BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang tinggi dan keanekaragaman hayati. Sumber daya alam (disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada umumnya. Kondisi alam tersebut memberikan peluang bagi sebagian besar masyarakat Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian. Salah satu keanekaragaman hayati yang memiliki pertumbuhan tinggi di Indonesia adalah kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit jadi primadona sehingga Indonesia menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia, hal ini disebabkan karena memberikan manfaat positif pertumbuhan ekonomi yang dirasakan masyarakat dan pelaku usaha kelapa sawit.1 Kabupaten Padang Lawas dengan ibukota Sibuhuan merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten ini diresmikan pada tangggal 10 Agustus 2007 dengan Undang- undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Kabupaten Padang Lawas. Kabupaten ini lahir bersamaan dengan lahirnya kabupaten Padang Lawas Utara yang juga pemekaran dari kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara diundangkan lewat Undangundang Nomor 37 Tahun 2007. Pada saat mekar kabupaten Padang Lawas meliputi Sembilan (9) Kecamatan, yaitu kecamatan Barumun, Lubuk Barumun, 1
http://ditjenbun.pertanian.go.id/setditjen/berita-238-pertumbuhan-areal-kelapa-sawitmeningkat.html, diakses pada tanggal 11 Juni 2015 jam 12.28 WIB
Ulu Barumun, Sosopan, Barumun Tengah, Huristak, Sosa, Hutaraja Tinggi dan kecamatan Batang Lubu Sutam. Namun di tahun 2010 pemerintah melakukan pemekaran kecamatan Barumun Selatan. Pecahan dari kecamatan Barumun, kecamatan Aek Nabara Barumun, kecamatan Sihapas Barumun, kecamatan Barumun Barat, dan pecahan dari kecamatan Barumun Tengah. Jumlah kecamatan di kabupaten Padang Lawas sebanyak empat belas (14) kecamatan. Jumlah penduduk kabupaten Padang Lawas sekitar 248.371 jiwa dengan luas keseluruhan sekitar 3.892,74 Km2. Secara geografis kabupaten Padang Lawas, berada di wilayah paling selatan provinsi Sumatera Utara. Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Mandailing Natal, provinsi Sumatera Utara dan kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Rokan Hulu, provinsi Riau. Sebelah Utara Berbatasan dengan kabupaten Padang Lawas Utara dan sebelah Barat berbatasan kabupaten Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal. Kabupaten ini terletak di antara 1o 26‟- 2o11‟ LU dan 91o01 – 95o53‟ BT dengan luas wilayah sebesar 4.229,99 Km2 dan ketinggian berkisar antara 0 – 1.915 m diatas permukaan laut. Tanah di kabupaten Padang Lawas didominasi oleh tanah bergunung dengan luas 279.773 Ha ( 66, 13% ) dan hanya 26.863 Ha ( 6, 35% ) berupa tanah datar.2 Di Padang Lawas ( disingkat Palas) sendiri tingkat pertumbuhan kelapa sawit sangat tinggi dikarenakan sumber daya alam dan lingkungan. Palas memiliki kekayaan sumber daya alam serta potensi tanah yang sangat mendukung
2
Badan Pusat Statistik, Kabupaten Padang Lawas
untuk bertanam kelapa sawit bahkan masyarakat Palas mengalihfungsikan seperti perkebunan karet menjadi perkebunan kelapa sawit. Pertumbuhan kelapa sawit yang semakin meningkat di kabupaten Padang Lawas
sehingga banyak
perusahaan pengelola minyak kelapa sawit sebagai penampung penjualan kelapa sawit masyarakat. Keberadaan pabrik-pabrik memberikan pendapatan daerah sendiri untuk Palas, terutama memberikan lapangan pekerjaan bagi warga yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Sehubungan dengan semakin luasnya perkebunan kelapa sawit tidak luput juga dari berbagai kriminalitas yang terjadi. Tindak kejahatan tersebut dilakukan oleh seseorang/individu atau kelompok untuk melakukan pencurian kelapa sawit yang dimiliki oleh masyarakat dan juga perusahaan perkebunan kelapa sawit. Timbulnya kriminalitas disebabkan oleh adanya berbagai kepentingan sosial, yaitu adanya gejala-gejala kemasyarakatan, seperti krisis ekonomi. Faktor utama penyebab terjadinya pencurian tersebut adalah faktor ekonomi dari sipelaku. Secara universal, manusia mempunyai kebutuhan yang selalu ingin terpenuhi termasuk kebutuhan sandang dan pangan, baik sebagai alat untuk memperoleh mempertahankan kehidupan maupun hanya sebatas pemenuhan hasrat ingin memiliki atau bahkan sebagai peningkatan status sosial. Kebutuhan sandang dan pangan dapat dipenuhi menjadi sebuah hal yang legal dan menjadi sebuah ibadah dalam agama. Namun harapan itu tidak selamanya terpenuhi karena beragamnya sifat dan cara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan malakukan tindak pidana.
Menurut teori ekonomi, sebab-sebab kejahatan didasarkan pada gagasan dari konsep manusia berakal dan faktor yang berkaitan dengan gagasan dari pilihan ekonomi. Menurut ahli ekonomi, karena individu mempunyai keperluan untuk memuaskan usaha mereka dan ketika dihadapkan pada pilihan, individu menggunakan sebuah pilihan rasional dan diantar alternatif akan memuaskan kebutuhan mereka, dalam hal ini merupakan kondisi sosial, tetapi mereka tidak tertarik menerangkan apa sebab atau bentuk pilihan itu. 3 Masalah ekonomi sebagai salah satu pendorong terjadinya kejahatan, sering terjadi dimanapun, dikarenakan keadaan ekonomi yang berkembang dalam suatu negara memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pokok-pokok kehidupan seseorang. Dalam hal ini, Plato memberikan pandangan bahwa disetiap negara dimana didalamnya banyak terdapat orang miskin, maka secara diam-diam akan banyak terdapat penjahat, pelanggar agama, dan penjahat dari berbagai macam corak.4 Kriminalitas yang mempunyai frekuensi tertinggi di Padang Lawas pada wilayah hukum Polsek Sosa adalah pencurian kelapa sawit, dalam masyarakat masih marak dan bahkan menjadi masalah yang cukup serius karena banyak pihak yang merasa dirugikan akibat dari perbuatan orang-orang yang tidak bertanggungjawab sehingga memerlukan pemecahan, oleh karena itu diperlukan usaha penanggulangan atau setidaknya pencegahan yang baik dari semua pihak, baik aparat hukum maupun masyarakat yang harus diidentifikasi agar dapat
3
Marlina, Hukum Panitensier, Refika Aditama, Bandung , 2011,Hal.120 Ridwan Hasibuan, Ediwarman, Asas-asas Kriminologi, USU Pres, Medan, 1994,
4
Hal.25
berjalan secara tertib, terarah, dan terencana. Semua pihak harus bekerjama sama dalam mengaktualisasikan nilai-nilai agama, budaya dan hukum serta menindak tegas para pelaku pencurian agar sedapat mungkin bisa menekan laju perkembangannya, karena bukan tidak mungkin pencurian akan terus bertambah dimasa-masa yang akan datang, bahkan akan menjadi fenomena yang biasa dalam masyarakat, sehingga semakin banyak orang yang menjadi korban perbuatan orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Negara Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat), hal ini berarti bahwa di dalam Negara Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan berdasarkan hukum. Hukum menjadi titik sentral orientasi strategis sebagai pemandu dan acuan semua aktivitas dalam kehidupan, berbangsa, dan bermasyarakat. Agar supaya hukum ditaati baik oleh individu yang dilengkapi dengan bidang penegakan hukum, salah satu diantaranya adalah lembaga kepolisian.5 Prinsip-prinsip negara hukum dapat diwujudkan dengan norma-norma hukum atau peraturan perundang-undangan, diperlukan juga aparat pengemban dan penegak hukum profesional, berwibawa, didukung oleh sarana dan prasana. Setiap negara hukum memiliki aparat penegak hukum, termasuk kepolisian yang secara universal mempunyai tugas dan fungsi menjaga ketertiban. Di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia
5
Untung S. Rajab, 2003, Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia Dalam Sistem Ketatanegaraan (berdasarkan UUD 1945), CV. Utomo, Bandung, hal.1
telah mengatur fungsi dan tugas aparat kepolisian. Sebagaimana yang tercantum di dalam pasal 13 tentang tugas dari kepolisian.6 “Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”. Polisi sebagai salah satu unsur utama sistem peradilan pidana merupakan pranata sosial yang melaksanakan fungsi pengadilan sosial. Keseluruhan fungsi tersebut baik sebagai unsur sistem peradilan pidana ataupun alat pengendalian sosial berkaitan dengan pranata pokok polisi dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan. Dengan demikian bekerjanya polisi di dalam masyarakat senantiasa pada satu pihak bertolak dari aturan-aturan hukum pidana dan hukum acara pidana yang berlaku, sedangkan pada pihak lain melakukan penegakan hukuman dalam bentuk reaksi sosial formal terhadap kejahatan.7 Kejahatan memang tidak dapat ditanggulangi secara total, upaya yang dapat ditempuh adalah mengurangi dan menekan laju kriminalitas sampai pada angka terendah. Hal ini dapat dirancang melalui upaya preventif maupun upaya represif.8 Upaya-upaya ini harus dirancang secara selektif dan sistematik agar dapat mencapai hasil yang optimal. Sebab bukan tidak mungkin bila suatu upaya penanggulangan justru menjadi pemicu pesatnya laju kriminalitas, hanya karena kurang tepatnya sistem yang diterapkan dalam menjalankan upaya tersebut. Upaya penanggulangan bukan semata-mata menjadi formula pemberantasan kejahatan yang
6
Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 Kepolisian Republik Indonesia Soerjono Soekanto, Penanggulangan Pencurian Kenderaan Bermotor, PT Bina Aksara, Jakarta, 1998, hal.12 8 Ibid, hal.28 7
dapat dilakukan tanpa pertimbangan secara matang dari berbagai segi yang menopang bangunan kejahatan itu sendiri. Dari latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana profesionalisme Polri sebagai penegak hukum dalam menanggulangi hal tersebut, maka penulis membuat suatu karya tulis ilmiah (skripsi) dengan judul “Peranan Polisi dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kelapa Sawit” (Studi pada Polsek Sosa Kabupaten Padanglawas). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dikemukan rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengaturan tentang peran polisi dalam penanggulangan tindak pidana?
2.
Bagaimana peran polisi Polsek Sosa kabupaten Padang Lawas dalam menanggulangi tindak pidana pencurian?
3.
Apa hambatan dan upaya yang dilakukan oleh Polsek Sosa dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kelapa sawit?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang peran polisi dalam penanggulangan tindak pidana pencurian kelapa sawit. 2.
Untuk mengetahui peran polisi Polsek Sosa kabupaten Padang Lawas dalam menanggulangi tindak pidana pencurian.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dan upaya yang dilakukan Polsek Sosa dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kelapa sawit. Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a) Penulisan skripsi ini dapat menjadi bahan kajian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya mengenai peran Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kelapa sawit di kabupaten Padang Lawas. b) Memberikan
kontribusi
kepada
penambahan
informasi
dan
kalangan
pengetahuan
akademisi hukum
dan
praktisi,
umumnya
dan
perkembangan hukum pidana masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis Sebagai masukan atau pedoman bagi para penegak hukum maupun praktisi dalam kebijakan untuk menangani dan menyelesaikan perkaraperkara tindak pidana pencurian khususnya D. Keaslian Penulisan Berdasarkan hasil penelusuran belum diketemukan karya ilmiah lain dengan judul “Peranan Polisi dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kelapa Sawit (Studi pada Polsek Sosa Kabupaten Padang Lawas)”. Penelitian ini juga bukan merupakan duplikasi ataupun plagiat, sehingga karya penulisan ini merupakan karya asli dan dapat dipertanggungjawabkan.
E. Tinjauan Kepustakaan 1.
Pengertian Peran Istilah peran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti
pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Menurut Friedman, peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran tersebut.9 Menurut Soerjono soekanto yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Seorjono soekanto mengatakan tentang peran yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peranan normatif. Peran normatif dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban dinas perhubungan dalam penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum secara total enforcement, yaitu penegakan hukum secara penuh. Sedangkan peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan dilakukan oleh pemegang peranan tersebut. Misalnya dinas perhubungan sebagai suatu organisasi formal tertentu diharapkan berfungsi dalam penegakan hukum dapat bertindak sebagai pengayom bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan
9
http://www.sarjanaku.com/2013/01/pengertian-peran-defenisi-menurut-para.html?m=1, diakses pada tanggal 01 agustus 2015 jam 22.00 WIB
ketertiban, keamanan yang mempunyai tujuan akhir kesejahteraan masyarakat, artinya peranan yang nyata. Peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan status merupakan sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang apabila seseorang melakukan hak-hak dan kewajibankewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu fungsi. 2.
Pengertian Peranan Peranan dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah bagian tugas
utama yang harus dilaksanakan. Soekanto mengatakan peranan (role) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status), apabila seseorang melakukan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.10 Peranan menurut Grass, Mascon, dan MC Eachern yang dikutip dalam buku pokok-pokok pikiran dalam sosiologi karangan David Bery adalah sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok yang menempati kedudukan sosial tertentu. Tiap-tiap individu mempunyai banyak peranan sesuai dengan status yang dimiliki oleh individu dalam situasi tertentu. Hubungan peranan dengan status adalah sedemikian erat. Tidak ada status tanpa peranan dan tidak ada peranan tanpa status (the are no roles with out statuses or statues without role). Status biasanya dirumuskan sebagi pangkat atau kedudukan seorang individu dalam suatu kelompok, atau kedudukan kelompok 10
dalam hubungannya dengan
http://kaghoo.blogspot.com/2010/11/pengertian-peranan.html?m=1, diakses pada tanggal 24 Agustus 2015 jam 19.00 WIB
kelompok lain (the rank or position of individual group of group in relation to other gruop), sedangkan peranan adalah tingkah laku seseorang yang menempati status tertentu (the behavior of who occopies a certain status).11 Berdasarkan definisi diatas, peranan adalah perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok untuk melaksakan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang peran sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. 3.
Pengertian Polisi Secara teoritis pengertian polisi tidak ditemukan, tetapi penarikan dan
pengertian polisi dapat dilakukan dari pengertian kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia yang termuat dalam Pasal 1 ayat (1).12 “Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Fungsi daripada kepolisian seperti tercantum dalam Pasal 2 Undangundang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.13 “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan
dan
ketertiban
masyarakat,
penegakan
hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”. Kata polisi berasal dari suatu buku yang ditulis oleh Plato, seorang filsuf Yunani kuno yang berisi tentang teori dasar Polis atau negara kota. Pada zaman itu kelompok-kelompok manusia membentuk himpunan yang merupakan satu 11
Jusmadi Sikumbang, Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2010, Hal.69-70 12 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia 13 Ibid
kota (mungkin semacam dusun terpencil di Indonesia). Kelompok tersebut membentuk benteng-benteng yang merupakan pagar, pertahanan dari ancaman yang datang dari luar. Dalam kondisi seperti itu, diperlukan kekuatan untuk menegakkan aturan yang disepakati, agar dipatuhi untuk mempertahankan diri dari ancaman pihak luar Polis. Kekuataan inilah yang kemudian disebut kepolisian dan eksistensinya melahirkan polisi.14 4.
Pengertian Penanggulangan Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” penanggulangan berasal dari
kata”tanggulang” yang berarti menghadapi, mengatasi. Kemudian ditambah awalan “pe” dan akhiran “an” sehingga menjadi penaggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan menanggulangi. Penanggulangan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah, menghadapi, atau mengatasi suatu keadaan mencakup aktivitas preventif dan sekaligus berupaya untuk memperbaiki perilaku seseorang yang telah dinyatakan bersalah. 5.
Pengertian Pidana dan Tindak Pidana a.
Pengertian Pidana Menurut sejarah, istilah pidana secara resmi dipergunakan oleh rumusan
Pasal VI Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 untuk peresmian nama Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sekalipun dalam Pasal IX-XV masih tetap dipergunakan istilah hukum pidana. Penggunaan istilah pidana diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama sering juga digunakan
14
Kunarto, Etika Kepolisian, PT. Cipta Manunggal, Jakarta, 1996, hal.51
istilah lain yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan hukuman, pemberian pidana dan hukuman pidana.15 Sebelum mengenal arti dari pidana terlebih dahulu mengerti akan pengertian hukum pidana itu sendiri. Sebagian besar para ahli hukum berpendapat bahwa hukum pidana adalah kumpulan aturan yang mengandung larangan dan akan mendapatkan sanksi pidana atau hukuman bila dilarang. Sanksi dalam hukum pidana jauh lebih keras dibanding dengan akibat sanksi hukum lainnya, akan tetapi pidana tidak mengadakan norma baru melainkan mempertegas sanksi belaka sebagai ancaman pidana sehingga hukum pidana adalah hukum sanksi belaka. 16 Menurut Simons hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum pidana dalam arti objektif atau strafrecht in objectieve zin dan hukum pidana dalam arti subjeltif atau strafrecht in subjective zin. Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale. Simons merumuskan hukum pidana objektif sebagai : 1. Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati. 2. Keseluruhan
peraturan
yang
menetapkan
syarat-syarat
untuk
penjatuhan pidana lain. 3. Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.
15
Marlina, Op.Cit hal.13 Ibid, Hal.15
16
Hukum pidana dalam arti sujektif bisa diartikan secara luas dan sempit, yaitu sebagai berikut :17 1.
Dalam arti luas Hak negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau
mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu. 2. Dalam arti sempit Hak
untuk
menuntut
perkara-perkara
pidana,
menjatuhkan
dan
melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang. Hak ini dilakukan oleh badan-badan peradilan. Jadi ius puniendi adalah hak mengenakan pidana. Hukum pidana dalam arti subjektif (ius puniendi) yang merupakan peraturan yang mengatur hak negara dan alat perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melanggar larangan dan perintah yang telah diatur di dalam hukum pidana itu diperoleh negara dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objektif (ius poenale). Dengan kata lain ius puniendi harus berdasarkan kepada ius poenale. Menurut Pompe, hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana dan apakah macamnya pidana.18 Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana.
17
Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, USU Pres, Medan, 2013, hal. 1-2 Ibid, hal.3
18
Menurut Van Hammel, pidana (Straf) merupakan suatu penderitaan yang bersifat khusus yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh negara.19 Bonger mengatakan pidana adalah mengenakan suatu penderitaan karena orang itu telah melakukan suatu perbuatan yang merugikan masyrakat. Dengan di berikannya sanksi/ hukaman kepada para pelaku tindak pidana bertujuan untuk memberikan efek jera dan mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana (to prevent recidivism). Sejak tahun 1972 mengenai tujuan pemidanaan telah menjadi pemikiran para perancang perundang-undangan, hal ini terbukti dengan telah diaturnya tujuan pemidanaan dalam pasal 2 konsep tahun1971/1972, kemudian tujuan pemidaan tersebut mengalami perubahan pada konsep Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 1982/1983 dalam Buku I, yang selanjutnya dalam konsep rancangan KUHP tahun 1991/1992 yang tujuan pemidanaan isinya sama dengan pada konsep KUHP 1982/1983, selanjutnya dalam konsep KUHP Nasional 2000 mengenai tujuan pemidanaan secara tegas diatur dalam Pasal 50, yang menentukan bahwa :20 (1) Pemidanaan bertujuan untuk: 1. Mencegah dilakukanya tindak pidana dengan mencegah norma hukum demi pengayoman masyarakat.
19
Marlina, Hukum Panitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal.18 Ibid, hal. 27
20
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikanyya orang yang baik dan berguna. 3. Menyelesaikan
konflik
yang ditimbulkan
oleh
tindak
pidana,
memulihkan keseimbangan dan mendatangkan serta rasa damai dalam masyarakat. 4. Membebaskan krasa bersalah pada terpidana (2) Pemidanaan
tidak
dimaksudkan
untuk
menderitakan
dan
tidak
diperkenankan merendahkan martabat manusia. b.
Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum
pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana tersebut. Kerena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu.21 Istilah yang digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah : a. Tindak Pidana b. Peristiwa Pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya Mr.R.tresna dan Pompe Pompe merumuskan bahwa straafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain dari pada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Sedangkan R. Tresna 21
Martiman Prodjo Hamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta, PT.Paradnya Paramita, 1997, hal. 15
merumuskan bahwa peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana yang diadakan tindakan penghukuman.22 Peristiwa tidak saja menunjuk pada perbuatan manusia, melainkan mencakup pada seluruh kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata, tetapi juga oleh alam, seperti matinya seseorang disambar petir atau tertimbun tanah longsor yang tidak penting dalam hukum pidana, baru menjadi penting dalam hukum pidana apabila kematian orang itu diakibatkan oleh perbuatan manusia baik aktif maupun pasif. c. Delik Sebenarnya berasal dari bahasa latin “delictum” juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Delik merupakan
perbuatan
yang dikenakan
hukuman
karena
merupakan
pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana. d. Pelanggaran pidana. e. Perbuatan yang boleh dihukum f. Perbuatan yang dapat dihukum g. Perbuatan pidana Istilah peristiwa pidana atau tindak pidana adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda “Strafbaar feit” atau “delict” . Menurut bahasa Indonesia di samping istilah peristiwa pidana untuk terjemahan “strafbaar feit” atau “delict”
22
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hal. 72
sebagaimana yang dipakai oleh Mr. R. Tresna dan E Utrecth) dikenal pula beberapa terjemahan yang lain seperti: a. Tindak pidana b. Perbuatan pidana c. Pelanggaran pidana d. Perbuatan yang boleh dihukum e. Perbuatan yang dapat dihukum.23 Tindak pidana bisa dijatuhkan hukuman pidana harus memenuhi unsurunsur dari tindak pidana tersebut, seperti pendapat para ahli dibawah ini: Pompe mengatakan bahwa unsur dari strafbaar feit terdiri atas: a. Wederrechtelijkheid (unsur melawan hukum) b. Schuld (unsur kesalahan) c. Subsociale (unsur bahaya/gangguan/merugikan)24 Menurut Moeljatno unsur-unsur atau elemen-elemen yang harus ada dalam suatu perbuatan pidana, adalah25: 1. Kelakuan dan akibat (dapat disamakan dengan perbuatan). 2. Hal atau keadaan yang menyertai perbuatan. 3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana. 4. Unsur melawan hukum objektif yaitu sifat melawan hukum yang terletak pada keadaan objektif, yang merujuk kepada keadaan lahiriah yang menyertai perbuataan, yang tidak perlu dirumuskan lagi sebagai unsur atau
23
Kansil, 2004, Pokok-Pokok Hukum Pidana, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, Hal. 36-37 Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, USU Pres, Medan, 2013 hal.104 25 Ibid. Hal.110 24
elemen tersendiri ( yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bertentangan dengan hukum). 5. Unsur melawan hukum subjektif adalah sifat melawan hukumnya suatu keadaaan tidak terletak pada keadaan objektif, tetapi terletak pada keadaan subjektif, yaitu terletak dalam hati sanubari terdakwa, atau dapat dikatakan bahwa sifat melawan hukumnya perbuatan tergantung kepada bagaimana sikap batinnya terdakwa. 6.
Pengertian Pencurian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa kata “pencurian diartikan
sebagai perkara atau perbuatan mencuri”. Pengertian ini berbeda dengan pengertian sebagaimana dirumuskan dalam perundang-undangan. Hal tersebut dapat dimaklumi sebab pengertian menurut perundang-undangan haruslah memenuhi unsur-unsur yang lengkap dari suatu pasal yang didakwakan jika terjadi pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan itu sendiri maupun untuk merumuskan sebuah tindakan apakah masuk kategori tindak pidana atau bukan.26 Tindak pidana pencurian dalam hukum positif dijelaskan pada BAB XXII KUHP, yaitu mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak. Para sarjana hukum tidak memberikan defenisi tentang pencurian, akan tetapi unsur-unsur dan elemen-elemennya saja yang berdasarkan Pasal 362 Kitab 26
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hal
177
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi “Barang siapa mengambil suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-.”.27 Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP diatas maka unsur-unsur tindak pidana pencurian sebagai berikut: 1. Perbuatan Mengambil Unsur pertama dari pencurian ini adalah mengambil barang, maksudnya membawa barang tersebut di bawah penguasaannya yang menyebabkan barang yang diambil tidak lagi menjadi milik dari pemilik semula. Menurut pendapat Lamintang yang secara lengkap dalam bahasa Belanda yakni : Wegnemen is ene gedraging wa ardor man het goed bring thin zijn feitolijke heerrchappij, be doeling die men opzichte van dat goed verder koestert. (mengambil itu adalah suatu prilaku yang membuat suatu benda berada dalam penguasaannya yang nyata atau benda dalam kekuasaannya atau di dalam detensinya, terlepas dari maksudnya tentang apa yang diinginkan dengan benda tersebut. Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabika barang tersebut sudah pindah tempat. Bila orang baru memegang saja barang tersebut, dan belum berpindah tempat, maka orang tersebut belum dapat dikatakan mencuri, akan tetapi ia baru mencoba mencuri.28 Seiring dengan kasus hukum yang berkembang
27
R. Soesilo. 1995. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentarkomentarnya, Politeia: Bogor.Hal: 249 28 Ibid, Hal. 250
di masyrakat, maka pencurian pun tidak hanya dikategorikan memindahkan barang atau benda saja. Perkembangan hukum pidana menyebabkan perbuatan mengambil dapat ditafsirkan luas, seperti yang dipakai oleh pembuat undang-undang yaitu tidak terbatas dengan tangan saja melainkan biasa juga mengambil dengan kaki, atau dengan menggigit atau dengan menggunakan satu macam alat lain, sebagaimana ajaran teori alat dalam hukum pidana. Contoh kasus hukum pidana yang melakukan penafsiran “mengambil” adalah pencurian arus listrik. mengambil aliran listrik dari suatu tempat yang dikehendaki. dengan cara menempatkan sepotong kabel untuk mengalirkan muatan arus listrik tanpa melalui alat ukur Perusahaan Listrik Negara ( PLN ), telah dapat dikategorikan sebagai kejahatan pencurian.
Berdasarkan rumusan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa pencurian adalah perbuatan yang sengaja dilakukan dengan jalan mengambil barang milik orang lain baik seluruhnya atau sebagian dimana barang tersebut adalah kepunyaan orang lain dengan maksud ingin dimiliki dengan melawan hukum.29 2.
Yang diambil harus “suatu barang” Barang sebagai objek pencurian adalah barang berharga yang ekonomis
dan barang berharga tidak ekonomis. Barang berharga ekonomis dimaksudkan adalah barang tersebut mempunyai nilai uang atau setidak-tidaknya dapat ditukarkan dengan uang. Sedangkan barang berharga tidak ekonomis yaitu barang yang tidak memiliki nilai tukar uang, tetapi menurut ukuran pihak korban pencurian, barang tersebut mempunyai nilai dan berharga.30
29
Lamintang, P.A.F, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Sinar Baru : Bandung,1989, hal.13 30 Ibid, hal. 2
Menurut R. Soesilo, barang yang dimaksud adalah segala sesuatu barang yang berwujud maupun barang yang tidak berwujud. Barang yang berwujud misalnya uang, baju, kalung, dan sebagainya akan tetapi manusia tidak termasuk. Barang tidak berwujud dalam hal ini seperti gas, listrik. 3.
Barang itu “seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain”. Secara sederhana penulis akan memberikan contoh mengenai barang yang
seluruhnya kepunyaan orang lain. Misalnya : si A membeli sepeda motor yang kemudian sepeda motor tersebut dicuri oleh si B. Sepeda motor ini sepenuhnya milik si A sehingga si B sama sekali tidak mempunyai hak milik atas sepeda motor tersebut yang telah dicurinya. Pengertian sebahagian kepunyaan orang lain, misalnya: si A bersama si B membeli sepeda motor, maka sepeda tersebut kepunyaan si A dan si B ( disebut milik bersama ) yang kemudian disimpan di rumah si A, kemudian dicuri oleh B. atau A dan B menerima warisan dari C, disimpan dirumah A, kemudian dicuri oleh B, kemudian dicuri oleh B. Dalam hal ini barang yang dicuri si B sebahagian kepunyaan si A. 4.
Pengambilan dilakukan dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimiliki. Orang karena keliru mengambil barang orang lain itu bukan pencurian.
Seseorang menemui barang dijalan kemudian diambilnya, bila waktu mengambil tersebut sudah ada maksud untuk memiliki barang itu maka perbuatan tersebut masuk pencurian. Jika waktu mengambil pikiran seseorang barang akan diserahkan pada polisi, akan tetapi serenta datang dirumah barang itu dimiliki untuk diri sendiri (tidak diserahkan kepada polisi) maka ia salah dan masuk
penggelapan (Pasal 372), karena waktu barang itu dimilikinya sudah berada ditangannya.31 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana diatur dalam Buku II Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 terdapat 5 kualifikasi pencurian sebagai berikut: a. Pencurian biasa b. Pencurian dengan pemberatan c. Pencurian ringan d. Pencurian dengan kekerasan e. Pencurian dalam kalangan keluarga Untuk memahami lebih jelas terhadap kualifikasi pencurian tersebut akan dijelakan satu persatu: a.
Pencurian biasa Jenis pencurian ini diatur dalam Pasal 362 KUHP. Pasal 362 tersebut
merupakan dasar pencurian dan juga menjadi tolak ukur apakah suatu peristiwa pencurian termasuk dalam pencurian biasa, berat, ringan, dan lain-lain. Suatu hal penting yang perlu diperhatikan adalah perbuatan pembuat harus memenuhi rumusan Pasal 362 KUHP. Dari rumusan Pasal 362 KUHP tersebut, ditarik suatu rumusan yang akan dipergunakan menentukan kategori pencurian biasa sebagai berikut : 1. Perbuatan mengambil; 2. Yang diambil adalah sesuatu barang; 31
R.Soesilo, Kitab Undang-undang komentarnya, Politeia: Bogor, 1995, hal.252
Hukum
Pidana (KUHP) Serta
Komentar-
3. Barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain; 4. Maksud hendak memiliki secara melawan hukum. Apabila semua unsur diatas telah dilakukan oleh si pencuri, maka akan dijatuhi hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak Rp. 900,-.(Sembilan ratus rupiah). b. Pencurian dengan pemberatan Dirumuskan dalam Pasal 363 KUHP, yang berbunyi :32 (1) Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun: 1.
Pencurian ternak (KUHP 101)
2.
Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;
3.
Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak (yang punya); (KUHP 98, 167 s, 365)
4.
Pencurian yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih: (KUHP 364)
5.
Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan
masuk ke tempat
kejahatan itu atau dapat mencapai barang untuk diambilnya, dengan jalan membongkar, memecah, atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.(KUHP 99 s, 364 s) 32
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentarkomentarnya, Politeia: Bogor, 1995, hal.250-251
(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.(KUHP 35, 366,486) c. Pencurian ringan Pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP yang berbunyi:33 “Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 Nomor 5, asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, maka jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, dihukum sebagaiman pencurian ringan dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-“ R. Soesilo mengatakan pencurian barang yang harganya tidak dapat dinilai dengan uang, tidak masuk pencurian ringan. Suatu tindak pidana pencurian ringan bisa dikatakan apabila pencurian barang tersebut bernilai ekonomis. Pengecualian dari pencurian ringan meskipun harganya tidak lebih dari Rp. 250, jika :
1. Barang yang dicuri adalah hewan. 2. Dilakukan pada waktu kebakaran ataupun malapetaka yang lain. 3. Pencurian pada waktu malam dalam rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, oleh orang yang berada disitu tidak mengetahui kejadian itu atau tidak atas kehendak orang yang mempunyai hak. 4. Pencurian yang disertai dengan kekerasan (Pasal 365).
33
R.Soesilo, Kitab Undang-undang komentarnya, Politeia: Bogor, 1995, hal. 364
Hukum
Pidana (KUHP) Serta
Komentar-
d.
Pencurian dengan kekerasan Jenis pencurian ini diatur dalam Pasal 365 KUHP sebagai berikut : 1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun, dihukum pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan (terpergok) supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya yang turut melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap, ada ditangannya. (KUHP 89, 335). 2. Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan: a. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup, yang ada rumahnya atau di jalan umum atau didalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. (KUHP 98,363). B b. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. (KUHP 363 butir 4). c. Jika sitersalah masuk ketempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. (KUHP 99, 100, 364 s). d. Jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat. (KUHP 90). 3. Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan jika karena perbuatan itu ada orang mati. (KUHP 35, 89, 366).
4. Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dijatuhkan, jika
perbuatan itu menjadikan ada orang
mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam butir no.1 dan 3. (KUHP 339, 366, 486). e.
Pencurian dalam kalangan keluarga Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 367 KUHP yang berbunyi sebagai
berikut: 1. Jika pembuat atau pembantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini ada suami (isteri) dari orang yang kena kejahatan itu, tidak bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai harta benda, maka pembuat atau pembantu ini tidak dapat dituntut hukuman. 2. Jika ia suaminya (isterinya) yang sudah diceraikan meja makan, tempat tidur atau harta benda, atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin, baik dalam keturunan lurus, maupun keturunan yang menyimpang dalam derajat yang kedua, maka bagi ia sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan itu. 3. Jika menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari bapak kandung (sendiri), maka ketentuan dalam ayat kedua berlaku juga bagi orang itu. 7.
Pengertian Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak,
minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan
keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 20002500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.34 F. Metode Penelitian Metode
penelitian
merupakan
salah
satu
faktor
penting
dalam
penyelesaian suatu permasalahan yang diteliti, dimana metode penelitian merupakan prosedur atau langkah-langkah yang di anggap efektif dan efisien dalam mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data untuk menjawab masalah yang diteliti. Metode penelitian hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini meliputi : 1). Jenis Penelitian Dalam suatu penelitian sangat dibutuhkan suatu metode penelitian, metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam 34
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit, diakses pada tanggal 15 Juni 2015 jam 13.30
WIB
peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dalam masyarkat.35 2). Jenis Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis data, yaitu :36 a) Data primer atau data dasar yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya,baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi. Pengumpulan data ini dilakukan melalui wawancara atau interview, baik terstruktur maupun tidak terstruktur dengan petugas kepolisian di bagian Sat Reskrim. b) Data sekunder yaitu data yang yang diperoleh melalui bahan pustaka. Data sekunder dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan 3 bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. 1. Bahan hukum primer terdiri dari : a) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tenteng Hukum Acara Pidana b) Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia c) Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian Negara Indonesia
35
H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal. 105 Ibid, hal.23-24
36
d) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tentang Sususan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolsian Sektor. 2.
Bahan Hukum Sekunder Bahan sekunder yang digunakan untuk mendukung bahan hukum primer
berupa dari hasil penelitian, data yang diperoleh dari instansi atau lembaga, serta buku-buku kepustakaan yang dijadikan referensi yang dapat menunjang penelitian ini. 3.
Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan primer
dan sekunder seperti internet, kamus besar bahasa Indonesia 3.
Metode Pengumpulan Data Untuk meneliti suatu objek dibutuhkan metode dalam mengumpulkan data-
data supaya hasil penelitian benar-benar efektif dan bisa dipertanggung jawabkan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua metode pangumpulan data, antara lain: 1. Metode Penelitian Kepustakaan Library risearch merupakan metode penelitian yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.37 Hal tersebut dilakukan untuk memperluas dan memperdalam pemikiran, penulisan serta untuk menentukan teori-teori yang mampu mendukung penelitian lapangan.
37
Ibid. Hal.107
2. Metode Penelitian Lapangan Field research merupakan metode penelitian dengan terjun langsung kelapangan dalam hal ini adalah Polsek Sosa kabupaten Padang Lawas untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan judul penelitian, yang mana dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara (interview). Wawancara adalah sebuah dialog atau tanya jawab yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu pewawancara dengan responden atau narasumber. Dalam field research ini juga pewawancara membuat kerangka dan membuat garis-garis besar atau pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. Penyusunan pokok-pokok ini dilakukan sebelum wawancara. 4. Analisis Data Analisa data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriftif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif yaitu suatu kegiatan ynag dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.38 G. Sistematika Penulisan Dalam karya ilmiah yang baik, maka pembahasan harus diuraikan secara sistematis, agar penulisannya lebih terarah dan lebih mudah dipahami, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur. Sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah:
38
Ibid, Hal. 107
BAB I
:Berisikan pendahuluan yang didalamnya diuraikan mengenai latar belakang masalah penulisan skripsi, perumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan skripsi, keaslian skripsi, tinjauan pustaka yang mengemukakan berbagai defenisi, rumusan dan berbagai istilah
yang terdapat dalam judul untuk
memberi batasan dalam pemahaman mengenai istilah-istilah tersebut, dan terakhir diuraikan sistematika penulisan. BAB II
:dalam bab ini adalah tentang pengaturan tentang peran polisi dalam penanggulangan tindak pidana, dalam hal
secara universal
bagaimana upaya Kepolisisan dalam menaggulangi tindak pidana pencurian, serta faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidana pencurian. BAB III : dalam bab ini membahas peran, tugas dan wewenang Polsek Sosa dalam menangani dan menanggulangi tindak pidana pencurian kelapa sawit di wilayah hukum Sosa kabupaten Padanglawas. BAB IV : dalam bab ini akan membahas mengenai hambatan dan upaya Polsek Sosa dalam penanggulangan tindak pidana pencurian kelapa sawit,
serta
faktor
pendukung
dalam
penanganan
upaya
penanggulangan tindak pidana pencurian kelapa sawit di kecamatan Sosa. BAB V
:Merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran