BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Dalam ilmu sosial tak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan beberapa jumlah manusia yang harus ada. Sebagai manusia kita dilahirkan untuk hidup saling ketergantungan dengan orang lain, kita tidak bisa hidup sendiri didunia ini karena manusia pada hakekatnya adalah sebagai makhluk sosial.1 Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat misalnya, kita harus saling mengenal satu dengan yang lainya, saling membantu dan saling menolong. Setiap orang hidup pasti mempunyai kehendak dan keinginan dalam dirinya, karena sesungguhnya manusia adalah makhluk hidup yang bergerak dengan kehendaknya dan ia tidak bisa hidup tanpa saling berkumpul atau berhubungan. Tidak hanya itu dalam hal keagamaan juga dituntut untuk selalu berperan aktif, baik dalam shalat jama‟ah di musholla atau masjid, shalat Jum‟at, pengajian, dan lain-lain.2 Beribadah adalah salah satu jalan untuk bisa berinteraksi secara vertical kepada Yang Maha Kuasa, yakni pengabdian pada Tuhan. Telah dikemukakan arti ibadah secara bahasa, mula-mula pengertian lengkapnya dalam peristilahan Islam ialah menyatakan ketundukan atau kepatuhan 1
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 22. 2 Akhmad Hasan, Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar, (Jakarta: Departemen Urusan Wakaf, Dakwa pengarahan kerajaan Arab Saudi), hlm. 180.
1
2
sepenuhnya
disertai
oleh
kekhidmatan
sedalam-dalamnya.
Dalam
pengertian sehari-hari pengertiannya mengambil sikap jasmani secara khidmat terhadap sesuatu, sedang rohani dipenuhi oleh pikiran mengajukan permohonan pada-Nya. Ibadah adalah manifestasi atau pengertian pengabdian muslim pada Tuhan. Mengabdi kepada Allah dengan jalan menaati perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya seperti yang ditunjukkan Al-Qur‟an dan hadits.3 Hakikat ibadah mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang dalam kepada Allah, unsur tertinggi adalah ketundukan. Sedangkan kecintaan merupakan implementasi dari ibadah tersebut. Di samping itu ibadah juga mengandung unsur kehinaan, yaitu kehinaan paling rendah di hadapan Allah SWT.4 Banyak sekali jenis-jenis ibadah dalam agama Islam. Ada yang hukumnya wajib ada pula yang hukumnya sunnah. Salah satu ibadah wajib adalah shalat lima waktu. Dan shalat lima waktu itu terdapat shalat Jum‟at. Shalat Jum‟at ialah shalat dua rakaat yang dilaksanakan secara berjamaah setelah dua khutbah waktu zhuhur pada hari Jum‟at. Hukum melaksanakan shalat Jum‟at adalah fardhu „ain. Fardhu „ain adalah status hukum dari sebuah aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan oleh seluruh individu yang telah memenuhi syarat bagi setiap muslim laki-laki dewasa.
3
Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pstaka AlHusna, 1994), hlm.14-15. 4 Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hlm. 4.
3
Shalat Jum‟at adalah shalat yang dikerjakan secara berjamaah tempatnya di Masjid atau yang difungsikan sebagai Masjid di mana salah seorang bertindak sebagai imam dan lainnya sebagi makmum. Shalat Jum‟at di dahului oleh khutbah Jum‟at dan merupakan pengganti shalat dhuhur.5 Shalat Jum‟at adalah Shalat dua rakaat sesudah khutbah pada waktu dhuhur pada hari jum‟at. Shalat Jum‟at itu fardhu „ain, Artinya wajib atas tiap-tiap laki-laki yang dewasa dan beragama Islam, merdeka, dan tetap di dalam negeri. Tidak wajib Jum‟at atas perempuan, kanakkanak, hamba sahaya, dan orang yang sedang dalam perjalanan.6 Diberi nama dengan Jum‟at karena berkumpulnya orang-orang pada hari ini. Dikatakan karena berkumpulnya kebaikan pada hari ini. Atau, karena penciptaan nabi Adam a.s terhimpun di hari ini atau karena berkumpulnya Adam dan Hawa di bumi pada hari ini. Adapun nama lama untuk hari Jum‟at pada zaman Jahiliyah dulu adalah hari „Arubah, yaitu jelas besar, dikatakan hari ar-Rahmah‟.7 Shalat Jum‟at adalah ibadah wajib yang tersendiri dan bukan pengganti shalat zhuhur. Karena tidak bisa diganti dengan niat shalat zhuhur bagi mereka yang tidak berkewajiban melaksanakannya, seperti musafir dan perempuan. Shalat Jum‟at lebih di tetapkan waktunya dari pada shalat zhuhur, bahkan ia sebaik-baiknya shalat. Hari Jum‟at 5
Mulkhan Abdul Munir, Masalah-masalahTeologi dan Fiqh dalam Tarjih Muhammadiyah, (Yogyakarta : Roykhan, 2005) hal.346. 6 Rasjid H.Sulaiman, dan kawan-kawan, Fiqh Islam , (Bandung: CV. Sinar Baru, 1992) hal.124. 7 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam 2, (Jakarta: GemaInsani, 2010) hal.374.
4
merupakan hari paling baik dari sekian hari yang ada dan sebaik baik hari yang disinari matahari. Di hari Jum‟at, Allah SWT. mengampuni enam ratus ribu penghuni neraka. Siapa yang meninggal di hari Jum‟at, niscaya Allah akan mencatat baginya pahala syahid di jalan Allah dan di jaga dari siksa kubur. Sedangkan dalil keutamaan hari Jum‟at di sebutkan dalam hadits yang diriwayatkan secara marfu‟
“Hari jum‟at adalah „tuanya‟ semua hari,dan hari yang paling agung. Di mata Allah, hari Jum‟at lebih agung dari hari Idul Fitri dan Idul Adha”.8 Shalat Jum‟at merupakan fardhu „ain bagi setiap muslim. Sebab shalat jum‟at adalah sama dengan shalat zhuhur, hanya saja di dalamnya terdapat khutbah yang menjadi rukun Jum‟at, dan pelaksanaan shalatnya hanya dua rakaat. Seorang muslim dilarang meninggalkan shalat Jum‟at kecuali kalau ada udzur syar‟i.9 Rasulullah
memberikan
peringatan
kepada
umatnya
yang
meninggalkan shalat Jum‟at tiga kali berturut-turut tanpa adanya udzur syar‟i. Yang demikian dapat dimengerti, bahwa mendatangi shalat Jum‟at adalah fardhu. Bagi kaum lelaki mendatangi dan melaksanakan shalat Jum‟at adalah wajib. Artinya, bagi kaum lelaki ada dua kewajiban:
8
Ibid. hlm.374-375. Mahali Ahmad Mujab, Hadis-hadis ahkam riwayat asy-Syafi‟I,Ed.1, Cet.1 (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2003) hlm.311. 9
5
kewajiban mendatangi shalat Jum‟at dengan mendengarkan khutbah, dan kewajiban melaksanakan shalat Jum‟at. Karena itu bila meninggalkan tanpa udzur syar‟i, dia dicap sebagai orang munafik. Sebab telah mengabaikan kewajiban terhadap Allah. Sedang bagi kaum wanita, mendatangi shalat Jum‟at dengan mendengarkan khutbah, adalah sunat. Namun kalau sudah datang di tempat pelaksanaan shalat Jum‟at, maka wajib mengikuti pelaksanaan shalat Jum‟at. Sebab pada hakikatnya shalat Jum‟at adalah shalat zhuhur, yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap muslim maupun muslimah.10 Adanya jama‟ah itu di syaratkan di dalam masjid, atau tempat yang jauh menurut pandangan umum. Dan tidak diperbolehkan menjamak dua shalat dalam waktu yang kedua, karena hal itu terkadang hujan sudah berhenti, maka menjadi pengeluaran shalat dari waktunya dengan tanpa ada udzur.11 Sebagaimana Allah Ta‟ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum‟at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang
10
Ibid. hlm.324-325. Musthafa Daib Al-Bagha, Terjemah At Tadzhib Fi Adillatil Ghayati Wat Taqrib, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993, Cet.1, hlm.134. 11
6
demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Surat AlJumu‟ah ayat 9).12
“
Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan.”
Artha‟ bin Yasar meriwayatkan keterangan dari Rasulullah, bahwa beliau bersabda, “Yang menyaksikan adalah hari Jum‟at dan yang dipersaksikan adalah hari Arafah.”13 Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Kita yang terakhir dan kita yang terdahulu, hanya saja mereka diberi kitab terlebih dahulu sebelum kita dan kita diberi (kitab) setelah mereka. Ini adalah hari yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada kita pada hari itu, dan manusia mengikuti kita, orang-orang Yahudi besok dan orangorang Nasrani lusa.”14 Mazhab Syafi‟i menetapkan bahwa seseorng yang akil baligh, merdeka, tidak ada halangan (udzur), dan ber-mukim disuatu negeri wajib melaksanakan shalat Jum‟at. Adapun halangan untuk melaksanakan shalat Jum‟at diantaranya adalah sakit, di mana apabila menghadiri shalat Jum‟at, skitnya akan semakin parah atau akan mendapat kesulitan yang tidak tertahankan. Halangan lainya adalah dipenjara oleh penguasa dan meninggalnya kaum kerabat atau para sahabat.15 Shalat Jum‟at tidak wajib 12
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan terjemahannya, (Jakarta: 1971). hlm. 13
Tartib Imam Asy-Syafi‟i, dari Atha‟ bin Yasar. Riwayat Muslim dari Abu Hurairah. 15 Asmaji Muchtar, Fatwa- fatwa Imam Asy-Syafi‟i, Ed. 1, Cet. 1. (Jakarta: Amzah, 2014) hlm. 128 14
7
bagi seseorang yang belum baligh, perempuan, dan budak. Meskipun demikian, kami menyukai budak yang diizinkan mengerjakan shalat Jum‟at. Demikian juga bagi orng yang telah tua renta dan anak-anak apabila mereka diizinkan. Kami pun tidak mengetahui salah seorang dari mereka dianggap berdosa karena meninggalkan shalat Jum‟at. Asy-Syafi‟i
berpendapat
bahwa
orang-orang
yang
boleh
meninggalkan shalat Jum‟at baik karena ada udzur, kaum perempuan, orang-orang yang belum akil baligh, dan budak-budak jika mengerjakan shalat Zuhur, hendaknya menunggu selesainya shalat Jum‟at. Dengan kata lain, mengakhirkan pelaksanaan shalat Zuhur sampai benar-benar melihat imam menyelesaikan shalat Jum‟at.16 Para ulama sepakat bahwa Shalat Jum‟at adalah fardu „ain atas setiap orang mukalaf. Mereka menyalahkan orang yang berpendapat bahwa shalat jum‟at adalah fardu kifayah. Shalat Jum‟at diwajibkan bagi orang yang mukim dan tidak wajib bagi orang yang berpergian. Demikian menurut kesepakatan empat imam mazhab. Di riwayatkan dari az-Zuhri dan an-Nakhi‟i bahwa mereka berpendapat bahwa shalat jum‟at wajib bagi musyafir jika ia mendengar azan.17 Fardhu shalat Jum‟at ada 2, yaitu: yang pertama adalah diharuskan ada dua khutbah, di dalam khutbah kedua ini Khatib harus berdiri dan
16
Ibid, hlm. 129. Syaikh Al-„AllamahMuhammad Bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Rahma AlUmmah Fi Ikhtilaf Al-A‟immah Diterjemahkan Oleh „Abdullah Zaki Alkaf (Fiqih Empat Mazhab,) Bandung: Hasyimi, 2012, hlm.91. 17
8
duduk diantara dua khutbah itu. Yang kedua adalah harus dikerjakan dua rakaat dengan berjama‟ah.18 Diwaktu Khatib khutbah disunahkan untuk mendengarkan. Siapa saja orang yang masuk masjid waktu Jum‟at, sedang imam sedang khutbah, kalau mau melaksanakan shalat tahiyatul masjid harus yang ringan-ringan saja, maksudnya adalah mengerjakan yang fardhu-fardhu saja dan diperintahkan untuk duduk untuk mendengarkan khutbah.19 Dalam masyarakat sekarang sering ditemui jama‟ah shalat Jum‟at yang dalam mendengarkan khutbah Jum‟at tidak memperhatikan khutbah yang sedang berlangsung. Seperti halnya ada yang sambil tidur, berbicara dengan orang yang ada disampingnya maupun dengan temanya sendiri dari sebagian anak kecil maupun orang dewasa. Seakan mereka tidak peduli dengan apa yang disampaikan khotib. Padahal itu adalah sebagian dari syarat wajibnya shalat Jum‟at.
Uraian di atas telah penulis lihat dan kaji dari beberapa buku dan karya ilmiah yang lain. Ternyata belum ada yang membahas tentang hal ini, serta penulis yakin permasalahan ini merupakan persoalan yang menarik untuk dikaji dan dibahas secara mendalam untuk masa sekarang, dan diharapkan menjadi pedoman hukum untuk masa-masa yang akan datang. Dari hal dan permasalahan yang terjadi seperti uraian di atas, maka penulis merasa sangat tertarik untuk meneliti dan memaparkan serta 18
Kyai Masru‟ bin Yahya Arrambaani, Al-Ghoya Wattaqrib (Bojonegoro), hlm.
28.
19
Ibid, hlm. 28
9
menelaah lebih lanjut untuk menciptakan sebuah karya ilmiyah yang berbentuk skripsi tentang Studi Analisis Larangan Berbicara Pada waktu Khutbah Jum‟at (Studi kasus jama‟ah Jum‟at di masjid Baitussalam desa Ngroto Mayong Jepara). Dalam hal ini penulis ingin mengetahui secara jelas bagaimana pemahaman masyarakat, pendapat para ulama‟, dan apa alasan penyebab terjadinya ikhtilaf dikalangan para ulama‟. Dengan demikian kita bisa mengetahui secara jelas tentang hukum dan syarat khutbah serta sahnya shalat Jum‟at itu sendiri.
B. Penegasan Istilah Dalam Judul Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahfahaman di dalam mengikuti pembahasan skripsi ini, maka penulis memperjelas kata-kata istilah yang terdapat pada judul skripsi ini, istilah yang memerlukan penjelasan adalah sebagai berikut: 1. Studi Analisis pelajaran, penyelidikan, tempat belajar.20 Penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan dsb) untuk mengetahui apa sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya.21 2. Hukum Berbicara Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat.22
20
Wjs Purwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Bakai Pustaka, 2011, Cet-10, hlm.1146. 21 Ibid hlm.37. 22 Tim pusat bahasa, kamus besar bahasa indonesia, jakarta: balai pustaka, ed-3, cet.3, 2007, hlm.410.
10
Berkata, bercakap, berbahasa (melahirkan pendapat dengan perkataan, tulisan dsb).23 3. Waktu Khutbah Jum‟at Seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung.24 Berpidato tentang ajaran agama dsb. Tiap-tiap hari Jum‟at di masjid.25 4. Masjid Baitussalam Karang Anyar Mayong Jepara Tempat penelitian di desa Ngroto Karang Anyar rt 04 rw 03 kecamatan Mayong kabupaten Jepara. Oleh karena itu yang ditulis diatas bertujuan untuk lebih memperjelas isi tentang skripsi yang penulis buat dengan judul larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at dan implikasinya terhadap keabsahan shalat. C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah yang penulis lakukan adalah menetapkan fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang telah ada, yaitu ingin mengetahui hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at bagi jama‟ah yang melaksanakan shalat Jum‟at. D. Rumusan Masalah Supaya dalam melakukan analisis dapat dilakukan dengan baik dan mendalam, juga untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi, rumusan masalah yang penulis paparkan adalah sebagai berikut : 23
Ibid hlm. 148. Ibid hlm. 1267. 25 Ibid hlm. 564. 24
11
1. Bagaimana pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at? 2. Bagaimanakah Hukum larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at menurut pendapat para ulama‟? 3. Bagaimanakah istimbat hukum ulama‟ tentang larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at sehingga terjadi perbedaan pendapat? E. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah: 1. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at. 2. Untuk mengetahui Hukum larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at menurut pendapat para ulama‟. 4. Untuk mengetahui istimbat hukum ulama‟ tentang larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at sehingga terjadi perbedaan pendapat. F. Telaah Pustaka Dalam penelitian skripsi sampai pada saat ini, yang penulis ketahui, banyak yang membahas tentang ibadah shalat saja, belum ada yang membahas tentang hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at. Di antaranya yaitu Dianatus Sa‟adah (tahun 2011) dengan judul skripsi “Aspek Psiko-Religius Ibadah Shalat (Kajian Terhadap Buku Pesikologi Shalat Karya Sentot Haryanto). dan Ahmad Nurisman (tahun 2013) dengan judul skripsi “Efektifitas Pesan Dakwah Melalui Khutbah Jum‟at
12
di Masjid Jami‟ Baitul Muslimin Desa Srobyong kecamatan Mlonggo kabupaten Jepara”. Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memakai telaah pustaka diantaranya : buku terjemahan kitab subulus salam 2 karya Muhammad bin Ismail Al-Kahlani yang terkenal dengan nama Ash Shon‟ani,kitab ini sebagai syarah dari kitab Bulughul Maram karya Ahmad bin „Ali bin Muhammad bin Hajar Al Kinani Al „As-qalani yang terkenal dengan nama Ibnu Hajar, yang di dalamnya membahas tentang berbagai macam shalat sunat, shalat berjamaah, dan shalat Jum‟at serta shalat jenazah.26 Buku berjudul Fiqih Lima Mazhab Edisi Lengkap dari terjemahan al-fiqh „ala al-madzahib al-khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah yang menjelaskan tentang shalat Jum‟at, kewajiban shalat Jum‟at, syarat shalat Jum‟at,serta khutbah Jum‟at.27 Buku Terjemahan Fathul Qarib karya Syekh Syamsuddin Abu Abdillah adalah sebuah kitab panduan fiqh madzhab Syafi‟i yang lengkap yang menjelaskan kitab hukum-hukum shalat yang di dalamnya menerangkan pasal syarat-syarat wajib Jum‟at.28 Jumhur ulama sependapat bahwa mendengarkan khutbah itu wajib, dan berbicara sementara khatib berkhutbah haram hukumnya, ini tercantum dalam Fikih sunnah 2 karya Sayyid Sabiq.29 Fiqih Islam wa adillatuhu jilid 2, karya prof.DR. Wahbah az-zuhaili buku ini membahas tentang shalat 26
Abubakar muhammad, terjemahan subulus salam 2, surabaya: al ikhlas, 1991, cet.1, hlm.187-235. 27 Mughniyah, muhammad jawad. fiqih lima mazhab, jakarta: lentera, 2001, hlm.122-123. 28 Syekh Syamsuddin Abu Abdillah,Terjemah Fathul Qarib, Surabaya: tim grafis mutiara ilmu, 2010,cet.1, hlm.98. 29 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 2, Bandung: PT. Alma‟arif,1976, cet.1, hlm.336
13
wajib, shalat sunnah, zikir setelah shalat, qunut dalam shalat, shalat jama‟ah, shalat jama‟ dan qashar. Dalam shalat Jum‟at pembahasan ini berbicara tentang kewajiban dan kedudukan shalat Jum‟at, keutamaan, hikmah-hikmahnya, siapa saja yang di wajibkan atas shalat Jum‟at. Selanjutnya, tata cara dan waktu pelaksanaanya, sunnah-sunnah dan hal yang dimakruhkan dalam khutbah. Berikutnya hal-hal yang dapat membatalkan khutbah, dan shalat zuhur pada hari Jum‟at.30 Dari berapa buku dan skripsi tersebut Penulis juga menelaah lagi buku-buku atau skripsi yang berkaitan dengan kajian Penulis. Penulis membatasi kajian hanya pada Analisis hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at menurut hukum Islam di Indonesia. G. Metodologi Penelitian Metode mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai suatu tujuan, dengan memakai teknik serta alat-alat untuk mendapatkan kebenaran yang objektif dan terarah dengan baik. 1. Metode Pendekatan Untuk menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu melakukan taraf analisis hanya sampai taraf deskriptif, menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk difahami dan disimpulkan, kesimpulan yang
30
Wahbah az-zuhaili,Op Cit, hlm.374.
14
disimpulkan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.31 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah studi kasus dan lapangan (case study and field research) dengan metode penelitian deskriptif atau penelitian yang bermaksud membuat penyandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenahi fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu.32 Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kualitatif, yaitu jenis penelitian yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif, penulis menggunakan penyimpulan deduktif ketika penulis menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi penulis, yaitu dari teori-teori yang berhubungan dengan penelitian penulis, kemudian penulis
mengambil
sebuah kesimpulan. Sedangkan
penyimpulan induktif melalui fakta-fakta yang ada di tempat penelitian kemudian penulis menarik sebuah kesimpulan,serta analisis terhadap dinamika hubungan antara fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.33 Penelitian ini juga menghasilkan datadata deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
31
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, Cet-
10, hlm 6. 32
Masyhuri, MP, dan M. Zainuddin, Metodologi Penelitian, (Bandung : PT Refika Aditama, 2008), Cet. 1, hlm. 34 33 Saifuddin Azwar,Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), Cet. I, hlm.1
15
perilaku yang dapat diamati.34Atau dapat dikatakan pula bahwa penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenahi populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan,
menguji
hepotesis,
membuat
prediksi
maupun
mempelajari implikasi.35Jadi deskriptif analisis disini mempunyai tujuan untuk menggambarkan aspek-aspek yuridis atau hukum shalat jum‟at khususnya tentang khutbahnya dalam undang-undang hukum Islam dan hukum fiqh serta pendapat 4 Madzhab dan jumhur ulama. 3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung melalui sumber dari pihak pertama atau data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan yakni dari tempat yang akan menjadi obyek penelitian yaitu di masjid. Disamping itu juga dari sumber data sekunder yaitu sumber data yang berupa peraturan perundang-undangan yang relevan, buku-buku, tulisan-tulisan, dan sumber data tertulis lainnya dari hasil studi pustaka dan arsip. 4. Pengumpulan Data
34
Lexi J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 2 35 Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), Cet. III hlm. 6.
16
Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk penelitian, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Data Primer Pengumpulan data menggunakan cara dengan mengadakan penelitian langsung ke objek penelitian atau riset lapangan (field reseach) untuk memperoleh data dengan jalan: 1) Observasi Cara pengumpulan data observasi yaitu perhatian terfokus terhadap gejala, kejadian atau sesuatu dengan maksud menafsirkannya, mengungkapkan faktor-faktor penyebab dan menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya.36 Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara langsung mengenai bagaimana gambaran tentang khutbah Jum‟at dalam undangundang hukum Islam dan hukum fiqh. 2) Wawancara Pengumpulan data dengan wawancara, dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan metode tambahan atau pendukung dari keseluruhan bahan hukum yang dihimpun melalui studi kepustakaan. Adapun wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan wawancara dengan cara meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti
36
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, Pers, 2011), Cet. 2, hlm.37.
(Jakarta: Rajawali
17
yang berputar disekitar pendapat dan keyakinannya. 37 Hal ini dilakukan adanya keterbatasan waktu, biaya dalam penelitian. Sample yang diambil dari penelitian ini adalah dari masyarakat dan pengurus masjid. b. Data Sekunder Dalam pengumpulan data sekunder ini dipergunakan car-cara: 1) Riset kepustakaan / Library Reseach Riset kepustakaan yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,
catatan-catatan,
laporan-laporan38serta
obyek penelitian yang berkaitan dengan khutbah Jum‟at. 2) Jenis data dari sudut sumber dan kekuatan mengikat Oleh karena yang hendak diteliti adalah perilaku hukum, dalam penelitian ini data sekunder yang dari sudut mengikatnya digolongkan dalam: a) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengkikat, terdiri dari Al-qur‟an, Hadits, Fiqih Islam, Fiqih Empat Mazhab, Fiqih Sunnah. b) Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, makalah, hasil penelitian dan lain-lain.
37
Ibid.,hlm.49. Nur Khoiri, Metode Penelitian Pendidikan, (Jepara: INISNU, 2012), hlm.115.
38
18
c) Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yaitu berupa kamus-kamus hukum dan ensiklopedi dibidang hukum.39 5. Analisis Data a) Metode deduktif : yaitu menganalisis terhadap data-data yang ada dengan bertitik dengan kaidah atau pengetahuan yang bersifat umum untuk mengetahui kejadian-kejadian yang bersifat khusus. b) Metode induktif : yaitu cara berfikir yang bertolak dari hal-hal yang bersifat khusus kemudian digeneralisasikan kedalam kesimpulan yang umum. Dalam hal ini yang dapat di teliti adalah pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at, yang berkaitan tentang pokok kajian dan kemudian ditarik kesimpulan umum tentang keadaan suatu peristiwa yang terjadi.40 Untuk menganalisis data dipergunakan analisis kualitatif yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasi dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menemukan apa yang penting dan apa yang
39
Soerjono Soekanto, op. cit., hlm.13. Syaifudin Azwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010) Cet. 10, hlm. 36. 40
19
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara induktif, setelah data terkumpul maka langkah berikutnya adalah menganalisis data yang merupakan cara untuk mencari dan menata secara sistematis catatan hasil wawancara, observasi dan lainnya.41 H. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk mengetahui isi atau materi skripsi secara menyeluruh, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut: 1. Bagian Muka, terdiri dari: a. Halaman judul b. Halaman nota persetujuan pembimbing c. Halaman pengesahan d. Pernyataan e. Motto f. Persembahan g. Kata pengantar h. Abstrak i. Daftar isi dan daftar tabel 2. Bagian isi, terdiri dari beberapa bab: BAB I : Pendahuluan Bab ini meliputi: 41
Nur Khoiri, Op., Cit., hlm. 117.
20
a. latar belakang masalah b. Penegasan istilah judul c. Pembatasan masalah d. Rumusan masalah e. Tujuan penelitian f. Telaah pustaka g. Metodologi penelitian h. Sistematika penulisan skripsi BAB II : Landasan Teori Bab ini membahas tentang: A. Definisi khutbah B. Isi Khutbah C. Hukum khutbah D. Syarat khutbah dan Rukun khutbah 1. Syarat khubah Jum‟at 2. Rukun khutbah E. Macam- macam khutbah BAB III : Objek Kajian Bab ini membahas tentang: A. Sedikit Gambaran Tentang Desa Ngroto Mayong Jepara 1. Letak Geografis 2. Struktur Organisasi Balai Desa 3. Angket Desa
21
B. Sekilas Tentang Masjid Baitussalam Desa Ngroto Karang Anyar Mayong Jepara 1. Sejarah berdirinya Masjid Baitussalam desa Ngroto Mayong Jepara 2. Lokasi dan Wilayah Masjid Baitussalam Mayong Jepara 3. Struktur Organisasi 4. Jadwal Waktu Adzan 5. Jadwal Nadhir (Imam) masjid 6. Jadwal Bilal Jum‟at 7. Jadwal Khotib Khutbah Jum‟at 8. Sarana dan Prasarana BAB IV : Hasil Penelitian Dan Pembahasan. Bab ini membahas tentang: 1. Analisis Pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at. 2. Analisis Hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at menurut pendapat para ulama‟. 3. Analisis istimbat hukum ulama‟ tentang larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at sehingga terjadi perbedaan pendapat. BAB V : Penutup Bab ini berisi tentang: 1. Kesimpulan
22
2. Saran 3. Penutup 3. Bagian Akhir, terdiri dari: a. Daftar Pustaka b. Daftar Riwayat Hidup c.Lampiran-lampiran.
23
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi Khutbah Khutbah adalah pidato, terutama yang menguraikan tentang ajaran agama.42 Atau penyampaian pesan-pesan keagamaan berdasarkan ajaran islam di depan jama‟ah.43 Khutbah sama halnya dengan berpidato akan tetapi yang membedakan adalah isi pesan yang disampaikan. Khutbah lebih cenderung berisi pesan-pesan bertemakan dengan keagamaan, sedangkan pidato lebih cenderung berisi pesanpesan yang sifatnya umum. Khutbah Jum‟at merupakan salah satu metode dakwah bi al-lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan melalui lisan, yang dilakukan antara lain dengan ceramah-ceramah, khutbah, diskusi dan lain-lain. Metode ini sudah cukup banyak dilakukan oleh para juru dakwah di tengah-tengah masyarakat.44 Khutbah Jum‟at ialah perkataan yang mengandung mau‟izhah dan tuntunan ibadah yang diucapkan oleh Khatib dengan syarat yang telah di tentukan syara‟ dan menjadi rukun untuk memberikan pengertian para hadlirin, menurut rukun dari shalat Jum‟at.45 Dalam khutbah Jum‟at ini Khatib menjelaskan secara jelas tentang apa yang mau dibacakan dalam isi khutbahnya, untuk itu seorang Khatib harus pandai dan mampu menguasai materi yang akan disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh Jama‟ah (Pendengar).
42
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 4 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993. xix) hlm. 437. 43 Bambang S. Ma‟arif, komunikasi Dakwah Paradigma Untuk Aksi, (Bandung: simbiosa Rekatama Media, 2010), hlm. 150. 44 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: amzah, 2009), hlm, 11. 45 H. Moh. Rifa‟i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978) hlm. 185.
24
Khutbah Jum‟at terbagi menjadi dua yang antara keduanya diadakan waktu istirahat yang pendek dan khutbah ini di lakukan sebelum shalat. 46 Khutbah berfungsi untuk memberikan pelajaran dan nasihat kepada kaum muslimin, dan yang mendengar diperintahkan supaya tenang (mendengarkan dan memperhatikan isi khutbah itu).47 Dalam riwayat dari Salmah bin Al-Akwa‟ dikatakan bahwa Rasulullah berkhutbah dengan dua khutbah dan duduk sebanyak dua kali. Seseorang bercerita kepada kami, “Rasulullah berdiri tegak pada tingkat kedua setelah tingkat yang digunakan untuk istirahat (duduk), kemudian beliau memberi salam dan duduk. Apabila muadzin telah selesai mengumandangkan azan, beliau kembali berdiri dan membaca khutbah kedua,” perkataan ini sejalan dengan makna hadis. Bila kita lihat selama ini yang terjadi dalam proses penyampaian pesan atau penyerapan materi khutbah Jum‟at oleh jama‟ah, ini berbeda-beda karena karakteristik jama‟ah yang heterogen dan berbeda tingkat pendidikanya. Sejauh mana
masyarakat
bisa
memahami
dan
mengerti
tentang
hukumnya
mendengarkann khutbah Jum‟at. Adapun yang dibaca dalam khutbah ialah tahmid, tasyahud, dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. serta wasiat taqwa. Setelah itu kemudian diakhiri dengan do‟a.48 Khutbah mempunyai arti yaitu memberi nasehat, Dan ada sebagian fuqaha berpendapat bahwa khutbah Jum‟at adalah dalam rangka memberikan nasehat sebagaimana nasehat-nasehat yang diberikan kepada para jama‟ah Jum‟at. Khutbah Jum‟at merupakan salah satu media yang strategis untuk dakwah Islam, 46 47
Ibid. Hlm. 185 Rasjid H.Sulaiman, dan kawan-kawan, Fiqh Islam , (Bandung: CV.Sinar Baru, 1992) hal.124. 48 Abdul Munir Mulkam, Teologi Fiqih, (Yogyakarta: Roykan, 2005), hlm. 353.
25
karena bersifat rutin dan wajib dihadiri oleh kaum muslimin secara berjama‟ah. Sayangnya, media ini terkadang kurang dimanfaatkan secara optimal. Para Khatib seringkali menyampaikan khutbah yang membosankan yang berputar-putar dan itu-itu saja. Akibatnya, banyak para hadirin yang terkantuk-kantuk dan bahkan tertidur. Bahkan, ada satu anekdot yang menyebutkan, khutbah Jum‟at adalah obat yang cukup mujarab untuk insomnia, penyakit sulit tidur. Maksudnya, kalau Anda terkena penyakit itu, hadirilah khutbah Jum‟at, niscaya Anda akan dapat tertidur nyenyak!. Selain itu yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa khutbah Jumat itu dilakukan sebelum shalat Jumat. Berbeda dengan khutbah Idul fitri atau Idul Adha yang justru dilakukan setelah selesai shalat Id.49 Didalam pesan khutbah yang disampaikan pasti terdapat suatu pembelajaran yang bisa dipetik. Hal inilah yang dapat mempengaruhi keadaan sikap seseorang. Charles Bird mengartikan sikap adalah sebagai suatu yang berhubungan dengan penyesuain diri seseorang kepada aspek-aspek lingkungan sekitar yang di pilih atau kepada tindakannya sendiri. Bahkan lebih luas lagi, sikap dapat diartikan sebagai predisposisi (kecenderungan jiwa) atau orientasi kepada suatu masalah, institusi dan orang-orang lain.50 Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa khutbah itu sangat penting untuk mendidik sikap dan perilaku kita serta untuk menyampaikan dakwah tentang ajaran agama islam. B. Isi Khutbah Bahan khutbah hendaknya dipilih yang berguna bagi pembangunan iman para pendengarnya, sehingga mereka terasa dibimbing kepada agama Allah 49
Hasan, Syamsi dan Ahmad Ma‟ruf Asrori, Khutbah Jum‟at Sepanjang Masa Membangun Kehidupan Dunia Akhirat, (Surabaya: Karya agung 2002), hlm.3. 50 Arifin, Psikolog Dakwa Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 104.
26
SWT. Bukan menimbulkan sakit hati terhadap yang lain. Wallahu a‟lam! 51 Tarjih dalam HPT menyatakan, sebelum shalat hendaklah Imam berkhutbah dua kali dengan berdiri dan duduk diantara kedua khutbah itu. Di dalam khutbah imam supaya membaca ayat Qur‟an dan memberikan peringatan-peringatan kepada orang banyak. tuntunan demikian didasarkan hadits Sumarah r.a. Ibnu „Umar, dan hadits Abu Hurairah.52 Disunatkan khutbah itu mengandung pujian kepada Allah swt. dan sanjungan terhadap Nabi saw. nasihat dan bacaan Al-Qur‟an. Dari Ibnu Mas‟ud, bahwa Nabi saw. bila memulai khutbahnya beliau mengucapkan:
“Segenap puji bagi Allah, kami memohonkan pertolongan serta keampunan kepada-Nya, dan kami berlindung kepada-Nya dari kejahatan-kejahatan dari kami sendiri. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat menyesatkanya, sebaliknya barang siapa yang disesatkan-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Saya bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya yang diutus-Nya dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira menjelang datangnya hari kiamat.
51
Kahar Masyhur, Bulughul Maram Terjemahan, jilid, 1. Cet, 1 (jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991) hlm. 201. 52 Mulkan, Abdul Munir, Masalah-masalah teologi dan fiqh dalam tarjih Muhammadiyah, (Yogyakarta: Roykhan, 2005), hlm. 348.
27
Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul, berarti mereka telah menemukan jalan yang benar, dan barang siapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul, maka tiada akan merugikan kecuali kepada dirinya sendiri, dan sekali-kali tidaklah akan merugikan sedikitpun kepada Allah.” Dan dari Ibnu Syihab r.a. bahwa ia ditanya mengenai pembukaan khutbah Nabi saw. maka disebutkanlah seperti diatas, kecuali penghabisanya yang berbunyi sebagai berikut: “Waman ya‟shihima faqad ghawa.” Artinya: “Dan barang siapa yang durhaka kepada keduanya, maka ia telah jatuh sesat."53 Dan dari Ummu Hisyam binti Haritsah bin Nu‟man, katanya:
“Saya tak dapat menghafalkan „Qaaf, WalQur-„anil Majid‟ itu hanyalah dari mendengar bacaan Rasulullah saw. di atas mimbar setiap Jum‟at, yakni di kala beliau memberikan khutbah kepada manusia.”54 Ketahuilah bahwa khutbah yang disyari‟atkan itu ialah biasa dilakukan oleh Rasulullah saw. yakni berisi kabar gembira atau mempertakut umat manusia. Inilah sebenarnya yang menjadi jiwa khutbah. Adapun syarat-syarat seperti Alhamdulillah, Shalawat atas Rasul, bacaan Al-Qur‟an, semua itu adalah di luar tujuan utama dari disyari‟atkannya khutbah, dan hal itu kebetulan dikerjakan oleh Nabi saw. Maka hal itu tidak bisa dipandang sebagai suatu syarat yang wajib dilakukan. Setiap orang yang sadar tentu mengakui bahwa tujuan utama dari khutbah ialah memberi nasehat dan bukan bacaan Alhamdulullah atau Shalawat Nabi itu. Memang, adalah suatu hal yang lazim bagi bangsa Arab, bila hendak mengucapkan pidato, selalu dimulai dengan pujian kepada Allah dan Rasul-Nya, 53
Sayyid sabiq, Fikih Sunnah 2, (bandung: PT. Alma‟arif, 1976) hlm. 326-327. Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, (Semarang: Toha Putra, 773-852 H), hlm.
54
91.
28
dan hal ini memang baik dan terpuji. Tapi ini bukanlah yang dituju, karena yang sebenarnya dituju ialah uraian sesudah itu. Seandainya ada yang berkata bahwa maksud seseorang tampil memberikan wejangan ditempat umum, ialah untuk mengucap puji-pujian kepada Allah dan Shalawat semata; sudah terang hal itu tak dapat diterima, dan setiap pikiran yang sehattentu akan menyangkalnya. Nah, apabila ini telah anda pahami, ternyatalah bahwa uraian dalam khutbah Jum‟atsebenarnya telah cukup dan terpenuhi dengan adanya nasehat yang dikemukakan oleh khatib, dan memang itulah yang diperintahkan. Hanya saja kalau ia memulai uraiannya itu dengan pujian kepada Allah serta Rasul-Nya kemudian dalam kupasannya itu dibacakanya pula ayat-ayat Al-Qur‟an yang ada sangkut-pautnya dengan acara, maka demikian itu adalah lebih bagus dan lebih sempurna.55 C. Hukum Khutbah Jumhur atau golongan terbesar dari para ulama‟ berpendapat bahwa khutbah Jum‟at itu adalah wajib. Mereka berpegang kepada hadits-hadits shahih yang menyatakan bahwa Nabi saw. Setiap mengerjakan shalat Jum‟at, selalu disertai khutbah. Firman Allah swt.:
55
Sayyid sabiq, Fikih Sunnah 2, (Bandung: PT. Alma‟arif, 1976) hlm. 329.
29
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.”56
Maksudnya: Apabila imam Telah naik mimbar dan muadzin Telah adzan di hari Jum'at, Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muadzin itu dan meninggalkan semua pekerjaannya. Dalam ayat ini ada perintah pergi dzikir, hingga dengan demikian dzikir itu hukumnya wajib. Karena tidaklah wajib pergi, kalau bukan kepada yang wajib. Dzikir disini mereka tafsirkan sebagai khutbah, karena di dalamnya terdapat dzikir tersebut. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh jumhur- jumhur itu, disanggah oleh Syaukani. Mengenai alasan pertama, dijawabnya hanya semata- mata mengerjakan saja, belum berarti wajib. Alasan kedua bahwa Nabi menyuruh umat supaya melakukan shalat sebagaimana telah dilakukannya, maka yang diperintah mencontoh itu hanyalah shalatnya, bukan khutbahnya, sebab khutbah bukan termasuk shalat. Mengenai alasan ketiga, dijawbnya bahwa dzikir yang diperintah Allah mengunjunginya itu, tiada lain dari shalat, atau paling-paling masih diragukan di antara shalat dengan khutbah. Padahal shalat telah disepakati hukum wajibnya, sedang khutbah masih diperdebatkan, hingga dengan demikian ayat tersebut tidak mungkin menjadi dalil atas wajibnya khutbah.57
56
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan terjemahannya, (Jakarta: 1971). hlm.133. 57 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 2 (Fiqhussunnah), cet.1 (Bandung: PT. Alma‟arif, 1976) hlm. 322323.
30
Sebagian ulama‟ berpendapat bahwa khutbah itu hendaklah mempergunakan bahasa Arab, karena di masa Rasulullah SAW. dan sahabat-sahabat beliau khutbah itu selalu berbahasa Arab. Tetapi mereka lupa bahwa keadaan di waktu itu hanya memerlukan bahasa Arab karena bahasa itulah yang umum dipergunakan oleh para pendengar. Mereka lupa bahwa maksud mengadakan khutbah ialah memberikan pelajaran dan nasihat kepada kaum muslimin, dan yang mendengar diperintahkan supaya tenang mendengarkan dan memperhatikan isi khutbah itu. Firman Allah Swt.:
“Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”58 Maksudnya, jika dibacakan Al-Quran kita diwajibkan mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam sembahyang maupun di luar sembahyang, terkecuali dalam shalat berjamaah ma'mum boleh membaca AlFaatihah sendiri waktu imam membaca ayat-ayat Al-Quran. Beberapa orang ahli
58
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir terjemahannya, (Jakarta: 1971), hlm.256.
Al-Qur‟an,
Al-Qur‟an
dan
31
tafsir mengatakan bahwa ayat ini diturunkan karena berkaitan dengan urusan khutbah.59 Jumhur ulama‟ berpendapat bahwa khutbah merupakan syarat sah dari shalat Jum‟at dan wajib untuk dilaksanakan. Para ulama‟ tersebut mengambil alasan dengan adanya sabda Nabi diatas. Akan tetapi alasan para ulama‟ di sanggah oleh Syaukani. Mengenai sabda Nabi diartikan Syaukani bahwa hal tersebut sematamata mengerjakan saja belum berarti wajib. Kemudian memberikan alasan bahwa Nabi
menyuruh
umatnya
supaya
melakukan shalat
sebagaimana
yang
dilakukanya, maka menurut pandangan Syaukani yang diperintah mencontoh itu hanyalah shalatnya, bukan khutbahnya. Karena khutbah bukan termasuk shalat. Oleh sebab itu hukum khutbah dibagi menjadi 2: 1. wajib Dikatakan wajib karena termasuk Fardhu Jum‟at60 2. sunah Dikatakan sunnah sebab berkhutbah masih disanggah oleh syaukani dengan perkataanyan dan mengambil pendapat dari sebagian ulama‟ yaitu Hasan basri, Daud zhahiri, dan Juwaini yang berpendapat sama dengan Syaukani yaitu sunah.61 Tetapi masalah hukum khutbah ini masih diperdebatkan sampai sekarang. Karena memang tidak ada penjelasan secara khusus didalam Al-Qur‟an. D. Syarat dan Rukun Khutbah 59
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih islam (hukum fiqih islam lengkap), (Bandung: PT. Sinar baru Algensindo, 1994), cet. 27, hlm. 126-127. 60 Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Al- Bajuri, Juz 1, (Surabaya: Al-haromain tt), hlm. 216-217.
61
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 2, Bandung: PT. Alma‟arif,1976, cet.1, hlm.336.
32
Dalam pembahasan khutbah pastinya tidak akan lepas dari syarat dan rukunnya, Sebelum mengerjakan shalat Jum‟at, terlebih dahulu dimulai dengan khutbah, karena mengikuti perbuatan Nabi SAW. Adapun syarat dan rukun dua khutbah itu adalah: 1. Syarat Khutbah Jum’at Bahwa Sebelum mengerjakan shalat jum‟ah, terlebih dahulu dimulai dengan khutbah, adapun syarat dua khutbah itu ialah: a. Hendaknya kedua khutbah itu dimulai sesudah tergelincir matahari,
setelah
masuknya waktu dhuhur. b. Sewaktu berkhutbah hendaklah berdiri jika kuasa. c. Khatib hendaklah duduk diantara dua khutbah. d. Hendaklah dengan suara yang keras dan jelas. e. Hendaklah berturut-turut, baik rukun, jarak keduanya dengan shalat. f. Khotib harus suci dari hadats dan najis. g. Khotib harus menutup auratnya.62 h. Yang berkhutbah harus laki-laki. i. Yang berkhutbah bukan orang yang tuli, yang tidak dapat mendengar sama sekali j. Khutbah harus dilakukan dalam bangunan yang digunakan shalat Jum‟at. k.
Rukun-rukun khutbah itu harus dengan bahasa Arab.63
l. Berturut-turut membaca khutbah dan khatib tidak menyelingi dengan istirahat (batas) yang lama. Sebuah Hadits menyebutkan: 62
Rasjid H.Sulaiman, dan kawan-kawan, Fiqh Islam , (Bandung: CV.Sinar Baru, 1992) hal.124. 63 H. Moh. Rifa‟i, Op., Cit., hlm. 185-186.
33
“Dari Jabir bin Samurah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW. membaca khutbah sanbil berdiri, kemudian beliau duduk, kemudian beliau berdiri, lalu beliau membaca khutbah sambil berdiri, dan pada satu riwayat, beliau duduk antara keduanya, membaca ayat al-Qur‟an dan beliau memberi peringatan (nasihat) kepada manusia."(HR Muslim)64 Sedangkan syarat khutbah Jum‟at menurut imam Taqiyyuddin ada enam macam: a.
Waktunya
setelah
tergelincirnya
matahari,
maka
tidak
sah
mendahului waktu tersebut. b. Mendahulukaan dua khutbah sebelum shalat. c. Khatib harus berdiri bagi yang mampu. d. Duduk diantaara dua khutbah, dan wajib tuma‟ninah pada waktu duduk. maka, ketika tidak mampu untuk berdiri boleh khutbah dengan duduk dan duduk diantara dua khutbah diganti dengan cara memisahkan antara dua khutbah dengan diam sewajarnya. e. Suci dari hadas dan najis didalam badan, pakaian,dan tempat. begitu pula wajib menutup aurat. f. mengeraskan suara sampai kira-kira terdengar oleh empat puluh orang ahli jum‟ah dan jika tidak, asalkan maksud isi khutbah sudah dapat mengerti.65 2. Rukun Khutbah Jum’at Yang menjadi rukun khutbah itu adalah berikut ini: 64
Imam Taqiyyuddin, Khifayah Al-Akhyar, (Semarang: Toha Putra tt) hlm. 149 Ibid, hlm. 149.
65
34
a. Memuji Allah, sekurang-kurangnya mengucapkan:
“Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam." Dalam sebuah hadis disebutkan:
“Dari Jabir r.a. bahwasanya Nabi SAW. Telah membaca khutbah di hari Jum‟at, lalu beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya.” (H.R. Muslim). b. Mengucap shalawat atas Nabi SAW. Sekurang-kurangnya:
“Dan shalawat atas Rasulullah SAW.” c. Membaca tasyahud kepada Allah dan kepada Rasul-Nya, sekurang-kurangnya:
“Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan saya
bersaksi
bahwa Muhammad itu Rasul Allah.” Dalam sebuah hadis disebutkan:
“Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi SAW. bersabda, „Allah Ta‟ala berfirman, „Telah aku jadikan umatku, yang tidak boleh (tidak sah) khutbah bagi mereka, kecuali mereka mengaku bahwa kamu hamba-Ku dan Rasul-Ku.” (H.R. Baihaqi)
35
Hadis lain menyatakan:
“Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata,‟Nabi SAW. bersabda,‟Tiap-tiap khutbah yang tidak ada bacaan tasyahud, tak ubahnya seperti tangan terkena penyakit kusta.” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad sahih) d. Berwasiat dengan takwa kepada Allah pada tiap-tiap dua khutbah. Hal ini tujuan khutbah itu ialah memberi peringatan kepada manusia supaya takut kepada Tuhan, sekurang-kurangnya menjelaskan:
“Ikutilah Allah dan ikutilah Rasul-Nya.” Keteranganya ialah seperti disebutkan dalam hadis Jabir bin Samurah di atas yang diriwayatkan oleh Muslim, di dalamnya diceritakan bahwa Rasulullah SAW. memberi peringatan kepada manusia supaya takut kepada Allah. e. Membaca ayat Al-Qur‟an dalam salah satu dari kedua khutbah itu. Lebih afdal pada khutbah yang pertama karena mengikuti kebiasaan Nabi SAW. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis di atas. f. Mendo‟akan kaum muslimin laki-laki dan perempuan, seperti di contohkan ulama‟ salaf dan khalaf, sekurang-kurangnya:
“Ya Allah, ampunilah dosa orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan dan dosa kaum muslimin, laki-laki dan perempuan.”
36
Dalam kitab I‟anah At-Talibin disebutkan, “Cukup mendoakan kaum muslimin dengan membaca rahima kumullah, artinya:”Mudah-mudahan Allah memberi kamu rahmat.” Dibaca di akhir khutbah yang kedua sebagaimana dicontohkan ulama salaf dan khalaf.66 Sedangkan rukun Jum‟at menurut Imam Taqiyyuddin ada lima macam: a. memuji Allah swt. dan mengucapkan lafaz Alhamdulillah dengan jelas. b. Mengucapkan Shalawat pada Rasulullah SAW. dan mengucapkan lafaz Asshalatu dengan jelas. c. Memberikan wasiat untuk bertaqwa kepada Allah. walaupun hanya dengasn kata Athi‟ullaha ta‟ala maka sudah cukup. d. Mendo‟akan orang mukmin. e. Membaca salah satu ayat dari Al-Qur‟an paling sedikit satu ayat.67 Kemudian rukun khutbah Jum‟at Menurut Syekh Ibrahim Al-Bajuri juga ada lima: a. Memuji Allah, walaupun pujian tersebut termasuk dalam sebuah ayat seperti,
Sekiranya maksud dari bacaan ayat tersebut adalah memuji Allah saja, namun jika maksudnya adalah memuji dan membaca ayat Al-Qur‟an maka boleh. b. Membaca sholawat, terkadang ada juga yang langsungmenyambung antara memuji Allah, sholawat pada rasul, dan wasiat bertaqwa dengan berurutan. c. Wasiat bertaqwa,
66
H. Ibnu Mas‟ud dan H. Zainal Abadin, Fiqih madzhab Syafi‟i, (Bandung: CV. Pustaka Setia) hlm. 341- 343. 67 Imam Taqiyyuddin, Khifayah Al-Akhyar, (Semarang: Toha Putra tt) hlm. 149
37
d. Membaca ayat Al-Qur‟an yang dapat di fahami maknanya, seperti ayat janji, ancaman, dan peringatan e. Mendoakan Mu‟min dan Mu‟minat pada waktu khutbah ke dua68 E. Macam- macam khutbah 1. Khutbah jum‟at. Khutbah ini dilakukan pada waktu hari jum‟at sebelum shalat jum‟at 2. Khutbah Idul Adl-ha. Khutbah ini dilakukan pada hari raya Idul Adl-ha dan dilaksanakan setelah shalat dua reka‟at shalat Idul Adl-ha. 3. Khutbah Idul Fitri. Khutbah ini dilakukan pada waktu hari raya Idul Fitri. 4. Khutbah Gerhana Matahari. Kutbah ini dilakukan pada waktu terjadinya Gerhana Matahari. 5. Khutbah Gerhana Bulan. Khutbah ini dilakukan pada waktu terjadinya Gerhana Bulan. 6. Khutbah Istitsqa/meminta hujan. Khutbah ini dilakukan pada waktu meminta diturunkan hujan. 7. Khutbah Nikah. Dibacakan sebelum akad nikah dilakasanakan, dan tidak boleh dilakukan di tengah-tengah prosesi akad nikah. Khutbah- khutbah ini di lakukan sesudah shalat, selain kutbah Jum‟at dan khutbah Nikah.69
68
69
Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Al- Bajuri, Juz 1, (Surabaya: Al-haromain tt), hlm. 218. H. Moh. Rifa‟i, op. cit, hlm. 185.
38
Sedangkan macam-macam khutbah menurut Syekh Ibnu Qasim Al- Khuzzi ada sepuluh, yaitu: 1. Khutbah Jum‟at 2. Khutbah Idul Fitri 3. Khutbah idul Adha 4. Khutbah Gerhana Matahari 5. Khutbah Gerhana Bulan 6. Khutbah Shalat Istisqa‟ 7. Khutbah Hari Zaiyyinah 8. Khutbah Hari Arafah 9. Khutbah Hari Nahr 10. Khutbah Hari Nafr70
70
Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Op, Cit, hlm.149.
39
BAB III OBJEK KAJIAN
A. Sedikit Gambaran Tentang Desa Ngroto Mayong Jepara 1. Letak Goegrafis Sebelah Utara Desa Datar dan Pancur Sebelah Selatan Desa Jebol Sebelah timur Desa Buaran Sebelah Barat Desa Rajekwesi71 2. Struktur Organisasi Balai Desa Kepala Desa : Hj. Nurihah Sekretaris : Nabaul Ulum Kamituwa I : Nahis Kamituwa II : Suharso Kebayan I : Khudoifah Kebayan II : Isrotun Petengan I : Fandil Petengan II : Sukiswoyo Petengan III : Ashadi Ladu : Sholekan Modin : Lukman Hakim 71
Wawancara dengan Staff TU. Bapak Karsono, di Balai Desa, Hari Jum‟at,
Tgl. 13 maret 2015, Jam: 09.00 wib.
40
Staff TU : Karsono72 3. Angket Desa a. Luas Wilayah : 424 Ha, 4,24 km2 b. Luas Lahan : Sawah : 179, 545 Kering : 244,455 c. Jumlah Penduduk : BPD : 9 Orang RT : 15 Orang RW : 3 Orang Kepala Keluarga : 1035 Laki-laki : 2033 Perempuan : 2103 d. Pekerjaan : Buruh Tani Buruh Tukang e. Jumlah Masjid : 3 f. Jumlah Musholla : 11 g. Jumlah Sekolah : TK : 2 SD : 2 72
Wawancara dengan Staff TU. Bapak Karsono, di Balai Desa, Hari Jum‟at,
Tgl. 13 maret 2015, Jam: 09.00 wib.
41
MI : 1 MTS : 1 TPQ : 4 MADIN : 2 h. Polindes : 173 B. Sekilas Tentang Masjid Baitussalam 1. Sejarah berdirinya Masjid Baitussalam Desa Ngroto Mayong Jepara Masjid Baitussalam berdiri tahun 1988. Pendirinya adalah Mbah Sholkhan (Alm). Beliau dulunya adalah Petinggi (Kepala desa) dan menjadi sesepuh desa ngroto. Beliau dibantu oleh Mbah Shofian Anwar, (Alm), selaku Kepala Dusun dan Bapak H. Usman selaku Modin di desa ngroto. Serta dibantu warga Ngroto. Adapun status tanahnya adalah pemberian wakaf dari Mbah Sengkik dan sebagian lagi wakaf dari Mbah Sholkhan. Dulunya sebagian tanah itu terdapat bangunan rumah tempat tinggal Mbah Sholkhan. Setelah tanah itu diwakafkan untuk dibuat bangunan masjid, rumah Mbah Sholkhan dipindahkan di belakang Masjid. Tidak mudah perjuangan untuk mendirikan Masjid Baitussalam di desa Ngroto dusun Karang Anyar ini. Banyak sesepuh desa Ngroto yang menentang akan dibangunya Masjid yang Ketiga di desa Ngroto ini, yang sebelumnya memang sudah ada dua bangunan masjid di desa Ngroto yang 73
Wawancara dengan Staff TU. Bapak Karsono, di Balai Desa, Hari Jum‟at, Tgl.
13 maret 2015, Jam: 09.00 wib..
42
berada di dusun yang berbeda. Para sesepuh dari dusun yang lain berbeda pendapat tentang akan dibangunya masjid ini. Mereka tidak setuju dan beradu Argumen, sampai membuka dan membacakan kitab- kitab yang pernah mereka pelajari, menurut para Jumhur ulama‟ yang menjadi dasar pegangan mereka. Karena memang sebagian para ulama‟ ada yang mengatakan dalam sebuah desa tidak dibolehkan ada bangunan Masjid lebih dari satu. Di karenakan nanti dalam melaksanakan Shalat terutama Shalat Jum‟at, Shalatnya tidak Sah. Dan ada juga yang berpendapat boleh, karena alasan tertentu. Oleh karena itu para sesepuh desa Ngroto bersitegang karena masalah itu. Tetapi akhirnya sesepuh dari dusun Karang Anyar menemukan pendapat dari Jumhur ulama‟ dan mampu menerangkan dengan baik tentang dibolehkanya mendirikan masjid lebih dari satu dalam sebuah desa untuk alasan tertentu dan memenagkan perdebatan itu, dan akhirnya menjadi kesepakatan bersama untuk mendirikan Masjid yang diberi nama Baitussalam. Sebelum berdirinya bangunan Masjid Baitussalam yang ada di dusun Karang Anyar desa Ngroto RT. 04 RW. 03, kecamatan Mayong, kabupaten Jepara ini, warga desa banyak yang tidak menjalankan ibadah shalat berjama‟ah. Karena memang dulu di desa Ngroto sudah ada Masjid tetapi tempatnya jauh dari dusun Karang Anyar. Banyak warga yang malas untuk pergi beribadah ke masjid. Dan dikarenakan juga SDM warga memang rendah, terutama dalam masalah Pendidikan dan Agamanya. Setelah Masjid Baitussalam yang ada di desa Ngroto dusun Karang Anyar
43
ini berdiri, banyak warga yang antusias dan mau pergi ke Masjid untuk beribadah. Dan semakin lama semakin banyak warga yang datang ke Masjid sampai sekarang ini. Itulah sekilas tentang gambaran sejarah berdirinya Masjid Baitussalam yang berada di desa Ngroto dusun Karang Anyar, kecamatan Mayong kabupaten Jepara.74 2. Lokasi dan Wilayah Masjid Baitussalam Mayong Jepara Masjid Baitussalam Mayong menempati bangunan milik sendiri, yang luas tanah seluruhnya (945.m2), batas tanah: sebelah timur jalan, sebelah utara tanah milik Bapak Karsidi, sebelah barat tanah milik Ibu Kasminah dan sebelah selatan tanah milik Bapak Ngasan. Masjid Baitussalam bertempat di desa Ngroto, dukuh Karang Anyar RT.04 RW.03. Lokasi wilayah
jalan raya jalur alternatif Mayong-Pancur,
Jepara.75 3. Struktur Organisasi Susunan Kepengurusan Masjid Baitussalam desa Ngroto Karang Anyar Mayong Jepara Periode Tahun 2013-2017. a. Pelindung : 1. Petinggi Ngroto 74
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.00 wib. 75
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015 Jam: 19.20 wib.
44
2. Kamituwo RW. 03 b. Ketua : Bpk. H. Kusnan c. Sekretaris : Bpk. Karsono d. Bendahara : Bpk. Karsidi e. Seksi Pendidikan : Lukman Aris f. Seksi Pembangunan : Bpk. Karsan g. Seksi Pemeliharaan : Bpk. Yunus h. Seksi Usaha : 1. Ketua RT 1 : Bpk. Sumian 2. Ketua RT 2 : Bpk. Surahman 3. Ketua RT 3 : Bpk. Nasikun 4. Ketua RT 4 : Bpk. Surip 5. Ketua RT 5 : Bpk. Paiman76 4. Jadwal Waktu Adzan a. Pukul: 11:45 wib. Adzan Dzuhur : Bpk. Yunus b. Pukul: 15:00 wib. Adzan Ashar : Bpk. Yunus c. Pukul: 17:00 wib. Adzan Maghrib : Bpk. Sholekan d. Pukul: 18:00 wib. Adzan Isa‟ : Bpk. Rosidi e. Pukul: 04:00 wib. Adzan Subuh : Bpk. Yunus77 76
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015 Jam: 19.25 wib. 77
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015 Jam: 19.27 wib.
45
5. Jadwal Imam (Nadhir) Masjid a. Bapak Kasnadi b. Bapak Mulyadi c. Bapak Zamroni78 6. Jadwal Bilal Jum’at a. Bapak Zamroni b. Bapak Marno c. Bapak Rosidi79 7. Jadwal Khatib Khutbah jum’at a. Jum‟at Pon : Bapak Kusnadi b. Jum‟at Kliwon : Bapak Ramelan c. Jum‟at Wage : Bapak Jumari d. Jum‟at Paing : Bapak Mulyadi e. Jum‟at Legi : Bapak Arif80 8. Sarana dan Prasarana a. 3 buah Mix b. 2 buah set Tape lengkap 78
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.28 wib. 79
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.28 wib. 80
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.25 wib.
46
c. 1 buah DVD d. 12 buah Kipas Angin e. 7 buah Sepeaker/ Pengeras Suara f. 2 buah Almari Tempat Al-Qur‟an dan Peralatan Ibadah Shalat g. 4 buah Sapu h. 2 buah Alat Pel i. Tempat Wudlu j. Tempat Kencing dan WC k. Tempat Parkir
47
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah melihat uraian yang penulis sajikan, maka dalam karya tulis ini bisa dapat difahami bahwa, permasalahan tentang hukum berbicara pada saat khutbah Jum‟at terdapat kesimpulan sebagai berikut: 1. Banyak sekali jenis-jenis ibadah dalam agama Islam. Ada yang hukumnya wajib ada pula yang hukumnya sunnah. Salah satu ibadah wajib adalah shalat lima waktu. Dan shalat lima waktu itu terdapat shalat Jum‟at. Shalat Jum‟at ialah Shalat dua rakaat yang dilaksanakan secara berjama‟ah setelah dua khutbah waktu zhuhur pada hari Jum‟at. Pendapat dari seorang masyarakat mengenai hukum berbicara di waktu khutbah Jum‟at, dia mengatakan makruh hukumnya, alasanya adalah isi kandungan dalam khutbah adalah termasuk rukun dari shalat Jum‟at. Karena kandungan dari khutbah itu mengandung wasiat-wasiat atau perintah kebaikan bagi pendengarnya. Untuk itu sebaiknya diam pada saat Khatib membacakan khutbahnya. Hanya sebagian masyarakat saja yang mengerti tentang hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at, yaitu orang-orang yang memang pendidikanya lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang lain. mengenai larangan berbicara pada saat khutbah Jum‟at dibacakan oleh Khatib. 2. Jumhur ulama‟ sependapat bahwa mendengarkan khutbah itu wajib, dan berbicara sementara Khatib berkhutbah haram, sekalipun pembicaraan itu berupa perintah untuk kebajikan atau larangan dari kejahatan, dan tiada bedanya apakah seseorang dapat mendengar khutbah itu atau tidak. Empat imam mazhab berbeda pendapat tentang hukum bicara pada waktu khutbah dibacakan bagi orang yang tidak dapat mendengarnya. Syafi‟i dan Hambali mengatakan: Boleh, tetapi mustahab adalah diam. Hanafi berpendapat: Tidak boleh berbicara, baik bagi orang yang mendengar maupun yang tidak bisa mendengar. Malik berpendapat: Diam adalah wajib, baik jaraknya dekat maupun jauh.
48
3. Akar dari terjadinya ikhtilaf dikalangan ulama‟ adalah berdasarkan pemahaman hadis dari Rasulullah SAW. “Jika kamu berkata kepada temanmu, „Diamlah,‟ pada hari Jum‟at, sementara imam sedang berkhutbah maka kamu telah berbuat siasia.”81 Berdasarkan hadis tersebut, sebagian ulama‟ yang tidak menghukumi wajib mendengarkan khutbah beralaskan, perintah pada hadis tersebut bertentangan dengan dalil khitab yaitu, Ayat Al-qur‟an. “Dan apabila dibacakan Al-Qur‟an maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang!” (Al-A‟raaf:204)82 Bahwasanya selain bacaan Al-qur‟an tidak wajib hukumnya untuk diam dan mendengarkan. Adapun latar belakang terjadinya khilafiyah mengenai menjawab salam dan membaca tasymit dikarenakan umumnya perintah untuk diam dalam hadis tersebut diatas. Dan kesimpulanya perintah diam berlaku umum dalam pembicaraan dan berlaku khusus dalam waktu, sedangkan perintah menjawab salam dan membaca tasymit itu umum didalam waktu serta khusus dalam pembicaraan. B. Saran-saran 81
Diriwayatkan oleh semua imam hadits, kecuali Ibnu Majah dari Abi Hurairah,
Naylul Awthaar, jilid.3/ hlm. 271. 82
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, Op. Cit. hlm. 256
49
1. Sebagai kaum muslimin sebaiknya melaksanakan salat Jum‟at. 2. Ketika khutbah Jum‟at sedang berlangsung bersikap diam dan memperhatikan dengan baik untuk lebih memahami isi pesan Khatib yang disampaikan. 3. Mengambil hikmah yang tekandung di dalam pesan khutbah yang disampaikan. 4. Saling menghormati sesama kaum Muslimin terutama ketika khutbah berlangsung. C. Penutup Skripsi ini saya buat dengan tema “Hukum berbicara pada waktu khutbah jum‟at” dengan tujuan agar lebih memahami secara mendalam atas keberlangsungan serta hal-hal yang harus diperhatikan demi kesempurnaan dalam melaksanakan shalat jum‟at yang menjadi bagian dalam agama Islam dan dituntut untuk melakukan sepenuh hati karena Allah SWT. Dengan demikian saya berharap agar karya tulis yang saya buat ini bisa menjadi sebuah karya yang bisa berguna bagi umat manusia dan dapat menjadi motivasi untuk senantiasa mengerjakan shalat jum‟at dengan lebih memperhatikan syarat-syarat dan rukun yang sudah ditentukan oleh hukum syara‟. Demikianlah hasil pemikiran serta pengetahuan yang dapat saya buat dalam karya tulis serta saya ucapkan terima kasih atas bimbingan
50
dan arahan yang diberikan oleh para dosen terkhusus dosen yang telah membimbing karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat menjadi sebuah acuan atau inovasi bagi para orang lain untuk menjabarkan lebih luas lagi. Serta dapat bermanfaat bagi kita semua dan menambah wawasan kita, wallahu a‟lam.
51
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir Mulkam, Teologi Fiqih, Yogyakarta: Roykan, 2005. Abi Abdillah Muhamma Ismail Al -Bukhari, Matan Bukhari, Surabaya, Al-
Kharomain.
Abu Bakar Muhammad, Terjemahan subulus salam 2, surabaya: al ikhlas. Akhmad Hasan, Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar, Jakarta: Departemen Urusan Wakaf, Dakwa pengarahan kerajaan Arab Saudi. Al-Hafiz Ibnu Hajar Al- „Asqalani, Bulughul Maram. Semarang, Toha putra, 773-852 hijriyah. Arifin, Psikolog Dakwa Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara, 2000. Asmaji Muchtar, Fatwa- fatwa Imam Asy-Syafi‟i, Ed. 1, Cet. 1. Jakarta: Amzah,
2014.
Az-Zuhaili Wahbah, Fiqih Islam 2. Cet. 1, Jakarta: Gema Insani, 2010. Bambang S. Ma‟arif, Bandung:
komunikasi Dakwah
Paradigma Untuk
Aksi,
simbiosa Rekatama Media, 2010.
Naylul Awthaar, jilid.3, Diriwayatkan oleh semua imam hadits, kecuali Ibnu
Majah dari Abi Hurairah.
52
Maman Abd. Djalil, Fiqih Madzhab Syafi‟i, buku 1 – Ibadah, bandung: CV.
Pustaka Setia.
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, Jakarta: Rajawali Pers,
2011, Cet. 2.
Faishal bin Abdul Aziz,Terjemahan Naylul Authar, jilid. 3, Surabaya: Bina
Ilmu Offset 2009.
H. Ibnu Mas‟ud dan H. Zainal Abadin, Fiqih madzhab Syafi‟i, Bandung: CV.
Pustaka Setia.
H. Moh. Rifa‟i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978. H. Sulaiman Rasjid, Fiqih islam (hukum fiqih islam lengkap), Bandung: PT.
Sinar baru Algensindo, 1994, cet. 27.
Hasan, Syamsi dan Ahmad Ma‟ruf Asrori, Khutbah Jum‟at Sepanjang Masa Membangun Kehidupan Dunia Akhirat, Surabaya: Karya agung 2002. HR. Muslim, dan diriwayatkan dalam judul oleh dari Jabin, Naylul Awthaar,
jilid.3.
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Semarang: Toha Putra, 773852 H. Ibnu Rusyd, Bidayah Al-mujtahid, Juz 1 Surabaya: Al-hidayah.
53
Imam Taqiyyuddin, Khifayah Al-Akhyar, Semarang: Toha Putra tt. Kahar Masyhur, Bulughul Maram Terjemahan, jilid, 1. Cet, 1 jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1991.
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, cet. 4 Jakarta: Balai Pustaka, 1993. xix.
Kyai Masru‟ bin Yahya Arrambaani, Al-Ghoya Wattaqrib Bojonegoro. Lexi J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. Mahali Ahmad Mujab, Hadis-hadis ahkam riwayat Asy-Syafi‟I, Ed.1, Cet.1 Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003. Masyhuri, MP, & M. Zainuddin, Metodologi Penelitian. Bandung : PT Refika Aditama, 2008), Cet. 1. Mughni al-Muhtaaj, Jilid.1. Mughniyah Muhammad Jawad. fiqih lima mazhab, Jakarta: lentera, 2001. Mulkan, Abdul Munir, Masalah-masalah teologi dan fiqh dalam tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta: Roykhan, 2005. Musthafa Daib Al-Bagha, Terjemah At Tadzhib Fi Adillatil Ghayati Wat Taqrib,
Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993.
Nur Khoiri, Metode Penelitian Pendidikan, Jepara: INISNU, 2012.
54
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama,
1997.
Rasjid H.Sulaiman, dkk, Fiqh Islam, Bandung: CV. Sinar Baru,
1992.
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, Cet-10. Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: amzah, 2009. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 2, Bandung: PT. Alma‟arif,1976, cet.1. Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pstaka Al-
Husna, 1994.
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006. Syaifudin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Cet. 10.
Syaikh al- „Allamah Muhammad bin „Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, Cet. 13. Bandung: Hasyimi, 2012. Syaikh Al-„AllamahMuhammad Bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Rahma Al-
Ummah Fi Ikhtilaf Al-A‟immah Diterjemahkan Oleh „Abdullah
Zaki Alkaf
(Fiqih Empat Mazhab,) Bandung: Hasyimi, 2012.
Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Al- Bajuri, Juz 1, Surabaya: Al-haromain tt.
55
Syekh Syamsuddin Abu Abdillah,Terjemah Fathul Qarib, Surabaya: tim grafis mutiara ilmu, 2010,cet.1. Tartib Imam Asy-Syafi‟i, dari Atha‟ bin Yasar. Tartib Musnad Imam Asy- Syafi‟i, dari Utsman bin Affan. Tim pusat bahasa, kamus besar bahasa indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, ed-3, cet.3, 2007. Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam 2, Jakarta: GemaInsani, 2010. Wawancara dengan Staff TU. Bapak Karsono, di Balai Desa, Hari Jum‟at, Tgl.
13 maret 2015, Jam: 09.00 wib.
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan Ketua Pengurus Masjid, Hari, Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.00 wib. Wjs Purwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Bakai Pustaka, 2011, Cet-10. Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan terjemahannya. Jakarta: 1971.
56
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : RIEKA ARI WIBOWO Ttl : Jepara 10 Oktober 1991 Agama : Islam Ayah : Abdul Basar Spd.i Ibu : Marfu‟ah Pendidikan : SDN Troso 04, Pecangaan, Jepara tamat 2004 SMP Negeri 01 Pecangaan, Krasak, Pecangaan, Jepara tamat 2007 SMA Negeri 01 Pecangaan, pecangaan, Jepara tamat 2010 UNISNU JEPARA tamat 2015 Bio : The Love Of God and Immortal Love Story! Hobi : Banyak Mat.....!!?
57
LAMPIRAN-LAMPIRAN