BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata
bagi kehidupan, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Pengelolaan hutan bagi kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang perlu menjadi perhatian bersama, baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha. Pemanfaatan nilai ekonomis hutan harus seimbang dengan upaya pelestarian lingkungan hidup, sehingga hutan tetap dapat dimanfaatkan secara adil dan berkelanjutan. Perum Perhutani sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang kehutanan telah melakukan program pembangunan kehutanan dengan menyempurnakan pola pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dalam pengelolaan hutan menjadi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Perhutani melalui SK Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001 mencanangkan PHBM sebagai bentuk Perhutanan Sosial (Social
Forestry)
yang
kemudian
diperbarui
dengan
SK
Direksi
No.268/KPTS/DIR/2007 tentang Pedoman PHBM PLUS dan yang terbaru adalah SK Direksi Perum Perhutani No. 682/KPTS/DIR/2009 tentang Pedoman PHBM.
1
2
Program PHBM yang digulirkan oleh Perum Perhutani lahir dari maraknya kritik terhadap model pengelolaan hutan untuk selalu melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan secara utuh. Pengelolaan kawasan hutan dengan wilayah yang sangat luas dengan sumberdaya manusia dari Perhutani yang terbatas tidak mungkin berhasil tanpa adanya dukungan dari masyarakat. Prinsip PHBM adalah membuka kesempatan dan peluang kepada semua pihak untuk mengelola hutan dengan sistem berbagi (sharing) dengan tetap mempertahankan kelestarian hutan. Dengan dijalankannya program PHBM berarti dibukanya kesempatan partisipasi yang lebih luas kepada masyarakat untuk ikut terlibat aktif dalam pengelolaan hutan secara utuh. Tidak hanya itu, masyarakat juga diharapkan bisa memperoleh manfaat dari pengelolaan sumberdaya hutan. Salah satu bentuk implementasi PHBM adalah diperbolehkannya masyarakat untuk menanam tanaman pertanian maupun tanaman perkebunan di bawah tegakan hutan. Salah satu kegiatan PHBM yang dilaksanakan di Desa Congkrang, RPH Candiroto, BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara adalah Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan (PLDT) dengan sistem tumpang sari kopi robusta (Coffee robusta). Terdapat dua jenis tegakan yang dimanfaatkan untuk kegiatan PLDT yaitu pinus (Pinus merkusii) dan mahoni (Swietenia macrophylla). Tanaman kopi dianggap cocok dengan karakteristik wilayah setempat. Masyarakat Desa Congkrang yang hidup di sekitar hutan memiliki lahan yang terbatas sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat melakukan kegiatan budidaya kopi dengan memanfaatkan lahan di bawah
3
tegakan. Kerjasama pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam sistem PHBM diharapkan mampu menjaga kelestarian hutan dari kegiatan penjarahan karena secara tidak langsung masyarakat memiliki kepentingan terhadap tanaman kopinya dan pihak Perhutani memiliki kepentingan terhadap tegakan kayunya. Kerjasama dalam sistem PHBM tersebut melibatkan beberapa pihak sehingga terbentuk kelembagaan dalam pengelolaan kopi di bawah tegakan. Keterlibatan petani di Desa Congkrang dalam kerjasama pengelolaan kopi di bawah tegakan melalui sistem PHBM diwujudkan dalam wadah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Lestari yang mulai dibentuk pada 2002 yang kemudian disahkan pada tanggal 30 Juni 2003 dihadapan notaris. LMDH Wana Lestari merupakan lembaga yang berbadan hukum, mempunyai fungsi sebagai wadah bagi masyarakat desa hutan untuk menjalin kerjasama dengan Perum Perhutani dengan prinsip kemitraan dan mendapat bagi hasil dari kerjasama tersebut. Pada tanggal 14 April 2009
dilakukan penandatanganan
Perjanjian Kerjasama budidaya kopi di bawah tegakan antara LMDH Wana Lestari dengan Perhutani KPH Kedu Utara. Kegiatan pengelolaan hutan termasuk di dalamnya budidaya kopi dengan memanfaatkan ruang kosong di bawah tegakan tidak bisa lepas dari keberadaan lembaga itu sendiri yaitu LMDH Wana Lestari dan aktor-aktor terkait. Perkembangan kehutanan yang terus dinamis menuntut peran kelembagaan agar dapat mengarahkan pengelolaan hutan dalam jangka waktu yang panjang. Keberhasilan suatu kelembagaan dalam mengelola hutan tidak bisa dilepaskan dari adanya peran serta dan dukungan masyarakat.
4
Dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang per orang maka kelembagaan tidak menjadi penting, tetapi jika kegiatan tersebut dilakukan oleh banyak orang, banyak aktor, berdampak luas kepada sumberdaya alam, lingkungan sosial, apalagi sebuah gerakan sosial yang luas, maka diperlukan pengaturan, membangun tata nilai bersama, dan bahkan alat ukur keberhasilan yang diakui secara bersama-sama oleh semua pihak yang terlibat. Dalam situasi seperti itulah kita memerlukan kelembagaan guna mencapai tujuan bersama (Awang, 2003). Kajian kelembagaan dalam pembangunan sumberdaya hutan menjadi perlu dilakukan dengan harapan agar dapat membantu upaya pertumbuhan dan penguatan kemandirian lembaga masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan, baik untuk tujuan kelestarian peran dan fungsi hutan maupun kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian mengenai bagaimana kelembagaan budidaya kopi melalui pemanfaatan lahan di bawah tegakan oleh LMDH Wana Lestari dalam implementasi PHBM perlu dikaji.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dikaji
lebih lanjut dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana
sistem
budidaya
kopi
di
bawah
tegakan
dalam
implementasi PHBM di Desa Congkrang, RPH Candiroto, BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara? 2. Bagaimana sistem kelembagaan dalam budidaya kopi di Desa Congkrang, RPH Candiroto, BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara?
5
3. Bagaimana upaya-upaya pengembangan kelembagaan masyarakat dalam budidaya kopi?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui sistem budidaya kopi melalui pemanfaatan lahan di bawah tegakan dalam implementasi PHBM di Desa Congkrang, RPH Candiroto, BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara. 2. Mengetahui sistem kelembagaan dalam budidaya kopi di Desa Congkrang, RPH Candiroto, BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara. 3. Merumuskan upaya-upaya pengembangan kelembagaan masyarakat dalam budidaya kopi di Desa Congkrang, RPH Candiroto, BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Sebagai bahan masukan kepada para pengambil kebijakan untuk meningkatkan efektivitas pengembangan kelembagaan masyarakat hutan dalam pengelolaan sumberdaya hutan di masa yang akan datang. 2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut terkait dengan upaya untuk mengetahui pengelolaan hutan kolaboratif melalui program PHBM berupa pemanfaatan lahan di bawah tegakan.