1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini umat Islam lebih sering dipandang sebelah mata dalam menghadapi problem ekonomi karena kemampuannya yang dianggap tidak representatif dalam membangun kekuatan ekonomi. Padahal umat Islam adalah penduduk mayoritas yang justru bersentuhan langsung dengan problem ekonomi bangsa.
Sedangkan saat ini sistem perekonomian yang paling berpengaruh di dunia adalah sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosial. Sistem ekonomi kapitalis adalah suatu sistem ekonomi dimana sebagaian besar barang-barang kapital dimiliki oleh swasta atau perorangan yang digunakan untuk mencari laba bagi pemiliknya sedangkan sistem ekonomi sosialis merupakan kebalikan dari sistem ekonomi kapitalis dimana persoalanpersoalan ekonomi masyarakat menjadi urusan pemerintah atau Negara. Fungsi Negara dalam sistem kapitalisme hanya bersifat menyediakan barang-barang kolektif atau menciptakan “favourable climate” bagi kegiatan ekonomi perorangan. Fungsi Negara dalam sistem sosialisme adalah “omnipocan” dalam arti menguasai segala bidang, hak serta kebebasan perorangan masih ada meskipun dalam lingkup yang sangat terbatas. Pada dasarnya, sistem ekonomi yang dianut oleh sekelompok masyarakat sesungguhnya berfungsi untuk mencapai tujuan atau hasil tertentu yang memiliki nilai yang ditetapkan dan bergantung kepada prioritas masyarakat
2 atau negara penganut sistem tersebut. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin prioritas antara satu sistem ekonomi dengan sistem ekonomi yang lain berbeda. Sistem ekonomi kapitalis lebih memprioritaskan individu dan pada kelompok, sedangkan sistem ekonomi sosialis lebih memprioritaskan kepentingan negara dari pada kepentingan individu. Berbeda dengan kedua sistem ekonomi di atas, Islam menerapkan sistem ekonominya dengan mempergunakan moral dan hukum bersama untuk menegakkan bangunan suatu sistem yang praktis. Berkenaan dengan prioritas, Islam mengetengahkan konsep keseimbangan antara kepentingan individu (khusus) dan kepentingan negara (umum) yang bersumber kepada Al-Qur,an dan Al-Sunnah. Islam memberikan kebebasan kepada individu dalam berekonomi, tidak seperti yang ditekankan oleh sistem sosialisme, tetapi Islam tidak melepaskannya tanpa kendali seperti yang dilakukan oleh sistem kapitalis. Kebebasan ekonomi menurut Islam adalah kebebasan yang mutlak tetapi mengikat kebebasan itu dengan batas-batas dari nilai-nilai syariat, dalam hal ini Islam memberi wewenang kepada negara untuk ikut campur dalam fungsionalisasi sistem ekonomi Islam. Negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari tindakan sewenang-wenang kaum pemodal. Sesungguhnya
karakteristik
tatanan
islam
mengharuskan
bertambahnya penghasilan ummat dan menjaga kekayaannya dari penindasan dan penyia-nyiaan pada hal-hal yang tidak bermanfaat. Karakteristik tatanan islam jika diaplikasikan secara keseluruhan akan menambah kekayaan masyarakat, mengurangi tingkat pengangguran
3 dan jumlah kemiskinan. Apabila jumlah orang-orang miskin ditengahtengah umat semakin sedikit karena kekayaan mereka bertambah dan orangorang yang mampu mempunyai komitmen dalam memenuhi kewajiban dalam membayar zakat, infaq dan Sedekah , maka masalah ini tidak akan muncul dan tidak akan menimbulkan kekawatiran yang mengancam masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat sosialis dan kapitalis yang segala kekayaan di dalamnya dirampas dan dihabiskan dengan benar dan tidak benar. Maka tatanan-tatanan yang zalim itu akan melahirkan tatanan-tatanan yang lebih zalim dan lebih rusak. Seperti tatanan komunis apabila berupaya melakukan terapi terhadap kemiskinan yang ada, maka disitu terjadi pemiskinan atas semua rakyat dan hanya sekelompok kecil saja (kelompok elit) yang mendapat keuntungan. Menurut Yusuf Qordawi ada beberapa cara penanggulangan kemiskinan, Pertama adalah dengan bekerja. Jadi dana zakat yang dijadikan suatu modal untuk menciptakan industri maka akan tertampung sejumlah Mustahik untuk bekerja. Kedua adalah jaminan sanak famili, ketiga adalah jaminan negara. Dan cara keempat dalam menanggulangi kemiskinan adalah melalui zakat. Saat ini perekonomian berpola Islam sudah menjadi suatu kebutuhan umat. Pemberdayaan ekonomi umat semakin giat dilakukan oleh beberapa lembaga keuangan Islam. Mereka berupaya agar perekonomian islam bukan saja menjadi salah satu alternatif bagi umat Islam, tetapi memang harus menjadi satu satunya pilihan bagi mereka. Hal ini untuk menghindarkan
4 umat dari segala macam praktek keuangan yang bersifat ribawi yang dilakukan oleh bank-bank konvensional. Selain itu pemanfaatan zakat, Infaq dan sodakoh yang berasal dari umat Islam harus sedini mungkin dikelola dan disalurkan secara efektif sebagai suatu sisi ikhtiar pemberdayaan ekonomi umat. Ini karena dana zakat, Infaq dan sodaqoh merupakan modal dalam upaya meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan umat. Jadi zakat yang menduduki tempat keempat, jelas tidak dapat berdiri sendiri untuk menanggulangi kemiskinan. Terutama dengan cara pertama dalam penanggulangan kemiskinan dengan bekerja, maka zakat harus dioptimalkan kearah itu. Bagaimana caranya, zakat harus dijalankan melalui prinsip-prinsip ekonomi, agar hasilnya dapat maksimal, prisip ekonomi yang dijalankan harus berdasarkan syariat, tidak mengenal riba, pemilikan terbatas, penghalalan segala cara dan kelicikan lainnya. Sebab apabila zakat diterapkan dalam prinsip ekonomi konvensional, Ia hanya akan semakin memakmurkan pemilik-pemilik modal saja. Zakat sebagai rukun Islam yang ketiga, disamping sebagai ibadah dan bukti dari ketundukan seseorang kepada Allah, juga mempunyai fungsi sosial yang sangat besar disamping merupakan satu tonggak perekonomian Islam. Jika zakat dapat dikelola dengan baik, baik penerimaan, pengambilannya
maupun
pendistribusiannya,
maka
akan
mampu
mengentaskan masalah kemiskinan. Kedudukan zakat adalah sama dengan sholat, wajib dan menjadi bagian dari rukun Islam. Mengabaikan rukun Islam berarti memutuskan
5 sendi-sendi islam. Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi, yaitu dimensi hablum minallah atau dimensi vertikal yang mengatur hubungan antar manusia dan penciptanya dan hablum minannas atau dimensi horisontal atau yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia. Ibadah zakat bila ditunaikan dengan baik akan meningkatkan keimanan, membersihkan dan mensucikan jiwa dan mengembangkan serta membukakan harta yang dimiliki. Jika dikelola dengan baik akan mampu meningkatkan kesejahteraan umat, mampu meningkatkan etos dan etika kerja umat, serta sebagai institusi pemerataan ekonomi. Zakat merupakan pengambilan harta dari orang muslim, termuat dalam Al-Quran Surat At Taubah ayat 103 yang artinya : “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo‟alah untuk mereka. Sesungguhnya do‟a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Zakat juga untuk kesejahteraan orang miskin baik yang meminta maupun yang tidak, sebagaimana termuat dalam Al-Qur‟an Surat Adz dzaariyaat ayat 19, yang artinya : “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta”. Demikian kuatnya tekanan akan keharusan mensejahterakan komunitas ini, sehingga Al-Qur‟an hampir tidak pernah menyebutkan kewajiban sholat tanpa diimbangi dengan kewajiban zakat. Dasar hukum dari zakat selain ayat dalam Al-Qur‟an di atas juga banyak terdapat dalam hadits-hadits. Orientasi kesejahteraan komunitas khusus ini, selain memang merupakan hukum agama di dalam Islam, sesungguhnya merupakan hal
6 yang biasa dan umum pada setiap ajaran agama. Dalam arti bahwa setiap agama mempunyai ajaran yang berkaitan dengan pengumpulan harta yang dipakai untuk kesejahteraan umatnya. Zakat
adalah ibadah
yang berkaitan dengan harta
benda.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia yang mendatangkan hasil dan keuntungan
membawa
pengaruh
pula
terhadap
pertumbuhan
dan
perkembangan zakat. Seseorang yang telah memenuhi syarat-syaratnya, apabila kekayaan itu sudah sampai pada nisab dan haul maka dia mempunyai kewajiban untuk mengeluarkan zakatnya. Adapun persyaratan harta menjadi sumber atau obyek zakat adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal Harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan Milik penuh, yaitu harta tersebut berada dibawah kontrol dan di dalam kekuasaan pemiliknya Harta tersebut harus sudah mencapai nisab, yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat Ditetapkan sebagai sumber zakat Zakat dikeluarkan setelah terdapat kelebihan dari kebutuhan hidup sehari-hari. Sudah merupakan sunnatullah bahwa tingkat sosial di dalam
masyarakat itu tidak sama. Ada yang berkelebihan ada yang berkecukupan dan ada pula yang kekurangan. Yang kekurangan ini belum berkesempatan untuk dapat menikmati kehidupan yang layak dan belum dapat mengenyam kebahagiaan dan kesejahteraan yang dalam Al-Qur‟an mereka ini disebut fuqara dan dhuafa. Mereka memerlukan santunan dan uluran tangan dari sesama muslim dalam upaya memperbaiki kehidupan ekonominya, sehingga mereka dapat meningkatkan taraf hidupnya dan melepaskan diri dari
7 belenggu kefakiran, kemiskinan dan kedhuafaan. Inilah yang paling mendasar dari ibadah zakat, yaitu selain membersihkan diri dari harta seperti tersebut dalam Al-Qur‟an Surat At Taubah ayat 103 juga yang pertama dan yang paling utama adalah sarana untuk memerangi kefakiran, kemiskinan dan kedhuafaan. Sebab kefakiran itu membawa manusia cenderung kepada kekufuran. Seseorang yang telah sukses dalam mengelola usahanya, baik melalui usaha pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, perhutanan, pertambangan, perindustrian dan jasa atau usaha-usaha lain harus menyadari bahwa dalam kekayaan itu adalah sebagian milik orang lain yang harus diberikan kepada yang berhak menerimanya, yaitu melalui zakat bila sudah mencapai nisabnya (QS Ad-dzaariyah ayat 19). Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang demikian baik dan mulia, baik berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki) penerimanya (mustahik) harta yang dikeluarkan zakatnya maupun bagi masyarakat keseluruhan. Hikmah dan manfaat tersebut antara lain tersimpul sebagai berikut : 1. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmatNya, menumbuhkan akhlak yang mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan matrialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. 2. Zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin kearah
8 kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kehidupan yang layak. Zakat sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan pada mustakhik, terutama fakir miskin yang bersifat konsumtif dalam waktu sesaat akan tetapi memberikan kecukupan ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka. 3. Sebagai pihak amal bersama (jama‟i) zakat juga merupakan salah satu bentuk kongkrit dari jaminan sosial yang diisyaratkan oleh ajaran islam melalui syari‟at zakat, kehidupan fakir miskin akan terperhatikan dengan baik. Zakat merupakan salah satu bentuk pengejawantahan perintah Allah SWT untuk melakukan tolong menolong dalam kebaikan dan takwa. 4. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat islam. 5. Memasyarakatkan etika bisnis yang baik, sebab zakat bukanlah membersihkan harta yang kotor akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita. 6. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. 7. Zakat dapat mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya juga untuk berlomba-lomba menjadi muzakki.
9 Pelaksanaan pengelolaan zakat didasarkan pada firman Allah yang terdapat dalam surat At-taubah ayat 60. Berdasarkan ayat tersebut, dapat diketahui bahwa pengelola zakat bukan semata-mata dilakukan secara individual dari muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) diserahkan langsung kepada mustahik (orang yang menerima zakat) akan tetapi dilakukan oleh sebuah lembaga yang khusus menangani zakat yang memenuhi syarat tertentu yang disebut dengan amil zakat. Amil zakat inilah yang memiliki tugas melakukan sosialisasi kepada masyarakat, melakukan penagihan dan pengambilan serta mendistribusikannya secara tepat dan benar. Di Indonesia pengelolaan zakat diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, kemudian dirubah menjadi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Zakat dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tersebut mengatur tentang pembentukan kelembagaan dan kepengurusan Badan Amil Zakat Nasional dari tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten Kota, kelembagaan Lembaga Amil Zakat, mengatur tentang pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan dan pelaporan, pembiayaan BAZNAS mulai Pusat, Propinsi dan Kabupaten / Kota, pembinaan dan pengwasan, peran serta masyarakat, sanksi administratif, larangan dan ketentuan Pidana.
10 Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 yang
dimaksud
pengelolaan
zakat
adalah
kegiatan
perencanaan,
pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, Sedangkan tujuan
pengelolaan zakat adalah
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
1.2. Perumusan Masalah Setelah disahkannya undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 ternyata belum
dapat
menjawab
ekspektasi
publik
tentang
meningkatnya
kesejahteraan kaum fuqara‟ dan masakin. Padahal, pada saat pengesahan sebagian anggota DPR menyatakan optimisme-nya akan meningkatnya kesejahteraan rakyat miskin. Undang-undang ini meskipun sebagai pengganti Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999, sifatnya masih sama yaitu undang-undang tentang pengelolaan zakat. Artinya, undang-undang ini mengatur “sebatas” pengelolaan zakat dan konsekuensinya dan belum mengatur pada ranah pembangkangan terhadap zakat. Karena “hanya” mengatur pengelolaan zakat maka bila ada orang yang enggan membayar zakat maka tidak ada sanksi apapun. Apabila zakat dibiarkan menggelinding dengan konsep ma-syi‟tum (semaumu), artinya zakat tidak ada yang mengurusi secara sungguhsungguh dan sebenarnya, sementara orang-orang kaya dibiarkan apakah
11 mau berzakat atau tidak, maka selamanya zakat tidak akan pernah mampu menjawab problematika yang dihadapi kaum papa. Zakat akan menjadi sebuah slogan kosong yang tidak ada artinya. Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Banyuwangi sudah melaksanakan kegiatan pengelolaan zakat, infaq dan sodaqoh, namun kalau dilihat dari potensi zakat, infaq dan Sedekahnya, pendapatan pada tahun 2013 yang hanya mencapai Rp. 1,886.640.019 sebenarnya masih jauh dari potensi yang ada.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut : 1.
Belum meratanya kesadaran dan kepercayaan masyarakat dalam hal ini para muzaki untuk membayar zakat, infaq dan Sedekah melalui Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Banyuwangi;
2.
Belum efektifnya Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Banyuwangi dalam melaksanakan
kegiatan pengelolaan zakat yaitu kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; 3.
Belum memadainya infrastruktur dan sumberdaya (human resource dan budgeting) yang dimiliki BAZNAS pusat dan daerah;
4.
Belum adanya peta kemiskinan dan Database Muzaki dan Mustahik;
5.
Masih rendahnya dukungan dana APBN dan APBD Kepada BAZNAS Kabupaten Banywangi untuk melakukan sosialisasi, koordinasi serta dana penunjang operasional organisasi.
12
1.3. Maksud dan Tujuan Bertitik tolak dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, penyusunan dokumen ini bertujuan : 1) Merumuskan kebijakan, strategi program dan kegiatan dalam upaya meningkatkan efektifitas peranan Badan Amil Zakat Nasinal Kabupaten Banyuwangi. 2) Meningkatkatkan efektifitas Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Banyuwangi dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan zakat yaitu kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Kegunaan Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu Pengetahuan khususnya kebijakan Publik.
2.
Kegunaan Praktis a. Bagi Pemerintah Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, khususnya Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Banyuwangi sebagai pengelola zakat.
13
b. Bagi Masyarakat Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi masyarakat, sehingga mereka memahami tentang zakat, infaq dan Sedekah yang menjadi kewajiban maupun yang menjadi hak, para peminat dan peneliti, selanjutnya untuk digunakan sebagai bahan penelitian yang mendalam.
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori (1)
Sejarah Pengelolaan Zakat di Indonesia Untuk mengetahui perjalanan historis zakat di Indonesia, kita dapat melihatnya dari beberapa tahapan periodesasinya. Berikut ini gambaran tentang tahapan-tahapan sejarah pelaksanaan zakat di Indonesia. 1) Masa Kerajaan Islam Pada
masa
kerajaan-kerajaan
Islam,
kemungkinannya
memiliki spirit modern yang kuat. Zakat dimaknai sebagai sebuah semangat (spirit) yang memanifestasi dalam bentuk pembayaran pajak atas negara. Seorang cendikiawan muslim kontemporer Indonesia, Masdar F. Mas‟udi mengatakan, zakat pada mulanya adalah upeti sebagaimana umumya berlaku dalam praktik ketatanegaraan zaman dulu. Hanya saja, upeti yang secara nyata telah
membuat
rakyat
miskin
semakin
tenggelam
dalam
kemiskinannya, dengan spirit zakat lembaga upeti itu justru harus menjadi sarana yang efektif bagi pemerataan dan penyejahteraan kaum miskin. Dengan kata lain, lembaga upeti yang semula menjadi
sumber
kedzaliman,
dengan
spirit
zakat
ditransformasikan menjadi wahana penciptaan keadilan.
harus
15 Zakat sebagai konsep keagamaan, di satu pihak, dan pajak sebagai konsep keduniawian, di pihak lain, bukanlah hubungan dualisme yang dikotomis melainkan hubungan keesaan wujud yang dialektis. Zakat bukan sesuatu yang harus dipisahkan, diparalelkan, dan apalagi dipersaingkan dengan pajak, melainkan justru merupakan
sesuatu
yang
harus
disatukan
sebagaimana
disatukannya roh dengan badan atau jiwa dengan raga. Zakat merasuk ke dalam pajak sebagai ruh dan jiwanya, sedangkan pajak memberi bentuk pada zakat sebagai badan atau raga bagi proses pengejewantahannya. Memisahkan zakat dari pajak adalah sama halnya dengan memisahkan spirit dari tubuhnya, memisahkan bentuk dari essensinya. Pemaknaan zakat dan pajak yang sangat modernis semacam itu dapat kita lihat penerapannya pada masa kerajaan-kerajaan Islam Nusantara. Pada masa Kerajaan Islam Aceh, misalnya, masyarakat menyerahkan zakat-zakat mereka kepada negara yang mewajibkan zakat/pajak kepada setiap warga negaranya. Kerajaan berperan aktif dalam mengumpulkan pajak-pajak tersebut, dan kerajaan membentuk sebuah badan yang ditangani oleh pejabatpejabat kerajaan dengan tugas sebagai penarik pajak atau zakat. Pemungutan pajak ini dilakukan di pasar-pasar, muara-muara sungai yang dilintasi oleh perahu-perahu dagang, dan terhadap orang-orang yang berkebun, berladang, atau orang yang menanam di hutan. Karena itulah, banyak sekali macam dan jenis pajak yang
16 diberlakukan pada setiap sumber penghasilan dan penghidupan warganya. Kantor pembayaran pajak ini pada masa kekuasaan kerajaan Aceh berlangsung di masjid-masjid. Seorang imam dan kadi (penghulu) ditunjuk untuk memimpin penyelenggaraan ritual-ritual keagamaan. Penghulu berperan besar dalam mengelola keuangan masjid yang bersumber melalui zakat, sedekah, hibah, maupun wakaf. Sebagaimana Kerajaan Aceh, Kerajaan Banjar juga berperan aktif dalam mengumpulkan zakat dan pajak. Pajak tersebut dikenakan pada seluruh warga negara (warga kerajaan), baik yang pejabat, petani, pedagang, atau pun lainnya. Jenis-jenis pajak yang berlaku pada masa itu juga bermacam-macam, seperti pajak kepala, pajak tanah, pajak padi persepuluh, pajak pendulangan emas dan berlian, pajak barang dagangan dan pajak bandar. Yang menarik dicatat di sini, penarikan pajak terhadap hasil-hasil bumi dilakukan setiap tahun sehabis musim panen, dalam bentuk uang atau hasil bumi. Semua ini sesuai dengan praktek pembayaran zakat pertanian dalam ajaran Islam. Pembayaran pajak di kerajaan Banjar ini diserahkan kepada badan urusan pajak yang disebut dengan istilah Mantri Bumi. Orang-orang yang bekerja di Mantri Bumi ini berasal dari warga kerajaan biasa namun memiliki skill dan keahlian yang mumpuni
17 di bidangnya, oleh karena itu mereka diangkat menjadi pejabat kerajaan.
3) Masa Kolonialisme Ketika
bangsa
Indonesia
sedang
berjuang
melawan
penjajahan Barat dahulu, zakat berperan sebagai sumber dana bagi perjuangan kemerdekaan tersebut. Setelah mengetahui fungsi dan kegunaan zakat yang semacam itu, Pemerintah Hindia Belanda melemahkan sumber keuangan dan dana perjuangan rakyat dengan cara melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi mengeluarkan zakat harta mereka. Kebijakan Pemerintah Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia Hindia Belanda ini menjadi batu sandungan dan hambatan bagi terselenggaranya pelaksanaan zakat. Namun kemudian, pada awal abad XX, diterbitkanlah peraturan yang tercantum dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari 1905. Dalam pengaturan ini Pemerintah Hindia Belanda tidak akan lagi mencampuri urusan pelaksanaan zakat, dan sepenuhnya pelaksanaan zakat diserahkan kepada umat Islam.
4) Masa Awal Kemerdekaan Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, zakat kembali menjadi perhatian para ekonom dan ahli fiqih bersama pemerintah dalam menyusun ekonomi Indonesia. Hal tersebut
18 dapat kita lihat pada pasal-pasal dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan kebebasan menjalankan syariat agama (pasal 29), dan pasal 34 UUD 1945 yang menegaskan bahwa fakir miskin dan anakanak terlantar dipelihara negara. Kata-kata fakir miskin yang dipergunakan dalam pasal tersebut jelas menunjukkan kepada mustahiq zakat (golongan yang berhak menerima zakat). Pada tahun 1951 Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor: A/VII/17367, tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah. Kementerian Agama melakukan pengawasan supaya pemakaian dan pembagian hasil pungutan zakat berlangsung menurut hukum agama. Kementerian Agama mulai menyusun Rancangan UndangUndang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat dan Rencana Peraturan Pemerintah Pelaksanaan
Pengganti
Undang-Undang
Pengumpulan
dan
(RPPPUU)
Pembagian
Zakat
tentang serta
Pembentukan Baitul Mal pada tahun 1964. Sayangnya, kedua perangkat peraturan tersebut belum sempat diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun kepada Presiden. Perhatian Pemerintah terhadap lembaga zakat ini mulai meningkat sekitar tahun 1968. Saat itu diterbitkanlah peraturan Menteri Agama Nomor 4 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Nomor 5/1968 tentang pembentukan Baitul Mal (Balai Harta Kekayaan) di tingkat pusat, propinsi dan Kabupaten/Kotamadya. Namun pada tahun tersebut, Menteri Keuangan menjawab putusan Menteri
19 Agama dengan menyatakan bahwa peraturan mengenai Zakat tidak perlu dituangkan dalam Undang-undang, cukup dengan Peraturan Menteri Agama saja. Karena ada respons demikian dari Menteri Keuangan, maka Menteri Agama mengeluarkan Instruksi Nomor 1 Tahun 1968, yang berisi penundaan pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 1968 di atas.
5) Masa Orde Baru Kepemimpinan Presiden Soeharto memberikan sedikit angin segar bagi umat Islam dalam konteks penerapan zakat ini. Sesuai anjuran Presiden dalam pidatonya saat memperingati Isra‟ Mi‟raj di Istana Negara tanggal 22 Oktober 1968 maka dibentuklahn Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) yang dipelopori oleh Pemerintah Daerah DKI Jaya. Sejak itulah, secara beruntun badan amil zakat terbentuk di berbagai wilayah dan daerah seperti di Kalimantan Timur (1972), Sumatra Barat (1973), Jawa Barat (1974), Aceh (1975), Sumatra Selatan dan Lampung (1975), Kalimantan Selatan (1977), dan Sulawesi Selatan dan Nusa tenggara Barat (1985). Perkembangan zakat pada masa Orde Baru ini tidak sama di setiap daerahnya. Sebagian masih pada tahapan konsep atau baru ada di tingkat kabupaten seperti Jawa Timur. Atau ada pula yang hanya dilakukan oleh Kanwil Agama setempat. Karena itulah, mekanisme penarikan dana oleh lembaga zakat ini bervariasi. Di
20 Jawa Barat hanya terjadi pengumpulan zakat fitrah saja. Di DKI Jaya terjadi pengumpulan zakat, ditambah dengan infaq dan shadaqah. Dan di tempat-tempat lain masih meniru pola pada masa awal penyebaran Islam, yakni menarik semua jenis harta yang wajib dizakati. Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia Pada tahun 1984 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984 tanggal 3 Maret 1984 tentang Infaq Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan yang pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 19/1984 tanggal 30 April 1984. Pada tanggal 12 Desember 1989 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama 16/1989 tentang Pembinaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang menugaskan semua jajaran Departemen Agama untuk membantu lembaga-lembaga keagamaan yang mengadakan pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah agar menggunakan dana zakat untuk kegiatan pendidikan Islam dan lainnya. Pada tahun 1991 dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 dan 47 tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang kemudian ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Agama Nomor 5 tahun 1991 tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1988 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah.
21 6) Masa Reformasi Terbentuknya Kabinet Reformasi memberikan peluang baru kepada umat Islam, yakni kesempatan emas untuk kembali menggulirkan wacana RUU Pengelolaan Zakat yang sudah 50 tahun lebih diperjuangkan. Komisi VII DPR-RI yang bertugas membahas RUU tersebut. Penggodokan RUU memakan waktu yang sangat panjang, hal itu disebabkan perbedaan visi dan misi antara pemerintah dan anggota DPR. Satu pihak menyetujui apabila persoalan zakat diatur berdasarkan undang-undang. Sementara pihak lain tidak menyetujui dan lebih mendorong supaya pengaturan zakat diserahkan kepada masyarakat. Pada tahun 1999 Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dikeluarkan oleh pemerintah. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berusaha memajukan kesejahteraan sosial dan perekonomian bangsa dengan menerbitkan Undang-ndang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Kemudian dikeluarkan pula Keputusan Menteri Agama nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Semua undang-undang yang diterbitkan di atas bertujuan untuk menyempurnakan sistem pelaksanaan zakat. Seperti pada masa prakemerdekaan zakat sebagai sumber dana perjuangan,
22 maka pada era reformasi ini zakat diharapkan mampu mengangkat keterpurukan ekonomi bangsa akibat resesi ekonomi dunia dan krisis multidimensi yang datang melanda. Bahkan sebagian pihak menilai bahwa terbentuknya undang-undang pengelolaan zakat di Indonesia merupakan catatan yang patut dikenang oleh umat Islam selama periode Presiden B.J. Habibie.
7) Pelaksanaan Zakat dalam Undang-undang No. 38 Tahun 1999 Pelaksanaan zakat yang telah berlangsung selama ini di Indonesia dirasakan belum terarah. Hal ini mendorong umat Islam melaksanakan pemungutan zakat dengan sebaik-baiknya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mewujudkannya, baik oleh badanbadan resmi seperti Departemen Agama, Pemerintah Daerah, maupun oleh para pemimpin Islam dan organisasi-organisasi Islam swasta. Pengelolaan zakat yang bersifat nasional semakin intensif setelah diterbitkannya Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Undang-undang inilah yang menjadi landasan legal
formal
pelaksanaan
zakat
di
Indonesia.
Sebagai
konsekuensinya, pemerintah (mulai dari pusat sampai daerah) wajib memfasilitasi terbentuknya lembaga pengelola zakat, yakni Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk tingkat pusat, dan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) untuk tingkat daerah.
23 BAZNAS ini dibentuk berdasarkan Kepres No. 8/2001 tanggal 17 Januari 2001.17 Secara garis besar undang-undang zakat di atas memuat aturan tentang pengelolaan dana zakat yang terorganisir dengan baik, transparan dan profesional, serta dilakukan oleh amil resmi yang ditunjuk oleh pemerintah. Secara periodik akan dikeluarkan jurnal, sedangkan pengawasannya akan dilakukan oleh ulama, tokoh masyarakat dan pemerintah. Apabila terjadi kelalaian dan kesalahan dalam pencatatan harta zakat, bisa dikenakan sanksi bahkan dinilai sebagai tindakan pidana. Dengan demikian, pengelolaan harta zakat dimungkinkan terhindar dari bentukbentuk penyelewengan yang tidak bertanggungjawab. Di dalam undang-undang zakat tersebut juga disebutkan jenis harta yang dikenai zakat yang belum pernah ada pada zaman Rasulullah saw., yakni hasil pendapatan dan jasa. Jenis harta ini merupakan harta yang wajib dizakati sebagai sebuah penghasilan yang baru dikenal di zaman modern. Zakat untuk hasil pendapat ini juga dikenal dengan sebutan zakat profesi. Dengan kata lain, undang-undang tersebut merupakan sebuah terobosan baru. BAZNAS memiliki ruang lingkup berskala nasional yang meliputi Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di Departemen, BUMN, Konsulat Jendral dan Badan Hukum Milik Swasta berskala nasional. Sedangkan ruang lingkup kerja BASDA hanya meliputi propinsi tersebut. Alhasil, pasca diterbitkannya UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,
24 maka pelaksanaan zakat dilakukan oleh satu wadah, yakni Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk Pemerintah bersama masyarakat dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang terhimpun dalam ormas-ormas maupun yayasanyayasan. Hadirnya undang-undang di atas memberikan spirit baru. Pengelolaan zakat sudah harus ditangani oleh Negara seperti yang pernah dipraktekkan pada masa awal Islam. Menurut ajaran Islam, zakat sebaiknya dipungut oleh negara, dan pemerintah bertindak sebagai wakil dari golongan fakir miskin untuk memperoleh hak mereka yang ada pada harta orang-orang kaya. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi saw. kepada Mu„adz ibn Jabal bahwa penguasalah yang berwenang mengelola zakat. Baik secara langsung maupun melalui perwakilannya, pemerintah bertugas mengumpulkan dan membagi-bagikan zakat. Sebelas tahun berjalan, berbagai pihak merasakan kelemahan dari UU No 38/1999 dari beberapa sisi sehingga menimbulkan semangat yang kuat untuk melakukan revisi UU tersebut. Alhamdulillah, pada 25 November 2011 telah disahkan UU Nomor 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat yang baru. Beberapa kemajuan isi UU Nomor 23/2011 dibandingkan dengan UU Nomor 38/1999 antara lain sebagai berikut:
25 a) Badan/Lembaga Pengelola Zakat, Pengelola zakat dalam UU yang baru adalah BAZNAS, BAZNAS provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota, tidak ada lagi BAZ kecamatan. b) BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul menteri (pasal 10). Dalam pasal 15 ayat 2, 3 dan 4 dinyatakan bahwa Baznas provinsi dibentuk oleh menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. c) BAZNAS Kabupaten/Kota dibentuk menteri atau pejabat yang ditunjuk
atas
usul
bupati/wali
kota
setelah
mendapat
pertimbangan BAZNAS. Dalam hal gubernur atau bupati/wali kota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS Kabupaten/Kota, menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsi atau Kabupaten/Kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. Sementara untuk menjangkau pengumpulan zakat masyarakat untuk level kecamatan, kantor, masjid atau majelis taklim, BAZNAS sesuai tingkatannya dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) sebagaimana
diatur
dalam
pasal
16.
Dengan
adanya
pengangkatan pengurus BAZNAS provinsi oleh menteri dan gubernur untuk BAZNAS Kabupaten/Kota, diharapkan muncul kemandirian dari badan amil zakat tanpa adanya intervensi dari pemerintah daerah. d) Hubungan antar badan dan lembaga. Dalam UU Nomor 38/1999, hubungan antar badan dan lembaga pengelola zakat
26 hanya berifat koordinatif, konsultatif, informatif (pasal 6). Namun, dalam UU yang baru pasal 29 dinyatakan bahwa hubungan antara Baznas sangat erat karena tidak hanya bersifat koordinatif, informatif dan konsultatif, tetapi wajib melaporkan pengelolaan zakat dan dana lain yang dikelolanya kepada BAZNAS setingkat di atasnya dan pemerintah daerah secara berkala. LAZ juga wajib melaporkan pengelolaan zakat dan dana lain yang dikelolanya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala. Jika LAZ tidak melaporkan pengelolaan dana zakatnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala, atau jika tidak mendistribusikan dan mendayagunakan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi dapat dikenakan sanksi administrasi berupa: peringatan tertulis, penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau, pencabutan izin (pasal 36). e) Adanya hak amil untuk operasional. Dalam pasal 30-32 secara eksplisit dinyatakan bahwa untuk operasional BAZNAS, BAZNAS provinsi maupun BAZNAS Kabupaten/Kota dibiayai dengan APBN/APBD dan hak amil. Ini memberikan angin segar dalam operasionalnya karena membutuhkan dana yang tidak sedikit. Ditambah lagi adanya beberapa tenaga khusus yang sengaja direkrut untuk sekretariat BAZ. Bagaimana pola pengaturan dana antara APBD dengan dana hak amil supaya
27 tidak mengganggu perasaan muzakki, apalagi muzakki yang masih ”muallaf”, tentu kearifan dari pengurus BAZ sangat diperlukan. f) Adanya sanksi bagi BAZ atau LAZ yang tidak resmi. Fenomena adanya badan/lembaga amil zakat di luar ketentuan UU, boleh disebut bukan BAZ atau LAZ resmi. Mereka mengumpulkan
zakat
masyarakat,
namun
tidak
jelas
penggunaannya. Tidak dibedakan mana yang sedekah, infak, wakaf dan zakat. Nyaris semua uang yang terkumpul digunakan untuk pembangunan masjid atau mushala. Padahal, zakat sejatinya untuk pengentasan kemiskinan. Dalam UU Nomor 23/2011 Pasal 41, telah diatur sanksi bagi mereka yang bertindak sebagai amil zakat, namun tidak dalam kapasitas sebagai Baznas, LAZ atau UPZ, diberikan sanksi berupa kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000. Sanksi ini diharapkan tidak mucul lagi amil zakat yang tidak resmi, sehingga dana zakat, infak, sedekah dan dana lain
masyarakat
dapat
terkumpul
secara
jelas,
dan
didistribusikan pula secara tepat kepada sasaran yang sudah ditentukan.
28 1)
Konsep Zakat Menurut Syari’ah Islam 1) Pengertian Zakat Zakat menurut bahasa (lughat) berarti: tumbuh, berkembang, kesuburan atau bertambah atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan. Sedangkan menurut Hukum Islam (Syara‟), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu. Ibnu Taimiyah berkata, ”Jiwa orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya akan bersih pula, bersih dan bertambah maknanya.” Zakat yang merupakan salah satu rukun Islam, hukumnya wajib (fardlu) atas setiap Muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Karena itu zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyi dimensi dan fungsi sosial ekonomi dan pemerataan karunia Allah s. w. t. Dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan. 2) Landasan Zakat dalam Al-Qur‟an Dalam Al-Qur‟an terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang kewajiban berzakat, antara lain: Kata zakat dalam banyak definisi disebutkan 30 kali dalam AlQur‟an, dua puluh tujuh diantaranya disebutkan bersama dalam satu ayat bersama salat atau Allah menyebutkan kewajiban mendirikan salat beriringan dengan kewajiban menunaikan zakat.
29 Selain kata zakat, di dalam Al-Qur‟an zakat disebut juga dengan nama: Infaq, Shaqadah, Haq atau Afuw. a. Kata atau sebutan Infaq, dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 267: ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan Allah sebagian dari hasil usahamu.” b. Kata atau sebutan Zakat, antara lain tercantum dalam surat alBaqarah ayat 43: ”Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” c. Kata atau sebutan Haq, tertera dalam surat al-An‟am ayat 141: ”.......dan tunaikanlah haqnya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya),......” d. Kata atau sebutan afuw, tercantum dalam surat al-A‟raf ayat 199: ”Ambillah afuw (zakat) dan serulah yang ma’ruf dan berpaling dari orang-orang yangjahil (tidak beradab). e. Kata atau sebutan Shaqadah, dijelaskan dalam surat at-Taubah ayat 60: ”Sesungguhnya shaqadah (zakat-zakat) itu untuk orang-orang fakir dan miskin..... 3) Landasan Zakat dalam Hadis Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa ketika Nabi s. a. w ditanya tentang apakah itu Islam, Nabi menjawab bahwa Islam itu ditegakkan pada lima pilar utama, sebagaimana bunyi hadis berikut ini: ”Ketika Nabi s. a. w. ditanya apakah itu Islam? Nabi menjawab: Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah RasulNya, mendirikan salat, membayar zakat,
30 berpuasa pada bulan Ramadhan dan naik haji bagi yang mampu melaksanakannya.. (Hadis Muttafaq ‟alaih). 4) Macam-macam Zakat Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu, hukum zakat adalah wajib (fardlu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syaratsyarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti salat, haji, dn puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan AlQur‟an
dan
as-Sunnah,
sekaligus
merupakan
amal
sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia. a. Zakat Nafs (jiwa) juga disebut Zakat Fitrah Jenis zakat yang dikeluarkan pada bulam Ramadhan sampai naiknya imam ke mimbar pada waktu pelaksanaan salat Idul Fitri, (QS al-A‟la: 14-15). Hadis Rasul s. a. w. ”Sesungguhnya Rasulullah s. a. w. telah mewajibkan zakat fitrahpada bulam Ramadhan satu sha (saup) kurma atau gandum apada setiaporang yang merdeka, hamba sahaya laki-laki maupun perempuan dari kaumMuslimin”. Besarnya zakat fitrah menurut ukuran sekarang adalah 2,176 kg. Sedangkan makanan yang wajib dikeluarkan yang disebut nash hadis yaitu tepung, terigu, kurma, gandum, zabib (anggur) dan aqith (semacam keju). Untuk daerah/ Negara yang makanan pokoknya selain 5 makanan di atas, mazhab Maliki dan Syafi‟i membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain.
31 Menurut mazhab pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan membayar harganya dari makanan pokok yang dimakan. Pembayaran zakat menurut Jumhur ulama : a) Waktu
membayar
zakat
fitrah
yaitu
ditandai
dengan
tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan. b) Membolehkan mendahulukan pembayaran zakat fitrah di awal
b. Zakat Maal (harta) Menurut bahasa : Harta adalah sesuatu yang diinginkan sekali oleh
manusia
untuk
dimiliki,
memanfaatkannya,
dan
menyimpannya. Secara syara : Harta adalah segala sesuatu yang dikuasai dan dapat digunakan secara lazim. Antara lain mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas, dan perak, serta hasil kerja (profesi). Masingmasing tipe memiliki perhitungannya sendirisendiri. Sesuatu dapat disebut harta apabila memenuhi syarat-syarat ini, yaitu : dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dan dikuasai. Dapat diambil manfaatnya sesuai lazimnya, misal : rumah, pertanian, uang, emas, perak dan lain-lain. Perbedaan antara zakat fitrah (Nafs) dengan zakat maal sebagai berikut : Zakat fitrah pokok persoalannya yang harus dizakati adalah diri atau jiwa bagi seorang muslim beserta diri orang lain yang
32 menjadi tanggungannya. Kadar zakatnya satu sha‟ makanan pokok, dikeluarkan setiap tahun menjelang shalat Idul Fitri atau pada bulan Ramadhan. Sedangkan zakat maal, persoalan pokoknya terletak pada pemilikan harta kekayaan yang batasan dan segala ketentuannya diatur oleh syara‟ berdasarkan dalil Al-Qur‟an dan as-Sunnah. Jadi kadar zakatnya ada yang ditentukan setiap akhir tahun menurut perhitungan akhir tahun, dan ada pula ditentukan setiap mendapat hasil panen. Lain lagi ada yang harus dizakati di saat menemukannya, seperti zakat rikas. 5) Syarat-syarat kekayaan yang wajib dizakati Syarat-syarat kekayaan yang wajib dizakati, yaitu : a. Baik dan halal Allah s. w. t. berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 267 : “Hai orang-orang yang berfirman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadanya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya Lagi Maha Terpuji.”
Dan dalil hadits : Dalam Shahih Bukhari terdapat satu bab yang menguraikan bahwa sedekah atau zakat tidak akan diterima dari harta yang ghulul, dan tidak akan diterima pula kecuali dari hasil usaha yang halal dan bersih.
33 b. Berkembang dan Berpotensi untuk Berkembang Dalam terminologi fiqhiyyah, menurut Yusuf Qardhawi, pengertian berkembang itu terdiri dari dua macam : yaitu yang kongkrit dengan cara dikembangkan, baik dengan investasi, diusahakan dan diperdagangkan. Yang tidak kongkrit, yaitu harta itu berpotensi untuk berkembang, baik yang berada ditangannya maupun yang berada di tangan orang lain tetapi atas namanya. Adapun harta yang tidak berkembang seperti rumah yang ditempati, kendaraan yang digunakan, pakaian yang dikenakan, alat-alat rumah tangga, itu semua merupakan harta yang tidak wajib dizakati kecuali menurut para ulama semua itu berlebihan dan diluar kebiasaan, maka dikeluarkan zakatnya. c. Mencapai Nishab Nishab adalah batasan antara apakah kekayaan itu wajib zakat atau tidak. Jika harta yang dimiliki seseorang telah mencapai nishab, maka kekayaan tersebut wajib zakat, jika belum mencapai nishab, maka tidak wajib zakat. Batasan nishab itu sendiri antara sumber zakat yang satu dengan sumber zakat lainnya berbeda satu sama lainnya. Seperti zakat pertanian adalah lima wasaq, nishab zakat emas dua puluh dinar, nishab zakat perak dua ratus dirham, nishab zakat perdagangan dua puluh dinar dan sebagainya. d. Mencapai Haul Salah satu syarat kekayaan wajib zakat adalah haul, yaitu kekayaan yang dimiliki seseorang apabila sudah mencapai satu tahun
34 hijriyah, maka wajib baginya mengeluarkan zakat apabila syaratsyarat lainnya terpenuhi. Adapun sumber-sumber zakat yang harus memenuhi syarat haul yaitu seperti zakat emas dan perak, perdagangan dan peternakan. Syarat haul ini tidak mutlak, karena ada beberapa sumber zakat seperti pertanian dan zakat rikas tidak harus memenuhi haul satu tahun. Zakat pertanian dikeluarkan zakat setiap kali panen, sedangkan zakat rikas dikeluarkan zakatnya ketika mendapatkan. e. Lebih dari Kebutuhan Pokok Menurut para ulama yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi akan menyebabkan kerusakan dan kemelaratan dalam hidup. Para ulama telah memasukkan syarat ini sebagai syarat kekayaan wajib zakat karena biasanya orang yang mempunyai kelebihan kebutuhan pokoknya maka orang tersebut dianggap mampu dan kaya. Kebutuhan pokok yang dimaksud ini meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal. f. Bebas dari Hutang Dengan adanya hutang, berarti harta yang masih kita miliki bercampur harta milik orang lain, maka apabila kita ingin mengeluarkan zakat sedangkan kita masih punya hutang, maka harus kita lunasi dahulu hutang-hutang yang kita miliki. Apabila setelah dibayarkan hutang-hutangnya tapi kekayaannya masih mencapai nishab, maka wajib untuk mengeluarkan zakat, tapi
35 sebaliknya apabila tidak mencapai nishab setelah dilunasinya hutang-hutang maka tidak wajib mengeluarkan zakat. g. Milik Penuh Harta yang akan dikeluarkan zakatnya haruslah murni harta pribadi dan tidak bercampur dengan harta milik orang lain. Jika dalam harta kita bercampur dengan harta milik orang lain sedangkan kita akan mengeluarkan zakat maka harus dikeluarkan terlebih dahulu harta milik orang lain tersebut. Jika setelah dikeluarkan harta kita masih di atas nishab, maka wajib zakat. Dan sebaliknya jika tidak mencapai nishab maka tidak wajib mengeluarkan zakat. 6) Syarat-syarat Zakat dan Wajib Zakat 1. Syarat-syarat Zakat : a. Dimiliki dengan sempurna b. Cukup nishab c. Cukup haul d. Lebih dari keperluan asas e. Mencegah pengadaan di dalam zakat 2. Syarat-syarat Wajib Zakat a. Muslim b. Aqil c. Baligh d. Milik sempurna e. Cukup nishab f. Cukup haul
36 7) Golongan yang Berhak Menerima Zakat Sebagaimana Allah berfirman di dalam Al-Qur‟an surat atTaubah ayat 60, 8 golongan asnaf yang berhak menerima zakat adalah sebagai berikut : 1. Fakir, adalah mereka yang tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup. 2. Miskin, adalah mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. 3. Amil, adalah mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf, mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya. 5. Hamba Sahaya, yang ingin memerdekakan dirinya. 6. Fisabilillah, mereka yang berjuang di jalan Allah (misal: dakwah, perang, dll.) 7. Ibnu Sabil, mereka yang kehabisan biaya di jalan.
8) Sanksi Dalam beberapa hadis, Rasulullah mengancam orang-orang yang tidak membayar zakat dengan hukuman berat di dunia maupun di akhirat supaya hati mereka lalai tersentak dan sifat kikir tergerak untuk berkorban. Dalam satu hadis, Nabi s. a. w bersabda: ”Siapa yang dikaruniai Allah kekayaan, tetapi tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti ia akan didatangi seekor ular jantan gundul yang sangat berbisa dan menakutkan dengan dua bintik di atas kedua matanya, lalu melilit dan mematuk lehernya sambil berteriak: aku adalah kekayaanmu, aku adalah kekayaanmu yang kau timbun-timbun dulu”. Nabi kemudian membaca ayat: ”Janganlah orang-orang yang kikir dengan karunia yang diberikan Allah kepada mereka itu mengira bahwa tindakannya itu baik bagi mereka. Tidak, tetapi buruk bagi mereka : segala yang mereka kikirkan itu dikalungkan di leher mereka nanti pada hari kiamat”.
37 Sunnah Nabi s. a. w. tidak hanya mengancam orang yang tidak mau membayar zakat dengan hukuman di akhirat saja, tetapi juga mengancam orang yang tidak mau memberikan hak fakir miskin itu dengan hukuman di dunia secara konkrit dan legal. Dalam beberapa hadis dikatakan oleh Nabi s. a. w. tentang hukuman langsung dari Allah bagi yang tidak membayar zakat. ”Golongan orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat akan ditimpa kelaparan dan kemarau panjang.” ”Bila mereka yang tidak mengeluarkan zakat berarti mereka menghambat hujan turun. Seandainya tidak ada binatang ternak, pastilah mereka tidak akan diberi hujan”. 9) Hikmah Zakat Hikmah zakat antara lain: 1. Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhu’afa 2. Sebagai pilar Jama‟i antara aghniya dengan para mujahid dan da‟i yang berjuang dan berdakwah dalam rangka meninggikan kalimat Allah s. w. t. 3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk. 4. Sebagai alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat. 5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah s. w. t. berikan. 6. Untuk pengembangan potensi umat 7. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam. 8. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi umat. Selain itu juga, zakat merupakan ibadah yang memiki nilai dimensi ganda, transendental dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memilki banyak arti dalam kehidupan umat manusia, terutama Islam.
38 Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan Allah SWT. Maupun hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia, antara lain : 1. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah dengan materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan kondisinya tersebut mereka akan mampu melaksanakan kewajibannya kepada Allah s. w. t. 2. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang di sekitarnya berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya. 3. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. 4. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera, dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir batin.
39 (2) Pengelolaan Zakat, Infaq dan Sedekah Sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. 1) Pengertian-Pengertian a.
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
b.
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
c.
Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usahan di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
d.
Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
e.
Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.
f.
Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.
g.
Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut
h.
BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
i.
Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah Lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas
40 membantu pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. j.
Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu mengumpulkan zakat.
k.
Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
l.
Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam pengelolaan zakat sesuai dengan syariat Islam.
m. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
2) Asas, Tujuan dan Fungsi Pengelolaan ZIS berlandaskan Al-Qur‟an dan Al Hadits serta berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Adapun tujuan pengelolaan ZIS meliputi: 1. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan
dan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat dan keadilan sosial; 2. Memperbaiki dan atau meningkatkan taraf, hidup masyarakat; 3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna zakat, infaq dan Sedekah. Agar menjadi sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan
masyarakat,
terutama
untuk
mengentaskan
41 masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki, mustahik dan pengelola zakat. Untuk itu, maka dalam pengelolaan zakat harus berdasarkan iman dan takwa, agar dapat mewujudkan keadilan sosial, kemaslahatan, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai dengan jiwa Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 (Pasal 2) Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, bahwa azas pengelolaan zakat adalah : a.
Syariat Islam
b.
Amanah
c.
Kemanfaatan
d.
Keadilan
e.
Kepastian Hukum
f.
Terintegrasi
g.
Akuntabilitas. Sedangkan sesuai dengan ketentuan Pasal 3, pengelolaan
zakat bertujuan : a.
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat;
42 b.
Meningkatkan
manfaat
zakat
untuk
mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, BAZNAS menyelenggarakan fungsi: a.
Perencanaan
pengumpulan,
pendistribusian,
dan
pendistribusian,
dan
pendistribusian,
dan
pendayagunaan zakat; b.
Pelaksanaan
pengumpulan,
pendayagunaan zakat; c.
Pengendalian
pengumpulan,
pendayagunaan zakat; d.
Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
3) Organisasi dan Tata Kerja Pengelolaan Zakat, Infaq dan Sedekah Sesuai dengan ketentuan Bagian Ketiga, BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten / Kota, pada Pasal 15 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat disebutkan bahwa : (1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota.
43 (2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. (3) BAZNAS Kabupaten/Kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. (4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan
BAZNAS
provinsi
atau
BAZNAS
Kabupaten/Kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk
BAZNAS
provinsi
atau
BAZNAS
Kabupaten/Kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. (5) BAZNAS
provinsi
dan
BAZNAS
Kabupaten/Kota
melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau Kabupaten/Kota masing-masing. Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Pada Bagian Ketiga tentang BAZNAS Kabupaten/Kota pada Pasal 39 disebutkan bahwa
BAZNAS Kabupaten/Kota
dibentuk oleh direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan
44 pemerintahan di bidang agama atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. Sedangkan pada Pasal 40 disebutkan bahwa : (1) BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 bertanggung jawab kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota. (2) BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS pada tingkat Kabupaten/Kota sesuai dengan kebijakan BAZNAS.
Sedangkan hal-hal yang mengatur tentang Unsur Pimpinan dan Pelaksana diatur dalam Pasal 41, yaitu : (1) BAZNAS Kabupaten/Kota terdiri atas unsur pimpinan dan pelaksana. (2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua. (3) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari unsur masyarakat yang meliputi ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam. (4) Pelaksana
sebagaimana
melaksanakan
fungsi
dimaksud
pada
perencanaan,
ayat
(1)
pelaksanaan,
pengendalian, serta pelaporan dan pertanggungjawaban
45 dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. (5) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari bukan pegawai negeri sipil. (6) Dalam hal diperlukan pelaksana dapat berasal dari pegawai negeri sipil yang diperbantukan.
Sedangkan hal-hal yang mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota diatur pada Pasal 42, yaitu persyaratan untuk menjadi anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berlaku sebagai persyaratan untuk
pengangkatan
pimpinan
BAZNAS
Kabupaten/Kota,
kemudian pada Pasal 43 disebutkan bahwa : (1) Pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota
setelah
mendapat
pertimbangan
dari
BAZNAS. (2) Pengangkatan dan pemberhentian pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama
46 yang tembusannya disampaikan kepada kepala kantor wilayah kementerian agama provinsi dan kepala kantor kementerian agama Kabupaten/Kota. Sedangkan dalam Pasal 44 mengatur tentang
Pelaksana
BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh ketua BAZNAS Kabupaten/Kota.
47 BAB III TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN BANYUWANGI
3.1. Konsisi Geografi Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, yang letaknya di ujung paling timur Pulau Jawa sering juga disebut sunrise of Java, yang berbatasan dengan : Kabupaten Situbondo di sebelah Utara Selat Bali di sebelah Timur Samudra Hindia di sebelah Selatan Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di sebelah Barat Letaknya 7° 43‟ - 8° 46‟ Lintang Selatan dan 113° 53‟ - 114° 38‟ Bujur Timur yang terdiri dari 13 Kecamatan, 28 Kelurahan dan 189 Desa. Secara umum Kabupaten Banyuwangi dan daerah lainnya di Propinsi Jawa Timur mempunyai tipe iklim tropis, sehingga sangat dipengaruhi oleh iklim laut yang biasanya heterogen sesuai indikasi umum iklim tropis. Bagian barat dan utara pada umumnya merupakan pegunungan, dan bagian selatan sebagian besar merupakan dataran rendah dengan tingkat kemiringan rata-rata pada wilayah bagian barat dan utara 40°, dengan rata-rata curah hujan lebih tinggi bila dibanding bagian wilayah lainnya. Dataran yang datar sebagian besar mempunyai tingkat kemiringan kurang dari 15°, dengan rata-rata curah hujan cukup memadai sehingga bisa menambah tingkat kesuburan tanah. Dataran rendah yang terbentang luas dari selatan hingga utara dimana di dalamnya terdapat banyak sungai yang selalu mengalir di sepanjang tahun.
48 Di Kabupaten Banyuwangi tercatat 35 daerah aliran sungai, sehingga disamping dapat mengairi hamparan sawah yang sangat luas juga berpengaruh positif terhadap tingkat kesuburan tanah. Disamping potensi di bidang pertanian, Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah produksi tanaman perkebunan dan kehutanan, serta memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daerah penghasil ternak yang merupakan sumber pertumbuhan baru perekonomian rakyat. Dengan bentangan pantai yang cukup panjang sekitar 175,8 km, dalam perspektif ke depan, pengembangan sumberdaya kelautan dapat dilakukan dengan berbagai upaya intensifikasi dan diversifikasi pengelolaan kawasan pantai dan wilayah perairan laut. Gambar 3.1. Peta Kabupaten Banyuwangi
49 Luas wilayah kabupaten Banyuwangi 5.782,50 km2 yang terdiri dari : 1.
Area kawasan hutan ini mencapai 183.396,34 ha atau sekitar 31,72%,
2.
Persawahan sekitar 66.152 ha atau 11,44%,
3.
Perkebunan dengan luas sekitar 82.143,63 ha atau 14,21%,
4.
Permukiman dengan luas sekitar 127.454,22 ha atau 22,04%. Luas wilayah kabupaten Banyuwangi berdasarkan luas masing-
masing kecamatan adalah sebagai berikut : Tabel 3.1. Luasa Wilayah Kabupaten Banyuwangi
No.
Kecamatan
Luas (KM²)
1
Pesanggaran
45.609,62
2
Siliragung
15.719,78
3
Bangorejo
13.434,16
4
Purwoharjo
12.567,56
4
Purwoharjo
12.567,56
5
Tegaldlimo
56.177,35
6
Muncar
8.737,35
7
Cluring
6.906,13
8
Gambiran
4.746,69
9
Tegalsari
5.379,89
10
Glenmore
32.126,95
11
Kalibaru
18.741,80
12
Genteng
5.449,57
13
Srono
7.393,20
14
Rogojampi
7.741,89
15
Kabat
8.339,46
50 16
Singojuruh
4.387,93
17
Sempu
9.957,77
18
Songgon
20.777,59
19
Glagah
5.028,94
20
Licin
11.265,17
21
Banyuwangi
2.673,21
22
Giri
1.708,81
23
Kalipuro
19.961,06
24
Wongsorejo
34.393,36
TOTAL
359.225,4
Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2013
Dari tabel tersebut diatas tampak bahwa kecamatan Tegaldlimo adalah kecamatan yang memiliki wilayah terluas yaitu 56.177,35 km² dan berikutnya adalah kecamatan Pesanggrahan yaitu 45.609,62 km², sedangkan kecamatan dengan wilayah terkecil adalah kecamatan Giri yaitu 1.708,81 km². Tabel 3.2. Jumlah Desa dan Kelurahan di Banyuwangi No.
Kecamatan
Desa
Kelurahan
1
Pesanggaran
5
-
2
Siliragung
5
-
3
Bangorejo
7
-
4
Purwoharjo
8
-
5
Tegaldlimo
9
-
6
Muncar
10
-
7
Cluring
9
-
8
Gambiran
6
-
51
9
Tegalsari
6
-
10
Glenmore
7
-
11
Kalibaru
6
-
12
Genteng
5
-
13
Srono
10
-
14
Rogojampi
18
-
15
Kabat
16
-
16
Singojuruh
11
-
17
Sempu
7
-
18
Songgon
9
-
19
Glagah
8
2
20
Licin
8
-
21
Banyuwangi
-
18
22
Giri
2
4
23
Kalipuro
5
4
24
Wongsorejo
12
-
TOTAL
189
28
Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2013
Dari tabel tersebut diatas tampak bahwa kecamatan Rogojampi adalah kecamatan yang memiliki jumlah desa terbanyak yaitu 18 desa dan kecamatan dengan jumlah desa paling sedikit adalah kecamatan Giri yaitu 2 desa, sedangkan kecamatan Banyuwangi memiliki 18 kelurahan.
52 3.2. Kondisi Demografi 3.2.1. Laju Pertumbuhan Penduduk Peranan penduduk dalam kegiatan ekonomi dan perkembangan suatu wilayah
sangat
penting.
Penduduk
merupakan
pelaku
dan
subyek
perkembangan itu sendiri. Jumlah penduduk yang besar apabila didukung oleh aspek – aspek yang lain merupakan potensi ekonomi yang baik bagi suatu wilayah. Dalam 2 (dua) tahun terakhir, jumlah penduduk Banyuwangi senantiasa mengalami pertumbuhan. Berikut adalah jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi tahun 2012 adalah sebagai berikut :
Tabel. 3.3. Jumlah Penduduk di Banyuwangi No.
Kecamatan
Laki-laki
Perempuan
Total
1
Pesanggaran
24.666
24.204
48.870
2
Siliragung
22.689
22.131
44.820
3
Bangorejo
30.092
29.935
60.027
4
Purwoharjo
32.768
32.860
65.628
5
Tegaldlimo
31.076
30.598
61.674
6
Muncar
65.332
64.405
129.737
7
Cluring
35.173
35.598
70.771
8
Gambiran
29.177
29.753
58.930
9
Tegalsari
23.179
23.353
46.532
10
Glenmore
34.321
35.772
70.093
11
Kalibaru
30.357
31.380
61.737
12
Genteng
41.786
42.088
83.874
53
13
Srono
43.694
44.248
87.942
14
Rogojampi
46.087
47.086
93.173
15
Kabat
33.416
34.130
67.546
16
Singojuruh
22.207
23.456
45.663
17
Sempu
35.700
36.294
71.994
18
Songgon
25.006
25.708
50.714
19
Glagah
16.771
17.552
34.323
20
Licin
13.841
14.202
28.043
21
Banyuwangi
52.294
54.503
106.797
22
Giri
14.538
14.155
28.693
23
Kalipuro
37.884
38.682
76.566
24
Wongsorejo
36.852
37.899
74.751
TOTAL
778.906
789.992
1.568.898
Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2013
Sebaran penduduk cukup merata di masing-masing kecamatan, namun kecamatan yang memiliki penduduk terbanyak adalah kecamatan Muncar yaitu 129.737, sedangkan yang paling sedikit penduduknya adalah kecamatan Giri yaitu 28.693.
3.2.2. Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk dapat memberikan informasi sejauh mana sebaran penduduk di suatu wilayah. Hal ini penting mengingat diferensiasi jumlah penduduk antar wilayah dalam suatu daerah tidak mutlak menggambarkan kepadatan penduduknya. Suatu daerah yang memiliki jumlah penduduk yang besar, belum tentu dirasakan padat bila wilayahnya juga luas.
54 Kepadatan penduduk kabupaten Banyuwangi rata-rata sebesar 271 jiwa per km² dengan sex ratio sebesar 0,99%. Tabel
dibawah
memperlihatkan
informasi
tentang
kepadatan
dan
pertumbuhan penduduk secara jelas. Tabel. 3.4. Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Uraian
Satuan
2010
2011
2012
Kepadatan Penduduk
Jiwa/km2
269
271
271
Sex Ratio
%
0,99
0,99
0,99
Pertumbuhan Penduduk
%
0,44
0,82
0,82
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
3.2.3. Komposisi Penduduk atas dasar Agama dan Kepercayaan. Dilihat dari aspek agama dan kepercayaan, mayoritas penduduk Banyuwangi beragama Islam.
Kehidupan beragama di Indonesia dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29. Peranan Pemerintah dalam membina kehidupan beragama di tanah air antara lain diwujudkan melalui berbagai kebijakan dan program seperti pemberian
bantuan
pembangunan
sarana
tempat
ibadah,
mengelola
penyelenggaraan ibadah haji bagi umat Islam dan lain-lain yang menjadi bagian dari motivasi kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa.
Adapun komposisi penduduk kabupaten Banyuwangi berdasarkan agama di tahun 2011 adalah sebagai berikut :
55 Tabel 3.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama No.
Agama
2010
2011
2012
1.524.874
1.490.161
1.490.205
1
Islam
2
Kristen Protestan
21.079
19.849
19.875
3
Kristen Katolik
12.298
9.113
9.122
4
Hindu
35.053
37.759
116.463
5
Budha
7.868
6.185
7.990
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
3.3. Sosiologi 3.3.1. Pendidikan Terpenuhinya pendidikan yang layak bagi penduduk erat kaitannya dengan kualitas sumber daya insani. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya insani. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai bagi penduduk akan dapat mempercepat peningkatan kualitasnya. Pembangunan di bidang pendidikan terus diupayakan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui program dan kebijakan seperti penyediaan dan pengembangan sarana / prasarana di bidang pendidikan berupa rehabilitasi maupun penambahan gedung sekolah baru serta peningkatan kualitas tenaga pendidik
melalui
pendidikan
dan
pelatihan,
disamping
itu
juga
mengikutsertakan dan membantu pihak swasta dalam megelola pendidikan di daerah ini. Selain itu dengan adanya program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sangat membantu anak usia sekolah yang tidak mampu untuk dapat bersekolah.
56 Sarana pendidikan di Kabupaten Banyuwangi sangat memadai dengan tersedianya sekolah mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai ke perguruan tinggi. Ketersediaan prasarana pendidikan bagi penduduk Banyuwangi cukup baik. Sekolah sebagai institusi penyelenggara pendidikan untuk setiap jenjang pendidikan baik dari segi jenis maupun kuantitas tersedia dalam jumlah yang relatif memadai. Demikian juga guru sebagai tenaga pendidik. Pada setiap jenjang pendidikan tersedia juga sekolah dengan bercorak pendidikan umum, keagamaan maupun kejuruan sehingga masyarakat memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan pada jalur yang dikehendakinya. Tabel. 3.6. Jumlah Sekolah, Guru dan Siswa di Banyuwangi 2012 Tingkat Pendidikan
Jumlah Sekolah
Jumlah Murid
Jumlah Guru
SD
1.048
165.277
10.032
SLTP
246
72.558
4.869
SLTA
128
53.233
3.768
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
3.3.2. Kesehatan Tersedianya pelayanan kesehatan yang layak bagi penduduk erat kaitannya peningkatan produktivitas masyarakat. Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai bagi penduduk akan dapat mempercepat peningkatan kualitasnya. Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu hal yang penting untuk ditingkatkan guna menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk itulah peran serta pemerintah sangat diperlukan dalam hal peningkatan pelayanan kesehatan sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat dari tahun ke tahun.
57 Peran Pemerintah dalam pembangunan kesehatan menyangkut berbagai aspek seperti penyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat baik menyangkut biaya maupun tempatnya. Selain itu, pemberdayaan kepada masyarakat untuk lebih memahami pola hidup sehat dan upaya menjaga kesehatan secara baik terus digalakan oleh Pemerintah daerah ini melalui Dinas Kesehatan setempat. Penyediaan fasilitas kesehatan umum seperti rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, termasuk tenaga kesehatan baik dari segi jumlah maupun kualitas serta pusat pelayanan lainnya merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah berupaya untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan
kepada
masyarakat
di
Kabupaten
Banyuwangi,
diantaranya dengan membangun berbagai fasilitas kesehatan. Gambaran tentang ketersediaan pelayanan kesehatan bagi penduduk kabupaten Banyuwangi setidaknya tergambar dari jumlah fasilitas kesehatan dan tenaga medis tahun 2012 sebagaimana tabel berikut :
Tabel. 3.7. Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis No
Keterangan
Jumlah
1
Rumah Sakit
11
2
Puskesmas
45
3
Puskesmas Pembantu
105
4
Puskesmas Keliling
62
5
Posyandu
6
Rumah Bersalin
15
7
Dokter
93
2.224
58
8
Tenaga Medis
695
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
3.3.3. Agama dan Kepercayaan Orientasi agama dan moral merupakan nilai yang secara inheren terdapat dalam setiap individu yang dijadikan patokan untuk bertindak dalam setiap langkah kehidupannya. Agama dan moral merupakan sumber nilai etika yang digunakan dalam pergaulan antar manusia di mana nilai etika ini dijadikan dasar untuk membedakan yang benar dari yang salah, yang baik dari yang buruk, dan yang adil dari yang dhalim. Nilai ini tidak sekedar inheren dan inborn, tetapi juga berkembang atau berkurang tergantung pada bagaimana seorang berinteraksi dengan lingkungannya. Tingkat ketaatan beragama masyarakat salah satunya ditentukan oleh jumlah tempat peribadatan yang tersedia di kabupaten Banyuwangi hingga tahun 2012 sebagaimana tabel berikut :
Tabel 3.8. Banyaknya Tempat Peribadatan No.
Tempat Peribadatan
Jumlah
1
Masjid
1.620
3
Langgar
5.976
4
Musholla
915
5
Gereja Kristen
109
6
Gereja Katolik
29
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
59 3.3.4. Ketenagakerjaan Kondisi jumlah penduduk di kabupaten Banyuwangi dari tahun 2010 hingga 2012 mengalami kenaikan, namun demikian, rasio partisipasi angkatan kerja secara umum relatif stabil di kisaran 70%, sehingga dapat menekan rasio pengangguran yang hanya 3,4%. Adapun kondisi ketenagakerjaan dari tahun 2010 hingga 2012 di kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut :
Tabel 3.9. Tingkat Partisipasi Ketenagakerjaan di Banyuwangi No.
Indikator
2010
2011
2012
1
Partisipasi Angkatan Kerja
70,24%
69,24%
73,73%
2
Pengangguran
3,92%
3,71%
3,40%
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
3.4. Budaya Masyarakat Budaya merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Budaya merupakan dasar bagi seseorang, baik disadari maupun tidak, untuk berperilaku dalam masyarakat. Budaya terkonstruksi antara lain oleh nilai-nilai dan keyakinan. Nilai-nilai dan keyakinan ini kemudian menghasilkan sebuah kecenderungan dalam merespon sesuatu berdasarkan pada standar-standar tertentu. Bila seseorang memiliki nilai budaya agamis, maka ia akan merespon sesuatu yang ditemuinya dengan standar nilai agama yang diyakininya. Pada masyarakat Indonesia umumnya, terdapat beberapa nilai budaya yang pada penelitian sosial seringkali mendapat perhatian lebih, yaitu : orientasi agama dan moral (religious and moral orientation), aktivitas (activity), kemajuan dan pencapaian (progress and achievement), efisiensi dan
60 kepraktisan (eficiency and practicality), individualisme (individualism) dan materialisme (materialism). Orientasi agama dan moral merupakan nilai yang secara inheren terdapat dalam setiap individu yang dijadikan patokan untuk bertindak dalam setiap langkah kehidupannya. Agama dan moral merupakan sumber nilai etika yang digunakan dalam pergaulan antar manusia di mana nilai etika ini dijadikan dasar untuk membedakan yang benar dari yang salah, yang baik dari yang buruk, dan yang adil dari yang dhalim. Nilai ini tidak sekedar inheren dan inborn, tetapi juga berkembang atau berkurang tergantung pada bagaimana seorang berinteraksi dengan lingkungannya. Kemanusiaan
adalah
kepedulian
seseorang
terhadap
hak
dan
kesejahteraan orang lain. Dalam nilai ini suatu tindakan dianggap memenuhi nilai-nilai kemanusiaan manakala terdapat penghargaan terhadap hak asasi manusia (human rights), karena hak asasi merupakan pemberian yang harus dihormati oleh seseorang. Kemajuan dan pencapaian adalah keyakinan akan kemajuan masyarakat dan pencapaian atau kesuksesan individu untuk meraih masa depan yang baik. Kemajuan dan pencapaian ini orientasinya adalah pada masa depan dengan melakukan perubahan. Efisiensi dan kepraktisan berkait erat dengan keinginan seseorang untuk melakukan atau mendapatkan sesuatu dengan cara yang paling efisien dan praktis. Seluruh sistem ekonomi selalu menekankan pada nilai ini, untuk mendapatkan yang terbaik dari apa yang diproduksi atau dijual dengan ukuran kecepatan, ekonomis, keamanan dan keawetan. Individualisme adalah sesuatu yang berkaitan dengan kebebasan, demoKerasi, nasionalisme dan patriotisme yang dibangun atas dasar keyakinan pada martabat, harga diri dan kebaikan individu.
61 Individualisme mencakup kebebasan seseorang untuk memiliki sesuatu dan mementingkan pribadi dalam konteks kepentingan ekonomi. Materialisme
adalah nilai
budaya
konsumtif untuk pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan materi untuk barang yang memenuhi unsur kesenangan dan hidup yang lebih baik. Manusia menghendaki sensasi kesenangan yang maksimum dengan usaha yang minimum. Bila dilihat dari jumlah sarana ibadah maupun lembaga pendidikan keagamaan, masyarakat Banyuwangi dapat dikatakan sebagai masyarakat yang memiliki budaya yang didasarkan pada nilai-nilai agama (Islam) yang cukup kuat. Sebagai masyarakat yang mengedepankan nilai-nilai agama (Islam), masyarakat Banyuwangi tentunya mengakui bahwa dirinya adalah hamba yang harus tunduk kepada Tuhannya (Allah SWT) dengan mematuhi segala aturan yang telah disyariatkan, yakni menjalankan hal-hal yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal dilarang. Islam adalah agama yang sempurna. Disamping mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah), juga mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk sholeh ritual dan sholeh sosial. Manusia sebagai hamba Tuhan (Allah), disamping diperintahkan untuk beribadah ritual kepadaNya, juga harus mempunyai kepekaan sosial dan berbagi berbagi bersama kepada mereka yang membutuhkan melalui zakat, infak dan sedekah.
62 BAB IV STRATEGI DAN OPTIMALISASI PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH
4.1. Konsepsi Dasar Pengelolaan Zakat, Infak dan Sedekah Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten/Kota pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, semakin dituntut untuk memperkuat dan meningkatkan fungsi perencanaan, pengoordinasian, pelaksanaan, pengendalian, pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan zakat baik di Provinsi, Kabupaten/Kota maupun secara nasional. Susunan organisasi BAZNAS secara bertahap telah, sedang dan akan mengalami perubahan dan penyesuaian dengan regulasi perzakatan yang berlaku di negara. BAZNAS melakukan perubahan, namun tetap dalam konsistensi dan kesinambungan misi dan visi zakat. Semua berharap menjadikan zakat sebagai salah satu solusi dan jembatan emas menuju Indonesia yang bersih dan sejahtera. Dengan gerakan zakat umat Islam berkontribusi dalam membangun karakter bangsa dan kesejahteraan umat. Selama satu dekade terakhir BAZNAS telah memantapkan langkah untuk menjadi pusat zakat nasional yang amanah, transparan dan profesional. Upaya dan tujuan tersebut memerlukan fondasi dukungan dari BAZNAS daerah seluruh Indonesia. Kita bersyukur dengan peningkatan pengumpulan zakat oleh BAZNAS di seluruh Indonesia dalam angka rata-
63 rata, yaitu Rp. 2,7 triliun, meski dengan prosentase pertumbuhan yang bervariasi, tinggi dan rendah, antara satu daerah dengan daerah lainnya. Selama satu dekade terakhir BAZNAS telah memantapkan langkah untuk menjadi pusat zakat nasional yang amanah, transparan dan profesional. Upaya dan tujuan tersebut memerlukan fondasi dukungan dari BAZNAS daerah seluruh Indonesia. Kita bersyukur dengan peningkatan pengumpulan zakat oleh BAZNAS di seluruh Indonesia dalam angka ratarata, yaitu RTp 2,7 triliun, meski dengan prosentase pertumbuhan yang bervariasi, tinggi dan rendah, antara satu daerah dengan daerah lainnya. Upaya yang dilakukan BAZNAS selama ini secara garis besarnya mencakup tiga hal, yaitu : Pertama, meningkatkan baik perorangan maupun lembaga dan korporasi untuk menunaikan zakat melalui BAZNAS di wilayahnya. Kedua, menguatkan fungsi koordinator BAZNAS terhadap BAZNAS daerah dan LAZ. Ketiga, mewujudkan integrasi data pengelolaan zakat nasional berbasis SIMBA, yang mencakup data BAZ/LAZ, data jumlah penerimaan zakat BAZNAS/LAZ, data pendayagunaan zakat BAZNAS/LAZ, maupun data muzakki dan mustahik secara nasional. Sejalan dengan makin meningkatnya kegiatan pengelolaan zakat di tanah air dan
upaya Pemerintah dalam penanggulangan masalah
kemiskinan, BAZNAS di tingkat pusat sejauh ini melakukan beberapa agenda strategis, sebagai berikut:
64 a.
Sosialisasi regulasi perzakatan secara paralel dengan Kementerian Agama.
b.
Penguatan kelembagaan BAZNAS di semua tingkatan agar menjadi institusi yang memiliki kinerja baik dan dipercaya oleh masyarakat.
c.
Pengembangan sinergi dan kerjasama antar-lembaga di dalam negeri dan pembinaan hubungan yang bersifat multilateral, seperti dengan IDB dan melalui wadah World Zakat Forum, serta lainnya. Baru ini BAZNAS bekerjasama dengan Bank Indondesia dan IRTI-IDB telah membentuk working group untuk perumusan standar core principles (prinsip-prinsip pengelolaan zakat) yang diakui secara internasional.
d.
Penguatan fungsi koordinasi BAZNAS dengan BAZNAS Daerah, terutama dalam aspek pelaporan dan standar tata kelola yang memenuhi kepatuhan (compliance)
terhadap
prinsip-prinsip
syariah
dan
perundang-undangan. Secara umum, proyeksi perzakatan nasional yang hendak dicapai BAZNAS dalam periode 5 (lima) tahun ke depan ialah: a.
Meningkatnya jumlah penghimpunan zakat nasional 10% dari tahun sebelumnya dan 50 % pada tahun ke-5.
b.
Meningkatnya jumlah muzaki tetap nasional 10% dari tahun sebelumnya dan 50 % pada tahun ke-5.
c.
Meningkatnya
jumlah
penerima
manfaat
mengurangi kemiskinan dan pengangguran sebelumnya.
zakat
dalam
rangka
10% dari tahun
65 d.
Menerbitkan laporan zakat nasional setiap 6 bulan dan akir tahun.
e.
Mengangkat posisi zakat sehingga diakui dalam konteks Pembangunan Millenium (MDG‟s) tahun 2015. Untuk itu beberapa langkah dan rencana strategis yang diupayakan
BAZNAS dalam rangka peningkatan dan optimalisasi pengelolaan zakat di Indonesia, ialah: a.
Memperluas jangkauan dan sasaran sosialisasi zakat kepada seluruh segmen masyarakat di tanah air.
b.
Meningkatkan standar kompetensi dan profesionalisme amilin (SDM) pengelolaan zakat pada BAZNAS seluruh Indonesia melalui program pelatihan, terutama SIMBA.
c.
Mengupayakan pembiayaan APBN dan APBD untuk kelembagaan BAZNAS pusat dan daerah melalui mekanisme penganggaran yang aman.
d.
Membangun sistem informasi database mustahik dan muzaki secara menyeluruh, sehingga hasil penghimpunan dan penyaluran zakat, infak dan sedekah dapat dimonitor setiap saat.
e.
Mempertajam fokus program pendayagunaan zakat dalam rangka mewujudkan fungsi zakat sebagai jaminan sosial dan perlindungan human security yang bersifat permanen.
66
4.2. Optimalisasi Pengelolaan Zakat, Infak dan Sedekah 4.2.1. Penguatan Kelembagaan Sesuai dengan ketentuan Bagian Ketiga, BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota, pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yaitu : (1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota. (2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. (3) BAZNAS Kabupaten/Kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. (4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan
BAZNAS
provinsi
atau
BAZNAS
Kabupaten/Kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS Kabupaten/Kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. (5) BAZNAS
provinsi
dan
BAZNAS
Kabupaten/Kota
melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau Kabupaten/Kota masing-masing.
67 Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Pada Bagian Ketiga tentang BAZNAS Kabupaten/Kota pada Pasal 39 disebutkan bahwa
BAZNAS Kabupaten/Kota
dibentuk oleh direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. Sedangkan pada Pasal 40 disebutkan bahwa : (1) BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 bertanggung jawab kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota. (2) BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS pada tingkat Kabupaten/Kota sesuai dengan kebijakan BAZNAS. Sedangkan dalam Pasal 41 disebutkan bahwa : (1) BAZNAS Kabupaten/Kota terdiri atas unsur pimpinan dan pelaksana. (2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua.
68 (3) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari unsur masyarakat yang meliputi ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam. (4) Pelaksana
sebagaimana
melaksanakan
dimaksud
fungsi
pada
perencanaan,
ayat
(1)
pelaksanaan,
pengendalian, serta pelaporan dan pertanggungjawaban dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. (5) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari bukan pegawai negeri sipil. (6) Dalam hal diperlukan pelaksana dapat berasal dari pegawai negeri sipil yang diperbantukan. Untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS paling sedikit harus memenuhi persyaratan: a.
Warga negara Indonesia;
b.
Beragama Islam;
c.
Bertakwa kepada Allah SWT;
d.
Berahlak mulia;
e.
Berusia paling sedikit 40 (empat puluh) tahun;
f.
Sehat jasmani dan rohani;
g.
Tidak menjadi anggota partai politik;
h.
Memiliki kompetensi di bidang Pengelolaan Zakat; dan
69 Sedangkan hal-hal yang mengatur pengankatan dan pemberhentian Pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota diatur dalam Pasal 43, yaitu : (1) Pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (1), diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota
setelah
mendapat
pertimbangan
dari
BAZNAS. (2) Pengangkatan dan pemberhentian pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama yang tembusannya disampaikan kepada kepala kantor wilayah kementerian agama provinsi dan kepala kantor kementerian agama Kabupaten/Kota. Pelaksana
BAZNAS
Kabupaten/Kota
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh ketua BAZNAS Kabupaten/Kota. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2), BAZNAS Kabupaten/Kota wajib: a.
Melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian atas pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat di tingkat Kabupaten/Kota;
70 b.
Melakukan koordinasi dengan kantor kementerian agama Kabupaten/Kota
dan
Kabupaten/Kota
dalam
instansi
terkait
pelaksanaan
di
tingkat
pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan c.
Melaporkan
dan
mempertanggunjawabkan
Pengelolaan
Zakat, infak dan sedekah, serta dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan bupati/walikota. Dalam
menjalankan
tugas-tugasnya
BAZNAS
Kabupaten/Kota dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) sebagaimana diatur dalam pasal 46 yaitu : (1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk UPZ. (2) UPZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu pengumpulan zakat. (3) Hasil pengumpulan zakat oleh UPZ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disetorkan ke BAZNAS, BAZNAS provinsi, atau BAZNAS kabupaten/kota. (4) Ketentuan mengenai pembentukan dan tata kerja UPZ diatur dengan Peraturan Ketua BAZNAS. Dalam rangka mengimplentasikan pelaksanaan Undangundang Nomor 23 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014, maka Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dipandang perlu untuk :
71
1.
Membentuk Panitia Seleksi untuk memilih 5 (lima) orang calon pimpinan BAZNAS Kabupaten Banyuwangi untuk diusulkan Bupati ke BAZNAS Pusat untuk mendapatkan rekomendasi
menjadi
Pimpinan
BAZNAS
Kabupaten
Banyuwangi. Dalam hal ini Unsur Pimpinan BAZNAS Kabupaten Banyuwangi yang telah dipilih harus memenuhi syarat sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. 2.
Menunjuk Pelaksana BAZNAS Kabupaten Banyuwangi sebagaimana diatur dalam perundangan yang mempunyai tugas membantu pelaksanaan Pimpinan BAZNAS Kabupaten Banyuwangi dalam melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Unsur pelaksana berasal dari bukan dari pegawai negeri sipil atau dipandang perlu berasal dari pegawai negeri sipil yang diperbantukan dengan
mengedepankan
profesionalitas,
kapasitas,
kredebilitas dan amanah. 3.
Menyediakan
fasilitas
kesekretariatan
dan
fasilitas
pendukung lainnya. Kantor atau kesekretariatan harus refresentatif, baik letaknya yang steategis dan kondisinya memadai.
Hal
ini
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
performa guna meningkatkan kepercayaan dan kualitas pelayan publik, terutama kepada muzaki maupun mustahik,
72 selain itu harapannya adalah bagaimana orang membayar zakat itu sama halnya dengan orang dating ke bank. Selain harus
harus
ditunjang
dengan
fasilitas
pendukung
kesekretariatan/kantor diataranya adalah komputer, meja layanan serta fasilitas pendukung kantor lainnya. 4.
Menyediakan
fasilitas
anggaran
guna
mendukung
pelaksanaan kegiatan operasional BAZNAS Kabupaten Banyuwangi yaitu untuk kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 31 menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS Provinsi
dan
BAZNAS
Kabupaten/Kota
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil.
4.2.2. Pemetaan Potensi Zakat, Infak dan Sedekah Potensi zakat sangatlah tinggi, kalau dilihat dari sektor Pegawai Negeri Sipil (PNS) saja yang mencapai 13.598 orang. Sedangkan jumlah PNS dari golongan III dan IV yang sebenarnya penghasilannya secara syariat dan kalau dikiaskan dengan zakat profesi atau zakat pertanian yang tiap bulan panen dan sudah wajib zakat sebanyak 10.112 orang dan diasumsikan yang beragama islam sebanyak 90% atau sekitar, kalau rata-rata mereka menyalurkan
73 zakatnya sebesar Rp. 70.000,- makan pengumpulan dari sektor PNS tiap bulan mencapai Rp. 637.056.000,- dan setahun mencapai Rp. 7.644.672.000,- Belum lagi zakat dari karyawan BUMN, BUMD, Pengusaha, Petani dan Tenaga Profesi yang lainnya, potensi zakat, infak dan sedekah bisa mencapai Rp. 12.000.000,- pertahun.
4.2.3. Sosialisasi, Edukasi dan Publikasi Zakat, Infak dan Sedekah Dalam rangka meningkatkan efektifitas pengelolaan zakat, infak dan sedekah di Kabupaten Banyuwangi diantaranya adalah melalui program sosialisasi, edukasi dan publikasi ZIS kepada seluruh lapisan masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat tentang kewajiban zakat, macam-macam zakat, cara menghitung zakat, keutamaan membayar zakat melalui BAZNAS dan manfaat membayar zakat baik secara syariah maupun sesuai ketentuan perundangan yang berlaku di Indonesia. Kegiatan sosialisasi, edukasi dan publikasi BAZNAS Kabuapten Banyuwangi dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, diantaranya adalah : 1.
Sosialisasi Kepada PNS di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi. Dalam upaya meningkatkan pengumpulan zakat di Indonesia, pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu berupa Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2014 tentang
74 Optimalisasi Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga, Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal Komisi Negara, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah Melalui Badan Amil Zakat Nasional. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terdapat PNS yang cukup besar yaitu 15.598 dan mayoritas beragama islam. Besarnya jumlah PNS di Kabupaten Banyuwangi menjadi salah satu potensi zakat, oleh karena itu perlu diberikan sosialisasi dan edukasi akan kewajiban membayar zakat maal kepada mereka yang
penghasilannya
sudah
mencapai
nishab
dan
membayarkannya melalui BAZNAS Kabupaten Banyuwangi. 2.
Sosialisasi Kepada Karyawan BUMN, BUMD, Pengusaha dan Masyarakat Kabupaten Banyuwangi. Banyaknya BUMN yang ada di Kabupaten Banyuwangi menjadi potensi zakat, infak dan sedekah. Selama ini karyawan BUMN yang ada di Kabupaten/Kota masih banyak yang belum menuaikkan kewajibannya membayar zakat dan ada pula yang membayar zakat melalui lembaga lain. Demikian pula dengan karyawan BUMD. Kabupaten Banyuwangi yang memiliki potensi ekonomi sangat tinggi berimbas pada banyaknya pengusaha dan karyawan perusahaan yang mempunyai potensi untuk menjadi muzaki dan membayarkan Banyuwangi.
zakatnya
melalui
BAZNAS
Kabupaten
75 Demikian juga masyarakat lain yang mempunyai usaha di bidang pertanian, peternakan, perikanan dan sektor lain juga perlu mendapatkan sosialisasi dan edukasi akan kewajiban membayar zakat. 3.
Penerbitan
Majalah
dan
Brosur
BAZNAS
Kabupaten
Banyuwangi Kegiatan sosialisasi dan edukasi selain dilakukan secara langsung juga bisa dilakukan melalui media cetak, salah satunya adalah menerbitkan majalah dan brosur BAZNAS Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang zakat, informasi tentang mustahik, informasi tentang
keberadaan
informasi
tentang
BAZNAS
Kabupaten
pengumpulan,
Banyuwangi,
pendidtribusian
dan
pendayagunaan zakat, infak dan sedekah yang sudah dilakukan. Selain itu penerbitan majalah dan brosur ini adalah untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada BAZNAS Kabupaten
Banyuwangi
dalam
melaksanakan
kegiatan
pengelolaan zakat, infak dan sedekah. 4.
Pemasangan Banner Himbauan Zakat, Infak dan Sedekah. Publikasi keberadaan BAZNAS Kabupaten Banyuwangi dapat dilakukan dengan cara memasang banner di tempat yang strategis. Publikasi melalui pemasangan banner ini dapat berisi tentang himbauan kewajiban membayar zakat, program kerja maupun sosialisasi regulasi tentang zakat. Kegiatan ini
76 dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengetahui informasi kewajiban zakat maupun infak dan sedekah. 5.
Pembinaan Da’i/Mubaligh/Khotib dan Pengajian Zakat Selama
ini
materi
pengajian
yang
disampaikan
oleh
da‟i/mubaligh/khotib dalam pengajian/majelis ta‟lim maupun khutbah jum‟at tentang zakat masih relatif minim. Oleh karena itu sangat dipandang perlu BAZNAS Kabupaten Banyuwangi melaksanakan
kegiatan
pembinaan
kepada
para
da‟i/mubaligh/khotib dengan materi tentang zakat, infak dan sedekah sesuai dengan ketentuan syariat maupun regulasi yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang zakat, infaq dan sedekah melalui forum pengajian/majelis ta‟lim maupun khutbah jum‟at sehingga kesadaran zakat, infak dan sedekah masyarakat Kabupaten Banyuwangi meningkat dan membayar zakat, infak dan sedekahnya melalui BAZNAS Kabupaten Banyuwangi
4.2.4. Pengumpulan, Pendistribusian Pendayagunaan dan Pelaporan Zakat, Infak dan Sedekah Salah melaksanakan
satu
fungsi
kegiatan
BAZNAS pengumpulan,
Kabupaten/Kota pendistribusian
adalah dan
pendayagunaan zakat, infak dan sedekah. Kegiatan tersebut harus
77 dilaksanakan dengan mengedapankan profesionalitas, kredibilitas, akuntable dan amanah. Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, infak dan sedekah dapat dilakukan melalui : 1.
Pengumpulan BAZNAS
Kabupaten
Banyuwangi
dalam
melaksanakan
kegiatan pengumpulan zakat, infak dan sedekah melalui : a.
Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Dalam menjalankan tugasnya di bidang pengumpulan zakat, infak dan sedekat BAZNAS Kabupaten Banyuwangi dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di masingmasing SKPD, BUMN, BUMD, Perusahaan dan kelompok masyarakat.
Pembentukan
UPZ
dimaksudkan
untuk
mempermudah dan mempercepat pengumpulan zakat, infak dan sedekah. b.
Layanan Counter Zakat Pembayaran zakat, infak dan sedekah dapat dilakukan di counter zakat di sekretariat/kantor BAZNAS Kabupaten Banyuwangi. Counter yang disediakan harus refresentatif seperti halnya orang dating ke bank.Selain dipergunakan untuk
membayar
zakat,
counter
zakat
juga
dapat
dipergunakan untuk melayani konsultasi zakat maupun penerbitan Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ).
78 c.
Transfer Melalui Bank Pembayaran
zakat,
infak
dan
sedekah
juga
dapat
dilaksanakan dengan transfer melalui bank syariah yang direkomendasi oleh BAZNAS Kabupaten Banyuwangi.
2.
Pendistribusian Selama ini kegiatan pendistribusian zakat masih dilakukan pada momentum hari besar islam semisal menjelang idul fitri saja. Faktor pelaksanaan distribusi juga mempengaruhi kepercayaan muzaki, oleh karena itu ada beberapa faktor strategis dalam melaksanakan distribusi zakat, infak dan sedekah, diantaranya adalah : a.
Waktu Pendistribusian zakat, infaq dan sedekah berdasarkan waktu dibagi menjadi dua yaitu rutin dan insidental. Dilaksanakan secara rutin yaitu pada saat peringatan hari besar islam atau nasional. Sedangkan secara incidental yaitu distribusi yang dilakukan pada saat mustahik membutuhkan dan dilakukan secara cepat, tepat dan tanpa proses birokrasi yang berbelitbelit.
b.
Wilayah Salah satu tujuan pengelolaan zakat adalah penanggulangan kemiskinan. BAZNAS Kabupaten Banyuwangi harus memiliki peta wilayah kemiskinan yang ada di Kabupaten
79 Banyuwangi. Secara kuwantitas seharusnya daerah yang jumlah
penduduk
miskinnya
lebih
tinggi
harus
mendapatkan prioritas distribusi yang tinggi pula. c.
Peran Serta Muzaki Dalam melaksanakan pendistribusian zakat, infak dan sedekah sangat dipandang perlu untuk melibatkan muzaki dan tokoh yang memiliki pengaruh di wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan muzaki maupun tokoh-tokoh yang berada di wilayah tersebut terhadap keberadaan dan pengelolaan zakat, infak dan sedekah
yang dilakukan
oleh BAZNAS
Kabupaten
Banyuwangi.
3.
Pendayagunaan Sesuai dengan kententuan syariat dan peraturan perundangan yang berlaku saat ini yang berhak menerima zakat adalah 8 (delapan) ashnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab,
gharim,
fisabilillah
dan
ibnu
sabil.
Sedangkan
pendayagunaan dana infak dan sedekah lebih fleksibel. Pemberdayaan dana infak dan sedekah lebih diprioritaskan untuk kegiatan pemberdayaan khususnya pemberdayaan warga miskin yang ada di Kabupaten Banyuwangi.
80 Ada beberapa alternatif program pendayagunaan dana infak dan sedekah oleh BAZNAS Kabupaten Banyuwangi, diantaranya adalah : 1.
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin Program
penanggulangan
kemiskinan
tidak
hanya
memberikan bantuan konsumtif kepada masyarakat miskin tetapi lebih diprioritaskan pada pemberdayaan masyarakat miskin. Ada beberapa bentuk kegiatan yang dapat dilakukan oleh
BAZNAS
Kabupaten
Banyuwangi
dalam
memberdayakan masyarakat miskin diantaranya adalah : a.
Pemberian Bantuan Hibah Modal Usaha Pemberian Hibah Modal Usaha adalah meberikan bantuan hibah modal usaha secara Cuma-cuma tanpa harus
mengembalikan
untuk
kepentingan
modal
masyarakat miskin. Pemberian bantuan hibah modal usaha ini diberikan kepada masyarakat miskin yang besarannya maksimal Rp. 1.000.000,b. Pemberian Bantuan Modal Lunak Pemberian bantuan modal lunak adalah memberikan bantuan kepada pelaku usaha masyarakat miskin atau hampir miskin dengan system syariah. Hal ini ini bisa dilaksanakan dengan bekerjasama dengan lembaga keuangan
syariah
yang
memberikan
pinjaman
permodalan kepada pelaku usaha sedangkan marjin
81 (bunga), admisnistrasi dan asuransi ditanggung oleh BAZNAS Banyuwangi menggunakan dana infak dan sedekah. Maksud dan tujuan program ini adalah memberikan
kemudahan
permodalan
usaha
meminimalisir
fasilitas
masyarakat
renterisasi
di
kemudahan miskin
dan
masyarakat
yang
bertentangan dengan syariat islam. c.
Peningkatan Kapasitas Usaha Masyarakat Miskin Peningkatan kapasitas usaha masyarakat miskin adalah kegiatan yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Banyuwangi dalam upaya meningkatkan kapasitas menejemen usaha, skill dan ketrampilan masyarakat miskin dalam melaksanakan kegiatan usaha. Hal ini bisa dilaksanakan bekerjasama denga instansi dan stakeholder terkait dengan menggunakan dana infak dan sedekah.
2.
Bantuan Fasilitas Ibadah dan Pendidikan Dana infak dan sedekah bisa didayagukan untuk bantuan pembangunan fasilitas Ibadah dan pendidikan, semisal digunakan untuk bantuan pembangunan madrasah, pondok pesantren dan TPQ.
4.
Pelaporan
82 Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 pada Bab IX tentang Pelaporan Dan Pertanggungjawaban Baznas Dan Laz pada Pasal 71 pada ayat (1)
dijelaskan
bahwa
BAZNAS
Kabupaten/Kota
wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan Pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan bupati/walikota setiap 6 (enam) bulan dan akhir tahun. Kemudian pada Bab IX tentang Pelaporan Dan Pertanggungjawaban Baznas Dan Laz, pada Pasal 71 ayat (1) dijelaskan
nahwa
BAZNAS
kabupaten/kota
wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan bupati/walikota setiap 6 (enam) bulan dan akhir tahun. Kemudian Pasal 75 ayat (1) dijelaskan bahwa laporan pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, Pasal 72, dan Pasal 73 harus di audit syariat dan keuangan. Kemudian pada (2) dijelaskan bahwa audit syariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama. Kemudian pada (3) dijelaskan audit keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh akuntan publik.
83 Pada ayat (4) dijelaskan bahwa laporan pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya yang telah di audit syariat dan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan kepada BAZNAS. Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, Pasal 72, dan Pasal 73 memuat akuntabilitas dan kinerja pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Salah satu indikator pengelolaan zakat, infak dan sedekah yang baik adalah penyusunan laporan keuangannya mengedepankan prinsip amanah, tanggung jawab dan akantable. Hal ini dimaksudkan selain sebagai kewajiban BAZNAS Kabupaten Banyuwangi juga untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terutama muzaki terhadap pengelolaan zakat, infak dan sedekah. Dalam mengelola keuangan dan pelaporan zakat, infak dan sedekah BAZNAS Pusat mengeluarkan software Sistem Manajemen Informasi BAZNAS (SIMBA) sebagai media pengelolaan keuangan zakat, infak dan sedekah dengan menggunakan system akuntansi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor
109
tentang
Infak/Sedekah.
4.3. Regulasi Daerah dan Sumber Pendanaan
Akuntansi
Zakat
dan
84 4.3.1. Regulasi Daerah Dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan Undangundang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan Instruksi Presiden nomor 3 Tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga, Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal Komisi Negara, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah Melalui Badan Amil Zakat Nasional.Maka dipandang perlu Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi mengeluarkan regulasi daerah dalam bentuk Peraturan Daerah dan Pertaturan Bupati dengan maksud mengoptimalkan pengelolaan zakat, infak dan sedekah.
4.3.2. Pembiayaan Dalam hal pendanaan pengelolaan zakat, infak dan sedekah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 pada Bab VIII tentan Pembiayaan Baznas Dan Penggunaan Hak Amil pada Pasal 67 ayat (1) dijelaskna biaya operasional BAZNAS dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara dan Hak Amil. Sedangkan pada ayat (2) dijelaskan besaran Hak Amil yang dapat digunakan untuk biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan syariat Islam dengan mempertimbangkan aspek produktivitas, efektivitas, dan efisiensi
85 dalam Pengelolaan Zakat. Kemudian pada ayat (3) dijelaskan bahwa penggunaan besaran Hak Amil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dalam rencana kerja dan anggaran tahunan yang disusun oleh BAZNAS dan disahkan oleh Menteri. Kemudian pada Pasal 68 ayat (1) dijelaksan bahwa Anggota BAZNAS, pimpinan BAZNAS provinsi, dan pimpinan BAZNAS kabupaten/kota diberikan hak keuangan sesuai dengan tugas dan fungsinya. pimpinan
Kemudian pada (2) dijelaskan Anggota BAZNAS BAZNAS
provinsi,
dan
pimpinan
BAZNAS
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan uang pensiun dan/atau pesangon setelah berhenti atau berakhir masa jabatannya. Kemudian pada ayat (3) dijelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai hak keuangan anggota BAZNAS diatur dengan Peraturan Presiden. Dan pada ayat (4) disebutkan bahwa Ketentuan mengenai hak keuangan pimpinan BAZNAS provinsi dan pimpinan BAZNAS kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada Pasal 69 ayat (1) dijelaskan bahwa biaya operasional BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah dan Hak Amil. Kemudian pada ayat (2) dijelaskan bahwa biaya operasional BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota yang dibebankan pada anggaran pendapatan belanja daerah meliputi:
86 a.
Hak keuangan pimpinan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota;
b.
Biaya administrasi umum;
c.
Biaya sosialisasi dan koordinasi BAZNAS provinsi dengan BAZNAS kabupaten/Kota, dan LAZ provinsi; dan
d.
Biaya sosialisasi dan koordinasi BAZNAS kabupaten/kota dengan LAZ kabupaten/kota. Kemudian pada pada ayat (3) dijelaskan bahwa biaya
operasional selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada Hak Amil. Kemudian pada ayat (4) dijelaskan bahwa besaran Hak Amil yang dapat digunakan untuk biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan syariat Islam dengan mempertimbangkan aspek produktivitas, efektivitas, dan efisiensi dalam Pengelolaan Zakat. Kemudian pada ayat (5) Penggunaan besaran Hak Amil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicantumkan dalam rencana kerja dan anggaran tahunan yang disusun oleh BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota dan disahkan oleh BAZNAS. Pembiayaan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dapat diberikan kepada BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota apabila pembiayaan operasional yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah tidak mencukupi.
87 BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Zakat merupakan bentuk nyata solidaritas sosial dalam Islam. Dengan zakat dapat ditumbuhkan rasa kebersamaan dan tanggungjawab untuk saling menolong diantara masyarakat, sekaligus menghilangkan sifat egois dan induvidualistis. Secara umum fungsi zakat meliputi bidang moral, social dan ekonomi. Dalam hal moral, zakat mengikis ketamakan dan keserakahan hati, sedangkan dalam bidang sosial zakat berfungsi untuk mengentaskan kemiskinan. Dibidang ekonomi zakat penumpukan kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendahraan Negara.
Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) merupakan salah satu sumber dana ummat islam yang cukup potensial dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat,
penanggulangan
kemiskinan,
peningkatan
kesejahteraan
kesejahteraan dan keadilan sosial. Namun dalam implementasinya masih sangat rendah kesadaran dan pemahaman masyarakat muslim khususnya masyarakat Kabupaten Banyuwangi untuk menyalurkan zakat, membayar infaq dan Sedekah melalui BAZNAS Kabupaten Banyuwangi yang sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundangan yang berlaku. Masalah zakat oleh sebagian umat islam difahami sebagai amal pribadi dan disamakan dengan infak dan Sedekah. padahal dari aspek
88 hukum, subyek dan obyeknya, zakat, infaq dan Sedekah tidak sama. Disamping itu masih banyak muzakki yang menyalurkan sendiri zakat maalnya tanpa melalui Badan Amil Zakat dan penyalurannya lebih berupa barang-barang konsumtif, padahal secara syariat maupun undang-undang yang berlaku sangat dianjurkan untuk menyalurkan zakat melalui amil.
Potensi zakat di kota Mojokerto sebenarnya cukup besar, berdasarkan asumsi BAZ terdapat 4.470 muzakki yang mempunyai kekayaan tiap bulan Rp. 3.600.000,- (Tiga juta enam ratus ribu rupiah). Apabila mereka menyalurkan zakatnya melalui BAZ, maka akan terkumpul dana zakat sebesar Rp. 4.693.500.000,- (Empat milyar enam ratus sembilan puluh tiga juta lima ratus ribu rupiah). Berdasarkan data dari BAZ Kota Mojokerto pada akhir Desember 2012, jumlah muzakki yang menyalurkan zakatnya melalui BAZ sebanyak 1.549 orang (34%) dengan jumlah dana zakat sebesar + Rp. 981.000.000,- (Sembilan ratus delapan puluh satu juta rupiah), berarti masih ada 66% para muzakki yang belum menyalurkan zakatnya melalui BAZ Kota Mojokerto.
Potensi zakat sangatlah tinggi, kalau dilihat dari sektor Pegawai Negeri Sipil (PNS) saja yang mencapai 13.598 orang. Sedangkan jumlah PNS dari golongan III dan IV yang sebenarnya penghasilannya secara syariat dan kalau dikiaskan dengan zakat profesi atau zakat pertanian yang tiap bulan panen dan sudah wajib zakat sebanyak 10.112 orang dan diasumsikan yang beragama islam sebanyak 90% atau sekitar, kalau ratarata
mereka
menyalurkan
zakatnya
sebesar
Rp.
70.000,-
makan
89 pengumpulan dari sektor PNS tiap bulan mencapai Rp. 637.056.000,- dan setahun mencapai Rp. 7.644.672.000,- Belum lagi zakat dari karyawan BUMN, BUMD, Pengusaha, Petani dan Tenaga Profesi yang lainnya bisa mencapai Rp. 12.000.000,- pertahun. Masih rendahnya tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat Kota Mojokerto baik PNS di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi maupun swasta dalam menjalankan kewajiban syariat zakat untuk menyalurkan zakat, infaq dan Sedekahnya melalui BAZNAS Kabupaten Banyuwangi berdampak pada masih belum optimalnya jumlah pengumpulan zakat, infak dan sedekah sehingga berimplikasi pula pada belum optimalnya jumlah sasaran penerima manfaat program BAZNAS Kabupaten Banyuwangi khususnya untuk program pemberdayaan ekonomi umat. Pendistribusian dan Pendayagunaan zakat, infaq dan Sedekah yang dikelola oleh BAZNAS Kabupaten Banyuwangi sebagian besar masih bersifat konsumtif, sehingga belum berpengaruh signifikan terhadap pemberdayaan
mustahiq
produktif
yang
dapat
mengurangi
angka
pengangguran dan kemiskinan.
Belum optimalnya kinerja lembaga pemerintah dan swasta dalam mengimplementasikan
program
BAZNAS
Kabupaten
Banyuwangi
khususnya program pemberdayaan ekonomi umat dalam melakukan pembinaan menejemen usaha dan pemasaran sehingga dapat berpengaruh
90 pada tingkat kesuksesan para penerima manfaat program pemberdayaan ekonomi umat dalam melaksanakan usahanya. Namun disisi lain pengelolaan zakat, infaq dan Sedekah
oleh
BAZNAS Kabupaten Banyuwangi sudah cukup baik, hal ini dapat dibuktikan dari usaha pengumpulan dana, pendistribusiannya maupun pendayagunaan zakat, infaq dan Sedekah dapat mencapi tujuan yang diharapkan yaitu para mustahik (penerima zakat) dapat berubah menjadi muzakki (pemberi zakat).
5.2. Saran 1.
Peran BAZNAS Kabupaten Banyuwangi sangatlah berarti bagi masyarakatnya, kerena BAZNAS Kabupaten Banyuwangi telah berhasil dalam hal pengelolaan dana zakat, infaq dan Sedekah. Namun masih perlu ditingkatkan terus upaya sosialisasi, edukasi dan publikasi kepada masyarakat muslim yang ada di Kabupaten Banyuwangi dalam rangka meningkatkan
pemahaman
dan kesadaran
untuk melaksanakan
ketentuan syariat dan peratuan perundangan yang belaku untuk mebayar zakat
melalui
BAZNAS
Kabupaten
Banyuwangi
yang
dapat
berpengaruh pada meningkatnya jumlah dana dari hasil pengumpulan zakat, infaq dan Sedekah sehingga dapat meningkatkan jumlah sasaran penerima manfaat khusunya untuk program pemberdayaan ekonomi dari keluarga miskin. 2. BAZNAS Kabupaten Banyuwangi merupakan lembaga yang ditugasi oleh
pemerintah
untuk
mengumpulkan,
mendistribusikan
dan
91 mendayagunakan zakat , infaq dan Sedekah sesuai dengan kaidah agama dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kinerja kepengurusan BAZNAS harus lebih profesional, kapabel dan akuntabel dan sampai saat ini, belum seluruh kinerja Pengurus BAZNAS sesuai dengan harapan yang diinginkan.
Oleh karena itu, perlu adanya program
penguatan kapasitas SDM dan kelembagaan serta optimalisasi peran dan fungsi pengurus demi terwujudnya menejemen ZIS yang transparan, akuntabel dan sesuai dengan ketentuan syari‟at dan peraturan perundangan yang berlaku. 3.
Distribusi ZIS harus tepat sasaran dan diutamakan pada mustahiq prioritas emergency maupun bantuan yang bersifat reguler. hal ini membutuhkan adanya data yang valid. selama ini BAZNAS masih belum memiliki sistem pendataan yang baku sehingga memerlukan energi dan tenaga ekstra untuk validasi data melalui kegiatan survey lapangan. Oleh karena itu perlu adanya program validasi data mustahiq prioritas sebagai dasar pendistribusian ZIS
4.
BAZNAS Kabupaten Banyuwangi perlu meningkatkan kerjasamnya dengan para pihak yang lain dalam rangka melakukan pembinaan terhadap sasaran yang menerima manfaat pemberdayaan ekonomi sehingga usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh penerima manfaat tersebut sesuai dengan harapan sehingga pencapaian tujuan Badan Amil Zakat dalam upaya mensejahterakan dan pemberdayaan masyarakat khususnya warga miskin dapat lebih efektif.