga yang dikeluarkan dapat ditekan seirit mungkin maka diperlukan proses perhitungan pelat lantai yang seefisien mungkin dengan tidak mengabaikan keamanannya. Hal ini bisa dilihat ketika terjadi kegagalan, maka sebuah kontraktor harus mengeluarkan uang yang lebih untuk memperbaiki pelat tersebut. I.2 Permasalahan 1. Bagaimana cara agar diperoleh kebutuhan tulangan pelat lantai secara cepat? 2. Bagaimana perhitungan kebutuhan tulangan dengan menggunakan peraturan SNI 03-2847-2002, PBI 1971 dan program SAP2000? 3. Bagaimana hasil akhir dari perhitungan kebutuhan tulangan pelat lantai? 4. Bagaimana bentuk gambar tulangan? I.3 Tujuan 1. Membuat cara memperoleh kebutuhan tulangan pelat lantai beton bertulang menjadi lebih cepat. 2. Menghitung kebutuhan tulangan dengan menggunakan peraturan SNI 03-2847-2002, PBI 1971 dan program SAP2000. 3. Membuat tabel sebagai hasil akhir dari perhitungan kebutuhan tulangan pelat lantai 4. Merencanakan bentuk gambar tulangan dengan panduan tabel yang sudah dibuat.
1.4 Batasan Penelitian 1. Penelitian ini terbatas pada model pelat segiempat dan fungsi bangunan adalah apartemen. 2. Panjang terpendek pelat lantai (lx) adalah 3 meter, dan panjang maksimum (ly) adalah 9 meter yang disesuaikan dengan perbandingan ly/lx antara 1-3. 3. Mutu beton yang digunakan adalah f’c 20 Mpa, f’c 25 Mpa, 30 Mpa, dan 35 Mpa. Mutu baja tulangan adalah fy 240 Mpa dan fy 400 Mpa. 4. Hasil akhir dari penelitian ini adalah tabel tulangan pelat lantai beton bertulang. I.5 Manfaat 1. Memberi solusi kepada ahli-ahli struktur didalam menentukan kebutuhan tulangan pelat lantai secara cepat dan akurat, sehingga dapat menghemat waktu kerja. 2. Memberikan kemudahan di dalam perhitungan kebutuhan pelat lantai beton bertulang, sehingga memakan waktu yang sesingkat mungkin.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelat adalah elemen horizontal struktur yang mendukung beban mati maupun beban hidup dan menyalurkannya ke rangka vertikal dari sistem struktur. Sistem lantai biasanya terbuat dari beton bertulang yang dicor di tempat. Analisa dan desain sistem pelat lantai, meliputi berbagai aspek. Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini memungkinkan adanya evaluasi: 1. Kapasitas momen 2. Kapasitas geser kolom pelat 3. Perilaku serviceability Menurut (nawy 1998) pelat merupakan elemen horizontal utama yang menyalurkan beban hidup maupun beban mati ke rangka pendukung vertikal dari suatu sistem struktur. Di dalam konstruksi beton bertulang, pelat digunakan untuk mendapatkan permukaan datar. Sebuah
pelat beton bertulang merupakan sebuah bidang datar yang lebar, yang mempunyai arah horizontal dengan permukaan atas dan bawahnya sejajar atau mendekati sejajar. Pelat biasanya ditumpu oleh gelagar atau balok beton bertulang (biasanya pelat dicor menjadi satu kesatuan dengan gelagar tersebut), oleh dinding pasangan batu bata atau dinding beton bertulang, oleh batang-batang struktur baja, secara langsung oleh kolom-kolom, atau tertumu secara menerus oleh tanah. 2.2 Tinjauan Umum Pelat Pelat meruapakan struktur bidang (permukaan) yang lurus, datar atau melengkung, yang tebalnya jauh lebih kecil dibanding dengan dimensi yang lain. Segi estetika, kondisi tepi (boundary condition) pelat dibagi menjadi: 1. Tumpuan bebas 2. Bertumpu sederhana 3. Jepit Secara umum pemakaian pelat dapat dilihat sebagai: 1. Struktur arsitektur 2. Jembatan 3. Perkerasan 4. Struktur hidrolik, dan lainnya. Menurut Szilard (1974), pelat dibagi menjadi empat berdasarkan aksi strukturalnya: 1. Pelat kaku Merupakan pelat tipis yang memiliki ketegaran lentur, dan memikul beban dengan aksi dua dimensi, terutama dengan momen dalam (lentur dan puntir) dan gaya geser transversal yang umumnya sama dengan balok. 2. Membran Merupakan pelat tipis tanpa ketegaran lentur dan memikul beban lateral dengan gaya geser aksial dan gaya geser terpusat. Aksi pemikul beban ini dapat didekati dengan jaringan kabel yang tegang karena ketebalannya yang sangat tipis membuat daya tahan momennya dapat diabaikan. 3. Pelat fleksibel Merupakan gabungan pelat kaku dan membran yang memikul beban luar dengan gabungan aksi momen dalam, gaya geser transversal dan gaya geser terpusat, serta gaya aksial.
4. Pelat tebal Merupakan pelat yang kondisi tegangan dalamnya menyerupai kondisi kontinyu tiga dimensi. 2.3 Tumpuan Pelat Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan saja, tetapi juga jenis perletakan dan jenis penghubung ditempat tumpuan. Kekakuan hubungan antara pelat dan tumpuan, akan menentukan besarnya momen lentur yang terjadi. Untuk bangunan gedung, umumnya pelat ditumpu oleh balok-balok secara monolit, yaitu pelat dan balok dicor bersama-sama sehingga menjadi satukesatuan. Dilain kemungkinan pelat ditumpu oleh dinding, balok-balok baja, dan kolom (Asroni 2010).
2. Terjepit Elastis Keadaan ini terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara monolit, tetapi ukuran balok cukup kecil. Sehingga balok tidak cukup kuat untuk mencegah terjadinya rotasi pelat. 3. Terjepit Penuh Keadaan ini terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara monolit, dan ukuran balok cukup besar. Sehingga mampu untuk mencegah terjadinya rotasi pelat.
Gambar 2.2 Jenis perletakan pelat pada balok (Sumber: Balok dan pelat beton bertulang, Ali Asroni)
Gambar 2.1 Penumpu pelat lantai (Sumber: Balok dan pelat beton bertulang, Ali Asroni) 2.4 Jenis Perletakan Pelat pada Balok Kekakuan hubungan antara pelat dan konstruksi pendukungnya (balok) menjadi salah satu bagian dari perencanaan pelat. Ada tiga jenis perletakan pelat pada balok, yaitu (Asroni 2010): 1. Terletak Bebas Keadaan ini terjadi jika pelat diletakkan begitu saja di atas balok, atau antara pelat dan balok tidak di cor bersama-sama, sehingga pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan tersebut. Pelat yang ditumpu oleh tembok juga termasuk dalam kategori terletak bebas.
2.5 Sistem Tulangan Pelat Menurut Asroni (2010) Sistem perencanaan tulangan pelat pada dasarnya dibagi menjadi dua macam, yaitu: sistem perencanaan pelat dengan tulangan pokok satu arah (one way slab) dan sistem perencanaan pelat dengan tulangan pokok dua arah (two way slab). 1. Sistem perencanaan Pelat Dengan Tulangan Pokok Satu Arah Merupakan pelat yang panjangnya dua kali atau lebih besar dari pada lebarnya, sehingga hampir semua beban lantai menuju ke balok-balok dan sebagian kecil saja yang akan menyalur secara langsung ke gelagar. Jenis pelat ini dijumpai ketika pelat beton dominan menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang satu arah saja. Contoh pelat satu arah adalah pelat kantilever dan pelat yang ditumpu oleh dua tumpuan sejajar.
2. Sistem Pelat Dua Arah Jenis pelat ini memiliki perbandingan dari bentang panjang terhadap bentang pendek kurang dari dua. Beban pelat lantai jenis ini, disalurkan ke empat sisi pelat atau ke empat balok pendukung. Pelat dengan tulangan pokok dua arah ini dapat dijumpai ketika pelat beton menahan beban yang berupa momen lentur pda bentang dua arah. Contoh pelat dua arah adalah pelat yang ditumpu oleh empat sisi yang saling sejajar.
dinding, kolom, lantai, atap, dan mesin-mesin serta peralatan yang tetap dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan. Khusus pada pelat lantai beton bertulang, yang termasuk beban mati adalah berat penutup lantai (keramik, parquet dan lainnya), berat spesi campuran, berat urugan pasir, berat sendiri pelat, berat penggantung plafon (pada bangunan bertingkat), berat rangka plafon dan berat plafon sendiri. Untuk jenis-jenis pembebanan ini terdapat dalam peraturan pembebanan Indonesia (1990). Beban mati dapat dihitung secara teliti, sehingga faktor pengali untuk beban mati diambil lebih kecil daripada beban hidup. 2. Beban hidup Beban ini lebih sulit ditentukan dengan teliti, jika dibanding dengan beban mati. Untuk itu faktor pengali yang digunakan lebih besar. Contoh beban hidup pada bangunan adalah berat pemakainya, perabot atau mesin-mesin yang dapat dipindahkan selama umur bangunan. Suatu bangunan yang luas biasanya tidak akan memikul beban hidup secara serentak diatas lantainya. Namun, karena penentuannya yang masih sulit biasanya beban dihitung secara penuh pada seluruh lantai.
Gambar 2.3 Jenis sistem pelat (Sumber: Balok dan pelat beton bertulang) 2.6 Analisa Pembebanan Pada Struktur Pelat Beton Bertulang Beban-beban pada suatu konstruksi dibagi dalam dua tipe, yaitu beban mati dan beban hidup (beban guna). Beban mati adalah beban-beban yang secara umum permanen dan konstan selama umur konstruksi. Sedangkan beban hidup adalah beban-beban yang bersifat tidak kekal atau bersifat sementara. Sebagai contoh adalah beban angin, beban akibat gempa dan beban orang-orang yang berada diatas bangunan. Namun, dengan sifatnya yang khusus, beban gempa ditinjau secara terpisah. Secara singkat, akan dibahas masing-masing beban berikut: 1. Beban mati Merupakan berat dari semua unsur atau bagian dari suatu bangunan yang bersifat permanen termasuk
2.7
Wire mesh Dengan didukung oleh kecanggihan mesin dan peralatan teknologi, maka diproduksi suatu jaringan baja untuk penulangan pelat lantai yang disebut wiremesh.
Gambar2.4 Detail wiremesh (sumber PT. Union Metal)
Cara pemasangan dan konstruksi dalam wire mesh Pemasangan dan penyambungan wiremesh tidaklah susah, tetapi perlu diperhatikan beberapa hal sehingga didapati hasil yang optimal dan benar, yaitu: a. Tumpuan a.1 Tumpangan sekuat tegangan leleh. Suatu tumpangan akan setara tegangan leleh penuh kalau lembaran itu berimpitan (overlap) sejauh satu kotak spasi, ditambah minimal 2,5 cm. a.2 Suatu tumpangan akan setara dengan separuh tegangan leleh, kalau lembaran itu berhimpitan sejauh satu kampuh las ditambah minimal 2,5 cm.
Gambar2.5 Tumpangan dengan tegangan leleh penuh (5000 kg/cm2) (sumber PT. Union Metal)
b. Perletakan Terlihat digambar bawah perletakan dari wiremesh:
Gambar2.7Lantai pelat bangunan bertingkat (sumber PT. Union Metal)
Gambar2.8 lapis atas wiremesh (sumber PT. Union Metal)
Gambar2.9 lapis bawah wiremesh (sumber PT. Union Metal)
Gambar2.6 Tumpangan dengan tegangan leleh penuh (5000 kg/cm2) (sumber PT. Union Metal)
2.8 Tabel Berat Tulangan Daftar tabel tulangan yang digunakan dalam perhitungan ini menggunakan tabel tulangan dari PT. Gunung Bahapi Bahara. Dari data tabel tersedia tulangan untuk jenis ulir dan
tulangan jenis polos. Data lain yang tersedia dalah berat tulangan tiap meter. Sehingga untuk mencari total berat tulangan adalah mengalikan berat tiap meter dengan panjang tulangan. Tabel 2.5 Daftar berat tulangan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Pelaksanaan Mulai Pengumpulan data perencanaan
Proses I Analisa data perencanaan tulangan pelat beton bertulang
Proses II Penyusunan Flowchart Perencanaan perhitungan
Tidak
Proses III Analisa dan simulasi coba-coba untuk mendapatkan tulangan pelat lantai
Output Berupa tulangan pelat yang telah memenuhi syarat keamanan baik dalam bentuk visualisasi ataupun dalam bentuk cetak printout
Selesai
Secara garis besar, urutan penelitian struktur yang dilakukan mengacu pada urutan/tahapan proses perencanaan tulangan pada pelat berdasrkan SNI 2847-2002. Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan sebagai berikut: 1. Pengumpulan data-data 2. Proses analisa dengan menggunakan asumsi-asumsi beban yang berlaku pada perencanaan pelat beton pada bangunan bertingkat maupun tidak bertingkat. 3. Analisa pelat lantai beton bertulang yakni momen lentur, dengan berbagai macam ukuran pelat lantai, ukuran penampang balok (sebagai tumpuan jepit) menggunakan program bantu SAP2000. 4. Penyusunan flowchart perencanaan tulangan pelat beton bertulang. 5. Dengan menggunakan fasilitas putaran hitungan (looping) dan simulasi cobacoba, didapatkan kebutuhan tulangan pelat baik tulangan lapangan, tulangan tumpuan ataupun tulangan susut dan suhu (tulangan bagi) yang memenuhi syarat keamanan terhadap lendutan dan retak. 6. Output data yang tercetak dalam bentuk visual dalam monitor ataupun berupa hasil cetak print out, sesuai dengan hasil yang diinginkan. 3.2 Pengumpulan Data Data-data yang digunakan didalam penelitian ini berupa literatur yang berkenaan dengan proses perencanaan pelat beton bertulang, baik pelat satu arah maupun pelat dua arah. Adapun literatur yang digunakan, diantaranya: 1. Badan standarisasi Nasional. Tata cara Perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung (SNI 03-2847-2002) 2. Badan standarisasi Nasional. Tata cara Perhitungan Pembebanan untuk Bangunan Rumah dan Gedung (Revisi SNI 03-1727-1989) 3. Nawy, Edward.1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. Bandung: Ya Refika Aditama 4. McCormac, Jack. 2004. Desain Beton Bertulang. Jakarta: Erlangga
5. Vis,W.C; Kusuma Gideon. 1993. Dasar-Dasar Perencanaan Beton Betulang Berdasarkan SKSNI T-151991-03. Jakarta:Erlangga 3.3 Proses I Proses ini merupakan proses analisa yang menggunakan asumsi-asumsi beban yang yang berlaku pada perencanaan pelat lantai beton bertulang. Proses ini nantinya akan dihasilkan suatu dimensi pelat lantai beton bertulang yang sesuai dengan pembebanan yang ada. Adapun data yang dianalisa adalah: a. Beban-Beban yang bekerja pada pelat lantai Beban yang dikelopokkan terdiri dari beban mati dan beban hidup. Beban hidup disesuaikan pada peraturan SNI 2847-2002 (pembebanan). Sementara beban mati adalah, beban-beban yang terdiri dari bahan-bahan kontruksi dalam pembuatan pelat lantai. b. Mutu beton Mutu beton dilambangkan dengan notasi f’c. Mutu beton digunakan untuk menentukan rasio tulangan yang akan digunakan. c. Sistem lantai yang digunakan Dalam hal ini perlu diketahui, jenis sistem pelat yang digunakan. Yakni sistem pelat satu arah atau sistem pelat dua arah. d. Tabel tulangan. Tabel tulangan ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis tulangan yang terjual dipasaran. Dari tabel ini, bisa diperoleh berat tulangan. 3.4 Analisa Momen Lentur Pelat Lantai Kerangka penelitian: a. Analisa penelitian ini dengan menentukan berbagai macam ukuran pelat lantai. Nilai perbandingan panjang dan lebar pelat lantai (ly/lx) divariasi diantara 1 sampai 3 dengan interval 0,4. Nilai lx dimulai dari 3 meter (nilai minimum) dan nilai ly mengikuti perbandingan ly/lx (nilai maksimum ly adalah 9 meter). b. Tinggi balok (h) mengikuti penggunaan pada umumnya yakni L/12, sedangkan L (panjang pelat)
dimula dari 2 meter. Kemudian membuat variasi tinggi balok dengan interval 20 cm sehingga diperoleh keadaan jepit sempurna. Lebar balok dalam analisa ini menggunakan (1/2.h) dan (2/3.h). c. Tebal pelat lantai pada penelitian ini meggunakan tebal 12 cm. d. Menghitung momen dari berbagai macam kondisi (kombinasi ukuran penampang balok, tebal pelat lantai) dengan menggunakan program bantu SAP2000. e. Nilai momen yang diperoleh adalah nilai momen lentur arah x (M11) dan momen lentur arah y (M22). Letak pengambilan untuk momen lentur daerah lapangan dan tumpuan berada pada garis sumbu pelat lantai.
f. Membuat tabel hasil perhitungan momen lentur pada analisa menggunakan program bantu SAP2000. g. Analisa data menggunakan program Microsoft Excel. 3.5 Penyusunan Flowchart Perhitungan dan Penjelasan 3.5.1 Flowchart Mul ai Analisa data pelat lantai terhadap dimensi pelat lantai, mutu beton, dan mutu tulangan Data Perencanaan: Panjang Pelat, ly Lebar Pelat, lx Mutu beton, fc Mutu Baja, fy Tebal Pelat, h Perhitungan Pembebanan: a. U = 1,4 DL b. U = 1,2 DL + 1,6 LL Momen Pelat Lantai diperoleh dengan hasil dari program bantu SAP2000. Menghitung nilai k,ω, dengan menggunakan rumus ABC
A
A Tidak
Ya
Dimens i perbes ar
Kontrol tinggi efektif tulangan, Kontrol jarak antar tulangan, Kontrol Momen kapasitas, Menghitung kebutuhan tulangan: Menentukan tulangan yang dipakai:
Kontrol dipenuhi
Tidak
Ya Selesai
3.5.2 Penjelasan Pada perhitungan Pelat lantai Beton bertulang, dapat dihitung berdasarkan sistem penulangan pelat. 3.5.2.1 Sistem penulangan pelat satu arah. Merupakan pelat dengan tulangan pokok satu arah, dan dijumpai jika pelat beton lebih dominan menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang satu arah saja. Urutan perhitungan untuk pelat satu arah adalah:
Perencanaan ulang, dimensi diperbesar
beban mati dan beban hidup). Kombinasi pembebanan ini, dimaksudkan untuk menentukan jenis pembebanan pada suatu struktur. Karena pada dasarnya ada dua macam pembebanan, yaitu: pembebanan tetap dan pembebanan sementara. Sedang beban-beban yang dapat dikombinasikan adalah: a. Beban mati b. Beban hidup Sesuai dengan acuan yang digunakan yaitu (SNI 28472002:22), maka kombinasi yang ada adalah: a. U = 1,4 DL (III-1) b. U = 1,2 DL + 1,6 LL (III-2) 3. Hitung Faktor momen pikul (Rn), m, b, min. Faktor momen pikul didefinisikan sebagai momen nominal (Mn) yang dibagi dengan hasil perkalian antara luas efektif dan tinggi efektif pelat (b.d x d), sehingga diperoleh hitungan/persamaan berikut: (III-3) (III-4) (III-5) 4. Hitung:
1. Data Perencanaan Data yang dimaksud adalah data yang akan dianalisa untuk mendapatkan pelat yang sesuai dan memenuhi syarat. Data-data penelitian berupa: a. Panjang pelat lantai. b. Lebar pelat lantai. c. Mutu beton (f’c) d. Mutu baja (fy) 2. Perhitungan Pembebanan Beban yang bekerja pada pelat lantai umumnya diperhitungkan terhadap beban gravitasi, yakni:
5. Luas tulangan pokok dan rasio tulangan Luas tulangan pokok dapat dihitung dengan menggunakan rumus; (III-5) Hasil tulangan pokok yang diperoleh, harus dikontrol dengan rasio tulangan,
sehingga memenuhi syarat peraturan SNI 03-2847-2002. Penggunaan tulangan atau rasio tulangan pada sistem perencanaan beton bertulang menurut SNI 03-2847-2002 dibatasi pada dua keadaan, yaitu: a. Agar tulangan yang digunakan tidak terlalu sedikit atau rasio tulangan tidak terlalu keci, diberikan syarat berikut (Pasal 12.5, SNI 03-28472002): As As min atau min , dengan Dengan:
(III-6a) (III-6b) b. Agar penampang beton dapat mendekati keruntuhan seimbang, diberikan syarat berikut (Pasal 12.3.3, SNI 032847-2002). As As maks atau maks Dengan, (III-8a) (III-8b) 6. Jarak dan luas tulangan Jarak tulangan: Perhitungan jarak tulangan dapat menggunakan rumus; (III-9) Dari jarak tulangan yang diperoleh, kemudian dicek berdasarkan peraturan: Jarak maksimal: Tulangan Pokok, Pelat saru arah (SNI 28472002:Pasal 12.5.4) S 3.h dan S 450 mm (III-10a) Tulangan Bagi,
S 5.h dan S 450 mm Luas tulangan: Perhitungan luas tulangan dapat menggunakan rumus berikut: (III-11) Dari luas tulangan yang diperoleh, harus dicek dengan peraturan SNI-03-2847-2002: Tulangan Pokok (SNI 28472002:Pasal 12.5.1): f’c 31,36 Mpa,
(III-12a) f’c > 31,36 Mpa,
(III-12b) Tulangan Bagi/tulangan susut dan suhu (SNI 2847-2002:Pasal 9.12.2.1) Untuk fy300Mpa,maka Asd 0.0020.b.h (III-13a) Untuk fy=400Mpa,maka Asd 0.0018.b.h (III-13b) Untukfy400Mpa,makaAsd0. 0018.b.h.400/fy Tetapi Asd 0.0014.b.h 3.5.2.2 Sistem penulangan pelat dua arah. Merupakan pelat lantai beton bertulang dengan tulangan pokok dua arah. Jenis pelat ini dijumpai jika, pelat beton menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang dua arah. Tahapan perhitungan tulangan pelat lantai dua arah, sebagai berikut: 1. Data Perencanaan Data yang dimaksud adalah data yang akan dianalisa untuk mendapatkan pelat yang sesuai dan memenuhi syarat. Data-data penelitian berupa: a. Panjang pelat lantai. b. Lebar pelat lantai.
(III-10b)
c. Mutu beton (f’c) d. Mutu baja (fy) 2. Perhitungan Pembebanan Beban yang bekerja pada pelat lantai umumnya diperhitungkan terhadap beban gravitasi, yakni: beban mati dan beban hidup). Kombinasi pembebanan ini, dimaksudkan untuk menentukan jenis pembebanan pada suatu struktur. Karena pada dasarnya ada dua macam pembebanan, yaitu: pembebanan tetap dan pembebanan sementara. Sedang beban-beban yang dapat dikombinasikan adalah: a. Beban mati b. Beban hidup Sesuai dengan acuan yang digunakan yaitu (SNI 2847-2002:22), maka kombinasi yang ada adalah: U = 1,4 DL (III-14a) U = 1,2 DL + 1,6 LL (III-14b) 3. Perhitungan momen Perhitungan momen pada sistem pelat ini dapat menggunakan PBI 1971 dan pemodelan pada program SAP2000. Momen yang diperoleh dari PBI 1971: Berdasarkan tabel pelat, momen lentur dibedakan menurut tiga jenis tumpuan, yaitu: terletak bebas, menerus atau terjepit elastis, dan terjepit penuh. Besar momen dihitung berdasar rumus berikut: Subscript i = menunjukkan arah bentang yang ditinjau (ly atau lx)
Momen yang diperoleh dari SAP2000: Tahapan-tahapan untuk memperoleh besarnya momen adalah: a. Penggambaran model struktur. Penggambaran model ini disesuaikan dengan dimensi-dimensi pelat lantai yang akan diteliti. Pada penggambaran ini, dilengkapi juga dengan jenis perletakan yang akan digunakan. b. Memasukkan data material dan dimensi penampang. c. Memasukkan bebanbeban yang bekerja pada pelat lantai. Beban yang berupa dimasukkan beban mati dan beban hidup. Setelah itu mendefinisikan kombinasi beban (dalam hal ini yang sesuai dalam peraturan SNI03-2847-2002) d. Analisis struktur Proses analisis dapat berupa: Menampilkan lendutan pelat lantai Reaksi pada pelat lantai Analisa momen pelat 4. Hitung Faktor momen pikul (Rn), m, b, min. Faktor momen pikul didefinisikan sebagai momen nominal (Mn) yang dibagi dengan hasil perkalian antara luas efektif dan tinggi efektif pelat (b.d x d), sehingga diperoleh hitungan/persamaan berikut: (III-15)
(III-20a) (III-20b)
(III-16) 6. Jarak dan luas tulangan Jarak tulangan: Perhitungan jarak tulangan dapat menggunakan rumus;
(III-17) 5. Luas tulangan pokok dan rasio tulangan Luas tulangan pokok dapat dihitung dengan menggunakan rumus; (III18) Hasil tulangan pokok yang diperoleh, harus dikontrol dengan rasio tulangan, sehingga memenuhi syarat peraturan SNI 03-28472002. Penggunaan tulangan atau rasio tulangan pada sistem perencanaan beton bertulang menurut SNI 032847-2002 dibatasi pada dua keadaan, yaitu: a. Agar tulangan yang digunakan tidak terlalu sedikit atau rasio tulangan tidak terlalu kecil, diberikan syarat berikut (Pasal 12.5, SNI 03-2847-2002):
(III-21) Dari jarak tulangan yang diperoleh, kemudian dicek berdasarkan peraturan: Jarak maksimal Tulangan Pokok, Pelat saru arah (SNI 2847-2002:Pasal 15.3.2) S 2.h dan S 450 mm (III-22a) Tulangan Bagi, S 5.h dan S 450 mm (III-22b) Luas tulangan: Perhitungan luas tulangan dapat menggunakan rumus berikut: (III-23) Dari luas tulangan yang diperoleh, harus dicek dengan peraturan SNI-03-2847-2002: Tulangan Pokok (SNI 28472002:Pasal 12.5.1) f’c 31,36 Mpa,
As As min atau min , dengan Dengan: (III-19a) (III-19b) b. Agar penampang beton dapat mendekati keruntuhan seimbang, diberikan syarat berikut (Pasal 12.3.3, SNI 032847-2002): As As maks atau maks Dengan,
Tulangan Bagi/tulangan susut dan suhu (SNI 2847-2002:Pasal 9.12.2.1) Untuk fy300 Mpa, maka Asd 0.0020.b.h (III-25a) Untuk fy=400 Mpa, maka Asd 0.0018.b.h (III-25b) Untukfy400Mpa,makaAsd0.00 18.b.h.(400/fy) Tetapi Asd 0.0014.b.h (III-25d)
Panjang Penyaluran: Panjang penyaluran tulangan tarik: Pasal 14.2.4 SNI 03-2847-2002 memberikan persamaan untuk panjang penyaluran tulangan tarik yakni,
Panjang penyaluran tulangan tekan: Pasal 14.3 SNI 03-2847-2002 diberikan persamaan untuk panjang penyaluran tulangan tekan,
3.5 Proses III Dalam proses ini hasil analisa dibuat dalam bentuk tabel, untuk mendapatkan kebutuhan tulangan dengan berbagai macam dimensi yang sesuai dengan kebutuhan. Dibawah ini adalah diagram alir dalam merencanakan kebutuhan pelat lantai beton bertulang. 3.6 Output Hasil output tulangan yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk yang bisa diterima (yakni tabel tulangan) secara visualisasi dan dibuat dalam bentuk gambar.
Ly
Lx Gambar 4.12 Skema pemodelan pelat lantai menggunakan SAP2000
Mt22
Ml22
BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1 Analisa Pelat Lantai 4.1.1 Analisa Mesh Analisa mesh pada penelitian ini menggunakan metode finite element dengan bantuan program SAP2000. Pelat dianalisa dengan menggunakan mesh ukuran terbesar 1 meter dan terkecil 0,1 meter. Hasil analisa keseluruhan menunjukkan persentase yang sama. Sehingga analisa pelat yang ditampilkan dalam bab ini, hanya sebagian dari percobaan beberapa dimensi untuk analisa mesh. Ukuran pelat yang digunakan adalah 5x5 meter. Gambar 4.15, gambar 4.16 dan gambar 4.17 menunjukkan titik yang menjadi acuan untuk pengambilan momen tumpuan dan momen lapangan.
Gambar 4.13 Daerah momen tumpuan dan lapangan arah 2-2
Ml11
Gambar 4.14 Daerah momen tumpuan dan lapangan arah 1-1
Mt11
Gambar 4.15 Lx=5 meter, Ly/Lx=1 dan ukuran 1x1 m
meter, kontur momen masih terlihat lebih kasar jika dibandingkan dengan ukuran mesh 0,5x0,5 meter. Kontur momen lebih halus lagi terlihat pada ukuran mesh 0,25x0,25 meter. Analisa ini dilakukan dengan menentukan satu titik untuk melihat besarnya nilai momen lentur pelat lantai. Dari gambar 4.12,4.13 dan 4.14 terlihat titik yang ditinjau momennya. Pada hasil dibawah, momen yang dinyatakan dengan angka 1-1 dan 2-2 menunjukkan arah x dan arah y. Besarnya momen dapat dilihat pada tabel 4.1: Tabel 4.1 Analisa momen lentur dengan perbedaan ukuran mesh (satuan kg.m)
Ukuran mesh 1x1 m 0,5x0,5 m 0,25x0,25m M22 titik 1 -1199,01 -1219,58 -1213,3 2% 1% M22 titik 2 899,35 828,43 816,34 9% 1%
Gambar 4.16 Lx=5 meter, Ly/Lx=1 dan ukuran 0,5x0,5 m
Gambar 4.17 Lx=5 meter, Ly/Lx=1dan ukuran Titik 1 0,25x0,25 m Titik 2 Penentuan mesh disesuaikan dengan dimensi pelat lantai. Dikarenakan pelat lantai berukuran 5x5 meter, maka mesh menggunakan ukuran 1x1 m, 0,5x0,5 m, dan 0,25x0,25 m. Dari perbedaan ukuran mesh, terlihat pola penyebaran momen yang berbeda. Pada ukuran mesh 1x1
Nilai-nilai momen yang terdapat pada tabel diatas terlihat perubahan momen lentur yang tidak terlalu berbeda untuk mesh berukuran 0,5x0,5m dan 0,25x0,25m. Dengan hasil ini, perencanaan suatu pemodelan pelat lantai pada program bantu SAP2000 dapat menggunakan ukuran mesh sebesar 0,5x0,5 meter. Untuk ukuran pelat lantai (5m x 5m) mumen tumpuan arah x sama nilainya dengan nilai momen tumpuan arah y. Begitu sebaliknya dengan momen lapangan arah x dan arah y.
4.1.2 Analisa momen pelat lantai terhadap dimensi balok. Dimensi balok yang digunakan sebagai tumpuan/perletakan pelat lantai disesuaikan dengan peraturan SNI 2847-2002 pasal 11.5.2.1. Tebal balok disesuaikan dengan kondisi lapangan. Dalam penelitian kali ini digunakan syarat tebal balok minimum (hmin) yakni L/16. Untuk lebar balok, menggunakan
Momen Lapangan 1-1 (kg.m)
Perbandingan Momen Lapangan 1-1 1200
1000 800
600 Ml11 (balok b=2/3h)
400
Ml11 (balok b=1/2.h)
200 0 0
20
40
60
80
100
120
Tinggi Balok (cm)
Gambar 4.20 Grafik perbandingan momen lapangan arah 1-1 dengan perbedaan lebar balok Perbandingan Momen Tumpuan 2-2 Momen Tumpuan 2-2 (kg.m)
persamaan (1/2 dan 2/3) dari tebal balok. Koefisien ½ dan 2/3 diperoleh berdasarkan pemakaian pada umumnya perencanaan. Dalam analisa ini, dibandingkan antara momen pelat lantai yang dihasilkan dengan pemakaian lebar balok (1/2.h) dan lebar balok (2/3.h). Analisa menggunakan program bantu SAP2000, dengan dimensi pelat diambil Lx=4meter, Ly/Lx=1,4, sehingga Ly=5,6 meter. Beban hidup disesuaikan dengan RSNI pembebanan untuk gedung, jenis bangunan adalah apartemen, sehingga beban hidup minimum sebesar 479 kg/m2. Pada hasil dibawah, momen yang dinyatakan dengan angka 1-1 dan 2-2 menunjukkan arah x dan arah y.
800 700 600 500
400 300
Mt22 (balok b=2/3h)
200
Mt22 (balok b=1/2.h)
100
0 0
20
40
60
80
100
120
Tinggi Balok (cm)
Gambar 4.21Grafik perbandingan momen tumpuan arah 2-2 dengan perbedaan lebar balok
x Gambar 4.18 Gambar pengambilan momen tumpuan dan momen lapangan.
Momen Tumpuan 1-1 (kg.m)
Perbandingan Momen Tumpuan 1-1 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
Mt11 (balok b=2/3h)
Mt11 (balok b=1/2.h)
0
20
40
60
80
100
120
Tinggi Balok (cm)
Gambar 4.19 Grafik perbandingan momen tumpuan arah 1-1 dengan perbedaan lebar balok
Momen Lapangan 2-2 (kg.m)
Perbandingan Momen Lapangan 2-2
y
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Ml22 (balok b=2/3h)
Ml22 (balok b=1/2.h)
0
20
40
60
80
100
120
Tinggi Balok (cm)
Gambar 4.22 Grafik perbandingan momen lapangan arah 2-2 dengan perbedaan lebar balok Dari grafik gambar 4.19, gambar 4.20,gambar 4.21 dan gambar 4.22, Hasil analisa perhitungan menunjukkan pola yang sama, sehingga grafik yang ditampilkan hanya sebagian dari hasil perhitungan. Terlihat dari grafik, Momen tumpuan dengan lebar balok (2/3.h) lebih besar nilainya daripada penggunaan lebar balok (1/2.h). akan tetapi berbeda dengan momen lapangan. Hasil
menunjukkan momen lapangan dengan penggunaan lebar balok (b=2/3.h) lebih kecil dibandingkan dengan lebar balok (b=1/2.h). Hal ini dikarenakan kekakuan antara balok dan pelat memiliki nilai yang lebih besar untuk balok dengan lebar penampang (2/3.h). Kekakuan balok dan pelat dapat ditentukan dengan penggunaan rumus m.
sebaliknya. Sedangkan nilai momen lapangan dikatakan membesar bila nilainya positif, demikian pula sebaliknya. Pada pemodelan kali ini digunakan ukuran (panjang x lebar) pelat menggunakan perbandingan ly/lx. Pelat dimodelkan dengan ukuran panjang yang diambil dari tabel 4.2: Tabel 4.2 Dimensi pelat lantai dengan diketahui Lx dan Ly/Lx 1-3 interval 0,4
Nilai m yang membesar diakibatkan oleh Inersia balok yang membesar pula. Nilai momen inersia balok semakin besar menunjukkan kekakuan dari balok. 4.1.3 Analisa Perbandingan Momen Tumpuan dan Lapangan Bila ditinjau pada tabel PBI 1971, terdapat kekurangan yang terdapat dalam tabel-tabel tersebut. Diantaranya, tidak ada batasan ukuran balok yang merupakan tumpuan jepit sempurna dan jepit elastis, dan ukuran pelat yang jelas. Tabel-tabel yang terdapat di PBI 1971 hanya memberikan tipe-tipe perletakan yang terbatas, yakni jepit penuh, jepit elastis dan terletak bebas. Dengan melihat kekurangan pada tabel PBI 1971, sehingga pada penelitian ini, penentuan momen tumpuan dan lapangan dilakukan dengan menggunakan program bantu SAP 2000, dan ukuran balok yang digunakan bervariasi. Sehingga bisa terlihat perubahan momen yang terjadi akibat perubahan penampang balok. Hasil analisa keseluruhan hasil perhitungan, menunjukkan pola yang sama, sehingga grafik yang ditampilkan hanya sebagian dari hasil perhitungan. Grafik-grafik yang dibuat, digunakan untuk mempermudah pengamatan dan perbandingan. Nilai momen tumpuan dikatakan membesar bila nilainya negatif, demikian pula
(ly/lx) lx (meter) 2 3 4 5 6 7 8 9
1 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0
1,4 2,8 4,2 5,6 7,0 8,4 9,8 11,2 12,6
ly (meter) 1,8 2,2 3,6 4,4 5,4 6,6 7,2 8,8 9,0 11,0 10,8 13,2 12,6 15,4 14,4 17,6 16,2 19,8
2,6 5,2 7,8 10,4 13,0 15,6 18,2 20,8 23,4
Dari tabel diatas, yang digunakan dalam penelitian adalah panjang minimum sebesar 3 meter dan panjang maksimum sebesar 9 meter. Pada contoh penelitian berikut, digunakan salah satu ukuran panjang (lx) pelat sebesar 5 meter. Sehingga ly pelat lantai mengikuti tabel diatas. Pelat lantai menggunakan program bantu SAP2000 dianalisa dengan mengkombinasikan variasi ukuran penampang balok dan tebal pelat lantai. Analisa pemodelan pelat lantai menggunakan program bantu SAP2000 terlihat pada (gambar 4.23). Dari pemodelan dalam SAP2000, pelat lantai dianalisa dengan berbagai variasi tebal pelat, ly dan lx pelat lantai, dan ukuran penampang balok. Penampang balok dimodelkan dalam program SAP2000 dimulai dari tinggi 20 cm sampai tinggi balok 80 cm. dengan lebar balok mengikuti perumusan (1/2. Tinggi balok). Seperti terlihat pada gambar berikut:
3 6,0 9,0 12,0 15,0 18,0 21,0 24,0 27,0
Perbandingan Mt11/Mt22 1,40
Mt11/Mt22
1,20 1,00
0,80
10/20
0,60
20/40
0,40
30/60
0,20
40/80
0,00
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Ly/Lx
Gambar 4.24 Perbandingan Momen Tumpuan arah 1-1 dan momen tumpuan arah 2-2
Gambar 4.23 Model pelat menggunakan SAP2000
Berikut ini disajikan grafik untuk lx=4 m dengan tebal pelat 12 cm:
Perbandingan Ml11/Ml22 2,50
2,00
Ml11/Ml22
Nilai momen lentur pelat dua arah dengan pemakaian program SAP2000 memperlihatkan 3 kondisi momen lentur yang terjadi, yakni perbandingan antara momen tumpuan arah x dan momen tumpuan arah y, serta perbandingan momen lapangan arah x dan momen lapangan arah y. Pada hasil dibawah, momen yang dinyatakan dengan angka 1-1 dan 2-2 menunjukkan arah x dan arah y. Kondisi 1 Momen tumpuan arah y > momen tumpuan arah x (Mty > Mtx) Momen lapangan arah y > momen lapangan arah x (Mly > Mlx) Kondisi 2 Momen tumpuan arah y > momen tumpuan arah x (Mty > Mtx) Momen lapangan arah x > momen lapangan arah x (Mlx > Mly) Kondisi 3 Momen tumpuan arah y < momen tumpuan arah x (Mty < Mtx) Momen lapangan arah y < momen lapangan arah x (Mly < Mlx)
1,50
10/20
1,00
20/40 30/60
0,50
40/80
0,00
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Ly/Lx
Gambar 4.25 Perbandingan momen lapangan arah 1-1 dan momen lapangan arah 2-2 Memperhatikan gambar 4.13 terlihat, untuk ukuran balok yang relatif kecil, perbandingan momen tumpuan arah 1-1 dan momen tumpuan arah 2-2 memiliki nilai kurang dari satu. sehingga efek dari jepit sempurna untuk ukuran balok ini belum terlihat. Namun lain halnya dengan dimensi balok yang relatif besar, pada perbandingan ly/lx dari 1-2 memperlihatkan nilai lebih dari satu, namun setelah ly/lx bernilai lebih dari 2 maka perbandingan bernilai kurang dari satu. perbandingan yang menghasilkan nilai lebih dari satu, menandakan bahwa tumpuan pelat lantai masih bersifat sebagai jepit. Akan tetapi semakin bertambahnya panjang bentang dengan ukuran balok yang sama, akan memperlihatkan efek dari jepit untuk tumpuan pelat sudah tidak terlihat. momen tumpuan arah y menunjukkan kecenderungan membesar sampai batas tertentu, kemudian cenderung membesar tidak
Tabel 4.3 Koefisien lapangan arah 1-1
beraturan. Hal ini disebabkan karena pada balok relatif kecil sampai batas tertentu, momen tumpuan arah x belum berfungsi sebagaimana layaknya, sehingga momen tumpuan dipikulkan ke arah y. Dengan membesarnya balok, momen tumpuan arah x sudah dapat melaksanakan fungsinya. Gambar 4.14, memperlihatkan hasil perbandingan momen lapangan dengan berbagai macam dimensi pelat. Untuk pelat dengan tumpuan balok yang relatif besar (yakni dimensi 20/40,30/60 dan 40/80) memperlihatkan perbandingan momen yang bernilai lebih dari satu. hal ini menandakan bahwa kondisi lapangan didominasi oleh momen yang terjadi pada dua arah. Namun, semakin bertambanya panjang bentang, nilai perbandingan momen lapangan adalah kurang dari satu. hal ini menandakan bahwa momen lebih dominan terhadap satu arah. Sehingga, dalam perhitungan menggunakan syarat penulangan pelat satu arah.
dimensi balok (mm) ly/lx
ly/lx
30/60
40/80
koefisien momen 76
38
28
26
1,4
85
57
42
39
1,8
90
72
51
45
2,2
93
85
57
48
2,6
94
95
63
50
30/60
40/80
10/20
ly/lx
20/40
koefisien momen
1
3
-29
-46
-49
1,4
5
-36
-53
-55
1,8
7
-40
-56
-56
2,2
9
-42
-59
-58
2,6
11
-42
-61
-59
Tabel 4.5 Koefisien momen lapangan arah 2-2 dimensi balok (mm)
10/20
ly/lx
20/40
30/60
40/80
koefisien momen
1
3
-29
-46
-49
1,4
4
-32
-61
-69
1,8
5
-28
-65
-72
2,2
5
-22
-67
-76
2,6
5
-15
-58
-74
40/80
koefisien momen
1
76
38
28
26
1,4
139
48
29
25
1,8
222
60
29
22
2,2
330
74
31
21
2,6
456
91
35
22
Jika dibuat dalam bentuk grafik dapat terlihat kondisi koefisien momen yang mengalami kenaikan seiring semakin membesarnya dimensi balok dan semakin panjang bentang pelat lantai. Pada hasil dibawah, koefisien momen yang dinyatakan dengan angka 1-1 dan 2-2 menunjukkan arah x dan arah y.
Tabel 4.2 Koefisien momen tumpuan arah 1-1 20/40
30/60
1
dimensi balok (mm)
Perumusan diatas, mengikuti dari tabel PBI 1971. Pengguanaan rumus tersebut sebagai pendekatan bahwa koefisien yang diperoleh dari momen hasil program bantu SAP2000 mendekati nilai koefisien pada PBI 1971. Dapat dilihat tabel perhitungan koefisien untuk momen dari hasil program SAP2000:
10/20
20/40
Tabel 4.4 Koefisien momen Tumpuan arah 2-2
Koefisien Momen yang diperoleh dengan Program Bantu SAP2000. Momen lentur yang diperoleh dengan menggunakan program SAP2000, kemudian dihitung koefisien momen dengan menggunakan rumus:
dimensi balok (mm)
10/20
momen
Koefisien momen lapangan arah 1 (Cl11)
Koefisien momen tumpuan arah 2 (Ct22) 100 80 10/20
Ct11
Ct11
20 10 0 -10 -20 -30 -40 -50 -60 -70
60
10/20
40
20/40
20
30/60
20/40 30/60 40/80
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
40/80
0
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
L y/L x
L y/L x
Gambar 4.29 Grafik koefisien momen lapangan arah 1
Gambar 4.26 Grafik koefisien momen tumpuan arah 2 Koefisien momen lapangan arah 2 (Cl22) 500
Ct11
400 300
10/20
200
20/40
100
30/60 40/80
0
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
L y/L x
Gambar 4.27 Grafik koefisien momen lapangan arah 2
Koefisien momen tumpuan arah 1 (Ct11) 20
Ct11
0 -20
10/20
-40
20/40
-60
30/60 40/80
-80
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
L y/L x
Gambar 4.28 Grafik koefisien momen tumpuan arah 1
Penjelasan grafik dari gambar diatas memperlihatkan perbedaan koefisien momen. Nilai koefisien momen bernilai negatif dikarenakan nilai momen yang bernilai. Biasanya nilai negatif ini diperoleh pada momen untuk daerah tumpuan. Namun untuk momen daerah lapangan nilai koefisien bernilai positif mengikuti nilai momennya. Koefisien momen tumpuan arah 2-2 memperlihatkan hasil semakin besar penampang balok, maka koefisien semakin besar. Untuk balok yang relatif kecil nilai koefisien dengan pertambahan nilai perbandingan ly dan lx memiliki nilai yang semakin kecil. Koefisien momen daerah lapangan 2-2 gambar 4.27, memperlihatkan untuk balok dengan dimensi 10/20, 20/40 dan 30/60 menghasilkan nilai koesien yang semakin besar seiring pertambahan perbandingan ly dan lx. Sedangkan untuk balok 40/80 kecenderungan koefisien momen lapangan arah 2-2 memiliki nilai yang semakin kecil dengan bertambahnya perbandingan ly dan lx. Hal ini dikarenakan, balok dengan dimensi 40/80 memperlihatkan efek tumpuan jepit mulai terlihat. Koefisien momen daerah tumpuan 1-1 gambar 4.28 memperlihatkan koefisien momen yang memiliki nilai yang tidak beraturan. Untuk balok yang relatif kecil (10/20 dan 20/40) memperlihatkan nilai koefisien yang naik pada perbandingan ly dan lx 1-1,4 dan turun pada perbandingan ly dan lx 1,4-3. Hal ini disebabkan untuk balok yang relatif kecil memiliki kekakuan lentur dan torsi yang kecil bila dibandingkan dengan panjang pelat lantai. Lain halnya dengan ukuran balok yang relatif lebih besar (30/60 dan 40/80) menunjukkan gejala nilai koefisien membesar tidak beraturan (membesar lalu mengecil).
Kecenderungan membesarnya koefisien momen pada daerah tumpuan arah 1-1 dikarenakan pada balok ynag besar memiliki kekakuan lentur dan torsi yang cukup besar bila dibandingkan dengan panjangnya. Koefisien momen daerah lapangan 1-1 gambar 4.29 memperlihatkan koefisien momen membesar seiring dengan membesarnya balok. Seiring dengan membesarnya perbandingan ly dan lx, momen lapangan kecenderungan membesar. Hal ini dikarenakan kekuatan lentur dan torsi yang kecil bila dibandingkan dengan penjangnya bentangnya. 4.3 Perhitungan Pelat Lantai Pada penelitian struktur ini menggunakan bebarapa variabel yang digunakan dalam perhitungan pelat lantai beton bertulang. Adapun variabel yang digunakan antara lain: mutu beton (f’c), mutu tulangan (fy), dan pembebanan. a. Dimensi pelat lantai Pada perhitungan dan analisa pelat lantai, digunakan dimensi minimum pelat adalah 3 m dan dimensi maksimum pelat adalah 9 m. Pada penelitian ini digunakan tebal pelat 12 cm dan 15 cm. Penetuan dimensi pelat bertujuan untuk menentukan perhitungan dilakukan secara pelat dua arah ataupun pelat satu arah. b. Mutu beton (f’c) Mutu beton yang digunakan dalam penelitian sebesar; 20 MPa, 25 MPa, 30 MPa dan 35 MPa. Mutu beton memegang peranan penting didalam mengontrol kekuatan dan kelayakan suatu pelat lantai. c. Mutu tulangan (fy) Mutu tulangan yang digunakan dalam penelitian sebesar; 240 MPa dan 400 MPa. Mutu tulangan digunakan untuk menentukan tulangan yang digunakan pada pelat lantai. d. Pembebanan Pembebanan yang diterapkan dalam penelitian adalah yang telah disesuaikan dengan RSNI pembeban. Dalam hal ini, disesuaikan dengan fungsi bangunan yaitu apartemen, maka besarnya pembebanan (beban hidup) sebesar 479 kg/m2.
Pelat lantai yang akan diteliti, dapat dilihat pada gambar dibawah. Pelat lantai dirancang secara menerus dengan dimensi penumpu balok bervariasi.
Gambar4.30 Model pelat lantai
4.3.1 Tebal Pelat Latai Penentuan tebal pelat lantai dapat menggunakan perumusan yang terdapat dalam peraturan SNI 2847-2002. Baik untuk pelat satu arah maupun pelat dua arah. Untuk menentukan pelat termasuk dua arah ataupun satu arah, maka harus di cek perbandingan antara ly dan lx. Untuk perbandingan yang menghasilkan nilai kurang dari 2 maka termasuk pelat dua arah. Sebaliknya, jika perbandingan menghasilkan nilai lebih dari dua maka dikatakan termasuk pelat satu arah. Berikut ini salah satu penentuan tebal pelat (satu arah atau dua arah): Contoh Perhitungan Tebal Pelat Lantai:
Gambar4.31 Tampak atas pelat lantai Ukuran minimum balok Data desain pelat: Panjang (A) = 5 m Lebar (B) = 4,5 m
Berdasarkan SNI 2847-2002 pasal 11.5.2.1, tebal minimum balok sebesar:
Pelat tipe 1
1
Digunakan panjang bentang 5 m
1 3
3
2
2
Dipilih tinggi balok sebesar 50 cm, dan lebar balok: , Dipilih lebar balok sebesar 25 cm Menggunakan dimensi balok 25/50.
Gambar. 4.33 Pelat lantai tipe 1
Ukuran tebal pelat lantai Penetuan tebal pelat pada gambar 4.30, ditinjau masing-masing tipe pelat. Yakni ditinjau pelat 1, pelat 2, pelat 3, dan pelat 4 (gambar 4.31). Untuk pelat dua arah, sebelum menghitung tebal, maka terlebih dahulu dihitung αm. Berikut skema untuk αm.
Perhitungan Ib pada tipe pelat diatas dihitung berdasarkan balok T dan balok L. Hal ini dikarenakan, terdapat dua balok interior dan dua balok eksterior. Gambar 4.33, potongan 3-3 dan potongan 4-4 dihitung berdasarkan balok T sedangkan potongan 1-1 dan potongan 2-2 dihitung berdasarkan balok L.
α1 α4
α2 α3
Gambar 4.32 Tinjauan m
Keterangan: Ecb = modulus elastisitas balok beton Ecp = modulus elastisitas pelat beton Ib = momen inersia bruto terhadap sumbu penampang yang terdiri dari balok dan pelat disetiap sisi balok memanjang dengan jarak sama dengan proyeksi balok di atas atau di bawah pelat (diambil yang terbesar) tetapi tidak melebihi empat kali tebal pelat (SNI 2847-2002). Ib = momen inersia bruto terhadap sumbu penampang pelat yang diambil terhadap sumbu pusat dan sama dengan h3/12 dikalikan lebar pelat (SNI 2847-2002 pasal).
4 4
Potongan 3-3 Panjang = 5 m Data: h = 12 cm hw = 50 – 12 = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw ≤ bw + 8.h, 25 + 2.38 ≤ 25 + 8.12 101 ≤ 121, digunakan 101cm
h hw Gambar. 4.34 Penampang 3-3
Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang:
55,5 cm
bw + 2hw ≤ bw + 8.h, 25 + 2.38 ≤ 35 + 8.12 101 ≤ 121, digunakan 101cm
x1 A1 A2
h hw
x2 Gambar. 4.35Titik berat arah x Gambar. 4.37 Penampang 4-4
Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang:
> h = 12 cm (terletak dibawah flens)
Y2
A1
Y1
55,5 cm x1
A2
A1 A2
Gambar. 4.36 Titik berat arah y Inersia Balok
x2 Gambar. 4.38 Titik berat arah x
> h = 12 cm (terletak dibawah flens)
Inersia Pelat Y2
A1 A2
Gambar. 4.39 Titik berat arah y Potongan 4-4 Panjang = 4,5 m Data: h = 12 cm hw = 50 – 12 = 38 cm bw = 25 cm
Inersia Balok
Y1
> h = 12 cm (terletak dibawah flens)
y2
Inersia Pelat
A1 A2
Gambar. 4.42 Titik berat arah y Inersia Balok Potongan 1-1 Panjang = 4,5 m Data: h = 12 cm hw = 50 – 12 = 38 cm bw = 25 cm hw ≤ 4h, 38 ≤4.12 38 ≤ 48, digunakan 38cm Inersia Pelat h hw Gambar. 4.40 Penampang 1-1
½.bw+½.panjang pelat
Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang:
Gambar. 4.43 Penampang pelat 24,58 cm
Potongan 2-2 Panjang = 5m
x1 A1 A2
x2 Gambar. 4.41 Titik berat arah x
Data: h = 12 cm hw = 50 – 12 = 38 cm bw = 25 cm hw ≤ 4h, 38 ≤4.12 38 ≤ 48, digunakan 38cm
y1
½.bw+½.panjang pelat
h hw
Gambar. 4.47 Penampang pelat Gambar. 4.44 Penampang 2-2
Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: Maka, Pelat tipe 2
1
24,58 cm
1
x1 3
A1
3
2 4
2
A2 4 x2 Gambar. 4.45 Titik berat arah x
> h = 12 cm (terletak dibawah flens)
y2
A1 A2
Gambar. 4.46 Titik berat arah y
Gambar. 4.48 Pelat lantai tipe 2 Perhitungan Ib, didasarkan pada balok T dan balok L. pada gambar 4.48, potongan 3-3 dan potongan 4-4 dihitung berdasarkan balok T sedangkan potongan 1-1 dan potongan 2-2 dihitung berdasarkan balok L. Potongan 3-3 sama nilainya dengan potongan 2-2 Panjang = 5 m y1 Data: h = 12 cm hw = 50 – 12 = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw ≤ bw + 8.h, 25 + 2.38 ≤ 35 + 8.12 101 ≤ 121, digunakan 101cm
Inersia Balok
h hw
Inersia Pelat Gambar. 4.49 Penampang 3-3
Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang:
55,5 cm
Potongan 4-4 Panjang = 4,5 m Data: h = 12 cm hw = 50 – 12 = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw ≤ bw + 8.h, 25 + 2.38 ≤ 25 + 8.12 101 ≤ 121, digunakan 101cm
x1 A1
h
A2
hw
x2 Gambar. 4.50 Titik berat arah x
Gambar. 4.52 Penampang 4-4
Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang:
> h = 12 cm (terletak dibawah flens)
Y2
A1
Y1
55,5 cm x1 A1
A2 A2 Gambar. 4.51 Titik berat arah y Inersia Balok
Inersia Pelat
x2 Gambar. 4.53 Titik berat arah x
> h = 12 cm (terletak dibawah flens)
Y2
A1 A2
Gambar. 4.54 Titik berat arah y
Y1
Inersia Balok > h = 12 cm (terletak dibawah flens)
Inersia Pelat
y2
A1
y1
A2
Gambar. 4.57 Titik berat arah y Inersia Balok Potongan 1-1 Panjang = 4,5 m Data: h = 12 cm hw = 50 – 12 = 38 cm bw = 25 cm hw ≤ 4h, 38 ≤4.12 38 ≤ 48, digunakan 38cm Inersia Pelat h hw
Gambar. 4.55 Penampang 1-1
Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang:
½.bw+½.panjang pelat
Gambar. 4.58 Penampang pelat
20,92 cm x1
Maka, A1
A2
x2 Gambar. 4.56 Titik berat arah x
Pelat tipe 3
1 1 3
3
2 4
2
> h = 12 cm (terletak dibawah flens)
4 Gambar. 4.59 Pelat lantai tipe 3 Perhitungan Ib, didasarkan pada balok T dan balok L. pada gambar 4.59, potongan 3-3 dan potongan 4-4 dihitung berdasarkan balok T sedangkan potongan 1-1 dan potongan 2-2 dihitung berdasarkan balok L. Potongan 3-3 sama nilainya dengan potongan 2-2 Panjang = 5 m Data: h = 12 cm hw = 50 – 12 = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw ≤ bw + 8.h, 25 + 2.38 ≤ 25 + 8.12 101 ≤ 121, digunakan 111cm
Y2
A1 A2
Gambar. 4.62 Titik berat arah y Inersia Balok
h
Inersia Pelat
hw Gambar. 4.60 Penampang 3-3
Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang:
55,5 cm x1
+ 8.12 A1 A2
x2 Gambar. 4.61Titik berat arah x
Potongan 1-1 sama nilainya dengan potongan 4-4 Panjang = 4,5 m Data: h = 12 cm hw = 50 – 12 = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw ≤ bw + 8.h, 25 + 2.38 ≤ 25 101 ≤ 121, digunakan 101cm
Y1
h hw Inersia Pelat Gambar. 4.63 Penampang 1-1
Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang:
Maka,
55,5 cm
Pelat tipe 4
x1
1 A1 1 A2
3
x2 Gambar. 4.64 Titik berat arah x
Y2
A2
Gambar. 4.65Titik berat arah y
2 4
2
4 Gambar 4.66 Pelat lantai tipe 4
> h = 12 cm (terletak dibawah flens) A1
3
Y1
Perhitungan Ib, didasarkan pada balok T dan balok L. pada gambar 4.66, potongan 3-3 dan potongan 4-4 dihitung berdasarkan balok T sedangkan potongan 1-1 dan potongan 2-2 dihitung berdasarkan balok L. Potongan 3-3 Panjang = 5 m Data: h = 12 cm hw = 50 – 12 = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw ≤ bw + 8.h, 25 + 2.38 ≤ 25 + 8.12 101 ≤ 121, digunakan 101cm
Inersia Balok
h hw
Gambar. 4.67 Penampang 3-3
Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang:
55,5 cm 8.12
x1
Potongan 1-1 sama nilainya dengan potongan 4-4 Panjang = 4,5 m Data: h = 12 cm hw = 50 – 12 = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw ≤ bw + 8.h, 25 + 2.38 ≤ 25 + 101 ≤ 121, digunakan 101cm
A1 h
A2
hw x2 Gambar. 4.68Titik berat arah x
Gambar. 4.70 Penampang 1-1 Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang:
> h = 12 cm (terletak dibawah flens) Y2
A1
Y1
55,5 cm x1
A2
A1 A2
Gambar. 4.69 Titik berat arah y Inersia Balok x2
Gambar. 4.71 Titik berat arah x
Inersia Pelat
> h = 12 cm (terletak dibawah flens) Y2
A1 A2
Gambar. 4.72 Titik berat arah y
Y1
Inersia Balok
> h = 12 cm (terletak dibawah flens)
y2 Inersia Pelat
A1 A2
Gambar. 4.75 Titik berat arah y Inersia Balok
Potongan 2-2 Panjang = 5m Data: h = 12 cm hw = 50 – 12 = 38 cm bw = 25 cm hw ≤ 4h, 38 ≤4.12 38 ≤ 48, digunakan 38cm
Inersia Pelat
h hw
Gambar. 4.73 Penampang 2-2 Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: ½.bw+½.panjang pelat
20,92 cm Gambar. 4.76 Penampang pelat
x1 A1 A2
x2 Gambar. 4.74 Titik berat arah x
Maka, Dari perhitungan αm terhadap 4 tipe pelat lantai, diperoleh nilai αm > 2. Disesuaikan dengan peraturan SNI 2847-2002, maka untuk mendapatkan ketebalan pelat digunakan perumusan:
y1
Berikut ini pemodelan yang dilakukan dengan mengambil lx=5 meter dan ly/lx=1, sehingga ly=5 meter. Dan balok tepi berdimensi 25/50.
≥ 90 mm
dan ≥ 90 mm Berdasarkan syarat SNI 2847-2002 pasl 11.5.3, maka digunakan tebal pelat sebesar 12 cm. Contoh Perhitungan Tulangan: 4.2 Perhitungan Tulangan Pelat Lantai Jenis pelat lantai yang Data perhitungan: Tebal pelat: 12 cm fy: 400 MPa f’c: 30 MPa Beban Hidup : Ruang Pribadi : 1,29 kN/m2 Ruang balkon : 4,79 kN/m2 Panjang pelat : 5 m Lebar pelat : 5 m Pembebanan Pelat Lantai Berat Sendiri pelat = 0,12 x 24 kN/m3 = 2,88 kN/m2 Berat plafon = 0,11 = 0,11 kN/m2 Berat finishing = 1,25 = 1,25 kN/m2 qD= 4,24 kN/m2 Beban hidup qL = 4,79 kN/m2 Beban ultimate = 1,2 qD + 1,6 qL = 12,752 kN/m2 Penentuan pelat satu arah atau dua arah: , Keterangan:
Gambar 4.77 Bentuk pemodelan 3 Dimensi
Gambar 4.78 Bentuk pemodelan 2 Dimensi terhadap sumbu x dan sumbu y Setelah diproses (running), maka terlihat kontur momen dari pelat lantai. Pada hasil dibawah, momen yang dinyatakan dengan angka 1-1 dan 2-2 menunjukkan arah x dan arah y. Pengambilan momen lentur yang digunakan dalam perhitungan tulangan, seperti terlihat gambar dibawah:
: kekakuan ln: panjang bersih pelat lantai sn: lebar bersih pelat lantai Diperoleh < 2, maka jenis pelat tersebut adalah pelat dua arah. Sehingga dalam perhitungan menggunakan aturan pela dua arah. Perhitungan momen pada pelat lantai mengikuti hasil dari program bantu SAP2000.
Mt: Momen tumpuan Ml: Momen lapangan Gambar 4.79 Pengambilan momen tumpuan dan momen lapangan.
Mtx = 1577,63 kg.m = 15776300 N.mm 2
1
m 3
Mut
Mnt
4 b
15776300 19720375 08 400 15 69 0 85 30
fy 0 85 f c 0 85 f c fy
mm
600 600 fy 0 85 30 0 85 600 400 600 400
0 039 0 75 b 0 75 0 039 0 029 ma 0 0018 min Decking = 20 mm Ditentukan diameter tulangan 10 mm (tulangan ulir) dx= 120 mm- 20mm-0,5.10 = 95 mm Mu Mn 19720375 2 19 n 2 2 1000 952 bd bd b
Gambar 4.80 Momen arah 2-2
Sisi Luar arah x
1 1 m
2 1 Sisi Dalam arah x
3
1 1 15 69
4
As As
2m fy
1
1
n
2 15 69 2 19 400
0 0058
sehingga digunakan dalam perhitungan As bd 0 0051 1000 95 484 5 mm2 = 4,84 cm2
min
Berdasarkan SNI 2847-2002, pasal 12.5.1: Gambar 4.81 Momen arah 1-1 Keterangan: Momen arah 2-2 : momen arah y Momen arah 1-1 : momen arah x Tulangan arah x Perhitungan arah x dihitung pada sisi luar dan sisi dalam untuk model pelat lantai menerus seperti gambar 4.81 pada sisi luar, penentuan momen tumpuan dan lapangan arah x dicari momen lentur yang terbesar pada pelat lantai tipe 1 dan tipe 2. Untuk momen tumpuan arah x, momen diambil dari pelat tipe 2 sedangkan momen lapangan arah x diambil dari pelat tipe 1. Tulangan tumpuan arah x Mtx = Momen tumpuan arah x (hasil SAP2000)
Dipilih luas tulangan yang terbesar, maka digunakan As=484,5 mm2. Digunakan tulangan ulir diameter 10 dan jarak antar tulangan sebesar 150 mm (D10-150). Jadi As= 5,24 cm2. Tulangan Bagi:
Dipilih yang terbesar, yaitu
1 1 15 69
Jarak tulangan
Menggunakan diameter polos 8 mm
As As
1
2 15 69 1 12 400
0 0032
sehingga digunakan dalam perhitungan As bd 0 0029 1000 95 275 5 mm2 = 2,78 cm2
min
Berdasarkan SNI 2847-2002, pasal 12.5.1: Dipilih yang terkecil, maka jarak tulangan s=200 mm Dipilih luas tulangan yang terbesar, maka digunakan As=332,5 mm2. Digunakan tulangan polos diameter 10 dan jarak antar tulangan sebesar 200 mm (10200). Jadi As= 3,93 cm2
Tulangan Lapangan Arah x Tulangan Pokok: Mlx = Momen tumpuan arah x (hasil SAP2000) Mlx = 896,94 kg.m = 8969400 N.mm Mnt m
b
Mut fy 0 85 f c
8969400 11211750 08 400 15 69 0 85 30
mm
600 600 fy 0 85 30 0 85 600 400 600 400
0 85 f c fy
0 0325 0 75 b 0 75 0 0325 0 0244 ma 0 0018 min Decking = 20 mm Ditentukan diameter tulangan 10 mm (tulangan ulir) dx= 120 mm- 20mm-0,5.10 = 95 mm Mu Mn 11211750 1 24 n 2 2 1000 952 bd bd b
1 1 m
1
2m fy
n
Tulangan arah y Perhitungan arah y dihitung pada sisi luar dan sisi dalam untuk model pelat lantai menerus seperti gambar 4.80 pada sisi luar, penentuan momen tumpuan dan lapangan arah y dicari momen lentur yang terbesar pada pelat lantai tipe 1 dan tipe 4. Untuk momen tumpuan arah y, momen diambil dari pelat tipe 4 sedangkan momen lapangan arah x diambil dari pelat tipe 1. Tulangan Tumpuan Arah y Mtx = Momen tumpuan arah y (hasil SAP2000) Mtx = 1577,63 kg.m = 15776300 N.mm Mut 15776300 Mnt 19720375 mm 08 fy 400 15 69 m 0 85 f c 0 85 30 b
0 85 f c fy
600 600 fy 600 0 85 30 0 85 400 600 400
0 039 0 75 b 0 75 0 039 0 029 ma 0 0018 min Decking = 20 mm Ditentukan diameter tulangan 10 (tulangan ulir) dx= 120 mm- 20mm-0,5.10 = 95 mm b
mm
Mu
n
Mn
2
bd 1 1 m
19720375
2
1000 952
bd
2m fy
1
1 1 15 69
1
2 19
n
2 15 69 2 19 400
0 0058
Tulangan Lapangan Arah y Tulangan Pokok: Mly = Momen tumpuan arah y (hasil SAP2000) Mly = 896,94 kg.m = 8969400 N.mm Mut
Mnt
fy
m As As
sehingga digunakan dalam perhitungan As bd 0 0051 1000 95 484 5 mm2 = 4,84 cm2
8969400 11211750 08 400 15 69 0 85 30
0 85 f c
min
0 85 f c fy
b
Berdasarkan SNI 2847-2002, pasal 12.5.1: b ma
Dipilih luas tulangan yang terbesar, maka digunakan As=484,5 mm2. Digunakan tulangan ulir diameter 10 dan jarak antar tulangan sebesar 150 mm (D10-150). Jadi As= 5,24 cm2. Tulangan Bagi:
min
600 600 fy 600 0 85 30 0 85 400 600 400 0 75 0 0325
0 0244
Decking = 20 mm Ditentukan diameter tulangan 10 mm (tulangan ulir) dx= 120 mm- 20mm-0,5.10 = 95 mm Mu Mn 11211750 1 24 n 2 2 1000 952 bd bd 1 1 m 1 1 15 69
Dipilih yang terbesar, yaitu Jarak tulangan
Menggunakan diameter ulir 8 mm
0 0325 0 75 b 0 0018
mm
As As
2m fy
1
1
n
2 15 69 1 12 400
0 0032
sehingga digunakan dalam perhitungan As bd 0 0029 1000 95 275 5 mm2 = 2,76 cm2
min
Berdasarkan SNI 2847-2002, pasal 12.5.1:
Dipilih yang terkecil, maka jarak tulangan s=200 mm
Dipilih luas tulangan yang terbesar, maka digunakan As=332,5 mm2. Digunakan tulangan ulir diameter 10 dan jarak antar tulangan sebesar 200 mm (D10-200). Jadi As= 3,93 cm2
As= 524 mm2 d = 95 mm
Kontrol Lendutan:
Dipilih jarak garis netral y sebesar 24,02 mm. Momen inersia Ig utuh tanpa tulangan: Gambar 4.82 Gambar lendutan pelat lantai Perhitungan lendutan, merujuk pada literatur “Analisis dan desain beton bertulang” (penulis: Amrinsyah Nasution, guru besar bidang struktur dan konstruks Teknik Sipil ITBi). Pelat tertumpu bebas beban merata q Tabel Koefisien lendutan
Momen retak
4.6
Karena perbandingan menunjukkan nilai lebih dari satu, dalam artian momen akibat beban mati dan beban mati lebih kecil dari momen retak, maka Mcr=Mk dan Ie=Ig. (pelat tidak akan retak karena beban mati + beban hidup) Dari tabel: b/a=5/5 = 1
Maka: Dimana:
v : poison ratio (0,2) Ie : Momen inersia efektif (mm4) E : Modulus elastisitas beton (MPa) Perhitungan: Penampang transformasi, Jarak garis netral y:
12 68 2 5
Lendutan ijin:
Tidak memenuhi persyaratan lendutan Catatan: Solusi dikarenakan tidak memenuhi persyaratan lendutan adalah dengan mengganti tebal pelat. Namun, jikalau tidak menghendaki
tebal diganti, maka pelat lantai diperpendek bentangnya dengan penambahan balok anak dan penulangan dilakukan dua sisi penuh.
Panjang penyaluran tulangan Untuk daerah tarik menggunakan perumusan:
Keterangan: =1,0 (jarak bersih tulangan atas dan bawah < 300 mm) =1,0 (tulangan tidak dilapisi epoksi) =1,0 (beton normal) Menggunakan diameter tulangan (10), maka panjang penyaluran:
Untuk daerah tekan:
Konversi tulangan biasa pelat lantai ke wiremesh Jenis pelat lantai yang Data perhitungan: Tebal pelat: 12 cm fy: 240 MPa f’c: 30 MPa Beban Hidup : Ruang Pribadi : 1,29 kN/m2 Ruang balkon : 4,79 kN/m2 Panjang pelat : 5 m Lebar pelat : 5 m Pembebanan Pelat Lantai Berat Sendiri pelat = 0,12 x 24 kN/m3 = 2,88 kN/m2 Berat plafon = 0,11 = 0,11 kN/m2 Berat finishing = 1,25 = 1,25 kN/m2 qD= 4,24 kN/m2 Beban hidup qL = 4,79 kN/m2 Beban ultimate = 1,2 qD + 1,6 qL = 12,752 kN/m2 Penentuan pelat satu arah atau dua arah: , Keterangan:
182,57 mm ≥ 0,004.10.400 = 160 mm (memenuhi)
Maka panjang penyaluran tulangan untuk daerah tekan sebesar 200 mm. Gambar detail tulangan:
Gambar 4.83 Gambar detail tulangan biasa
: kekakuan ln: panjang bersih pelat lantai sn: lebar bersih pelat lantai Diperoleh < 2, maka jenis pelat tersebut adalah pelat dua arah. Sehingga dalam perhitungan menggunakan aturan pela dua arah. Perhitungan momen pada pelat lantai mengikuti hasil dari program bantu SAP2000. Berikut ini pemodelan yang dilakukan dengan mengambil lx=5 meter dan ly/lx=1, sehingga ly=5 meter. Dan balok tepi berdimensi 25/50. Tulangan arah x Perhitungan arah x dihitung pada sisi luar dan sisi dalam untuk model pelat lantai menerus seperti gambar 4.81 pada sisi luar, penentuan momen tumpuan dan lapangan arah x dicari momen lentur yang terbesar pada pelat lantai tipe 1 dan tipe 2. Untuk momen tumpuan arah x, momen diambil dari pelat tipe 2 sedangkan momen lapangan arah x diambil dari pelat tipe 1.
Tulangan tumpuan arah x Mtx = Momen tumpuan arah x (hasil SAP2000) Mtx = 1577,63 kg.m = 15776300 N.mm Mut
Mnt m
fy 0 85 f c
15776300 08 0 0 85 30
0 85 f c fy
b
19720375
mm
600 600 fy 0 85 30 0 85 600 400 600 400
0 039 0 75 b 0 75 0 039 0 029 ma 0 0018 min Decking = 20 mm Ditentukan diameter tulangan 10 mm (tulangan ulir) dx= 120 mm- 20mm-0,5.10 = 95 mm Mu Mn 19720375 2 19 n 2 2 1000 952 bd bd
1
1
1
1
2m fy 2
Mut
Mnt m
b
b
1 1 m
Mlx = 896,94 kg.m = 8969400 N.mm
fy 0 85 f c 0 85 f c fy
2 19 0
0 00
sehingga digunakan dalam perhitungan As min As bd As 0 00 1000 95 mm2 = 9,08 2 cm
11211750
mm
600 600 fy 0 85 30 0 85 600 400 600 400
0 0325 0 75 b 0 75 0 0325 0 0244 ma 0 0018 min Decking = 20 mm Ditentukan diameter tulangan 10 mm (tulangan ulir) dx= 120 mm- 20mm-0,5.10 = 95 mm Mu Mn 11211750 1 24 n 2 2 1000 952 bd bd b
1 1 m 1
n
8969400 08 0 0 85 30
1
1
1
2m fy
n
2 0
0 00
sehingga digunakan dalam perhitungan As min As bd As 0 00 1000 95 mm2 = 2,78 2 cm Berdasarkan SNI 2847-2002, pasal 12.5.1:
Berdasarkan SNI 2847-2002, pasal 12.5.1: Dipilih luas tulangan yang terbesar, maka digunakan As=554,17 mm2.
Dipilih luas tulangan yang terbesar, maka digunakan As=907,68 mm2. Digunakan tulangan ulir diameter 10 dan jarak antar tulangan sebesar 150 mm (D10-75). Jadi As= 10,47 cm2. Tulangan Lapangan Arah x Tulangan Pokok: Mlx = Momen tumpuan arah x (hasil SAP2000)
Digunakan tulangan polos diameter 10 dan jarak antar tulangan sebesar 200 mm (10125). Jadi As= 6,28 cm2 Tulangan arah y Perhitungan arah y dihitung pada sisi luar dan sisi dalam untuk model pelat lantai menerus sama halnya dengan perhitungan tulangan untuk tulangan tumpuan dan lapangan arah x. Konversi tulangan dapat dilakukan dengan cara:
Tulangan tumpuan arah x dan arah y Tulangan fy 240 MPa Luas tulangan 10,47 cm2 Wiremesh
Catatan: Untuk perhitungan selanjutnya dibuat dalam bentuk tabel, sehingga mempermudah dalam menentukan tulangan pelat lantai yang akan digunakan. Hasil Tulangan disajikan dalam bentuk tabel dan dapat dilihat pada lampiran L1.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dari tabel diperoleh tulangan wiremesh menggunakan: Diameter 7 mm – 75 mm Luas tulangan = 5,13 cm2 Tulangan lapangan arah x dan arah y Tulangan fy 240 MPa Luas tulangan 6,28 cm2 Wiremesh
Dari tabel diperoleh tulangan wiremesh menggunakan: Diameter 7 mm – 125 mm Luas tulangan = 3,08 cm2 Gambar detail tulangan wiremesh:
Gambar 4.84 Gambar detail tulangan wiremesh
Pada bab terakhir ini akan disampaikan beberapa kesimpulan dan saran dari berbagai tes yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini. 5.1 Kesimpulan 1. Cara memperoleh tulangan pelat lantai secara cepat, adalah dengan membuat suatu tabel. Sehingga ketika akan menentukan tulangan, bisa langsung melihat tabel yang sudah dibuat. 2. Perhitungan kebutuhan tulangan awalnya harus dilakukan analisa momen dengan menggunakan program bantu SAP2000. Dari momen yang diperoleh, bisa langsung diolah dengan perumusan dan peraturan yang terdapat dalam SNI 03-2847-2002, sehingga didapatkan tulangan yang sesuai dengan dimensi pelat. 3. Hasil akhir adalah tabel yang berisikan tulangan pelat lantai dengan variabel lx (bentang terpendek), ly/lx, ly (bentang terpanjang), mutu beton (f’c), dan mutu baja (fy). 4. Gambar tulangan pelat lantai, dapat berupa tulangan untuk daerah lapangan yang hanya terdiri dari tulangan satu lapis, penulangan dengan menggunakan tulangan wiremesh, dan tulangan dua sisi penuh. 5.2 Saran 1. Model pelat lantai untuk analisa selanjutnya dapat menggunakan variasi dari model pelat yang sering digunakan dalam lokasi proyek, misalnya pelat berbentuk prisma, dan lain sebagainya.
2. Hasil dari perhitungan ini adalah tulangan pelat lantai yang dibuat dlaam bentuk tabel. Oleh karena itu, untuk perhitungan selanjutnya diharapkan dapat membuat program penulangan dalam bentuk software