BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah The quality of an instructional program is comprised of three elements; materials (and equipment), activities, and people (Cox, 2006: 8). Sebagaimana dikatakan Cox tersebut, berarti kualitas program pembelajaan tergantung pada sarana dan prasarana pembelajaran, aktivitas guru dan peserta didik dalam pembelajaran, dan personal yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran baik itu guru maupun peserta didik. Dengan kata lain, kualitas pembelajaran akan tergantung dan dipengaruhi oleh guru, peserta didik, fasilitas pembelajaran, lingkungan kelas, dan iklim kelas. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah guru. Guru mempunyai pengaruh yang cukup dominan terhadap kualitas pembelajaran, karena guru adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran di kelas, bahkan sebagai pelaksana pendidikan di sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana (2009: 42) menunjukkan bahwa 76,6 persen hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh kinerja guru. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Darling & Hammond dari Stanford University menunjukkan bahwa dari hasil analisis kuantitatif, kualitas guru mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap prestasi belajar peserta didik. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh 1
2
penelitian yang dilakukan oleh Schacter dari Milken Family Foundation yang menyebutkan bahwa kinerja guru merupakan variabel yang sangat penting dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Kualitas dan kinerja guru berkaitan erat dengan kompetensi yang dimilikinya. Sebagai bagian penting dalam pembelajaran, guru memiliki multi peran, tidak terbatas sebagai pengajar yang melakukan pemindahan pengetahuan, tetapi juga sebagai pembimbing yang memobilisasi peserta didik dalam belajar. Hal ini berarti guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang kompleks terhadap tercapainya tujuan pendidikan. Guru tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan, memiliki seperangkat pengetahuan, dan keterampilan teknis mengajar, namun juga dituntut menampilkan kepribadian yang mampu menjadi teladan bagi peserta didik. Meskipun kesadaran tentang peran penting guru telah meningkat dan berbagai studi telah diimplementasikan untuk selalu memperbaikinya, namun Indonesia patut prihatin dengan masih rendahnya prestasi peserta didik. Sebagai contoh dari sisi kognitif, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai penyandang predikat kota pendidikan, di tahun 2012 justru tidak berhasil meraih nilai tertinggi Ujian Nasional (UN). Padahal pada 2011 lalu, nilai tertinggi UN SMA diraih oleh siswa DIY. Tahun ini predikat tersebut diraih Jawa Timur, Bali, dan Jawa Barat. Untuk jenjang pendidikan SMK, tingkat kelulusan di DIY adalah sebesar 98,86 persen. Angka tersebut tergolong tinggi jika dibandingkan dengan keseluruhan
3
daerah di Indonesia, namun masih lebih rendah daripada yang dicapai Bali yaitu sebesar 99,95 persen dan Jawa Timur sebesar 99,93 persen (www.imbalo.wordpress.com). Sejumlah kecil peserta didik SMK program keahlian akuntansi mencapai hasil yang membanggakan dalam Lomba Kompetensi Siswa (LKS) setiap tahunnya, lomba ini setara Olimpiade Sains Nasional (OSN) untuk SMP/SMA. Namun prestasi tersebut tidaklah dapat dijadikan gambaran umum prestasi peserta didik SMK bidang keahlian Akuntansi, karena diraih oleh sebagian kecil peserta didik yang telah dibekali pelatihan khusus untuk menghadapi kompetisi. Jika kita menerima premis bahwa guru yang berkualitas maka akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas, maka prestasi peserta didik yang rendah dapat dikaitkan dengan rendahnya kualitas guru di Indonesia (Neil Baumgart dalam Fasli Jalal, et.al. 2009: 7). Data statistik dari Depdiknas (Tabel 1) menunjukkan bahwa guru di Indonesia memiliki tingkat kualifikasi akademik yang relatif rendah. Lebih dari 60 persen dari total 2.783.321 guru di Indonesia belum mencapai kualifikasi akademik S1. Kebanyakan guru (lebih dari 70 persen) terkonsentrasi mengajar di sekolah dasar. Untuk guru SMK, sebanyak 21,37 persen masih belum memenuhi kualifikasi akademik sebagai S1. Padahal menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007, tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, disebutkan bahwa guru SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki
4
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Tabel 1. Jumlah Guru di Indonesia Menurut Kualifikasi Akademik dan Status Tahun 2006 Jenjang Sekolah 1. TK PNS Non PNS 2. SD PNS Non PNS 3. SMP PNS Non PNS 4. SLB PNS Non PNS 5. SMA PNS Non PNS 6. SMK PNS Non PNS 7. MI PNS Non PNS 8. MTs PNS Non PNS 9. MA PNS Non PNS TOTAL PNS Non PNS
≤SLTA 110.742 19.977 90.765 417.389 266.331 151.058 39.133 16.060 23.073 1.666 577 1.089 6.301 2.056 4.245 5.172 900 4.272 94.755 4.478 90.277 37.045 886 36.159 10.090 244 9.846 722.293 311.309 410.784
D1 9.440 770 8.670 11.529 7.213 4.316 36.202 29.327 6.875 238 68 70 1.200 345 855 1.341 230 1.111 23.580 4.480 19.100 10.722 621 10.101 2.164 63 2.101 96.416 43.117 53.299
Kualifikasi Akademik D2 D3 S1 32.382 3.097 18.652 5.955 336 5.134 26.427 2.761 13.518 589.034 23.841 207.074 505.119 15.328 152.090 83.915 8.513 54.984 37.446 72.822 299.319 25.785 51.441 164.388 11.661 21.381 134.931 2.883 803 4.514 1.839 505 2,644 1.044 298 1.870 4.802 22.964 189.753 2.071 13.853 101.752 2.011 9.111 88.001 2.842 23.942 120.764 834 9.429 40.282 2.008 14.513 80.842 45.933 9.086 31.312 18.267 2.358 6.997 27.666 6.728 24.315 13.554 22.559 95.326 1.615 5.670 16.687 11.939 16.889 78.639 3.215 10.290 65.635 137 1.291 13.605 3.078 8.999 52.030 731.371 189.404 1.032.349 561.622 100.211 503.579 169.749 89.193 528.770
Total S2 S3 115 1 174.429 63 32.235 52 1 142.194 1.161 4 1.250.032 1.077 2 947.160 84 2 302.872 3.277 7 488.206 2.870 4 289.875 407 3 198.331 50 10.154 42 5.675 8 4.479 3.106 27 227.433 2.436 5 122.518 670 22 104.915 1.691 9 155.761 1.054 3 52.732 637 6 103.029 108 204.774 45 36.625 63 168.149 599 4 179.809 234 1 25.714 365 3 154.095 1.321 8 92.723 596 2 15.938 725 6 76.785 11.428 60 2.783.321 8.417 17 1.528.472 3.011 43 1.254.849
Sumber: Direktorat Profesi Pendidik, Depdiknas. (Fasli Jalal, et al, 2009:7)
Kualitas guru yang rendah di Indonesia lebih lanjut ditunjukkan dari fakta berjalannya pembelajaran di sekolah. Proses pembelajaran yang
5
dilakukan di sekolah - berupa pemindahan pengetahuan atau suatu proses yang hanya menghasilkan kemampuan verbal dalam bentuk kemampuan hafalan - masih jauh dari konsep pemberdayaan berpikir, apalagi pemberdayaan bertindak. Padahal dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan bahwa satuan pendidikan telah diberi kewenangan untuk
menentukan
kebijakan
penyelenggaraan
pendidikan
yang
disesuaikan dengan potensi lingkungan dan potensi peserta didik, dengan tetap mengacu kepada standar isi pada jenjang pendidikan yang sesuai. Implementasi kurikulum ini praktis menuntut guru untuk menuntaskan capaian kompetensinya. Depdiknas (2007: 5-8) menyatakan bahwa macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh guru antara lain; kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Pada kenyataan di lapangan, pembelajaran yang dilakukan lebih menempatkan peserta didik sebagai objek. Pembelajaran berjalan sebagai proses penyampaian materi atau konsep sehingga terkesan monoton dalam prosesnya bahkan kadang metode yang digunakan tidak sesuai. Para guru tentu telah berusaha namun - terkadang karena faktor tertentu yang tentunya beragam - hasil usahanya tidak sesuai dengan harapan. Peserta didik hanya menerima materi tanpa adanya pemahaman nilai-nilai serta manfaat yang ada pada materi pelajaran tersebut. Akibatnya, pembelajaran menjadi tidak menarik, termasuk dalam pembelajaran akuntansi. Ditinjau dari kompetensi pedagogik yang belum tuntas tersebut, hal ini berarti
6
kompetensi guru belum optimal berkontribusi dalam pembelajaran. Lantas bagaimana dengan kompetensi yang lain. Pada pengamatan di SMK Negeri 1 Tempel dan SMK YPKK 2 Sleman pada tahun ajaran 2012/2013 terdapat 5-10 persen peserta didik dari total siswa dalam kelas, yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kabupaten Sleman merupakan sebuah daerah dengan akses pendidikan yang terbilang mudah. Terdapat tak kurang dari 9 universitas negeri dan swasta, 403 SD Negeri, 104 SD swasta, 10 MTS Negeri, 8 MTS swasta, 54 SMP Negeri, 50 SMP swasta, 17 SMA Negeri, 33 SMA swasta, 1 MA Negeri, 17 SMK Bisnis-Manajemen, dan 36 SMK Non Bisnis-Manajemen (http://www.slemankab.go.id.). Khusus untuk SMK Bisnis dan Manajemen, kabupaten Sleman memiliki jumlah terbanyak di Propinsi D.I. Yogyakarta. Hal ini merupakan aset besar bagi pendidikan akuntansi. Tabel 2. Data Jumlah SMK Bisnis Manajemen Jurusan Akuntansi Provinsi D.I. Yogyakarta No. 1 2 3 4 5
Kabupaten/Kotamadya
Kotamadya Yogyakarta Sleman Gunungkidul Bantul Kulonprogo Total SMK Bisnis Manajemen di DIY Sumber: http://datapokok.ditpsmk.net
Negeri
Swasta
Jumlah
2 3 4 1 2
7 14 10 7 9
9 17 14 8 11 59
Guru yang kompeten adalah modal utama penyiapan sumber daya manusia yang unggul di masa depan. Setiap tahun kesejahteraan guru terus
7
ditingkatkan, namun kompetensi guru masih di bawah harapan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan tentang hasil ujian kompetensi guru, bahwa 285.000 guru mendapatkan nilai rata-rata 42,5 persen. Hasil tersebut masih di bawah harapan kita, demikian ungkap Presiden usai memimpin rapat kabinet di kantor Kemendikbud pada Selasa (31/7/2012). Padahal melalui kenaikan anggaran pendidikan dalam APBN maka kesejahteraan guru juga dinaikkan, baik melalui besaran gaji bulanan, tunjangan, dan lain sebagainya. (detiknews.com, 2012). Terlepas dari kontroversi Permendikbud Nomor 57 Tahun 2012 tentang Uji Kompetensi Guru dan pendapat bahwa kompetensi guru seharusnya tidak hanya diuji melalui uji kompetensi melainkan diperoleh melalui pendidikan profesi, kompetensi guru di Indonesia masih terbilang rendah. Terdapat anggapan bahwa guru-guru yang lolos sertifikasi saat ini belum memperlihatkan peningkatan kapasitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad
Nuh yang
disampaikan dalan pembukaan Seminar dan Pelatihan Guru Menulis di Media Massa yang diadakan harian Kompas dan Surya serta Ikatan Guru Indonesia (kompas.com, 2010), guru-guru yang sudah lolos sertifikasi umumnya tidak menunjukkan kemajuan baik dari sisi pedagogik, profesional, kepribadian, maupun sosial. Guru hanya aktif menjelang sertifikasi, tetapi setelah dinyatakan lolos, kualitas mereka justru dinyatakan menurun. Dalam kajian implementasi sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2009, kemampuan pedagogik guru sertifikasi portofolio
8
sebagian tidak meningkat dan sebagian lainnya justru menurun. Hanya sedikit guru sertifikasi portofolio yang mengalami peningkatan. Dalam kemampuan sosial, profesional, maupun kepribadian, sebagian besar guru mengalami stagnansi dalam kualitas, bahkan ada pula yang menurun. Ketua Harian Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi mengatakan, peningkatan mutu guru pascasertifikasi ada, tetapi belum signifikan (kompas, 29-9-2010). Sertifikasi hanya merupakan langkah awal untuk membenahi pembinaan dan pelatihan guru. Profesionalisme guru dapat berjalan jika ada sebuah sistem yang terus menerus menjaga pembinaan guru. Selain itu, guru sendiri juga harus memiliki komitmen sebagai guru sejati. Di Singapura, pemerintah mengharuskan guru untuk mendapat pelatihan 100 jam per tahun. Para guru mendapat pelatihan mendasar agar mereka bisa mengembangkan metodologi dan bahan ajar untuk mendorong prestasi siswa. Sampai saat ini belum ada pembinaan guru yang mendasar di Indonesia. Pembinaan untuk membuat guru memahami berbagai metode pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif dan menikmati proses belajar juga masih minim (Retno Palupi, 2011: 13). Hal ini mengindikasikan bahwa guru dituntut memiliki kekuatan kemandirian untuk mengasah kompetensinya. Guru dengan kualitas rendah biasanya memiliki motivasi yang rendah untuk meningkatkan kompetensinya. Sebagai konsekuensinya, meskipun sudah tersertifikasi guru tersebut tetap menghadapi kesulitan dalam mengikuti pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
9
Kegagalan guru dalam memperbarui kompetensinya akan memiliki efek terhadap kualitas pembelajaran dan akhirnya membawa dampak pada rendahnya prestasi belajar peserta didik. Melihat persoalan tersebut, muncul pertanyaan tentang bagaimana kontribusi kompetensi guru terhadap Prestasi Belajar Akuntansi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka saya bermaksud meneliti tentang “Kontribusi Kompetensi Guru Akuntansi terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas X SMK di Kabupaten Sleman”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Meskipun kesadaran tentang peran penting guru dalam pembelajaran telah meningkat dan berbagai studi telah diimplementasikan, namun prestasi peserta didik masih rendah. 2. Kualitas guru rendah, ditunjukkan dengan tingkat kualifikasi akademik yang relatif rendah, yaitu 21,37 persen guru SMK belum S1 atau D-IV. Hal ini tidak sesuai dengan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007. 3. Prestasi peserta didik dalam mata pelajaran akuntansi masih rendah, terlihat dari hasil belajar siswa yang tidak memenuhi KKM.
10
4. Adanya proses pembelajaran di sekolah dengan metode yang monoton dan tidak sesuai, menandakan bahwa kompetensi pedagogik guru dan kompetensi guru secara umum belum optimal. 5. Hasil ujian kompetensi guru masih rendah (di bawah harapan). 6. Kurangnya
motivasi
pengembangan
kompetensi
guru
untuk
meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya guru yang belum memiliki kemajuan, baik dari sisi pedagogik, kepribadian, sosial dan kompetensi profesional bahkan pascasertifikasi.
C. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada Prestasi Belajar Akuntansi peserta didik kelas X SMK Bidang Keahlian Bisnis Manajemen Program Keahlian Akuntansi Tahun Ajaran 2012/2013 dalam kaitannya dengan kompetensi guru. Kompetensi guru yang dimaksud adalah Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional yang diukur dari sudut pandang/persepsi peserta didik.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
11
1. Bagaimana kontribusi Kompetensi Pedagogik guru akuntansi terhadap Prestasi Belajar Akuntansi peserta didik kelas X SMK di kabupaten Sleman? 2. Bagaimana kontribusi Kompetensi Kepribadian guru akuntansi terhadap Prestasi Belajar Akuntansi peserta didik kelas X SMK di kabupaten Sleman? 3. Bagaimana kontribusi Kompetensi Sosial guru akuntansi terhadap Prestasi Belajar Akuntansi peserta didik kelas X SMK
di
kabupaten Sleman? 4. Bagaimana kontribusi Kompetensi Profesional guru akuntansi terhadap Prestasi Belajar Akuntansi peserta didik kelas X SMK di kabupaten Sleman? 5. Bagaimana
kontribusi
Kompetensi
Pedagogik,
Kompetensi
Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional secara bersama-sama terhadap Prestasi Belajar Akuntansi peserta didik kelas X SMK di kabupaten Sleman?
E. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kontribusi Kompetensi Pedagogik guru akuntansi terhadap Prestasi Belajar Akuntansi peserta didik kelas X SMK di kabupaten Sleman.
12
2. Mengetahui kontribusi Kompetensi Kepribadian guru akuntansi terhadap Prestasi Belajar Akuntansi peserta didik kelas X SMK di kabupaten Sleman. 3. Mengetahui kontribusi Kompetensi Sosial guru akuntansi terhadap Prestasi Belajar Akuntansi peserta didik kelas X SMK di kabupaten Sleman. 4. Mengetahui kontribusi Kompetensi Profesional guru akuntansi terhadap Prestasi Belajar Akuntansi peserta didik kelas X SMK di kabupaten Sleman. 5. Mengetahui
kontribusi
Kompetensi
Pedagogik,
Kompetensi
Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional guru akuntansi secara bersama-sama terhadap Prestasi Belajar Akuntansi peserta didik kelas X SMK di kabupaten Sleman.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Dapat dijadikan sebagai referensi dan informasi kepada pihak-pihak terkait. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan dalam evaluasi Prestasi Belajar Akuntansi peserta didik dan evaluasi kompetensi guru akuntansi.
13
b. Bagi Guru Akuntansi Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan feedback untuk memotivasi diri sekaligus evaluasi diri, untuk terus memperbaiki kualitas diri sebagai seorang guru akuntansi yang profesional dalam upaya meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Penelitian ini akan mempertegas bahwa faktor guru sangat besar pengaruhnya terhadap prestasi peserta didik, selain itu akan diketahui kompetensi mana yang paling berkontribusi sehingga bisa
semakin
dioptimalkan
oleh
guru
untuk
kesuksesan
pembelajaran akuntansi. c. Bagi Kepala Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan untuk program
peningkatan
pengembangan
mutu
prestasi guru
belajar
akuntansi
peserta melalui
didik
dan
peningkatan
kompetensi guru. d. Bagi Peneliti Proses meneliti dapat membelajarkan peneliti dalam bidang penelitian pendidikan.