1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Skin tag merupakan suatu tumor jinak kulit yang terdiri dari jaringan fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai tangkai yang pendek di atas permukaan kulit. Biasanya skin tag dapat dijumpai di leher aksila dan daerah fleksor lainnya. Kadang-kadang dapat dijumpai skin tag yang banyak sampai ke daerah wajah, dada dan punggung. (Allegue dan Fachal, 2008). Skin tag atau dikenal dengan beberapa istilah lain seperti soft fibromas, acrochordons,
fibrolipomas,
fibroepithelial
polyps
biasanya
dikeluhkan
mengganggu secara kosmetik. Terdapat tiga tipe gambaran klinis skin tag yaitu tipe papul furrowed, filiformis dan tipe large bag-like protuberances. (Levine, 2006; Thomas, et al., 2012; Shah, 2014). Meskipun insiden skin tag cukup tinggi yaitu sekitar 46% dari populasi umum berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jerman, namun secara klinis skin tag jarang mendapatkan perhatian kecuali apabila mengalami iritasi atau nekrosis yang menyebabkan nyeri (Barbato, et al., 2012). Pada penelitian retrospektif yang dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar periode tahun 2005-2009 didapatkan prevalensi skin tag sebesar 9,8% dari seluruh penderita tumor jinak kulit, lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki, lokasi lesi terbanyak pada daerah leher, angka
1
2
kejadian semakin tinggi seiring bertambahnya umur dan dalam penelitian ini skin tag paling banyak didapatkan pada umur ≥ 50 tahun (Laksmi-Dewi dkk, 2010). Adanya iritasi kulit yang sering dan lama diduga merupakan faktor pencetus, terutama pada penderita obesitas (Fairfield, et al., 2002; Thappa, 2005; Bray, 2007). Ketidakseimbangan hormonal juga dapat memudahkan terjadinya skin tag, misalnya tingginya kadar estrogen dan progesteron pada saat hamil, atau terganggunya kadar growth hormone (GH) pada penderita akromegali (Kershaw, dan Flier, 2004). Faktor penyebab lain diantaranya seperti proses penuaan, obesitas, dislipidemia, diabetes mellitus (DM), kehamilan, hormon tiroid, dan faktor gesekan dikatakan berhubungan dengan terjadinya skin tag (Mthur dan Bhargava, 2007; Fairfield, et al., 2002; Safoury, et al., 2011a, 2011b). Penderita skin tag sering ditemukan pada individu dengan berat badan berlebih dan mengalami sindrom metabolik seperti dislipidemia, hiperurisemia dan keadaan hiperinsulinemia (Cusin, et al., 1995; Haslam, 2005). Hidalgo (2002) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa skin tag merupakan salah satu komplikasi dermatologi yang dijumpai pada penderita obesitas (Rippe dan McInnis, 2001;Sudy, et al., 2008). Sindrom Metabolik (SM) adalah sindrom yang terdiri dari berbagai faktor risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes. Faktor-faktor ini termasuk peningkatan tekanan darah, disglikemia, peningkatan trigliserida, peningkatan kadar kolesterol, kadar High Density Lipoprotein (HDL) yang rendah, dan obesitas. (Safoury, et al., 2011a, 2011b; Tosson, 2013; Shah, 2014).
3
Pada berbagai studi epidemiologi dari berbagai populasi mengindikasikan hiperleptinemia dan resistensi leptin berhubungan dengan Sindrom Metabolik. Penelitian oleh Safoury, et al (2011a, 2011b) menyatakan bahwa skin tag dan hiperleptinemia pada penderita skin tag berhubungan dengan tingginya kadar trigliserida dan rendahnya HDL, maka pada penderita skin tag disarankan untuk merubah gaya hidup menjadi lebih sehat yang bisa mempunyai manfaat yang menguntungkan bagi penderita. Lipid adalah setiap kelompok heterogen lemak dan substansi serupa lemak, termasuk asam lemak, lemak netral, lilin dan steroid yang bersifat larut dalam air dan larut dalam pelarut non polar. Lipid yang mudah disimpan dalam tubuh, berfungsi sebagai sumber bahan bakar yang merupakan bahan terpenting dalam struktur sel dan mempunyai fungsi biologik yang lain (Bray, 2007; Schaefer dan Santos, 2012). Lipid diangkut di dalam plasma darah sebagai lipoprotein. Hasil ekstraksi senyawa lipid plasma dengan pelarut lipid yang sesuai akan memperlihatkan empat kelompok utama lipid yang terdapat di dalam lipoprotein. Keempat senyawa itu yaitu triasilgliserol, fosfolipid, kolesterol, dan ester kolesteril. Terdapat pula fraksi asam lemak rantai panjang yang tidak teresterifikasi yang disebut asam lemak bebas (free fatty acid), lipid plasma ini secara metabolik yang paling aktif (Schaefer dan Santos, 2012). Di samping asam lemak bebas, ada empat kelompok utama lipoprotein yang telah diidentifikasi yang mempunyai makna penting secara fisiologis dan untuk diagnosis klinis. Keempat kelompok ini adalah (1) kilomikron; (2) VLDL
4
(very low density lipoprotein); (3) LDL (low density lipoprotein); (4) HDL (high density lipoprotein). Triasilgliserol merupakan unsur lipid yang dominan pada kilomikron dan VLDL, sedangkan kolesterol dan fosfolipid masing-masing dominan pada LDL dan HDL (Schaefer dan Santos, 2012). Perubahan patologis kadar keempat lipoprotein tersebut menyebabkan dislipidemia. Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (≥240 mg/dl), kolesterol LDL (≥160 mg/dl), kenaikan kadar trigliserida (≥200 mg/dl) serta penurunan kadar HDL (40 mg/dl) (Rippe, 2001; Schaefer dan Santos, 2012). Kondisi abnormalitas profil lipid, hipertensi, hiperglikemik, hiperinsulinemia, hiperleptinemia diperkirakan berhubungan dengan terjadinya skin tag. Gangguan metabolik seperti hiperkolesterolemia dan resistensi insulin merupakan faktor risiko penyakit aterosklerosis dan penyakit jantung. Lesi skin tag juga dihubungkan dengan beberapa kelainan sistemik seperti akromegali, polip kolon sebagai penanda adanya penyakit tersebut (Gorpelioglu, et al., 2009; Sari, et al., 2010). Dari studi yang memperoleh hasil bahwa skin tag berhubungan dengan dislipidemia menunjukkan hubungan antara skin tag dengan peningkatan trigliserida dan penurunan kadar HDL. Tingginya kadar trigliserida dan rendahnya HDL merupakan faktor prediksi yang signifikan pada penderita skin tag. Dari studi yang dilakukan oleh Safoury (2011) didapatkan tingginya kadar trigliserida dan rendahnya kadar HDL berpengaruh secara signifikan dengan angka kejadian
5
skin tag (p < 0,005). Peningkatan kadar Trigliserida ditemukan bersamaan dengan meningkatnya jumlah lesi skin tag, sebaliknya penurunan kadar HDL membawa peningkatan jumlah lesi skin tag. Dapat disimpulkan bahwa kadar Trigliserida berkorelasi positif dengan peningkatan jumlah lesi skin tag, dan kadar HDL berkorelasi negatif dengan meningkatnya jumlah lesi skin tag. Skin tag merupakan temuan klinis yang dapat dihubungkan dengan risiko sindrom metabolik dan penyakit jantung, sehingga penderita skin tag harus dievaluasi secara seksama untuk penyakit jantung dan sindrom metabolik (Fain, et al., 2004; Safoury, et al., 2011a, 2011b; Shah, et al., 2014). Dari pemaparan diatas dapat dirumuskan bahwa skin tag biasanya terjadi pada orang obesitas dan terdapat gangguan metabolik. Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar trigliserida dan kadar HDL antara penderita skin tag dan bukan skin tag di RSUP Sanglah Denpasar serta hubungan peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar HDL dengan jumlah lesi skin tag, karena sejauh ini penelitian mengenai hal tersebut belum pernah dilakukan di Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat perbedaan kadar trigliserida antara penderita skin tag dan bukan skin tag? 2. Apakah terdapat perbedaan kadar HDL antara penderita skin tag dan bukan skin tag? 3. Apakah terdapat korelasi positif antara kadar trigliserida dengan jumlah lesi skin tag pada penderita skin tag?
6
4. Apakah terdapat korelasi negatif antara kadar HDL dengan jumlah lesi skin tag pada penderita skin tag?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara kadar trigliserida dan HDL dengan
jumlah lesi skin tag. 1.3.2
Tujuan khusus
1. Mengetahui perbedaan kadar trigliserida antara penderita skin tag dan bukan skin tag. 2. Mengetahui perbedaan kadar HDL antara penderita skin tag dan bukan skin tag 3. Mengetahui adanya korelasi positif antara kadar trigliserida dengan jumlah lesi skin tag pada penderita skin tag. 4. Mengetahui adanya korelasi negatif antara kadar HDL dengan jumlah lesi skin tag pada penderita skin tag.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat teoritis
Menambah wawasan keilmuan dan pemahaman tentang hubungan kadar Trigliserida dan HDL dengan patogenesis skin tag.
7
1.4.2
Manfaat praktis
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa skin tag berhubungan dengan peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar HDL sehingga kita dapat menyarankan penderita skin tag untuk mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dan diet sehat untuk mendapatkan penurunan kadar trigliserida dan peningkatan kadar HDL.