BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pendidikan karakter sebagai salah satu inovasi dalam pembelajaran perlu segera dilakukan dengan melakukan berbagai bentuk strategi khusus di tingkat sekolah. Hal ini diharapkan agar tujuan pembelajaran dengan mengarah kepada pembentukan karakter dapat di capai yaitu membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Sehingga strategi pedidikan karakter disekolah harus disusun dengan mengacu pada beberapa komponen yaitu strategi kegiatan pembelajaran, pengembangan pembiasaan sekolah, kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler. Pendidikan karakter adalah satu isu sentral yang kini sedang marak dibicarakan pada berbagai level pendidikan. Hal ini didasari bahwa dasar dari proses pendidikan adalah untuk membentuk peserta didik yang berkualitas, yakni tidak hanya memiliki ilmu, namun juga memiliki sikap mental dan prilaku yang baik, atau berkarakter baik. Tuntutan terhadap proses pendidikan karakter didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya.
1
2
Sukidi sebagaimana dikutip oleh Belferik Manullang mengatakan bahwa fenomena krisis hidup (krisis karakter) tidak hanya semata-mata krisis intelektual dan moral, namun sedikit lebih dalam ke jantung persoalan bahwa krisis moral yang hampir merambah seluruh lini kehidupan kita, sebenarnya berasal dan bermuara pada krisis spiritual. Artinya krisis karakter tidak hanya sekedar kehilangan 18 sifat dan kehilangan 9 sifat seseorang menjadi koruptor. Pendidikan karakter jauh lebih mendasar yakni memfungsikan kecerdasan nurani (SQ). Karakter mewarnai seluruh perilaku. 1 Ali Nugraha dan Yeni P sebagaimana dikutip oleh Huriah Rachmah, melakukan survey terhadap orang tua dan guru, bahwa generasi sekarang lebih banyak memiliki emosi dan social dari pada generasi sebelumnya. Generasi sekarang lebih kesepian dan pemurung, lebih beringas, kurang memiliki etika, mudah cemas, gugup dan lebih implusif. Terjadi benturan prilaku antara das sein dan das sollen pun terjadi. Terjadi benturan perilaku antara yang diterima di sekolah dengan di rumah atau sebaliknya sehingga pelajaran moral yang baru didapat di ruang kelas tidak terlalu bermanfaat karena tidak dapat dijadikan sebagai kebiasaan sehari-hari. 2 Contoh lain paling sederhana adalah ketika berlalu lintas, dimana bukan hanya hilangnya ketaatan pada rambu-rambu atau aturan yang ada tetapi sudah sirnanya toleransi dan sopan santun antar sesama pengguna jalan. Contoh lain yang tarafnya lebih akut seperti hilangnya penghormatan 1
Belferik Manullang, Grand Desain Pendidikan Karakter Generasi Emas 2045 (Jurnal Pendidikan Karakter, Nomor III, 1 Februari Tahun 2013), hlm. 3 2
Huriah Rachmah, Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter bangsa yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (E-Journal Widya Non-Eksakta Vol. 1 Juli-Desember 2013), hlm. 9
3
kepada orang yang lebih tua, budaya mencotek ketika ulangan atau ujian, pergaulan bebas tanpa batas, seks bebas, mengkonsumsi bahkan menjadi pecandu narkoba, menjadi geng motor yang anarkhis, tawuran antar pelajar dan antar mahasiswa dan sebagainya.3 Oleh karena itu, membangun karakter adalah langkah besar yang harus ditempuh dalam dunia pendidikan agar peserta didik tidak kehilangan peganggan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun dalam
lingkungan
masyarakat.
Pendidikan
karakter
bukan
hanya
mengutamakan pemupukan pengetahuan kepada peserta didik, melainkan yang terpenting adalah pembinaan watak atau karakter peserta didik yang menekankan pembinaan sistem nilai aktual dan aktualisasi diri sendiri. Melalui pendidikan karakter diharapkan dunia pendidikan akan menjadi motor penggerak dalam membangun karakter peserta didik dan anggota masyarakat pada umumnya, sehingga memiliki kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang kuat, berakhlak, berprinsip dan bermartabat dengan mempertimbangkan norma-norma budaya dan agama masyarakat. Begitu penting peningkatan pendidikan karakter pada siswa, karena salah satu faktor penyebab kegagalan pendidikan Islam selama ini karena anak banyak yang kurang atau masih rendah akhlaknya. Hal ini karena kegagalan dalam menanamkan nilai-nilai karakter. Tidak dapat dipungkiri, bahwa munculnya tawuran, konflik dan kekerasan lainnya merupakan cermin ketidakberdayaan sistem pendidikan di negeri ini, khususnya pendidikan 3
Agus wibowo, Menejemen Pendidikan Karakter di sekolah (konsep dan praktek implementasi ), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 2
4
karakter. Ketidakberdayaan sistem pendidikan agama di Indonesia karena pendidikan agama Islam selama ini hanya menekankan kepada proses pentransferan ilmu kepada siswa saja, belum pada proses transformasi nilainilai luhur keagamaan kepada siswa, untuk membimbingnya agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan berakhlak mulia.4 Dari semua fakta diatas, sangatlah perlu dipertanyakan bagaimana sejatinya potret karakter para peserta didik tersebut, dan sebagaimana telah disebutkan diatas tentang guru agama (terutama Agama Islam) tentu saja hal ini tidak dapat dilepas dari strategi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) dalam mendidik mereka. Ketidak pahaman siswa terhadap pendidikan agama salah satunya dikarenakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran tidak memakai teknik atau metode tertentu sehingga proses pengajaran tidak berjalan dengan maksimal. Lain halnya apabila dalam pengajaran guru memakai teknik atau metode yang tepat dalam menyampaian materi bisa dipastikan siswa akan lebih bisa mengerti dan memahami serta mampu mengamalkan. Di dalam sejarah dunia pendidikan guru merupakan sosok figur teladan bagi siswa atau siswi yang harus memiliki strategi dan teknik-teknik dalam mengajar. Kegiatan belajar mengajar sebagai sistem intruksional merupakan interaksi antara siswa dengan komponen-komponen lainnya, dan guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran agar lebih aktif dan efektif
4
Toto Suharto. dkk, Rekontruksi dan Modernisasi Lembaga Pendidikan Islam, (Global Pustaka Utama, Yogyakarta: 2005), hal. 169
5
secara optimal. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya di sebut metode mengajar. Pupuh Fathurrohman, AA Suryana dan Fenny Fatriany menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama, guru PPKn dan guru Bahasa Indonesia merupakan tenaga yang
paling bertanggung jawab terhadap pembinaan
watak, kepribadian, keimanan, ketakwaan dan karakter peserta didik di sekolah. Guru lainya dan warga sekolah harus mendukung secara optimal penciptaan suasana sekolah yang kondusif untuk menerapkan kehidupan yang berkarakter luhur.5 Dalam konsep pembelajaran, pendidikan karakter idealnya bisa dilakukan oleh semua guru, baik guru kelas, maupun guru mata pelajaran. Namun peran dalam membentuk karakter peserta didik tersebut dinilai akan lebih optimal jika dilakukan oleh guru-guru pada mata pelajaran normative khususnya guru Agama Islam, Budi Pekerti, Kewarganegaraan. Terkait guru mata pelajaran Agama Islam, pembentukan karakter peserta didik yang baik yang sesuai dengan tuntutan adalah tujuan pokok dari mata pelajaran Agama Islam. Tugas seorang guru memang berat dan banyak. Akan tetapi semua tugas guru itu akan dikatakan berhasil apabila ada perubahan tingkah laku dan perbuatan pada anak didik ke arah yang lebih baik. Maka tentunya hal yang paling mendasar ditanamkan adalah nilai-nilai karakter. Karena jika pendidikan karakter yang baik dan berhasil ajarannya berdampak pada 5
Pupuh Fathurrohman, AA suryana, Fenny Fatriany, Pengembangan pendidikan Karakter, (Bandung: Refika Aditama, 2013), hlm. 165
6
kerendahan hati dan perilaku yang baik, baik terhadap sesama manusia, lingkungan dan yang paling pokok adalah kepada Allah (karakter relegius). Jika ini semua kita perhatikan maka tidak akan terjadi kerusakan alam dan tatanan kehidupan, sebagaimana firman Allah Swt.
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum: 41) Guru PAI diharapkan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki para siswa agar dapat menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Mereka adalah figur yang utama dalam menanamkan nilai-nilai ajaran agama Islam dalam kerangka pembentukan sikap dan watak, serta perilaku akhlak al karimah melalui berbagai model pembelajaran yang dikembangkan di sekolah. PAI dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasalahan yang kurang menyenangkan. Seperti halnya proses pembelajaran PAI di sekolah saat ini masih sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam.” Hanya sedikit yang arahnya pada proses internalisasi nilai-nilai Islam pada diri siswa. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru masih dominan ceramah. Proses internalisasi tidak secara otomatis terjadi ketika nilai-nilai tertentu sudah dipahami oleh siswa. Artinya, metode ceramah yang digunakan guru ketika mengajar PAI berpeluang besar
7
gagalnya proses internalisasi nilai-nilai agama Islam pada diri siswa, hal ini disebabkan siswa kurang termotivasi untuk belajar materi PAI. 6 Motivasi siswa dapat dikembangkan secara eksternal dan internal. Dari dalam diri, motivasi dapat ditimbulkan dengan cara keinginann untuk menjadi lebih baik. Motivasi eksternal dalam kaitannya dengan pembelajaran adalah kreativitas guru dalam mengajar sehingga pembelajaran bersuasana menyenangkan, penggunaan strategi, metode pembelajaran dan media yang dipakai, dan lain sebagainya. Permasalahan-permasalahan yang terjadi diatas dapat diselesaikan sekiranya siswa dan guru memiliki keinginan untuk bersama membangun kerjasama yang baik. Seorang guru harus menjadi motivasi bagi anak-anak didiknya, melalui kebiasaan membaca buku, budaya fisik dan mental ini bisa memberi contoh kepada anak-anak didik. Karena murid-murid selalu mengikuti perilaku guru mereka. Jadi seorang guru dapat melakukan banyak hal melalui kekuatan motivasi. Seorang guru harus menyadari bahwa kekuatan motivasi dan menggunakannya dengan baik dimanapun. Untuk memilih strategi, metode dan teknik yang digunakan memang memerlukan keahlian tersendiri. Seorang pendidik harus pandai memilih strategi, metode dan teknik yang akan dipergunakan, dan strategi, metode dan teknik tersebut harus dapat memotivasi serta memberikan kepuasan bagi anak didiknya seperti karakter peserta didik semakin meningkat lebih baik semangat untuk belajar lebih meningkat dan sebagainya. 6
Saepul A. hamdani, Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Pembelajaran PAI (Surabaya: NIZAMIA, Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya), hlm. 1.
8
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, terutama dalam pendidikan karakter salah satu aspek utama yang menentukan adalah guru PAI. Untuk itu upaya yang dilakukan oleh seorang guru PAI dalam melaksanakn pendidikan karakter adalah bagaimana strategi yang dilakukan seorang guru PAI dalam menanamkan karakter kepada peserta didik baik di dalam kelas maupun di luar kelas sehingga nilai-nilai karakter yang di kembangkan benar-benar tertanam dalam diri peserta didik. Dalam sebuah observasi dan wawancara tidak terstruktur yang dilakukan oleh peneliti terhadap Miladwiristiani kepada siswa kelas IX SMPN 4 Petarukan menyatakan: Alhamdulillah saya melaksanakn nilai-nilai karakter yang telah di ajarkan di sekolah dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah maupun di sekolah, seperti terbiasa melaksanakan sholat lima waktu, terbiasa mengucapkan salam dan berjabatan tangan ketika bertemu dengan bapak atau ibu guru baik di sekolah maupun di luar sekolah, namun masih ada siswa yang belum melaksanakan nilai-nilai karakter baik di sekolah apalagi di rumah seperti ketika pelaksanaan sholat dhuhur berjamaah anak-anak ada yang belum melaksanakan sholat.7 Hal senada juga di sampaikan oleh bapak Ainurrofiq, beliau mengatakan: “memang kalau sudah waktu dhuhur tiba padahal bapak/ibu guru sudah mengarahkan siswanya untuk sholat dhuhur tapi masih ada anak yang belum mau mengerjakankanya inilah yang menjadi kendala bagi saya.” 8
7
Wawancara dengan Miladwiristiani siswa kelas IX SMP Negeri 4 Petarukan tentang pelaksanaan pendidikan karakter pada tanggal 3 Maret pukul 09.30 di lingkungan sekolah. 8
Wawancara dengan bapak Ainurrofiq guru PAI SMP Negeri 4 Petarukan tentang pelaksanaan pendidikan karakter pada tanggal 3 Maret pukul 10.30 di ruang guru.
9
Dari kondisi ini membuat penulis tergugah untuk meneliti strategi apa yang diterapkan oleh guru PAI SMPN 4 Petarukan dalam melaksanakan pendidikan karakter baik ketika proses belajar mengajar maupun di luar proses belajar mengajar sehingga siswa dapat menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari baik ketika di sekolah maupu di rumah. Mengacu pada persoalan di atas maka judul penelitian ini adalah strategi guru PAI SMPN 4 Petarukan dalam melaksankan pendidikan karakter. B. Rumusan Masalah Penelitian ini difokuskan pada masalah strategi guru PAI 4 Petarukan dalam penddidikan karater, dengan menitik beratkan pada masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah strategi guru PAI SMPN 4 Petarukan dalam melasanakan pendidikan karakter? 2. Nilai-nilai karakter apa sajakah yang di kembangkan di SMPN 4 Petarukan? 3. Apa faktor penghambat dan pendukung dari strategi yang diterapkan oleh guru PAI SMPN 4 Petarukan dalam melaksankan pendidikan karakter? C. Tujuan Penelitian Sementara tujuan dari penelitian ini sesuai dengan fokus penelitian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut : 1. Untuk
mendeskripsikan strategi guru PAI SMPN 4 Petarukan dalam
melaksanakn pendidikan karakter.
10
2. Untuk menggungkap karakter yang di bangun di SMPN 4 Petarukan. 3. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam pendidikan karaker di SMPN 4 Pemalang. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini, diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini akan berguna bagi perumusan konsep tentang strategi guru PAI dalam melaksanakan pendidikan karakter di sekolah. Hasil penelitian ini pada akhirnya diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar untuk membangun hipotesis penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kajian ini. Adapun secara praktis, hasil penelitian ini menjadi bahan masukan berharga bagi para praktisi pendidikan, guru PAI, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para pendidik dalam melaksanakan pendidikan karakter di sekolah yang baik dan bagi para pemerhati pendidikan agama Islam terutama untuk melakukan penelitian lebih mendalam, guna memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan lembaga pendidikan Islam pada umumnya. E. Kajian Pustaka Setelah melakukan survey literatur, telah terdapat penelitian maupun karya berupa buku yang terkait dengan tema di atas. Namun kajian spesifik yang dibahas dalam penelitian ini adalah analisis strategi yang dipergunakan guru PAI dalam pendidikan karakter, sehingga penelitian ini benar-benar ingin menganalisis dan mengetahui apa yang diteliti, kendati karya-karya
11
maupun penelitian yang telah ada mempunyai kontribusi berharga bagi penelitian ini. Beberapa karya atau penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Heru Nugroho. Penelitian ini tentang implementasi pendidikan karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMA 3 Semarang. Hasil
penelitian ini mengungkap
melalui
Pendidikan Agama Islam
pendidikan karakter dapat terbentuk dengan baik di SMA 3 Semarang. 9 2. Penelitian Salmah Fa’atin. Penelitian ini tentang hadis-hadis tentang keutamaan sholat dan implikasinya dalam pendidikan karakter. Hasil dalam penelitian ini mengungkapakan bahwa untuk membangun karakter, shalat dapat dijadikan sebagai latihan untuk perjernihan emosi, melatih dan membentuk kepercayaan diri serta motivasi, melatih kebijaksanaan, melatih dan membangun prinsip kepercayaan, melatih integritas, melatih prinsip kepemimpinan, melatih prinsip pembelajaran, melatih visualisasi dan simulasi, melatih prinsip keteraturan dan kedisiplinan. 10 3. Penelitian Maksudin. Penelitian ini tentang Pendidikan Nilai sistim Boarding Scool di SMP IT Abu Bakar.
9
Heri Nugroho, Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMA 3 Semarang, Tesis, IAIN Walisonggo Semarang, 2013. 10
Salmah Fa’atin, “Hadis-hadis tentang Keutamaan Shalat dan Implikasinya dalam Pendidikan Karakter”, Tesis Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005.
12
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pendidikan nilai untuk mengembangkan dan menyadarkan siswa terhadap nilai kebenaran, kejujuran,
kebijakan,
kearifan
dan kasih
sayang
dalam
rangka
pembentukan karakter anak. Di samping itu, pendidikan nilai berfungsi untuk memperkuat keimanan dan ketakwaaan secara spesifik berdasarkan keyakinan agama masing-masing. 11 4. Penelitian Eka Fitria Angraini. Penelitian ini tentang Menejemen pendidikan karakter di sekolah dasar Islam Yima Islamic school Bondowoso. Hasil penelitian ini menggungkapkan bahwa dari aspek perencanaannya dengan melakukan beberapa hal,diantaranya: a) Merancang kondisi sekolah yang kondusif, b) Merancang kurikulum pendidikan karakter secara ekplisit, c) Menciptakan kurikulum karakter yang integratif, d) Pengelolaan ruang kelas, e)Pengelolaan lingkungan luar kelas. Sedangkan pada tataran pelaksanaannya, diantaranya: a) Kerjasama antara warga sekolah, b) Menerapkan keteladanan, c) Pembiasaan sholat berjamaah, d) Pembinaan al-qur’an yang intensif, e) Menghargai kreatifitas peserta didik, f) Menjalin hubungan harmonis antara guru dan peserta didik 12 Mengacu pada hasil penelitian tersebut kiranya dapat dijadikan acuan dalam penelitian serupa, dengan harapan akurasi data dan simpulan hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 11
Maksudin, Pendidikan Nilai Sistem Boarding School di SMP IT Abu Bakar, Desertasi, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2008. 12
Eka Fitri Anggraini, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah Islam Yima Islamic Scool Bondowoso, Tesis, Program Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2011.
13
Tabel 1. Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya
No
Nama Peneliti, Judul, dan Tahun Penelitian
1.
Heri Nugroho, “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMA 3 Semarang”, 2013.
2.
3.
4.
Persamaan
Pendidikan Karakter
Perbedaan
Orisinalitas Penelitian
Penerapan Pendidikan karakter dalam Pendidikan Agama Islam
a. Strategi Guru PAI dalam pendidikan karakter
Salmah Fa’atin, Pendidikan “Hadis-hadis tentang Keutamaan Karaker Shalat dan Implikasinya dalam Pendidikan Karakter”,2005
Hubungan antara hadishadis tentang keutamaan sholat dengan Pendidikan Karakter
b. Strategi Guru PAI dalam pendidikan karakter
Maksudin, “Pendidikan Nilai Sistem Boarding School di SMP IT Abu Bakar”, 2008
Pendidikan Nilai
Pendidikan nilai c. Strategi dengan model guru PAI Boarding school dalam di SMP IT pendidikan karakter
Eka Fitria Anggraini “Manajemen Pendidikan Karakter di SD Islam”
Pendidikan Karakter
Manajemen Pendidikan
d. Strategi guru PAI dalam pendidilan karakter
Apabila melihat kajian pustaka di atas, dalam penulisan tesis penelitian ini sangat berbeda dari penelitian-penelitian tersebut. Pada kajian pustaka yang pertama dan ketiga di atas obyek penelitiannya dilakukan di lembaga lembaga formal yaitu di SMA 3 Semarang dan SMP IT Abu Bakar,
14
Sedangkan penelitian kedua letak perbedaannya adalah pustaka.
Penelitian Heri Nugroho
pada
penelitian
ini belum mengungkap strategi yang
digunakan untuk mengimplementasikan PAI dalam pendidikan karakater. Sedangkan Penelitian yang ke empat adalah penelitian kuantitatif tentang manajemen pendidikan karakter. Berbeda
dengan
penelitian-penelitian
tersebut,
penelitian
ini
dilakukan untuk mengkaji secara fokus tentang strategi yang di lakukan oleh guru PAI dalam melaksanakan pendidikan karakter di SMPN 4 Petarukan. F. Kajian Teori Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia stategi adalah:
siasat
perang, ilmu siasat perang, tempat yang baik menurut siasat perang, rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. 13 Wina Sanjaya sebagaiman dikutip Zubaidi menjelaskan bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan.14 Dalam UU guru dan dosen dijelaskan bahwa yang dimaksud guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar dan
13
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 859. 14
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsep dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2012), hlm. 188
15
pendidikan menengah15. Sementara yang dimaksud pendidikan agama adalah pendidikan
yang
memberikan
pengetahuan
dan
membentuk
sikap,
kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. 16 Dari pengertian ini dapat dilihat tentang tugas utama guru yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai dan mengevaluasi. Tugas ini tidak mungkin bisa terlaksana dengan baik manakala tidak mempunyai kemampuan dan kewenangan tertentu, yang dalam bahasa yang lain kita kenal dengan kompetensi. Berangkat dari pengertian diatas maka yang dimaksud guru Pendidikan Agama Islam adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik agar mempunyai pengetahuan, sikap, kepribadian dan keterampilan dalam mengamalkan ajaran agama Islam yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Pupuh Fathurrohman, AA Suryana dan Fenny Fatriany menjelaskan karakter berasal dari bahasa yunani yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus,
15 16
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 butir 1
Permenag No. 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Pada Sekolah, Pasal 1 butir 1
16
dan prilaku jelek lainya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang prilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Secara etimologi, kata karakter bisa berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang. Orang yang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian, budi pekerti atau akhlak.
17
Thomas Lickona sebagaimana dikutip Agus Wibowo memberikan definisi yang sangat lengkap mengenai karakter. Menurut Lickona karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally god way.” Lickona juga menambahkan bahwa, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior.” Karakter mulia (good character) dalam pandangan Lickona
meliputi
pengetahuan tentang kebaikan (moral knowing), lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan motivasi (motivations), serta prilaku (behaviors) dan ketrampilan (skills).18 Pembangunan
karakter
merupakan
bagian
penting
kinerja
pendidikan. Karakter adalah kepribadian yang melekat pada diri seseorang. Konfusius mengatakan bahwa orang-orang pada dasarnya memiliki cinta potensi kebajikan, tetapi jika tidak disertai dengan potensi untuk pendidikan
17
Pupuh Fathurrohman, AA SUryana, Feni Fatriani, Karakter, (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), hlm. 17 18
Pengembangan Pendidikan
Agus Wibowo, Menejemen Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 9
17
dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka orang bisa berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk. 19 Karakter yang baik tidak terbentuk secara otomatis, melainkan dikembangkan dari waktu ke waktu melalui proses berkelanjutan mengajar, misalnya belajar dan praktek. Dengan demikian pendidikan karakter mutlak diperlukan dalam lembaga pendidikan, dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi. 20 Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan konstribusi yang positif kepada lingkungannya. Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai-nilai yang universal yang mana seluruh agama, tradisi, dan budaya pasti menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut.21 Pendidikan karakter bukan sekedar memiliki dimensi integratif, dalam arti, mengukuhkan moral intelektual anak didik sehingga menjadi pribadi yang kokoh dan tahan uji, melainkan juga bersifat kuratif secara personal maupun sosial. Pendidikan karakter menjadi salah satu sarana penyembuh penyakit sosial. Pendidikan karakter menjadi sebuah jalan keluar bagi proses perbaikan dalam masyarakat kita. Situasi sosial yang ada menjadi
19
Kamarudin SA, Chracter Education and Student Social Behavior (Journal of Education and Learning, Vol. 6, 2012), hlm. 224 20
Aynur Pala, The Need For Character Education (Turkey: International Journal of Sciences and Humanity Studies Vol 2, 2011), hlm. 23 21
Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter Solusi Tepat untuk Membangun Bangsa (Jakarta: Indonesia Heritage Foundation, Cet. Ke-3, 2009), hlm. 93
18
alasan utama agar pendidikan karakter segera dilaksanakan dalam lembaga pendidikan kita.22 Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi ujian saja tetapi justru memerlukan pembiasaan. Pembiasaan untuk berbuat baik, berlaku jujur, ksatria, malu berbuat curang, malu bersikap malas, malu membiarkan lingkungan kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal. 23 Pupuh Fathurrohman, AA Suryana dan Fenny Fatriany dalam bukunya pengembangan pendidikan karakter menjelaskan bahwa tujuan utama pendidikan karakter (akhlak mulia) dalam islam adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah di gariskan oleh Allah SWT. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan
di
dunia dab akhirat. 24 Dengan demikian tujuan
pendidikan karakter ini sangatlah besar dampaknya bagi manusia, karena ia cocok dengan realitas kehidupan manusia dan sangat penting dalam mengantarkan mereka menjadi umat yang paling mulia di sisi Allah SWT. Secara garis besar pendidikan karakter ini ingin mewujudkan masyrakat beriman yang senantiasa berjalan di atas kebenaran. 25
22
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 116 23
Huriah Rachmah, Nilai…,hlm. 7
24
Pupuh Fathurrohman, AA Suryana, Feni Fatriani, Pengembangan…, hlm. 98
25
Pupuh Fathurrohman, AA Suryana, Feni Fatriani, Pengembangan…, hlm. 100
19
Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk
karakter
bangsa
yaitu
Pancasila
yang
meliputi:
1)
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik dan berprilaku baik, 2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila, dan 3) mengembangkan potensi warga negara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.26 Sedangkan
Kemendiknas,
dalam
rangka
lebih
memperkuat
pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan (sekolah) telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: 1) religius, 2) jujur, 3) toleransi, 4) disiplin, 5) kerja keras, 6) kreatif, 7) mandiri, 8) demokrasi, 9) rasa ingin tahu, 10) semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air, 12) menghargai prestasi, 13) bersahabat/komunikasi, 14) cinta damai, 15) gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, 18) tanggung jawab. 27 Meskipun demikian satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya untuk melanjutkan nilai-nilai prakondisi yang telah dikembangkan. Pemilihan nilai-nilai tersebut beranjak dari kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing- masing, yang dilakukan melalui analisis konteks, sehingga dalam implementasinya dimungkinkan terdapat perbedaan jenis nilai karakter yang dikembangkan antara satu sekolah dan atau daerah yang satu dengan lainnya. Implementasi nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan 26 27
Kemendiknas, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Jakarta: 2011), hlm. 7 Kemendiknas, Panduan…, hlm.8
20
dapat dimulai dari nilai-nilai yang esensial, sederhana dan mudaha dilaksanakan, seperti: bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan dan santun.28 Pendidikan karakter di era globalisasi memerlukan sebuah terobosan dalam menginovasi stategi dan metode pembelajaran yang akan di pakai mengingat muncul berbagai fenomena baru yang sebelumnya tidak ada. Maraknya teknologi informatika seperti internet, handphone yang pesat, kecenderungan keluarga yang semakit demokratis, membanjirnya budaya asing, dan lain-lain perlu menjadi bahan pertimbangan bagi para pendidikan karakter ketika akan menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada peserta didik.29 Menurut Thomas Lickona ada sembilan strategi pendidikan karakter yang merupakan tuntutan terhadap guru yaitu: 1)Bertindak sebagai sosok yang peduli, model, dan mentor, 2) Menciptakan komunitas moral di kelas, 3) Mempraktikkan disiplin moral, 4) Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, 5) Mengajarkan nilai-nilai melalui kurikulum, 6) Menggunakan pembelajaran kooperatif, 7) Membangun kepekaan nurani, 8) Mendorong refleksi moral, 9)Mengajarkan resolusi konflik. 30 Menurut Saefuddin Zuhri dalam buku Character Building Through Education menjelaskan bahwa dari kajian teoritis dan empiris, penerapan pendidikan karakter di sekolah dapat ditempuh melalui berbagai strategi atau pendekatan meliputi: penegakan rutin dan prosedur, proses pembelajaran,
28
Kemendiknas, Panduan…, hlm.8
29
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsep dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2012), hlm. 230 30
Thomas Lickona, Educating for Character. Mendidik untuk membentuk karakter (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 111- 408
21
kegiatan ekstrakurikuler, pengondisian lingkungan sekolah, keteladanan guru, dan adanya instrument evaluasi yang terukur.31 G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami. Karena orientasinya demikian, sifatnya mendasar dan naturalistis atau bersifat kealamian, serta tidak bisa dilakukan di laboratorium, melainkan di lapangan. 32 Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif
kualittif.
Metode
deskriptif
kualittif
berusaha
menggambarkan dan menginterpretasikan apa yang ada atau mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau kecenderungan yang tengah berkembang. 33 Penelitian ini adalah upaya untuk mengetahui dan mengungkap tantang “strategi guru Pendidikan Agama Islam SMPN 4 Petarukan dalam melaksanakan pendidikan karakter ”. Dalam penelitian kualitatf manusia adalah sumber data utama dan hasil penelitiannya berupa kata-kata atau pernyataan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. Ada beberapa alasan mengapa peneliti menggunakan pendekatan kualitaif : 31
Abd Majid, Wan Hasmah Wan Mamat, Nurkholis (Editor), Character Building Through Education STAIN Pekalongan Prees, 2011), hlm.61 32
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm.89
33
Mahmud, Metode…, hlm. 100
22
a.
Sumber data dalam penelitian ini mempunyai latar alami (natural setting), yaitu fenomena dimana proses atau strategi guru Pendidikan Agama Islam SMPN 4 Petarukan dalam melaksanakan pendidikan karakter.
b.
Dalam pengambilan data, peneliti merupakan instrumen kunci sehingga dengan empati peneliti dapat menyesuaikan diri dengan realitas yang tidak dapat dikerjakan oleh instrumen non manusia, selain juga mampu menangkap makna lebih dalam menghadapi nilai lokal yang berbeda.
c.
Peneliti lebih menfokuskan proses dan makna dari pada hasil. Sehingga pada hakikatnya peneliti berusaha memahami strategi guru PAI yang telah berjalan dan digunakan selama proses dalam melaksanakan pendidikan karakter di SMPN 4 Petarukan.
2. Tempat dan latar penelitian Sesuai dengan fokus permasalahan yang akan memotret dan menganalisis
strategi guru PAI SMPN4 Petarukan dalam pendidikan
karakter maka setting penelitian dalam penelitian ini adalah SMPN 4 Petarukan yang beralamat di desa
Panjunan , Kecamatan Petarukan,
Kabupaten Pemalang. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada observasi peneliti sebelum peneliti melaksanakan penelitian bahwa SMPN 4 Petarukan adalah sekolah yang terletak di daerah pedesaan akan tetapi mampu melaksanakan nilai-nilai pendidikan karakter seperti mengucapkan salam,
23
berjabatan tangan ketika bertemu dengan bapak/ibu guru, sholat dhuhur berjamaah dan sholat dhuha. Masyarakatpun antusias untuk mendaftarkan anakanya ke SMPN 4 Petarukan terlihat dari setiap tahunya SMPN 4 Petarukan menolak siswa pada pendaftaran siswa baru. Disamping itu, lingkungan yang agamis dapat terlihat ketika peneliti observasi di SMPN 4 Petarukan dimana pada pagi hari dalam menyambut siswa di lantunkan ayat-ayat suci al Qur’an dan pada jam-jam istirahat dilantunkan musik-musik yang islami sehingga suasana sangat mendukung untuk mendidik siswa. 3. Subyek dan informan penelitian Data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau suatu fakta yang digambarkan lewat keterangan, angka, simbol, kode dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh.34 Adapun yang menjadi subjek atau sumber data manusia dalam penelitian ini adalah: a.
Guru PAI, 1) Agus Susanto dengan kode: AS 2) Ainurrofiq dengan kode: AR 3) Siti Mahmudah dengan kode: SM
b.
Siswa, 1) Lailatul Nikmah dengan kode: LN
34
Suharsimi arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm. 172
24
2) Miladwiristiana dengan kode: ML c.
Orang tua siswa, Sumarni dengan kode: SR
d.
Kepala Sekolah, Rusmin dengan kode: RS
e.
Pembantu Pimpinan Urusan (PPur) kurikulum, Suci Nurhayati dengan kode: SN
f.
PPur kesiswaan, Mardiono dengan kode: MD
g.
PPur humas, Nani Muryati dengan kode: NM
h.
Guru non bidang agama, 1) Anggoro, dengan kode: AG 2) Tuti, dengan kode: TT Alasan ditetapkannya informan sumber data tersebut, pertama
mereka sebagai pelaku yang terlibat langsung dalam strategi guru PAI dalam melaksanakan pendidikan karakter di SMPN 4 Petarukan tahun pelajaran 2013/2014, kedua mereka mengetahui secara langsung persoalan yang akan dikaji oleh peneliti, ketiga, mereka lebih menguasai berbagai informasi yang akurat, berkenaan dengan permasalahan yang terjadi di SMPN 4 Petarukan. Tekhnik pemilihan informan tersebut, penulis menggunakan sampling purposif, dimana peneliti cenderung memilih informan yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu dan dianggap memenuhi dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang akurat serta mengetahui masalahnya secara mendalam.
25
Adapun objek penelitian dalam penelitian ini sesuai dengan fokus masalahnya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan strategi guru PAI dalam pendidikan karakter di SMPN 4 Petarukan. 4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah hal terpenting dalam penelitian. Data yang valid dan lengkap sangat menentukan kualitas penelitian. Dalam tahap ini peneliti memperoleh dan mengumpulkan data melaui informasi secara lebih detail dan mendalam berdasarkan pada fokus penelitian. Menurut Sugiyono dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta, wawancara mendalam dan dokumentasi. 35 Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Observasi partisipan (Participant Obcervation) Secara umum observasi dilakukan dengan alasan : (a) pengamatan didasarkan atas pengalaman secara langsung, (b) tekhnik pengamatan juga memungkinkan peneliti dapat melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya, (c) pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh 35
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, Cet. Ke-18, 2013), hln.225
26
dari data, (d) sering terjadi ada keraguan pada peneliti, (e) tekhnik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit, dan, (f) dalam kasus-kasus tertentu dimana penggunaan tekhnik komunikasi lain-nya tidak dimungkinkan, maka pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.36 Observasi partisipan ini dapat digolongkan menjadi emapat, yaitu: 1) Partisipasi pasif (passive participation) 2) Partisipasi moderat (moderate participation) 3) Partisipasi aktif (active participation) 4) Partisipasi lengkap (completeparticipation).37 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipan aktif, dimana peneliti aktif melakukan pengamatan dalam kegiatan subjek penelitian baik di kelas maupun di luar kelas pada saat pembelajaran berlangsung maupun pada jam-jam istirahat. Kegiatan yang dilakukan peneliti mengamati pelaksanaan pembelajaran dan kegiatan yang dilakukan oleh guru PAI di SMPN 4 Petarukan tersebut. b. Wawancara mendalam (Indepth Interview) Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang
36
Moleong L, J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: RemajaRosdakarya,2007 hlm.
37
Sugiyono, Metode,..,. hlm. 227
174-175
27
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.38 Metode wawancara
ini
digunakan untuk mendapatkan
informasi yang akurat dan mendalam dari pihak-pihak yang memiliki wewenang dalam kegiatan strategi guru PAI. Dengan metode wawancara diharapkan agar dapat diketahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak dapat diketahui melalui observasi. Adapun langkah-langkah wawancaranya adalah sebagai berikut: 1) Menetapkan informan yang akan diwawancarai, 2) Menyiapkan
pokok-pokok
permasalahan
yang
akan
dijadikan
permasalahan dalam wawancara, 3) Mengawali atau membuka alur pembicaraan, 4) Melangsungkan wawancara, 5) Mengkonfirmasi ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya, 6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan, dan 7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh. 39 Dalam kaitannya dengan penelitian tentang “strategi guru PAI SMPN 4 Petarukan dalam melaksanakan pendidikan karakter tahun pelajaran 2013/2014" peneliti menggunakan dua macam wawancara, yaitu : a. 38 39
Wawancara semi terstruktural.
Moleong L, J. Metode..., hlm.135 Sugiyono, Metode..., hlm. 235
28
Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Yang di wawancarai dalam wawancara semi terstruktural ini ialah (a) guru PAI, (b) siswa, (c) orang tua, (d) kepala sekolah, (e) PPur kurikulum, (f) PPur kesiswaan, (g) PPur humas. b.
Wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garisgaris
besar
permasalahan
yang
akan
ditanyakan. 40 Yang
diwawancarai pada wawancara tidak terstruktur ini ialah satpam SMPN 4 Petrarukan. c. Dokumentasi Metode pengumpulan data yang juga sangat penting adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi mempunyai peranan penting sebagai pendukung dan penambah data atau sebagai bukti konkrit bagi sumber
lain.
Suharsimi
arikunto
berpendapat
bahwa
metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
40
Sugiyono, Metode...,hlm. 233
29
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya. 41 Teknik dokumentasi ini adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dapat berupa laporan, notulen rapat, catatan kasus dalam pekerjaan sosial dan dokumen lainnya. Dengan teknik dokumentasi, peneliti dapat mendapat berbagai data yang membutuhkan bukti konkret. Dalam penelitian ini, dokumentasi dicontohkan seperti catatan tentang sejarah berdirinya sekolah, kegiatan yang berhubungan dengan strategi guru PAI dalam melaksanakan pendidikan karakter di sekolah, foto-foto mengenai kegiatan penanaman nilai-nilai karakter di sekolah, dokumen sekolah, struktur organisasi kepengurusan sekolah dan dokumen-dokumen lain yang dianggap penting dalam mendukung penelitian ini. 5. Pemeriksaan Keabsahan Data Untuk mengecek keabsahan data penelitian ini digunakan uji kredibilitas (validitas internal) dengan teknik: a) Perpanjangan Pengamatan Teknik ini digunakan dengan cara peneliti terjun ke lapangan lagi melakukan pengamatan lagi. Peneliti juga menemui informan yang pernah diwawancarai
maupun
informan
baru
dan
melakukan
wawancara lagi untuk memastikan bahwa data yang diperoleh dalam 41
Suharsimi arikunto, Prosedur..., hlm. 274
30
wawancara dan pengamatan sebelumnya adalah benar dan dapat dipercaya. 42 Perpanjangan pengamatan ini membutuhkan waktu kurang labih satu minggu. b) Meningkatkan ketekunan Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara mendalam secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara ini maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan teknik ini, maka peneliti dapat mengecek kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak, disamping itu juga peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati. 43 c) Triangulasi Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat trianggulasi sumber, trianggulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.44 Peneliti melakukan pengecekan data dengan menggunakan beberapa sumber untuk data yang sama. Peneliti juga menggunakan waktu
yang
berbeda-beda
dalam
melakukan
wawancara
pengamatan sehinga data yang diperoleh lebih valid dan kredibel. d) Menggunakan Bahan Referensi
42
Sugiyono, Metode...., hlm. 270-271
43
Sugiyono, Metode....,hlm. 272
44
Sugiyono, Metode....,hlm. 273
dan
31
Yang dimaksud dengan bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. 45 Untuk mengecek validitas data hasil wawancara peneliti menggunakan bahan pendukung berupa catatan hasil wawancara. Sedangkan untuk mengecek data hasil observasi digunakan foto-foto, catatan observasi e) Mengadakan Membercheck Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh para pemberi data. Apabila data yang ditemukan disekapati oleh para pemberi data berarti datanya data valid, tetapi jika tidak disepakati maka perlu adanya diskusi dengan pemberi data, dan jika perbedaannya tajam, maka peneliti harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.46 6. Tehnik Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, dan setelah selesai di lapagan. 47 Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkip wawancara , catatan lapangan dan bahan-bahan lain yang telah dihimpun oleh peneliti untuk menambah pemahaman peneliti sendiri dan untuk
45
Sugiyono, Metode....,hlm. 275 Sugiyono, Metode....,hlm. 276 47 Sugiyono, Metode....,hlm. 245 46
32
memungkinkan peneliti melaporkan apa yang telah ditemukan pada pihak lain. Oleh karena itu, analisis dilakukan melalui kegiatan menelaah data, menata
membagi
menjadi
satuansatuan
yang
dapat
dikelola,
mensintesiskan, mencari pola,menemukan apa yang bermakna, dan apa yang akan diteliti dan diputuskan peneliti untuk dilaporkan secara sistematis. Analisis data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif yang dilakukan melalui tiga tahapan kegiatan yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sebagaimana menurut Miles dan Hubermen dalam Sugiyono, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction (reduksi data), data display (penyajian
data),
dan
conclusion
drawing/verification
(penarikan
kesimpulan). 48 Proses analisis data disini peneliti membagi menjadi tiga komponen, antara lain sebagai berikut: a) Reduksi Data (Data Reduktion) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
48
Sugiyono, Metode....,hlm. 246
33
mempermudah
peneliti
untuk
melakukan
pengumpulan
data
selanjutnya.49 Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, membuang yang tak perlu, dan mengoranisakan data sedemikian
rupa
sehinggga
diperoleh
kesimpulan
akhir
dan
diverivikasi. Laporan-laporan direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan mana yang penting dicari tema atau polanya dan disusun lebih sistematis.50 Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung. Peneliti mengumpulkan semua hasil penelitian yang berupa wawancara, poto-poto, dokumen-dokumen sekolah serta catatan penting lainya yang berkaiatan dengan strategi guru PAI dalam melaksanakan pendidikan karakter di sekolah. Selanjutnya, peneliti memilih data-data yang penting dan menyusunnya secara sistematis dan disederhanakan b) Penyajian Data (Data Disply) Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dengan penyajian data ini maka akan ditemukan suatu makna dari data yang diperoleh, kemudian disusun secara sistematis dari bentuk informasi
49
Sugiyono, Metode....,hlm. 247
50
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung : Tarsito, 2003),hlm. 129
34
yang kompleks menjadi bentuk sederhana yang selektif sehingga makin mudah dipahami. 51 Data yang sudah disederhanakan selanjutnya disajikan dengan cara mendikripsikan dalam bentuk paparan data secara naratif. Dengan demikian didapatkan kesimpulan sementara yang berupa temuan penelitian yakni berupa indikator-indikator strategi guru PAI dalam melaksanakan pendidikan karakter di SMP Negeri 4 Petarukan. c) Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification) Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara. Kesimpulan awal tersebut dapat berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan awal tersebut ternyata didukung oleh bukti-bukti yang kuat yang ditemukan pada tahap pengumpulan data berikutnya maka kesimpulan awal tersebut akan menjadi kesimpulan yang kredibel. 52 Penarikan kesimpulan, analisis data yang dikumpulkan selama pengumpulan data dan sesudah pengumpulan data digunakan untuk menarik suatu kesimpulan, sehingga dapat menggambarkan suatu pola tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi. Analisis data yang terusmenerus dilakukan mempunyai implikasi terhadap pengurangan dan
51 52
Sugiyono, Metode...,hlm. 249 Sugiyono, Metode...,hlm. 252
35
atau penambahan data yang dibutuhkan. Sehingga apabila diperlukan peneliti akan kembali ke lapangan. Pada tahap ini merupakan proses dimana peneliti mampu menggambarkan strategi guru PAI dalam melaksanakan pendidikan karakter di SMP Negeri 4 Petarukan serta peristiwa-peristiwa yang terjadi selama proses penelitian di lapangan. H. Sistematika Pembahasan Untuk memberikan gambaran alur penulisan tesis ini, maka disampaikan sistematika pembahasan sebagai berikut : Bab I adalah Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian dan manfaat penelitian, kajian teori,
kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistimetika pembahsan. Bab II
berisi Guru PAI dan pendidikan karakter yaitu
pembahasan tentang, Guru Pendidikan Agama Islam, yang didalamnya memuat pengertian, guru PAI, syarat guru PAI, tugas guru PAI, siafat-sifat yang harus dimiliki guru PAI, Strategi guru dalam pendidikan karakter, Pendidikan karakter di dalamnya membahas, pengertian pendidikan karakter, Tujuan pendidikan karakter, Fungsi pendidikan karakter,
Prinsip-prinsip
dasar pendidikan karkter, nilai-nilai pembentuk karakter. Bab III Pelaksanaan pendidikan karakter di SMPN 4 Petarukan, meliputi: Gambaran SMPN 4 Petarukan, pelaksanaan pendidikan karakter dan karakter yang dikembangkan di SMPN 4 Petarukan, serta tantangan dalam melaksanakan pendidikan karakter.
36
Bab IV Pelaksanaan pendidikan karakter oleh guru PAI SMPN 4 Petarukan meliputi: strategi guru PAI SMPN 4 Petarukan dalam melaksanakan pendidikan karakter, nilai-nilai karakter yang di kembangkan di SMPN 4 Petarukan, faktor penghambat dan pendukung dari strategi guru PAI SMPN 4 Petarukan dalam melaksankan pendidikan karakter. Bab V penutup, merupakan bagian akhir dari pembahasan yang berisikan kesimpulan dan rekomendasi.