BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Kekuatan struktur modal perusahaan banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, di Indonesia sendiri banyak yang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan struktur modal secara garis besar dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain adalah profitabilitas, ukuran perusahaan, pertumbuhan penjualan, stabilitas deviden dan lain-lain, sedangkan faktor eksternalnya antara lain adalah kondisi pasar modal, tingkat bunga, stabilitas politik dan hal-hal lainnya yang diluar lingkup perusahaan yang dapat mempengaruhi kestrukturan modal perusahaan. Penulis tertarik dengan faktor-faktor yang ada dalam ruang lingkup internal dimana faktor-faktor ini dirasa cukup berpengaruh dengan struktur modal perusahaan secara langsung karena faktor internal merupakan perwujudan dari kondisi sebuah perusahaan itu sendiri sehingga hal inipun dapat secara langsung mencerminkan
bagaimana
kestrukturan
modal sebuah
perusahaan
yang
semestinya agar perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaannya sesuai dengan faktor internal yang mereka miliki. Ukuran Perusahaan menurut Bambang (2010) dapat mempengaruhi struktur modal disebuah perusahaan, serta diperkuat dengan penelitian yang
1
2
dilakukan oleh Seftianne dan Ratih Handayani pada tahun 2011 dengan kesimpulan bahwa salah satu variabel independennya, yakni ukuran perusahaan mempengaruhi struktur modal. Dengan demikian ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor internal yang dirasa cukup relavan dapat mempengaruhi struktur modal sebuah perusahaan, karena jika memang perusahaan memiliki ukuran perusahaan yang besar maka pasti akan lebih berani menggunakan dana eksternal karena mereka memiliki aset yang tinggi sebagai jaminannya disamping itu pihak kreditorpun tidak masalah jika memberikan pinjaman untuk perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang besar dan sebaliknya jika ukuran perusahaan tergolong kecil maka pihak kreditor akan berpikir panjang untuk memberikan pinjaman. Pertumbuhan penjualan menurut penelitian yang dilakukan oleh Panca, Kertati, dan Hanar (2011) mengemukakan bahwa pertumbuhan penjualan merupakan salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi struktur modal, mereka menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan, profitabilitas dan operating leverage berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Karena pertumbuhan penjualan yang bergerak stabil dan naik pasti akan mendapatkan pertimbangan positif dari pihak luar, sehingga perusahaan akan mudah mendapatkan dana pinjaman ditambah dengan asumsi perusahaan yang memiliki pertumbuhan penjualan yang terus naik tentunya akan membutuhkan dana lebih pada periode selanjutnya untuk memenuhi angka produktifitas dan dengan adanya teori yang mengemukakan pertumbuhan penjualan
yang baik cenderung membuat
perusahaan ingin melakukan pemekaran usahanya agar lebih menggurita lagi,
3
sehingga
perusahaan
dengan
pertumbuhan
penjualan
yang
baik
akan
membutuhkan dana dalam jumlah besar dan cepat untuk melakukan hal-hal tersebut. Profitabilitas juga merupakan salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi struktur modal, seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Panca, Kertati, dan Hanar (2011) juga menyebutkan bahwa salah satu faktor, yakni profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Karena jika profitabilitas semakin tinggi maka akan menunjukan penjualan yang tinggi juga. Profitabilitas juga dipengaruhi oleh pengurangnya yakni berupa beban-beban, maka dengan begitu semakin kecil beban yang ada dapat membuat profitabilitas menjadi lebih tinggi. Adanya profitabilitas yang tinggi ini dapat memungkinkan perusahaan untuk menggunakan dana internal sebagai modal utama untuk memenuhi kebutuhan pendanaannya sehingga struktur modal cenderung kuat dan minim risiko karena rendahnya kewajiban yang ditanggung oleh perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi (Brigham dan Houston, 2009) Fenomena yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini memberikan dampak positif untuk perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini kontribusi perusahaan manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat cukup signifikan, dikarenakan investasi yang terus meningkat, terutama pada kuartal II/2012 terjadi peningkatan penanaman modal di perusahaan-perusahaan manufaktur yang cukup signifikan, bahkan sampai tumbuh sekitar 67,84% untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan untuk Penanaman Modal Asing (PMA) naik 44,42% dibandingkan
4
dengan kuartal I/2012. Peningkatan investasi dalam sektor manufaktur terus meningkat hingga tahun 2013 dimana pada semester pertama tahun tersebut PMDN meningkat 30,61% dan PMA juga ikut meningkat sekitar 46,72% dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan uraian diatas mengenai peningkatan penanaman modal yang terjadi dalam perindustrian manufaktur di Indonesia, baik PMDN dan PMA maka dapat digambarkan kedalam grafik berikut: Gambar 1.1 Grafik Peningkatan Penanaman Modal Industri Manufaktur di Indonesia
120 100 80 60
PMDN PMA
40 20 0 Kuartal I 2012
Kuartal II 2012
Semester I 2013
Meskipun menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 ekspor untuk industri manufaktur mengalami penurunan sekitar 4,95% kemudian pada periode Januari-Juli ditahun 2013 terjadi penurunan ekspor kembali pada industri manufaktur sekitar 2,58%. Hal tersebut ternyata tidak menghambat
5
pertumbuhan perindustrian di Indonesia, bahkan menurut Agus Tjahajana Wirakusumah selaku Dirjen Kerjasama Industri Internasional Kemenperin mengatakan pada semester pertama tahun 2013 industri sektor logam dasar besi dan baja mengalami pertumbuhan tertinggi pada saat itu yakni sekitar 12,98%. Industri logam dan sejenisnya merupakan salah satu sub sektor perusahaan manufaktur pada sektor industri dasar dan kimia yang merupakan sektor bidang manufaktur tergolong membutuhkan dana yang tidak sedikit dikarenakan pada umumnya jenis industri ini harus memiliki alat-alat dan mesin-mesin bertekonologi canggih yang tentunya memerlukan biaya yang cukup tinggi untuk memiliki asset-aset tersebut serta perawatan atau perbaikannya dimasa mendatang, ditambah dengan biaya produksi yang memang tidak biasa karena untuk industri logam dan sejenisnya sebagian besar masih mengandalkan bahan baku impor. Sehingga tidak dapat dipungkiri perusahaan manufaktur pada sektor logam dan sejenisnya memerlukan sokongan dana yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Industri rokok merupakan salah satu industri manufaktur yang cukup menjanjikan di Indonesia, nilai ekspor dari industri ini sudah mencapai 80,7 juta dolar AS di tahun 2014, nilai ekspor tersebut meningkat rata-rata sebesar 14,4% pertahun, sedangkan untuk produksinya sendiri menurut Direktur Minuman dan Tembakau Kemenperin yaitu Faiz Ahmad produksi rokok nasional hingga akhir tahun 2014 mencapai 362 miliar batang, meningkat 16 miliar batang dibandingkan realisasi tahun 2013 yaitu 346 miliar batang, padahal di tahun 2009 kapasitas produksi rokok nasional hanya sebesar 286 miliar batang. Hal tersebut
6
menandakan bahwa industri rokok di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dilhat dari kapasitas produksinya yang terus meningkat dari tahun ke tahun, produksi yang terus bertambah secara signifikan ini tentu akan mempengaruhi biaya produksi yg terus meningkat setiap tahunya, dengan begitu industri inipun sama halnya dengan industri logam dan sejenisnya, yaitu membutuhkan dana yang besar, untuk menjalankan kegiatan operasionalnya. Dengan kondisi yang sedang dialami oleh kedua sektor tersebut pemerintah harus turut serta membantu untuk menjaga industri manufaktur pada kedua sektor tersebut agar tetap bertahan tanpa harus mengalami kegagalan membayar hutang (default) karena membutuhkan dana yang besar. Salah satu industri manufaktur asal Amerika, General Motors (GM) mengalami kerugian puluhan miliar USD dikarenekan penurunan penjualan secara terus menerus, akibat dari kejadian tersebut rasio kemampuan membayar bunga pinjaman menjadi turun dan mengancam GM mengalami default, akhirnya GM mendaftarkan kebangkrutannya pada 1 Juni 2009 di pengadilan New York. Berdasarkan kasus General Motors ini dapat kita simpulkan kekuatan struktur modal mempunyai peranan penting dalam hal mengurangi biaya-biaya, terlebih saat permintaan pasar sedang menurun, karena akan membuat laba semakin merosot dan memungkinkan timbulnya kerugian. Mungkin hal inilah salah satu hal penyebab bangkrutnya GM bahkan berdampak pada pabrik GM di Indonesia yang akan segera ditutup, karena menurut data yang dipublikasikan pada saat GM mendaftarkan kebangkrutannya, aset yang dimiliki GM hanya 82,3
7
miliar USD sedangkan hutangnya mencapai 2 kali lipat aset yang dimiliki, yakni sebesar 172,8 miliar USD. Sebaiknya sebuah perusahaan lebih mengutamakan pendanaan secara internal dan tidak membuat hutang yang besar jika perusahaan dirasa belum mumpuni untuk mengembalikan kewajiban tersebut dimasa mendatang, karena akan membuat struktur modal menjadi lemah, salah satu cara yang dirasa aman yakni dengan menjual saham. Maka dari itu perusahaan harus bisa menggait para investor untuk menanamkan modalnya dengan begitu struktur modal akan menjadi lebih kuat, disamping itu pemerintah juga mempunyai peranan penting dalam hal pembuatan kebijakan-kebijakan yang mampu menarik pihak investor untuk menanamkan modal di Negaranya agar perekonomian nasional dapat terus berkembang tanpa harus terlilit dengan hutang yang tinggi. Sampai saat ini pemerintah Indonesia sudah cukup baik merancang peraturan-peraturan ataupun kebijakan-kebijakan untuk memudahkan industri manufaktur sektor logam dan sejenisnya dan, karena terbukti sampai pada bulan Juni tahun 2013 sudah berhasil menarik 9 (Sembilan) investor untuk industri logam dasar dengan total nilai investasi seluruhnya mencapai 13,3 Miliar USD. Adapun tindakan yang diterapkan pemerintah antara lain dengan adanya insentif fiskal berupa tax holiday (PMK 130 Tahun 2011) dan tax allowance (PP No. 52 Tahun 2011) serta pembebasan bea masuk impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal (PMK 176 Tahun 2009). Disamping itu, pemerinah juga mengeluarkan kebijakan perlindungan berupa SNI Wajib, safeguard, anti dumping, dan mekanisme
8
pengendalian impor berupa Importir Produsen (IP) / Importir Terdaftar (IT) serta faktor pendorong terjadinya kebutuhan produk baja dari pelaksanaan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Berdasarkan laporan survei World Economic Forum (WEF) 2013-2014, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan daya saing terbaik dan berhasil naik 12 peringkat menjadi posisi ke-38 yang sebelumnya menempati peringkat 50 dunia dari total sebanyak 148 negara, WEF juga menilai Indonesia berhasil memperbaiki sektor infrastruktur yang naik 17 tingkat ke posisi 61 dunia yang awalnya di peringkat 78 dunia, hal tersebut menunjukan bahwa pemerintah Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonomi nasional tetap positif sehingga dapat meningkatkan investasi di dalam negeri. Penelitian ini menggunakan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2010-2014 khususnya pada sektor logam dan sejenisnya dan sektor rokok. Adapun alasan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana perusahaan-perusahaan manufaktur sektor tersebut mengelola struktur modalnya sekaligus untuk menguji kembali variabel ukuran perusahaan, pertumbuhan penjualan dan profitabilitas yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan manufaktur yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah periode yang digunakan yakni mengambil data yang terbaru selama 5 tahun terakhir sehingga akan terlihat bagaimana kondisi struktur modal pada perusahaan manufaktur sektor logam dan sejenisnya dan sektor rokok dalam masa sekarang ini. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan serta fenomena yang
9
ada pada perusahaan-perusahaan manufaktur sektor logam dan sejenisnya dan sektor rokok tentang investasi yang semakin membaik akhir-akhir tahun belakangan ini maka diajukan penelitian dengan judul “ANALISIS FAKTORFAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DALAM BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010-2014”.
B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dalam penelitian ini dengan menganalisis pengaruh variabel ukuran perusahaan, pertumbuhan penjualan dan profitabilitas terhadap struktur modal. Berikut pertanyaan penelitian yang timbul dalam penelitian ini: 1. Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Struktur Modal perusahaan Manufaktur untuk Sektor Logam dan Sejenisnya dan Sektor Rokok yang terdaftar dalam Bursa Efek Indoneisa (BEI) 2010-2014? 2. Apakah Pertumbuhan Penjualan berpengaruh terhadap Struktur Modal perusahaan Manufaktur untuk Sektor Logam dan Sejenisnya dan Sektor Rokok yang terdaftar dalam Bursa Efek Indoneisa (BEI) 2010-2014? 3. Apakah Profitabilitas berpengaruh terhadap Struktur Modal perusahaan Manufaktur untuk Sektor Logam dan Sejenisnya dan Sektor Rokok yang terdaftar dalam Bursa Efek Indoneisa (BEI) 2010-2014?
10
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian serta rumusan masalah yang ada maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis variabelvariabel yang dipilih penulis, yakni: a) Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal perusahaan Manufaktur pada Sektor Logam dan Sejenisnya dan Sektor Rokok. b) Untuk
mendapatkan
bukti
empiris
mengenai
pengaruh
Pertumbuhan Penjualan terhadap Struktur Modal perusahaan Manufaktur pada Sektor Logam dan Sejenisnya dan Sektor Rokok. c) Untuk
mendapatkan
bukti
empiris
mengenai
pengaruh
Profitabilitas terhadap Struktur Modal perusahaan Manufaktur pada Sektor Logam dan Sejenisnya dan Sektor Rokok. 2. Kontribusi Penelitian Kegunaan penelitian ini bisa diperuntukan untuk berbagai macam pihak yang terkait dalam hal struktur modal terutama dalam perusahaan manufaktur, yaitu: a) Bagi Penulis Sebagai pengetahuan konseptual mengenai teori kestrukturan modal perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek
11
Indonesia pada periode 2010-2014 khususnya pada Sektor Logam dan Sejenisnya dan Sektor Rokok. b) Bagi Investor Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan mereka dalam hal pencarian perusahaan manufaktur yang tepat untuk penanaman modal mereka agar dapat meminimalisir risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam hal penanaman modal. c) Bagi Perusahaan Dapat menjadi sebuah tolak ukur maupun masukan untuk menciptakan struktur modal yang lebih relavan dengan kondisi mereka agar dapat memaksimumkan harga sahamnya. d) Bagi Akademisi Penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang dapat membantu perkembangan ilmu akuntansi serta pasar modal.