BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa berperan penting bagi kehidupan manusia, tidak hanya dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga diperlukan untuk menjalankan segala aktivitas hidup manusia, seperti penelitian, penyuluhan, pemberitaan bahkan untuk menyampaikan pikiran, pandangan serta perasaan. Bidang-bidang seperti ilmu pengetahuan, hukum, kedokteran, politik, pendidikan juga memerlukan peran bahasa. Bahasa bukan satu-satunya alat komunikasi manusia, namun dikenal pula bahasa isyarat, aneka simbol, kode, dan bunyi, yang semua itu akan bermakna setelah diterjemahkan ke dalam bahasa manusia. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan bila bahasa disebut sebagai alat komunikasi terpenting bagi manusia (Wijana, 2008:3). Pemahaman makna dalam berbahasa adalah suatu hal yang penting. Hal itu disebabkan dalam setiap pembicaraan, kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara memiliki makna. Pendengar yang mendengarkan kata-kata pembicara juga akan menafsirkan kata-kata dari kalimat yang didengarnya. Hal ini bisa terjadi jika pembicara menggunakan bahasa yang juga dipahami oleh pendengar. Pada era globalisasi ini, seseorang dituntut untuk bisa berkomunikasi tidak hanya dengan bahasa ibunya, tetapi juga mampu untuk berkomunikasi dengan bahasa asing. Pembelajaran bahasa asing tidak cukup hanya dengan mengetahui
1
2
arti kata per kata. Pembelajar tidak hanya dituntut untuk mengetahui tata bahasa yang berlaku dalam bahasa asing yang dipelajarinya, melainkan juga mengetahui nuansa dan penggunaan tiap kata supaya dapat menggunakan suatu kata atau kalimat dengan tepat. Akan tetapi, dalam suatu kata di dalam bahasa asing, ada unsur di luar unsur kebahasaan yang berbeda dengan bahasa ibu pembelajar bahasa asing. Pada kasus ini, selain persoalan makna kata, ada persoalan mengalihbahasakan (Pateda, 2001:81). Hal itu biasanya tampak pada beberapa kata-kata yang tidak dapat diterjemahkan langsung, dan kata-kata yang memiliki arti yang saling tumpang tindih. Contohnya adalah verba tsukeru dan kakeru. Verba tsukeru adalah verba transitif yang termasuk dalam ichidandoushi1 yaitu verba yang akar katanya berakhir dengan vokal -e atau -i (Takahashi, 2003: 279-280). Verba tsukeru umumnya dilambangkan dengan huruf hiragana, tetapi dapat pula dilambangkan dengan karakter kanji yang beragam, antara lain karakter 付, 点, 附, 就, 即, 浸 dan 漬 tergantung pada aktivitas yang dinyatakannya. Aktivitas yang dinyatakan oleh verba ini dapat dilambangkan oleh salah satu atau lebih dari karakter kanji tersebut. Sedangkan verba kakeru ada yang termasuk dalam ichidandoushi, dan ada pula yang termasuk ke dalam godandoushi2, yaitu verba yang akar katanya berakhiran dengan konsonan (Takahashi, 2003: 280). Verba kakeru yang termasuk dalam godandoushi adalah verba intransitif yang dilambangkan dengan karakter kanji 翔. Sedangkan verba kakeru yang termasuk dalam ichidandoushi adalah verba kakeru yang dilambangkan dengan karakter 欠,
1 2
一段動詞 五段動詞
3
駆, 駈, 掛, 架, 懸, dan 賭. Verba kakeru yang dilambangkan dengan karakter 欠, 駆, dan 駈 adalah verba intransitif. Sedangkan verba kakeru yang dilambangkan dengan 掛, 架, 懸, dan 賭 adalah verba transitif yang juga sering ditulis dengan huruf hiragana saja. Serupa dengan verba tsukeru, verba transitif kakeru ini juga dapat menyatakan berbagai aktivitas yang aktivitas tersebut dapat dilambangkan oleh salah satu atau lebih dari karakter kanji 掛, 架, 懸, dan 賭. Selain itu, ada aktivitas yang dinyatakan oleh verba tsukeru dan kakeru ini yang dapat diterjemahkan ke dalam kata yang sama dalam bahasa Indonesia. Dengan kata lain, ada penggunaan yang saling tumpang tindih antara verba tsukeru dan kakeru, sehingga menyulitkan menyulitkan pembelajar dari Indonesia. Hal itu dapat dilihat pada contoh berikut ini. (1) Rajio o tsukeru. Rajio o tsukeru radio OBJ menyalakan KBL ‘menyalakan radio’ (IKJ: 976) (2) Rajio o kakeru. Rajio o kakeru radio OBJ menyalakan KBL ‘menyalakan radio’ (IKJ: 242) (3) Nekkuresu o tsukeru. Nekkuresu o tsukeru kalung OBJ mengenakan KBL ‘memakai kalung’ (KM: 707) (4) Sono fujin wa shinju no nekkuresu o kakete ita. Sono fujin wa shinju no nekkuresu o kakete ita wanita itu TOP mutiara GEN kalung OBJ mengenakan KONT KL
4
‘wanita itu memakai kalung mutiara’ (ejje.weblio.jp - 1) (5) Kare wa mainichi pan ni tappuri biruberii no jamu o tsukete tabete ita to iimasu. Kare wa mainichi pan ni tappuri biruberii no jamu wo dia TOP setiap hari roti ALT banyak selai blueberry OBJ tsukete tabete ita to iimasu mengoleskan makan OBJ mengatakan SOP KBL ‘Ia berkata bahwa setiap hari ia mengoleskan banyak selai blueberry pada roti dan memakannya.’ (corpus.tsukuba.ac.jp) (6) Mazu wa, mochi mochi de noukou na kasupi kai yooguruto ni, ichigo jamu o kakeru tokoro wo douga de goran kudasai. Mazu wa mochi mochi de noukou na kasupi kai yooguruto ni pertama-tama kenyal KONJ kental yogurt Laut Kaspia ALT ichigo jamu wo kakeru tokoro wo douga de selai strawberry OBJ mengoleskan tempat OBJ video INS goran kudasai lihat SOP IMP ‘Pertama-tama lihatlah video penuangan selai strawberry pada yogurt laut Kaspia yang kenyal.’ (corpus.tsukuba.ac.jp) Contoh-contoh kalimat di atas menunjukkan bahwa pada objek tertentu, verba tsukeru dan kakeru menunjukkan aktivitas yang sama, yaitu ‘menyalakan’ untuk rajio (radio) pada kalimat (1) dan (2), dan ‘mengenakan’ untuk nekkuresu (kalung) pada kalimat (3) dan (4). Pada kalimat (5) dan (6), tsukeru dan kakeru sama-sama muncul pada kalimat dengan pola ‘A wo B ni tsukeru/kakeru’ dan sama-sama menunjukkan adanya aktivitas ‘memindahkan A ke B’. Akan tetapi, kedua verba ini memiliki arti yang berbeda pada objek jamu (selai) yaitu ‘mengoleskan’ untuk tsukeru dan ‘menuangkan’ untuk kakeru. Oleh karena itu, penelitian ini ingin memperjelas persamaan dan perbedaan kedua verba ini melalui komponen maknanya. Pada bagian berikutnya akan dijelaskan mengenai
5
penggunaan verba tsukeru dan kakeru, kemudian persamaan dan perbedaan kedua verba tersebut dengan menggunakan contoh kalimat. 1.2. Rumusan Masalah Masalah yang ingin dipecahkan oleh penulis berdasarkan latar belakang di atas adalah, apa saja penggunaan verba tsukeru dan kakeru, apa saja penggunaan tsukeru dan kakeru yang saling tumpang tindih, dan apa persamaan dan perbedaan penggunaan yang saling tumpang tindih tersebut. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menjelaskan penggunaan verba tsukeru dan kakeru, mengetahui apa saja penggunaan tsukeru dan kakeru yang saling tumpang tindih, dan menjelaskan persamaan dan perbedaan penggunaan yang saling tumpang tindih tersebut. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Verba tsukeru dan kakeru adalah dua verba yang masing-masing dapat dilambangkan dengan berbagai karakter kanji. Verba tsukeru selain dilambangkan dengan huruf hiragana, dapat pula dilambangkan dengan karakter kanji yang beragam, antara lain karakter 付, 点, 附, 就, 即, 浸 dan 漬 tergantung pada aktivitas yang dinyatakannya. Sedangkan verba kakeru dilambangkan oleh karakter kanji tergantung pada jenis perubahannya dan ada tidaknya kebutuhan akan objek. Berdasarkan jenis perubahannya verba kakeru ada yang termasuk dalam godandoushi yaitu verba kakeru yang dilambangkan dengan karakter kanji 翔 , ada pula yang termasuk dalam ichidandoushi yaitu verba kakeru yang
6
dilambangkan dengan karakter 欠, 駆, 駈, 掛, 架, 懸, dan 賭. Berdasarkan ada tidaknya keperluan akan objek, verba kakeru yang tidak memerlukan objek (intransitif) dilambangkan dengan karakter 翔, 欠, 駆, dan 駈. Sedangkan verba kakeru yang memerlukan objek (transitif) dilambangkan dengan 掛, 架, 懸, dan 賭. Verba transitif kakeru ini juga sering ditulis dengan huruf hiragana saja. Objek penelitian ini adalah verba tsukeru dan kakeru yang termasuk dalam verba transitif dengan jenis perubahan ichidandoushi. Selain itu, verba tsukeru dan kakeru dapat berdiri sebagai verba tunggal. Penggunaan bentuk verba tunggal tsukeru dan kakeru akan dipaparkan pada skripsi ini, kemudian penggunaan yang saling tumpang tindih dari kedua verba tersebut akan dianalisis untuk melihat persamaan dan perbedaannya. Namun, verba tsukeru dan kakeru
juga sering dipakai sebagai verba majemuk yang
melekat di verba sebelumnya dengan bentuk [ren’you + tsukeru] dan [ren’you + kakeru]. Bentuk verba bentuk verba majemuk -tsukeru dan -kakeru tidak dibahas dalam skripsi ini. 1.5. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai verba tsukeru belum ditemukan di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Akan tetapi, ditemukan penelitian berupa skripsi S1 yang membahas verba kakeru sebagai verba majemuk dalam bentuk [ren’yoo + kakeru]. Penelitian tersebut adalah penelitian Tesa A. Thaariq dengan judul Ciri-ciri Pembeda Verba [-kakeru] sebagai Pemarkah Makna Arah dan Aspek pada Verba Majemuk [ren’yoo + kakeru]. Thaariq
7
meneliti verba kakeru sebagai verba majemuk dalam bentuk [ren’yoo + kakeru] dengan mendeskripsikan ciri-ciri yang membedakan verba majemuk [ren’yoo + kakeru] yang menunjukkan arah (kegiatan ditujukan pada suatu objek), dan aspek (kegiatan yang baru dimulai, atau kegiatan yang terhenti di tengah-tengah). Selain itu, penulis menemukan beberapa penelitian yang membandingkan dua verba dalam Bahasa Jepang. Penelitian tersebut antara lain adalah skripsi S1 berjudul Analisis Makna Leksem Agaru dan Noboru oleh Nurhayati (2006). Pada penelitian tersebut, Nurhayati membahas tentang komponen makna leksem agaru dan noboru yang berkaitan dengan lintasan. Tujuan penelitian tersebut adalah menjelaskan komponen pada leksem agaru dan noboru menggunakan teori komponen makna dan metode deskriptif. Tita Retna Sari (2012) juga melakukan penelitian perbandingan verba berupa skripsi S1 dengan judul Analisis Semantik Leksikal pada Verba Iu, Hanasu, Shaberu, Kataru dan Noberu. Sari menggunakan teori komponen makna dan hubungan makna untuk mengetahui persamaan dan perbedaan makna di antara verba iu, hanasu, shaberu, kataru dan noberu. Pada penelitian tersebut, verba iu, hanasu, shaberu, kataru dan noberu diklasifikasi berdasarkan subjek, frekuensi, durasi, isi dan cara penyampaian. Penulis juga telah menelusuri situs internet Jepang yang memuat penelitian-penelitian yang ditulis dalam Bahasa Jepang yaitu ci.nii.ac.jp. Akan tetapi, dalam situs tersebut juga belum ditemukan penelitian yang membahas verba tsukeru dan kakeru, maupun yang membandingkan kedua verba tersebut.
8
Berdasarkan penelusuran penulis, belum ditemukan penelitian yang membandingkan verba tsukeru dengan kakeru. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi penelitian pelopor untuk penelitian terhadap kedua verba ini. 1.6. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini, terdiri atas tiga tahap penelitian, yaitu (1) tahap pengumpulan data mengenai penggunaan verba tsukeru dan kakeru menggunakan metode pustaka; (2) tahap analisis penggunaan tsukeru dan kakeru menggunakan contoh kalimat; dan (3) tahap pemaparan hasil analisis data. Pada tahap pengumpulan data, penulis membaca dan membandingkan penggunaan dari verba tsukeru dan kakeru melalui kokugo jiten (Ensiklopedia Bahasa Jepang). Kemudian, mencari contoh-contoh kalimat berpredikat verba tsukeru dan kakeru.
Contoh kalimat diambil dari situs corpus.tsukuba.ac.id,
kamus, manga dan internet. Pada tahap analisis, penulis mencari penggunaan yang saling tumpang tindih dari verba tsukeru dan kakeru. Penulis kemudian memilah contoh-contoh kalimat yang terkumpul. Pemilahan dilakukan dengan mengambil contoh kalimat berpredikat verba tsukeru dan kakeru yang menunjukkan penggunaan yang saling tumpang tindih tersebut. Contoh-contoh kalimat tersebut digunakan untuk menganalisis persamaan dan perbedaan penggunaan yang saling tumpang tindih antara verba tsukeru dan kakeru tersebut. Penulis menganalisis contoh kalimat
9
menggunakan metode agih, yaitu metode analisis data yang alat penentunya berada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 1993: 15). Teknik dasar metode ini adalah teknik bagi unsur langsung, sedangkan teknik lanjutan yang dipakai adalah teknik ganti. Teknik ganti dilakukan dengan cara mengganti verba tsukeru pada suatu kalimat dengan verba kakeru, dan sebaliknya. Teknik ini dilakukan untuk melihat kadar kesamaan verba tsukeru dan kakeru. Kalimat-kalimat tersebut kemudian diperiksakan keberterimaannya kepada pembicara asli bahasa Jepang. Setelah mengetahui keberterimaannya, kalimat-kalimat dianalisis untuk menentukan faktor apa sajakah yang menjadi penentu bisa tidaknya verba tsukeru dan kakeru saling bersubstitusi. Terakhir, dilanjutkan dengan tahap pemaparan hasil analisis yang berwujud perumusan dengan kata-kata biasa. 1.7. Sistematika Penelitian Skripsi ini akan disajikan dalam lima bab, dengan penjelasan sebagai berikut: Bab I berupa pendahuluan mengenai penelitian yang akan dibahas, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penelitian; Bab II berupa landasan teori yang berisi mengenai teori yang akan digunakan dalam analisis data penelitian ini, serta penggunaan verba tsukeru dan kakeru dalam bahasa Jepang; Bab III berisi penggunaan verba tsukeru dan kakeru yang saling tumpang tindih dan analisis penggunaan verba tsukeru dan kakeru yang saling tumpang tindih tersebut; Bab IV berisi hasil analisis data; dan Bab V adalah kesimpulan.