BAB I PENDAHULUAN A. LATARBELAKANG
1. KONTEKS KEPEMIMPINAN MASA KINI Jimmy Oentoro
1
menjelaskan maju tidaknya dan jatuh bangunnya suatu
gereja, organisasi dan bangsa tergantung dari para pemimpinnya. Pemimpin yang khilaf dapat membawa suatu Negara pada peperangan saudara dan krisis lainnya. Dunia saat ini sedang digoncangkan dengan segala macam perilaku para pemimpinnya. Pengaruh seorang pemimpin merasuk hingga ke seluruh Negara dan menentukan nasib jutaan jiwa. Itulah sebabnya karakter seorang pemimpin menjadi sangat penting. Sejauh mana kredibilitas seorang pemimpin, sejauh itulah pengaruh sang pemimpin pada para pengikutnya. Makin tinggi kredibilitasnya, makin lebar pintu yang dibuka oleh para pengikut agar sang pemimpin dapat memberi pengaruh dalam hidup mereka. Pemerintah Indonesia sejak zaman Orde Baru sampai sekarang ini dapat dikatakan sedang menghadapi krisis kepemimpinan yang krusial. Krusial karena pada umumnya para pemimpin yang mengendalikan pemerintahan mulai dari tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi sampai pemerintahan pusat diwarnai dengan skandal korupsi. Dimulai dari perekrutan calon PNS, perekrutan ____________________ 1
Jimmy Oentoro, Kepemimpinan dan Pembinaan warga gereja; Pemimpin Rohani abad XXI, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998, 199, 208
1
jabatan-jabatan strategis pemerintah dan BUMN,
tender-tender proyek skala
nasional sampai ke daerah dan lain sebagainya sarat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Itulah sebabnya, adalah wajar jika rakyat kecewa dan tidak percaya pada mereka. Mereka berjuang dan bekerja bukan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat, tetapi untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Mereka juga berjuang keras dengan berbagai macam cara untuk mempertahankan kekuasaannya masing-masing. Di samping skandal KKN dan moral, para pemimpin negeri ini juga kurang memiliki kompetensi dan integritas yang memadai untuk dapat menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa, secara khusus bagaimana membawa bangsa ini keluar dari krisis ekonomi dari tahun 1998 sampai krisis global sekarang ini. Sementara rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan saat ini telah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kesejahteraan dan kelimpahan hanya menjadi milik sekelompok kecil masyarakat di negeri ini. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Muhamad Amari mengatakan, kejaksaan telah berhasil mengungkap 78 kasus dugaan penyelewengan dana bantuan sosial (Bansos) yang berada di tingkat kabupaten/ kota di Jawa Barat. Sebagian kasusnya berupa proposal fiktif, tetapi dananya cair. Dari 78 kasus yang berhasil diungkap, sebanyak 51 kasus masih ditangani bagian itelijen dan 27 kasus sudah ditangani bagian tindak pidana khusus.
Lebih lanjut beliau
menjelaskan bahwa kasus bansos ini paling banyak menyeret para anggota dewan dan politisi; dan
dari semua ini masih banyak kasus bansos yang belum
terungkap. Untuk penyelewengan kasus bansos tingkat propinsi masih dalam
2
penyelidikan, sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota di Cirebon sebanyak enam kasus, Cianjur empat kasus, Sumedang lima kasus, Majalengka lima kasus, kota Bandung tiga kasus, dan Kab. Tasikmalaya masih belum terungkap. 2 mengutip pandangan Robert Greenleaf
Sanjaya 3
yang mengatakan bahwa kualitas
kepemimpinan sebuah bangsa dapat diukur dari kondisi masyarakat yang berada di lapisan paling bawah, yang marjinal dan minoritas. Apakah mereka semakin diberdayakan sehingga lebih sejahtera dan mandiri? Jika pertanyaan ini sulit dijawab dengan konkret, salah satu sebabnya adalah karena bangsa tersebut tidak memiliki kepemimpinan yang kapabel secara moral dan teknis. Bagaimana dengan konteks gereja saat ini?
Sanjaya
3
lebih lanjut
menjelaskan bahwa Gereja pun tidak imun dari krisis kepemimpinan. Gereja yang seharusnya menghasilkan pemimpin yang memiliki kualitas spiritual, memiliki kompetensi, kualitas spiritual, memiliki kompetensi, dan integritas yang baik malah terkontaminasi dengan berbagai masalah kepemimpinan.
Konflik intern
gereja, konflik di dalam satu sinode atau denominasi maupun konflik antar gereja/ denominasi lain yang mengakibatkan terjadinya perpecahan gereja di mana-mana; ini
membuktikan salah satu indikasi lemahnya para pemimpin gereja.
pemimpin
gereja
tidak
mampu
melaksanakan
fungsi
Para
kepemimpinannya
sebagaimana mestinya. Perkataan, sikap, tindakan dan keputusan-keputusannya seringkali tidak mencerminkan sebagai pemimpin Kristen. Di tambah dengan _____________________ 2
Harian Pikiran Rakyat, Banyak Melibatkan Politisi 78 Kasus Bansos Diusut, Jumat 14 Agustus 2009, hal. 1 3 Sanjaya, Kepemimpinan Kristen, konsep Karakter, Kompetensi, Yogyakarta: Kairos Books, 2004, hal. 16.
3
lemahnya kompetensi para pemimpin dalam menyelesaikan konflik, sehingga konflik tidak dapat diselesaikan dengan adil dan benar. Racmat T. Manullang
4
menjelaskan bahwa Gereja saat ini juga telah
kehilangan pengaruhnya di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari maupun dalam kehidupan pemerintahan Indonesia, karena gereja telah kehilangan pemimpin-pemimpin yang berkualitas.
Pemimpin-pemimpin Kristen di
pemerintahan mulai dari pusat sampai daerah perlahan-lahan tersingkirkan. Nampaknya ada upaya dari pihak tertentu secara sistematis untuk menyingkirkan para pemimpin Kristen dari jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan Indonesia, terutama pemimpin-pemimpin Kristen yang memiliki integritas dan kompetensi. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa pemimpin-pemimpin Kristen yang berkualitas seperti yang ditunjukkan oleh Daniel dan teman-temannya (dalam Perjanjian Lama), benar-benar menjadi barang yang sangat langka di negeri ini. Di manakah Daniel, Mesakh, Sadrak dan Abednego yang telah mengubah sejarah bangsa-bangsa di negeri pembuangan Babel? Kemanakah Yusuf yang menjadi pengelola harta Mesir untuk memberkati dunia ketika mengalami kelaparan? Masih adakah orang seperti Ester dan Mordekhai yang telah membalikkan rencana pemusnahan menjadi kemenangan bagi umat Tuhan ? Persoalan lain muncul, beberapa pemimpin Kristen telah memiliki minus karakter. Maraknya kasus pemimpin Kristen dipecat atau ditanggalkan dari _____________________ 4
Racmat T. Manullang, M.Si, Leadership Reformation, Kepemimpinan Sebuah Pilihan atau Panggilan, Jakarta: Metanoia Publishing, 2007, hal. Vi, 2-3.
4
jabatannya karena terkait dengan karakternya yang minus. Di antara mereka ada yang jatuh karena penyalahgunaan keuangan, perzinahan dan lain- lain. Integritas seorang pemimpin Kristen juga seringkali dikorbankan demi kelanggengan ambisi pribadi. Suksesi kepemimpinan di lembaga-lembaga Kristen maupun di gereja seringkali tidak berjalan dengan mulus karena ada pihak-pihak tertentu atau pribadi yang berusaha untuk melanggengkan kekuasaannya. 5 Pemimpin senior gagal mengkaderkan pemimpin baru, yang muda dianggap pesaingnya.
Persaingan
dan
konflik
antar
kolega
kadangkala
sengaja
dipertontonkan di depan publik, tanpa rasa malu dan bersalah. Sementara umat yang melihat dan mendengar hal tersebut menjadi sedih dan prihatin. Pada saat bersamaan, tanpa disadari dampak dari kepemimpinan mereka menjalar seperti kanker dari dalam institusi gereja dan melumpuhkannya secara perlahan. Orientasi kepemimpinan lebih didominasi oleh kepentingan materi, kekuasaan dan prestise. Orientasi kepemimpinan masa kini lebih didominasi oleh kepentingan materi, kekuasaan dan prestise. Untuk mencapai hal tersebut seringkali para pemimpn mengabaikan karidor-karidor hukum, etika, maupun nilai-nilai iman. Selanjutnya yang lebih memprihatinkan adalah
pola kepemimpinan yang seringkali
dikembangkan oleh para pemimpin Kristen saat ini adalah pola kepemimpinan burung Rajawali, bukan pola kepemimpinan yang melayani. Burung Rajawali jenis hewan yang suka menyendiri, tidak memimpin kawanannya. Pada hakekatnya mereka hidup untuk diri sendiri/egosentris, memangsa hewan lain _____________________ 5
Rahmat T. Manullang, M.Si, hal. 40,42; lihat juga Alan E. Nelson, Spirituality & Leadership, Kerohanian dan Kepemimpinan Colorado: Nav Press, 2002, hal. 27;
5
yang lemah dan terbang melayang lebih tinggi dari makhluk lainnya. 6 Jimmy Oentoro
7
mengatakan bahwa kepemimpinan pada konteks zaman
sekarang jauh lebih rumit dan konpleks daripada Kepemimpinan sebelumnya. Sementara masyarakat menjadi lebih gesit, dis-fungsional, dan derasnya persaingan dalam merebut perhatian orang, pendidikan dan wawasan mereka semakin tinggi dan luas, ini menjelaskan bahwa kepemimpinan saat ini menjadi semakin sulit. Pesatnya pertukaran informasi, inovasi-inovasi, dan kompetisi itu berarti bahwa agar dapat bertahan seorang pemimpin harus berpaling kepada sumber lain untuk menemukan jawabannya. Zaman yang penuh tantangan ini menuntut adanya gagasan-gagasan yang kreatif dan inovatif. Bagi para pemimpin Kristen sangat penting mengalihkan perhatian pada diri sendiri dan hikmat dunia kepada hikmat, kuasa Allah dan Firman Allah. Para pemimpin Kristen harus menggunakan multi-karunia dan multi-kecakapan untuk menemukan jawabannya. Para pemimpin ditutut untuk mengembangkan kompetensinya
terus menerus
sesuai dengan tuntutan zaman tanpa mengorbankan kebenaran firman Tuhan. Itu berarti
suatu
keharusan
bagi
pemimpin
untuk
mengembangkan
dan
memperlengkapi diri. Mengapa gereja berada dalam krisis kepemimpinan? Sanjaya, 8 menjelaskan bahwa krisis kepemimpinan terjadi karena kita telah kehilangan kapasitas institusional dan interpersonal yang mampu mentransformasi individu secara utuh _____________________ 6
Alan E. Nelson, Spirituality & Leadership, Kerohanian dan Kepemimpinan Colorado: Nav Press, 2002, hal. hal. 23 7 Jimmy Oentoro, hal. 205 8 Sanjaya, hal. 18
6
untuk mencapai efektivitas hidup sebagaimana banyak
kendala
struktural,
intelektual,
yang Allah inginkan. Terlalu
emosional,
dan
kultural
memperlambat proses transformasi hingga ke titik berhenti.
yang
Kapasitas
institusional dan interpersonal di sini adalah kemampuan sebuah institusi dan para individu yang ada di dalamnya untuk berupaya masuk dalam proses mencetak pemimpin. Realitas sampai hari ini dalam institusi justru kultural dan struktural yang ada seringkali mematikan potensi kepemimpinan seseorang. Proses saling mempertajam dan saling melengkapi tidak lagi muncul dalam relasi antar individu.
Singkat kata, seakan ada vaksin anti kepemimpinan yang telah
disuntikan ke dalam urat syaraf institusi dan individu. Kita harus berani mengakui bahwa kita berada dalam krisis kepemimpinan. Krisis kepemimpinan adalah masalah krusial, karena banyak orang yang tidak peduli terhadap fakta bahwa kita tidak memiliki figur dan system kepemimpinan yang baik.
2. DEFINISI KEPEMIMPINAN DAN KARAKTER E. Martasudjita, Pr.
9
mengatakan, bahwa kepemimpinan dalam arti yang
paling mendasar adalah masalah dan tugas setiap orang. Setiap orang suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, sadar atau tidak sadar, tentu harus menjalankan suatu kepemimpinan. Paling tidak, kepemimpinan itu adalah atas dirinya sendiri. Kepemimpinan tidak bersangkut-paut dengan tokoh-tokoh tertentu tetapi _________________________ 9
E. Martasudjita, Pr., Kepemimpinan Transformatif Makna dan Spiritualitasnya secara Kristen, Yogyakarta: Kanisius, 2001, hal. 11-12.
7
berkaitan dengan masalah mengarahkan, membuat pilihan, dan
mengambil
keputusan. Hal ini juga berlaku atas diri sendiri. Seseorang hanya akan bisa memimpin suatu kelompok dengan baik bilamana ia sudah dapat memimpin dirinya sendiri. Sedangkan menurut pandangan Ted W. Engstrom 10, bahwa definisi seorang pemimpin yang paling tepat adalah
seseorang yang mempunyai pengikut-
pengikut dalam situasi tertentu. Tidak semua orang akan menjadi pemimpin dalam setiap situasi. Tetapi seorang pemimpin akan dikenali dari kenyataan bahwa ia mempunyai pengikut. Sedangkan
kepemimpinan Kristen adalah
kepemimpinan yang dimotivasi oleh kasih dan kesediaan untuk saling melayani; kepemimpinan yang memperlihatkan sifat-sifat yang penuh dengan dedikasi tanpa pamprih, keberanian,
ketegasan,
keteladanan
belaskasihan, dan kepandaian
persuasif. Sedangkan Alan E. Nelson 11 mengatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu hubungan sosial di mana orang-orang membiarkan individu-individu tertentu mempengaruhi
mereka
ke
arah
perubahan
untuk
mencapai
sasaran.
Kepemimpinan melibatkan lebih daripada sekadar para pemimpin dan apa yang mereka lakukan, sebab pada akhirnya kekuasaan terletak pada para pengikut atau rekan-rekan. Kepemimpinan adalah proses sosial di mana orang-orang mempengaruhi individu-individu sehingga mereka dapat mengatur dan membantu _________________________ 10
Ted W. Engstrom & Edward R. Dayton, Seni Manajemen Bagi Pemimpin Kristen, Bandung: Kalam Hidup, 1998, hal. 17, dan 20. 11 Alan E. Nelson, Spirituality & Leadership, Colorado: Nav Press, 2002, hal. 34-36
8
orang-orang itu untuk mencapai apa yang dapat dicapai.
Seorang pemimpin
adalah individu yang paling berpengaruh dalam satu kelompok; pengaruh itu diberikan oleh anggota-anggota
kelompok sehingga kelompok itu secara
keseluruhan dapat meraih lebih banyak prestasi secara bersama-sama. Pemimpin memberikan visi, mengatur dan menjadi katalisator kelompok untuk mencapai tujuan.
Penulis sependapat dengan Martasudjita bahwa setiap orang adalah
pemimpin, minimal pemimpin bagi dirinya sendiri. Namun, karena pembahasan tesis ini adalah kepemimpinan Nehemia yang tidak dapat lepas dari komunitas/ umat yang dipimpinnya, maka kepemimpinan menurut Engstrom dan Alan E. Nelson akan mendominasi pembahasan pada relevansi dan kesimpulan, yaitu pemimpin yang memiliki umat/ komunitas untuk dipimpinnya. Seorang pemimpin tidak dapat dilepaskan dari karakternya, bahkan karakter pemimpin akan lebih banyak menentukan keberhasilan dan kegagalannya sebagai seorang pemimpin. Oleh karena itu, kita perlu memahami dan membahas apa itu yang disebut karakter. Karakter adalah tempat dari keadaan moral seseorang. Karakter adalah kehidupan batiniah dari seseorang. Karakter akan merefleksikan ciri-ciri dari sifat yang penuh dosa (dipengaruhi oleh dunia) atau ciri-ciri dari sifat yang kudus (dipengaruhi oleh firman Allah). Karakter adalah jumlah keseluruhan dari semua kualitas positif dan negatif dalam kehidupan seseorang, yang diwakili oleh pemikiran, nilai, motivasi, sikap, perasaan, dan tindakan. Dalam bahasa Yunani karakter sebagai kata benda berasal dari kata “charosso,” yang berarti sebuah lekukan, penajaman, penggoresan, atau penulisan di atas batu. Ini berarti sebuah
9
tanda timbul yang dibuat di atas koin atau huruf berukir dalam lukisan. Kata dalam bahasa Yunani ini muncul di Perjanjian Baru hanya dalam Ibrani 1:3. Di sini penulis menyampaikan bahwa Kristus adalah karakter Allah, tanda yang sangat jelas mengenai sifat-sifat Allah, seorang yang kepadaNya Allah membubuhi atau menanamkan keberadaan-Nya. Oleh karena itu, kita memperoleh arti dari kata dalam bahasa Inggris “character” sebagai sebuah tanda khusus yang dipengaruhi atau dibentuk oleh kekuatan dari luar atau dari dalam atas seorang individu. 12 Malcolm Brownlee 13 menjelaskan bahwa karakter itu sama dengan tabiat. Tabiat/karakter didefinisikan sebagai susunan batin seseorang yang memberi arah dan ketertiban kepada keinginan, kesukaan dan perbuatan orang itu. Susunan itu dibentuk oleh interaksi antara dirinya dengan lingkungan sosialnya dan Allah. Tabiat mengandung suara hati yaitu pengetahuan tentang apa yang buruk dan apa yang baik. Lebih dari itu, tabiat juga mengandung kecenderungan dan motivasi untuk berbuat selaras dengan susunan batin kita. Tabiat juga dapat didefinikan sebagai keseluruhan sifat-sifat yang merupakan kesatuan. Tabiat kita terdiri dari sifat kejujuran, keberanian, dan kemurahan hati. Tabiat tidak sama dengan watak. Watak biasanya dianggap sebagai bentuk diri yang kita dapat secara alamiah waktu kita lahir. Watak sifatnya tetap, sedangkan tabiat/karakter dapat berkembang dan berubah sepanjang hidup kita (kontinuitas). _______________________ 12
Frank Damazio, Karakter yang Pemimpin Harus Miliki; Menjadi Manusia Penuh Integritas, Jakarta: Metanoia Publishing, 2007, hal. 11-12 13 Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di dalamnya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985, hal. 113
10
Itulah sebabnya tabiat/karakter dapat dibina dan diubah. Watak merupakan bahan mentah tabiat kita.
Cara kita mengelolah bahan mentah itu adalah tanggung
jawab kita. Erich Fromm
14
menjelaskan bahwa basis fundamental karakter terletak
dalam dirinya dengan orang-orang lain (proses sosialisasi). Manusia hanya dapat hidup dalam interaksi dengan orang lain, di mana ia mengekspresikan karakternya. Jadi karakter dapat didefinisikan: bentuk permanen hubungan manusia di mana ia menyalurkan energinya dalam proses asimilasi dan sosialisasi. Karakter secara essensial dibentuk oleh pengalaman pribadi, khususnya pengalaman awal hidup.
Karakter dapat berubah dan semakin terbuka karena
berbagai “insight” dan aneka pengalaman baru dalam hidup.
3. KEPEMIMPINAN KONTEKS KITAB NEHEMIA Pada masa pemerintahan raja Arthasasta I yang dimulai dari tahun 465-425 SM merupakan periode kedua yang sangat penting bagi kemajuan dan pemulihan kembali identitas komunitas Yahudi di bawah pimpinan Nehemia. Pada akhir pemerintahan raja Darius I Kekaisaran Persia menghadapi pembrontakan dari Mesir; hal tersebut mendorong raja Arthasata I untuk menekankan kesetiaan dan kekuatan bangsa taklukkannya di Yehuda, wilayah perbatasan dengan Mesir. Itulah sebabnya raja Arthasasta pada tahun 445 mengutus Nehemia untuk _____________________ 14
Erich Fromm, Man for Himself: An Inquiry into the Psychology of Ethics, Greenwich Conn: Fawcett Publications, Inc, 1947, 179
11
memimpin komunitas Yehuda dan membangun tembok Yerusalem yang telahhancur. Nehemia adalah salah satu orang buangan dari bangsa Yehuda yang telah menjadi pelayan perjamuan raja di Kerajaan Persia. Dalam Nehemia 1:1-3 menjelaskan bahwa Nehemia telah mendapatkan kunjungan dari saudarasaudaranya dari Yehuda, ini membuktikan bahwa ia masih memiliki sanak keluarga di Yehuda. Meskipun pengutusan Nehemia sebagai pemimpin komunitas Yehudi di Yehuda adalah jabatan politik, dan untuk kepentingan politik Persia, ia menyambutnya dengan sukacita. Sebab pengutusan itu sesuai dengan kerinduan dan doanya di Neh 2:4-5. Dalam Narasi pasal 1-6 menceritakan prestasi gemilang yang dicapai oleh Nehemia dalam memimpin umat Yehuda melakukan pembangunan kembali tembok Yerusalem.
Untuk mencapai prestasi tersebut
tidaklah mudah, banyak tantangan dan hambatan yang harus ia hadapi dan selesaikan. Paling tidak ada dua tantangan yang sangat menonjol dalam narasi Babak I ini.
Pertama, adalah persoalan eksternal, yaitu dari pihak oposisi
(Sanbalat gubernur Samaria, Tobia gubernur Amon, Gosyem gubernur wilayah Arab). 15 Mereka menjadi pihak yang paling tidak senang jika ada orang yang mengusahakan pembangunan dan kesejahteraan Yehuda. Mereka terus-menerus berusaha untuk menggagalkan proyek pembangunan tembok itu, namun usaha mereka sia-sia, karena dengan pertolongan Allah Nehemia dan umat berhasil ________________________ 15
Rita Burns, J., Tafsir Alkitab Perjanjian Lama: Ezra dan Nehemia, Yogyakarta: Lembaga Biblika Indonesia,Kanisius, 2002, hal, 350.
12
menyelesaikannya dalam waktu 52 hari Neh 6:15. Kedua, adalah tantangan dari dalam (internal) yaitu adanya kemiskinan dan persoalan sosial yang dialami oleh sebagian penduduk Yehuda. Perincian spesifik persoalan dan bagaimana usaha Nehemia mengatasi persoalan ini dijelaskan secara terperinci dalam pasal 5. Bagaimana Nehemia sebagai pemimpin dapat menghadapi dan menyelesaikan kedua persoalan tersebut, membuktikan, kualitasnya, kompetensinya, karakternya, spiritualitasnya, gaya kepemimpinannya, strateginya dan lain sebagainya. Karakter Nehemia yang sangat mengagumkan untuk konteks masa kini adalah ia tidak terlibat kasus korupsi, justru sebaliknya ia menjadi pahlawan dan teladan bagaimana ia mengatasi korupsi di tengah umat Yehuda yang telah terkontaminasi racun korupsi, mulai dari pejabat struktural, maupun jabatan spiritual (para imam, para nabi,
dan orang-orang Lewi). Semua hal di atas akan dibahas lebih
mendalam dalam Bab II, yaitu Narasi Babak I, pasal 1-6. Pada narasi Babak II, pasal 7-13 Prestasi Nehemia berikutnya adalah ia berhasil menata kembali administrasi pemerintahan di Yehuda yang diceritakan pada Neh 7 dan 11. Prestasi lain yang tidak kalah pentingnya adalah Nehemia bersama dengan Ezra dan para pemimpin Lewi lainya dapat membawa umat kembali pada hukum Taurat. Prestasi ini sering disebut sebagai pembangunan Spiritualitas. Umat dibawa kepada Allah untuk mengalami pertobatan nasional; pada janji setia kepada hukum Allah ; kemudian fungsi dan peranan Bait Allah diaktifkan kembali; tugas dan tanggung jawab para imam dan orang-orang Lewi dikembalikan pada porsinya. Ketika umat kembali melanggar perjanjian setia dengan Allah; umat meninggalkan fungsi Bait Allah sebagai pusat ibadah; umat
13
melanggar hari Sabat; umat melakukan kawin campur dengan bangsa asing, Nehemia
mengadakan
langkah-langkah
pembaharuan.
Langkah-langkah
pemaharuan yang dilakukannya mencerminkan karakternya, spiritualitasnya, gaya kepemimpinannya, dan lain-lain. Pada narasi Babak II ini, nampakya tantangan terberat yang dihadapi oleh Nehemia bukan dari pihak oposisi, tetapi dari pihak orang Yehuda itu sendiri. Tokoh-tokoh penting seperti Ezra, Yesua, Kadmiel, Bani, dll yang berperan besar dalam pembaharuan umat dalam pasal 8, 9 dan 10 tidak disebutkan sama sekali dalam narasi pasal 13.
Pada pasal 13 ini Nehemia seorang diri berjuang
mengadakan pembaharuan-pembaharuan atas umat Yehuda. Dalam pasal ini juga Nehemia berkali-kali menyesali, memarahi para pemimpin, para peguasa, dan umat Yehuda. Langkah-langkah pembaharuan yang dilakukan Nehemia; barangkali menurut konteks kepemimpinan kita saat ini tidaklah relevan dan tepat sehingga kita menilainya sebagai kekurangan dan kelemahannya. Nehemia sebagai pemimpin politik telah berhasil membangun kembali tembok Yerusalem yang telah hancur. Ia juga berhasil menata kembali sistem pemerintahan Yehuda. Ia juga berhasil membawa dan memimpin umat Yehuda untuk mengalami pembaharuan spiritual dengan meletakkan hukum Taurat sebagai pondasi kehidupan dan politik umat Yehuda. Bagi komunitas Yahudi selesainya pembangunan tembok Yerusalem dibawah pimpinan Nehemia merupakan prestasi terbesar kedua dan merupakan pemulihan identitas
14
Yahudi sebagai bangsa pilihan Allah pasca pembuangan.
16
Melalui penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kiprah kepemimpinan Nehemia ada dalam kerangka dan konteks pemulihan identitas Yahudi sebagai umat Allah dan bangsa pilihan Allah.
Itulah sebabnya jabatan dan peranan
politik yang dimiliki Nehemia selalu berkaitan erat dengan kepentingan dan pembangunan spiritual umat. Semua hal di atas akan dibahas lebih mendalam pada Bab III, Narasi Babak II pasal 7-13.
4. MENGAPA NEHEMIA? Ada beberapa alasan
penting mengapa Kepemimpinan Nehemia yang
dibahas dalam penulisan Tesis ini: Pertama, Nehemia sebagai pemimpin politik memiliki Visi dan Misi yang sangat jelas, yaitu membangun kembali tembok Yerusalem yang telah hancur. Ia menentukan rencana/planning untuk membangunnya (1:3, 2:5-8).
Nehemia
memiliki karakter dan keistimewaan-keistimewaan yang menarik, yaitu seorang pemimpin yang tidak mencari kekuasaan, keuntungan pribadi
(materi), anti
korupsi 5:14-119, Nehemia empati dengan nasib buruk bangsanya 1:1-11, 5:113. Nehemia seorang pemimpin yang mampu melibatkan semua pihak untuk melaksanakan tugasnya masing-masing sampai pembangunan tembok itu selesai. Pola kepemimpinan yang memberdayakan umat. 2:11- 3:1-32. Kedua, Nehemia ________________________ 16
Rita Burns, J., hal. 351
15
sebagai pemimpin pembaharuan spiritual.
Nehemia seorang pemimpin yang
mampu membawa perubahan ke arah yang benar. Umat Israel dibawa pada pembaharuan untuk kembali kepada hukum Taurat Musa Pasal 8-10 dan 13. Nehemia seorang pemimpin yang dapat diibaratkan sebagai pemimpin yang utuh. Artinya, disamping ia konsen terhadap pembangunan fisik/tembok, tetapi ia juga konsen terhadap pembangunan spiritual (kembali kepada Hukum Taurat). Namun menjadi ironis tatkala Nehemia bekerja keras mengadakan pembaharuan spiritual umat pasal 13, karakter Nehemia ditampilkan kurang baik jika dibandingkan dengan karakter ketika ia berperan sebagai pemimpin politik pasal 1-7, 11-12. Contoh sikap dan tindakan Nehemia yang tidak terpuji adalah: mengusir Tobia 13:8, menyesali atau marah kepada para penguasa dan pemuka Yehuda 13:11,17, mengintimidasi/mengancam para pedagang 13:21, marah, mengutuk, memukul, menjambak rambut mereka yang telah kawin campur 13:25, mengusir anak Yoyada yang telah kawin campur dengan anak Sanbalat 13:28. Hal ini menarik untuk dicermati, sebab pemahaman masyarakat umum sampai saat ini adalah bahwa seorang pemimpin spiritual semestinya memiliki karakter yang ideal dan sempurna, dan dianggap wajar jika pemimpin politik ninus karakternya. Ketiga, Buku-buku kepemimpinan Kristen yang ada saat ini pada umumnya menampilkan Nehemia sebagai pemimpin yang ideal, sempurna tanpa cacat cela. Para penulis 17 buku-buku kepemimpinan tersebut menurut hemat penulis tidak _____________________ 17
Contoh buku-buku yang membahas tentang kepemimpinan Nehemia antara lain: Leroy Eims, 12 Ciri Kepemimpinan yang efektif, Bandung: Kalam Hidup, 1981; John White, Kepemimpinan yang Handal, Bandung: Kalam Hidup, 1994; Rudi Lack, 101 Prinsip-prinsip kepemimpinan dari kitab Nehemia, Jakarta: YASKI, 200; Rahmat T. Manulang, .Leadership Reformation; Kepemimpinan Sebuah Pilihan atau Panggilan?, Jakarta: Metanoia Publishing, 2007.
16
seimbang dan tidak jujur, sebab mereka hanya menampilkan pada sisi kelebihan dan keunggulan Nehemia saja. Mereka menghindari kenyataan bahwa Nehemia juga seorang pemimpin yang memiliki kekurangan dan kelemahan, bahkan dapat disebut sebagai pemimpin yang terlibat kasus pelanggaran HAM jika dilihat dari sudut pandang konteks masa kini (pasal 13). Tesis ini akan membahas secara jujur, apa adanya, sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam narasi/ teks Nehemia. Sehingga kelebihan (karakter positif) dan kekurangan (karakter negatif) Nehemia sebagai pemimpin menjadi pembelajaran yang utuh dan komprehensif bagi para pemimpin Kristen masa kini.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penulisan Tesis ini masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Apa saja kelebihan dan kekurangan Nehemia sebagai pemimpin dan bagaimana model, strategi kepemimpinannya
sehingga ia berhasil
menyelesaikan proyek pembangunan tembok kota Yerusalem dan dapat mengadakan pembaharuan-pembaharuan lain di Yehuda. 2. Bagaimana kekurangan, kelebihan, dan model kepemimpinan Nehemia tersebut di atas dapat diimplementasikan dalam konteks kepemimpinan Kristen masa kini.
17
C. TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mengetahui secara mendalam tentang kelebihan, kelemahan, dan model kepemimpinan Nehemia dalam kitab Nehemia; bagimana integritas, kompetensi , spiritualitas, visi misi, strategi, dan karakter Nehemia sebagai seorang pemimpin. Tesis ini juga akan mencoba mengkritisi teks yang kurang atau tidak sesuai dengan konteks kepemimpinan saat ini. 2. Melalui penulisan Tesis ini diharapkan penulis semakin diperlengkapi untuk menjadi pemimpin yang memiliki integritas, kompetensi dan spritualitas yang memadai. Melalui tulisan ini juga diharapkan dapat menjadi rujukan pembelajaran bersama dan dapat menjadi rujukan bagi pemimpin-pemimpin Kristen masa kini.
D. METODE PENULISAN Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah studi kepustakaan. Karena tesis ini adalah tesis studi biblika, maka metode pendekatan yang dipakai dalam penafsiran teks Alkitab adalah metode tafsir Naratif. Pendekatan naratif adalah pendekatan yang memperhatikan unsur-unsur atau komponen-komponen suatu ceritera dalam suatu teks Alkitab. Untuk memakai metode tafsir ini seorang exeget harus memiliki “kepekaan” sastra dan kemampuan menganalisis komponen-komponen dalam suatu ceritera. Gerrit Singgih 18 menjelaskan delapan komponen yang harus diperhatikan ________________________ 18
E.G. Singgih, Apa dan Mengapa Exegeze Naratif? Majalah Gema Duta Wacana Yogyakarta, N0. 46/1993, hal. 20-22. Lihat juga tulisan Jerame T. Walsh, Style and Structure in Biblical Hebrew Narative, Collegivelle, Minnesata, The Liturgical Press, 2001, hal. 120-123. Khususnya bagian karakter dan setting waktu dan tempat.
18
dalam metode tafsir Naratif antara lain: 1. Struktur. Struktur ini terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan satu sama lainnya dalam ceritera. Bagian-bagian itu dapat merupakan perbuatan (tindakan) – penokohan- setting – sudut pandang. 2. Plot (alur). Yang dimaksud dengan alur/plot adalah pola tindak-tanduk yang terdiri dari pendahuluan, perkembangan dan kemudian penutup. Bagian penutup ini bisa berupa klimaktik maupun anti-klimaktik. Untuk dapat medeteksi plot diperlukan kesadaran akan konteks ceritera. 3. Karakter/karakterisasi. Tokoh-tokoh yang berperan dalam ceritera disebut baik atau buruk, gemuk atau kurus, kaya atau miskin dsb. Dalam karakter ini pembaca berusaha menentukan mana tokoh utama, tokoh pembantu. 4. Konflik atau kontras. Konflik atau kontras dalam Alkitab bisa di antara manusia dengan manusia dan bukan manusia (misalnya Tuhan), manusia dengan manusia dan konflik batin yang bergemuruh dalam hati satu orang manusia. Kontras juga dapat dilihat pada setting dan biasanya berkaitan satu sama lain. 5. Setting. Di sini kita menentukan lokasi/tempat; bisa di istana, di kandang, di rumah, di padang, di gurun, di kota, di bukit, dll. Bukan hanya itu saja, Suasana (Atmosfir) juga penting untuk diperhatikan. Suasana lebih luas wawasannya dari pada setting tempat. Dua buah narasi bisa mempunyai setting yang sama, namun atmosfir sama sekali berbeda. 6. Waktu. Dalam narasi Alkitab sering waktu disebut secara eksplisit, misalnya “jadilah petang dan jadilah pagi”,
petang, malam. Disamping urutan waktu
alamiah (natural order), tetapi juga ada urutan pengisahan narasi (narrative order)
19
atau urutan kejadian, yang berkaitan dengan prinsip kumulatif di atas. Contoh: “Setelah semuanya itu, Allah mencoba Abraham” Kej 22:1. 7. Gaya/ Style. Dalam gaya ini termasuk pengulangan dan ironi. Dalam sastra kuno pengulangan menunjukkan adanya maksud tertentu (purposeful). Melalui memeriksa pengulangan kita dapat menemukan Leitwort, motif, tema, urutan tindakan dan type-scene (sebuah episode pada saat tertentu dari perjalanan sang hero, misalnya pengumuman kelahiran, pencobaan di padang gurun, pertunangan di pinggir sumur). 8. Narator. Narator tidak pernah muncul. Dia tahu semuanya, dan memberi keterangan-keterangan. Tapi dia juga bisa berdiam diri saja. Salah satu ciri mengapa narasi Alkitab begitu mencekam adalah karena narator sering kali “reticent”, waktu diharapkan memberikan keterangan ternyata tidak ada apa-apa. Narator tidak sama dengan pengarang. Ketika kita mengamati adegan-adegan dalam narasi melalui perspektif si narator, maka kita dapat memahami isi cerita. Kedelapan komponen tersebut bisa terdapat semua dalam suatu narasi, tetapi bisa juga narasi tertentu didominir oleh komponen tertentu. Theo Witkamp
19
mengatakan salah satu aspek penting yang tidak boleh
dilupakan dalam metode tafsir naratif adalah aspek “Pragmatis”. Aspek pragmatis menyelidiki relasi antara karya sastra dan para pembaca. Jadi, karya sastra dilihat dari segi komunikasi, yaitu sebagai alat komunikasi. Aspek ini merupakan sesuatu yang penting karena teks-teks Alkitab ditulis dengan tujuan komunikasi yang _______________________ 19
Theo Witkamp, Metode Exegeze Naratif Dalam Medan Metode-metode Exegetis, Gema Duta Wacana: Yogyakarta, N0. 46/1993, hal. 31-32.
Majalah
20
menentukan. Dari segi tradisi yang layak diberi tempat di sini adalah hermeneutik dan relevansi. Akan tetapi, aspek pragmatis lebih luas dari sekedar “menerapkan” suatu nast.
Analisis narasi dapat diandaikan dengan sebuah cermin muka.
Gambaran ini mengandaikan bahwa makna sebuah teks tidak terletak di belakangnya, tetapi di antara cermin dan pengamat, di antara teks dan pembaca. Makna diciptakan di dalam proses membaca. Itulah yang dimaksud dengan aspek pragmatis. Ceritera Alkitab akan
mempengaruhi setiap pembaca yang
membacanya, dan pada gilirannya cara membaca dari si pembaca itu juga akan mempengaruhi pengalamannya dengan teks tersebut. Jadi relasi antara teks dan pembaca ( atau dengan kata lain: analisis “reader- response”) perlu dimasukkan ke dalam model pendekatan ini. Lebih lanjut Jakub Santoja 20 menjelaskan bahwa dalam metode tafsir naratif, suatu ceritera dalam Alkitab merupakan suatu ungkapan tertulis dari “suatu kenyataan” tertentu. Setiap kali suatu ceritera diceriterakan atau ditulis, maka ceritera itu atau tulisan itu menunjuk kepada suatu “dunia ceritera”. Dunia ceritera itulah yang harus dimasuki oleh seorang exeget, karena dunia itulah yang Pertama-tama ditunjuk oleh pengarang suatu kitab atau ceritera. Jika kita memasuki dan menjadikan dunia itu sebagai “obyek penelitian” (sedangkan ceritera tertulis sebagai bahan penelitian), maka kita akan langsung memasuki dunia pemikiran theologis atau iman pengarang. Dalam level dunia inilah terjadi suatu interaksi iman/theologis. Jika interaksi ini dilanjutkan, maka terjadilah _______________________ 20
Dr. Jakub Santoja, 41/ 91, hal. 44-45
Metode Exegeze Naras, Majalah Gema Duta Wacana: Yogyakarta, N0.
21
dialog iman antara pengarang sebagai penyaksi iman dan kita. Komunikasi iman inilah yang menjadi tujuan dari Alkitab. Dalam dunia ceritera kita dibawah oleh pengarang untuk mengalami dan menghayati peristiwa. Maka dalam dunia ceritera itu kita diajak untuk menghayati perasaan para pemeran ceritera, situasi aspek ceritera. Karena di atas sudah disinggung tentang tafsir Reader –response, maka tafsir ini akan dipakai juga untuk melengkapi metode tafsir naratif yang sudah penulis jelaskan di atas. Menurut Gerrit Singgih, 16 Metode tafsir reader’s response ini menekankan bahwa bukan hanya teks yang penting, tetapi konteks pembaca juga sama pentingnya. Metode ini memungkinkan penafsir mengkritisi teks yang dianggap tidak sesuai dengan konteks masa kini atau tidak sesuai dengan dengan kepentinganya. Oleh kerena itu, dalam penulisan tesis ini akan mencoba juga mengkritisi teks-teks yang dianggap tidak relevan untuk konteks kepemimpinan masa kini. F. SISTEMATIKA PENULISAN BAB. I. PENDAHULUAN Bagian ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB. II. NARASI BABAK I PASAL 1-6 Pada babak I ini membahas tentang Nehemia seorang pemimpin politik, _______________________ 21
E. Gerrit Singgih, Dua Konteks: Tafsir-tafsir Perjanjian Lama sebagai Respons atas Perjalanan Reformasi di Indonesia, Yogyakarta: BPK Gunung Mulia, 2009, hal. 4-5; Lihat juga E.G. Singgih, Mengantisipasi Masa Depan Berteologi dalam Konteks di Awal Milenium III, hal. 48-51, tentang pendekatan reader’s response sebuah Hermeneutik Kontekstual.
22
memimpin umat Yehuda untuk melaksanakan proyek pembangunan tembok kota Yerusalem. Proyek pembangunan tembok ini mendapatkan dukungan dari semua lapisan masyarakat, termasuk para pemimpin dan penguasa Yehuda. Di tengahtengah pelaksanakan proyek pembangunan ini muncul perssoalan dan resistensi untuk menghambat dan menghentikan proyek tersebut. Resistensi dari kelompok Sanbalat, Tobia dan orang Arab untuk menghentikan pembangunan. Persoalan resisi ekonomi yang dialami oleh sebagian umat Yehuda. Namun demikian, pembangunan tembok dapat diselesaikan dalam waktu 52 hari. Bab ini juga akan membahas tokoh-tokoh dalam narasi, setting waktu dan tempat; style dan gaya penulisan; suasana/ atmosfir; karakter dan kontras; makan atau pesan; dan kesimpulan.
BAB. III. NARASI BABAK II, PASAL 7-13 Dalam narasi babak II ini membahas tentang peranan Nehemia, Ezra, Yesua, Bani, Serebya, Kadmiel dll, secara berkolaborasi memimpin umat untuk mengalami pembaharuan spiritual, pertobatan nasional, dan janji setia kepada hukum-hukum Allah.
Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan oleh para
mereka bukan saja pembahaaruan spiritual, tetapi juga pembaharuan birokrasi pemerintahan Yehuda.
Langkah-langkah pembaharuan yang dilakukan oleh
Nehenia dalam pasal 13 perlu dikritisi sebab tidak sesuai dengan konteks kita masa kini. Bab III ini juga akan membahas peranan tokoh-tokoh dalam narasi; setting waktu dan tempat; atmosfir atau suasana; style atau gaya penulisan; karakterisasi dan kontras; makna/ pesan dan kesimpulan.
23
BAB. IV. MAKNA DAN RELEVANSINYA BAGI KONTEKS KEPEMIMPINAN MASA KINI Definisi Kepemimpinan dan Karakter Makna dan Relevansi A. Karakter B. Pola/model Kepemimpinan C. Strategi Kepemimpinan D. Kelemahan dan kekurangan
BAB. V. KESIMPULAN
24