1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Budaya kerja telah lama dikenal oleh umat manusia, namun
manusia
belum menyadari bahwa suatu keberhasilan kerja itu berakar dari nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat kebiasaan, agama, norma, dan kaidah yang menjadi keyakinan seseorang dan menjadi suatu kebiasaan dalam perilaku suatu organisasi. Budaya kerja menjadi terkenal setelah Jepang mencapai tingkat kemajuan yang fantastik dalam melakukan manajemen kualitas yang berakar dan bersumber dari budaya yang dimiliki bangsa Jepang dikombinasikan dengan teknik manajemen pada tahun 1970an. Menurut
Prasetya1 dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia
menyatakan bahwa budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja. Program budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilainilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan
1
Triguno Prasetya. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. 2001 hal 13
1
2
dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan. Budaya kerja memiliki peranan penting dalam mencapai suatu tujuan organisasi. Mengapa budaya kerja penting dalam pencapaian suatu tujuan organisasi? Karena, budaya kerja merupakan suatu cara kerja yang bermutu dan didasari oleh nilai yang penuh makna dan memberikan motivasi serta inspirasi untuk bekerja lebih baik. Dengan adanya budaya kerja juga dapat mengubah sikap dan perilaku individu untuk mencapai suatu produktivitas kerja PT. Aerofood Indonesia ( Aerofood ACS Jakarta ) berupaya melakukan perbaikan kinerja secara menyeluruh dengan terus melakukan transformasi budaya kerja. Sekitar bulan Maret 2014 PT. Aerofood Indonesia dengan merk dagang adalah Aerofood ACS mengembangkan suatu budaya kerja yang baru tahap II. Budaya kerja baru lanjutan ini disebut dengan I-FRESH (Integrity, Fast, Reliable, Effective and Efficient, Service Excellence, Hygiene ) ACS SATU ACS SAYA (ACS Sadar Mutu ACS Sadar Biaya). Aerofood ACS terus melakukan perbaikan kinerja secara menyeluruh dengan orientasi kepada pelanggan. Budaya pelayanan, peningkatan omset dan juga perbaikan kualitas yang dilakukan secara bersama – sama. Sebelum diterapkannya budaya kerja baru I-FRESH ( Integrity, Fast, Reliable, Effective and Efficient, Service Excellence, Hygiene ) ACS SATU ACS SAYA (ACS Sadar Mutu ACS Sadar Biaya),
Aerofood ACS
telah
menerapkan suatu budaya yang disebut I-FRESH (Integrity, Fast, Reliable, Effective and Efficient, Service Excellence, Hygiene) yang dicetuskan sekitar tahun 2012 hingga 2014, merupakan sebuah budaya yang tidak terlalu terfokus dengan menyadarkan karyawan akan pentingnya kesadaran mutu, kesadaran biaya
3
serta keefektifitasan dan keefisiensian dalam bekerja demi kelangsungan hidup perusahaan. Budaya kerja baru lanjutan tahap II ini mulai diterapkan sekitar bulan Maret 2014. Tentu saja ini merupakan sesuatu hal yang urgent mengingat Aerofood ACS saat ini sudah mulai memiliki competitor sehingga membuat perusahaan perlu bekerja keras untuk dapat bersaing dengan competitor. Aerofood ACS juga merupakan anak perusahaan PT. Garuda Indonesia Tbk, di mana nama besar Garuda Indonesia juga di sandang Aerofood ACS dalam dunia catering penerbangan sehingga secara tidak langsung Aerofood ACS harus mampu menjaga nama baik Garuda Indonesia. Nama baik yang harus di jaga bukan hanya Garuda Indonesia dan Aerofood ACS saja namun maskapai penerbangan asing juga harus di jaga dengan baik karena terkait dengan Brand Image dari setiap maskapai penerbangan yang menjadi pelanggan dari Aerofood ACS. Adapun pengertian dari Brand Image adalah brand image selalu berkaitan dengan atribut produk karena untuk memberikan kepuasan kepada konsumen dan konsumen bereaksi terhadap atribut produk yang dibelinya. Atribut yang digunakan dalam suatu produk adalah rasa, kemasan, harga, aman, dan distribusi,Kotler2yaitu: a. Rasa Rasa dari makanan yang disajikan kepada konsumen merupakan salah satu faktor yang menentukan citra suatu merek dari produk. Rasa makan itu sendiri adalah semua yang dirasakan atau dialami oleh lidah baik itu rasa pahit, manis, asam, dan sebagainya. Biasanya sebelum melakukan pembelian konsumen akan melihat 2
Philip Kotler.Brand Image.Jakarta : PT.Ikrar Mandiri.2002
4
terlebih dahulu penampilan dari makanan yang disajikan selanjutnya apabila penampilan makanan tersebut menarik hatinya konsumen akan melakukan pembelian. b. Kemasan Menurut (Kotler, 1997) pengemasan mencakup semua kegiatan merancang dan memproduksi wadah atau pembungkus untuk suatu produk. Kemasan merupakan sarana pemasaran yang penting. Kemasan yang di desaign dengan menarik secara otomatis akan menarik perhatian konsumen pula. Hal itu jelas akan memberikan nilai bagi produsen mengemukakan beberapa faktor yang berperan dalam meningkatkan penggunaan kemasan sebagai alat pemasaran yaitu: c.Citra perusahaan dan merek Kemasan yang baik akan mempercepat pengenalan konsumen terhadap perusahaan dan merek dari produk yang dicitrakan perusahaan tersebut. d. Peluang inovasi Cara pengemasan yang inovatif akan memberikan manfaat bagi konsumen dengan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Konsumen dapat mengetahui keunggulan suatu produk dengan mencoba produk tersebut. Namun mereka dapat saja tidak tertarik untuk mencoba produk tersebut karena kemasan yang kurang menarik. Demikian mereka tidak akan mengetahui keunggulan produk tersebut walaupun kualitas produk tersebut baik. Maka, pada tahun 2014 dibentuklah budaya kerja baru untuk memperkuat budaya kerja yang telah berjalan sebelumnya. Aerofood ACS berorientasi menjadi catering penerbangan International terbaik se-Indonesia dan se-ASEAN.
5
Terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan budaya kerja baru ini salah satu temuan hambatan yang didapatkan peneliti dari hasil wawancara, yakni dengan Kurniawan3 selaku assisten production manager yaitu sulitnya mengubah mindset karyawan lama yang telah bekerja puluhan tahun dengan gaya kerja lama yang masih sering di gunakan serta sudah merasa nyaman dengan nilai dan perilaku yang sudah ada sebelumnya, selain itu untuk menerapkan perilaku yang konsisten karena nilai-nilai hidup seseorang seringkali tidak konsisten dan sangat dipengaruhi oleh kondisi psikis. Contoh hambatannya adalah, budaya cuci tangan yang harus di lakukan oleh karyawan pada area produksi 2 ( dua ) jam sekali tidak konsisten di lakukan , penggunaan masker yang benar masih di dapati peneliti pengunaannya tidak benar, tidak boleh ada jenggot /kumis. Aerofood ACS bertekad untuk terus melakukan perbaikan kinerja secara menyeluruh dan mewujudkan kepada kerja nyata. Namun pada kenyataannya dalam penerapan budaya kerja tersebut tidak lah mudah masih jauh dari
pencapaian akan kesadaran karyawan terhadap
kesadaran mutu, kesadaran biaya, serta keefektifitasan dan keefisiensian dalam bekerja seperti yang di harapkan perusahaan. Adapun jumlah karyawan secara keseluruhan sekitar 2500 karyawan baik permanent maupun outsourching dengan beragam latarbelakang budaya, pendidikan, usia, agama dan sosial yang berbeda. Merujuk pada fakta dilapangan yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa sulitnya mengubah mindset karyawan lama yang telah bekerja puluhan tahun dengan gaya kerja lama yang masih sering di gunakan serta sudah merasa nyaman
Wahyu Kurniawan. Assisten Production Manager. Tangerang. Aerofood ACS Bandara Soekarno Hatta. 2014
3
6
dengan nilai dan perilaku yang sudah ada sebelumnya. Dengan upaya transformasi budaya kerja baru yang terdapat di Aerofood ACS khususnya Aerofood ACS Jakarta, peneliti tertarik dan ingin mengetahui apakah proses pelaksanaan transformasi budaya kerja baru tersebut telah dilaksanakan dengan baik dan telah sesuai dengan harapan perusahaan dengan melihat beberapa hambatan yang terjadi
dalam penerapan budaya kerja itu sendiri. Langkah-
langkah apa saja yang telah di lakukan oleh Aerofood ACS Jakarta dalam mentransformasikan budaya kerja barunya ke dalam wujud kerja nyata. Dikarenakan
cukup
luasnya
area
penelitian
maka
peneliti
lebih
memfokuskan area penelitian transformasi budaya kerja baru tersebut pada Aerofood ACS Jakarta khususnya
area produksi saja. Alasan penliti
mempersempit penelitian di area produksi di karenakan area produksi merupakan area paling besar dari semua departemen yang ada, selain itu juga area produksi merupakan jantung perusahaan yang banyak melibatkan karyawan dalam memproduksi makanan, bersentuhan langsung dengan makanana sehingga perusahaan memfokuskan pengimplementasian transformasi budaya kerja baru di area produksi menjadi prioritas utama perusahaan. STATUS PERMANEN CASUAL PKWT KONTRAK NHU TOTAL
Laki-Laki
JENIS KELAMIN Perempuan
511
28
Total 279 20 82 10 148 539
Tabel 14, Jumlah dan Jenis Kelamin Karyawan area Produksi Aerofood ACS 2014
4
Wahyu Kurniawan. Asst Production Manager. Jumlah dan Jenis Kelamin Karyawan area Produksi Aerofood ACS .2014
7
Selain itu pula di area produksi merupakan area yang paling sering di audit oleh pihak customer / maskapai penerbangan asing yang langsung di tangani oleh karyawan penjamah makanan.Mengingat sangat pentingnya transformasi budaya kerja baru tersebut maka perusahaan memadang perlu membuat Food Safety Commitment ( Pakta Integritas ) yang di pahami dan di tanda tangani oleh seluruh karyawan produksi dengan memberlakukan denda. Denda tersebut di berlakukan dengan tujuan tidak lebih untuk memberikan edukasi kepada karyawan area produksi bahwa perusahaan sangat serius menanggapi transformasi budaya kerja baru ini serta upaya – upaya perusahaan dalam mengurangi hambatan-hambatan yang ada. Namun sebelum melakukan pakta integritas tersebut perusahaan telah melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada karyawan pada area produksi. Di karenakan pada area produksi membutuhkan kecermatan, fokus, ketelitian yang tajam, kualitas / mutu pelayanan yang sangat di jaga sekali yang berdampak langsung pada reputasi perusaahaan maka di pandang perlu oleh perusahaan untuk sesegera mungkin melakukan transformasi budaya kerja baru yang menitik beratkan pada SDM nya. Adapun gambaran tentang perbandingan hasil budaya kerja sebelum dan sesudah transformasi dapat di lihat dalam Matriks nya sebagai berikut :
8
Indikator
< Tahun 2012
2012
2014
Hasil
Transformasi I
Transformasi II
1.Transformasi
Sejak berdiri tahun
Transformasi tahap I
Transformasi tahap
Berkurangnya
Di Bentuk
1974-2012
di
II
pelanggaran
perusahaan pernah
belum
melakukan
lakukan
perusahaan
oleh dengan
slogan I-FRESH
di
lakukan
kembali
oleh
perusahaan dengan
evaluasi perubahan
menambah
slogan
budaya kerja baru
menjadi I-FRESH ( ACS SATU ACS SAYA )
2.Agen
Belum
Perubahan
di
pernah
di
Belum pernah di
bentuk
bentuk
Belum di bentuk
Sudah pernah di
Telah di bentuk
Lihat
Bagan
106-107
bentuk 3.Team
Leader
PPIC
4.Komitmen
Belum
Punishment
buat
pernah
di
Di bentuk lagi
Lihat
bentuk namun tidak
lampiran
berjalan
Cukup Efektif
Belum pernah di buat
Telah di buat
Lihat
8.
Pakta
Integritas hal 86
5.Tidak
ada
sosialisasi
Belum
pernah
di
Belum pernah di buat
Telah di buat
buat
Lihat Gambar 4.2.7 s/d 4.2.9
transformasi
6. Formula
Belum
Pencatatatn
buat
pernah
di
Pernah di buat tapi
Formula lebih di
Berkurang
tidak berjalan
detail
nya
pembuatannya
pemborosan
Produksi di buat
biaya produksi Lihat tabel 4.3.6 s/d 4.3.8 7.Penggunaan
Hampir selalu ada
Hampir selalu ada di
Sudah
mencapai
Penurunan
9
Masker Hairnet
di
Dengan benar
temukan
tidak
temukan tidak
95%
menggunakan
menggunakan masker,
menggunakan
complaint dari
masker,
hairnet dengan benar
masker,
airlines dan
dengan prosentase
dengan
sekitar 60%
benar
hairnet
dengan benar.
semua
hairnet baik
dan
jumlah
auditor
Tabel 2 Perbandingan Hasil Budaya Kerja Sebelum dan Sesudah Transformasi
Alasan tersebut itulah mengapa peneliti ingin mengambil penelitian yang berjudul transformasi budaya kerja baru dalam mencapai tujuan perusahaan Aerofood ACS Jakarta Bandara International Soekarno Hatta, Tangerang. 1.2
Fokus Penelitian
Bagaimana Proses Transfomasi tahap I & II Budaya Kerja Baru Karyawan Aerofood ACS Jakarta ? 1.3
Identifikasi Masalah
Pemilihan topik penelitian ini di landasi atas dasar adanya hambatan dalam pelaksanaan transformasi budaya kerja baru di Aerofood ACS Jakarta Bandara International Soekarno Hatta, Tangerang. 1.4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti dapat menentukan tujuan penelitian sebagai berikut: Untuk
menjelaskan
bagaimana
penerapan
dan
pelaksanaan
proses
transformasi budaya kerja baru tahap I & II di Aerofood ACS Jakarta
Bandara International Soekarno Hatta, Tangerang bagi karyawan produksi.
10
1.5 Manfaat Penelitian 1. Teoritis Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam pengembangan ilmu komunikasi khususnya dalam melakukan transformasi budaya kerja baru dalam mencapai tujuan perusahaan yang di lakukan oleh Aerofood ACS Jakarta Bandara Soekarno Hatta,Tangerang. 2. Praktis Adapun manfaat praktis dari penelitian ini yaitu, agar kiranya penelitian ini nantinya dapat memberikan sumbangan informasi terkait dengan budaya kerja. Dengan kata lain, dapat membantu pihak organisasi untuk menyadari akan pentingnya budaya kerja yang baik.