BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Dunia kesusastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre lain. Prosa fiksi atau cukup disebut karya fiksi bisa juga diistilahkan dengan proses cerita, proses narasi, narasi atau cerita berplot. Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahap dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita (Aminuddin, 2010: 66). Hasil imajinasi pengarang yang menghasilkan suatu cerita dengan latar, pelaku dalam pemeranan yang mengangkat masalah dan permasalahan hidup yang dialami atau dilihat oleh pengarang kemudian dihayati dan diungkap kembali menjadi sebuah karya sesuai pandangannya. Masalah dan permasalahan hidup yang diungkap mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia. Oleh karena itu, meskipun lahir dari proses imajinasi namun masuk akal. Masalah dan permasalahan hidup yang dilihat atau dialami oleh pengarang yang dirangkai sehingga menghasilkan sebuah cerita, hasil karya tersebut dinamakan karya sastra. Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkan kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Oleh karena itu fiksi menurut Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2010: 2-3) adalah prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung
1
2
kebenaran
yang mendramatisasikan
hubungan-hubungan
antara
manusia.
Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Novel merupakan karya yang mengangkat permasalahan yang tidak pernah lepas dari keterkaitan dengan realitas kehidupan. Masalah dan permasalahan yang ada di sekitar tokoh diimajinasi dan dicerikatan sesuai dengan ideologi pengarang. Ronggeng merupakan salah satu tarian khas Banyumas Jawa Tengah. Novel Ronggeng Dukuh Paruk merupakan representasi dari kehidupan masyarakat Banyumas pada tahun 1950-1960-an yang oleh sastrawan peristiwaperistiwa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat direpresentasikan menjadi sebuah cerita Ronggeng Dukuh Paruk yang dituangkan dalam sebuah novel. Beberapa waktu lalu novel trilogi, Ronggeng Dukuh Paruk diadaptasikan ke layar lebar dengan judul Sang Penari. Menurut Ahmad Tohari di film ini sang sutradara dibeberapa bagian lebih berani menggambarkan apa yang Tohari sendiri tidak berani menggambarkannya. Tohari pun ikut larut dalam emosi film ini meski akhir cerita tidak setragis versi novel. Beberapa karya Ahmad Tohari sebagai berikut, Kubah (novel, 1980), Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982), Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985), Jantera Bianglala (novel, 1986), Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986), Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1989), Berkisar Merah (novel, 1993), Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995), Nyanyian Malam (kumpulan cerpen, 2000), Belantik (novel, 2002), Orang-Orang Proyek (novel, 2002), Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004), dan Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan (novel bahasa Jawa, 2006).
3
Novel Ronggeng Dukuh Paruk memiliki keunikan tersendiri dari novelnovel yang lain. Novel tersebut pernah diterbitkan dengan bahasa asing yaitu, Jepang, Jerman, dan Inggris. Ronggeng Dukuh Paruk juga pernah diterbitkan dalam bahasa Jawa yaitu bahasa Banyumasan. Novel Ronggeng Dukuh Paruk juga pernah diadaptasi ke layar lebar dengan judul Sang Penari. Selain itu, yang lebih unik yaitu memilih tema dengan latar sosial yang mengangkat kaum pinggiran atau kaum bawah yang biasanya diabaikan dijadikan sebagai fokus cerita. Kehidupan sosial Dukuh Paruk digambarkan dengan adanya keberadaan kesenian ronggeng dan religi yang berkembang di dalam masyarakat kaum pinggir atau bawah disuguhkan secara jelas. Perkembangan kajian karya sastra selalu dinamis, selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Hal ini dapat dilihat dari kelahiran aliranaliran kesusastraan. Perkembangan yang pesat mulai terbukti malalui karya-karya Rawamangun di Indonesaia. Mulai dari aliran strukturalisme hingga aliran posmodernisme. Yasa (2012: 46) mengemukakan bahwa aliran Postmodernisme merupakan suatu aliran besar yang merupakan negasi dari pemikiran besar sebelumnya, yaitu modernisme. Oleh sebab itu, kelahiran postmodernisme akibat dari ketidakpuasan masyarakat terhadap aliran besar sebelumnya, sehingga muncul aliran postmodernisme. Teori postmodernisme mengangkat cerita yang lahir dari masyarakat bawah yang terpinggirkan dijadikan sebagai fokus cerita. Hal tersebut menandakan bahwa postmodernisme memihak terhadap masyarakat pinggir atau kelas bawah.
4
Karya sastra tidak pernah lepas dari relitas kehidupan masyarakat, sehingga untuk dapat memahaminya perlu mengkaji karya sastra dengan interdisipliner sosial. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ratna (2011: 24) sosiologi sastra merupakan aktivitas pemahaman dalam rangka mengungkap aspek-aspek
kemasyakakatan
yang
terkandung
dalam
karya
sastra.
Postmodernisme mengangkat cerita-cerita kehidupan masyarakat, oleh karena itu untuk dapat memahami aspek-aspek yang diungkapnya perlu mengkajinya dengan sosiologi sastra. Penelitian ini mengkaji Novel Ronggeng Dukuh Paruk untuk mengetahui gambaran kehidupan masyarakat kaum pinggiran atau masyarakat bawah yang biasanya diabaikan dijadikan fokus cerita. Kehidupan sosial masyarakat pedukuhan
yang
diceritakan
dalam
novel
Ronggeng
Dukuh
Paruk
menggambarkan bagaimana budaya yang berkembang di pedukuhan tersebut. Budaya yang berkembang di Dukuh Paruk mencerminakan perilaku dan sikap masyarakat dalam kesehariannya. Masyarakat menghayati dan menjaga keberadaan budaya yang berkembang di pedukuhan tersebut. Oleh sebab itu, harapannya dengan mengkaji novel tersebut agar lebih dapat menghargai, menghayati, dan menjaga budaya yang berkembang dalam lingkungan masyarakat. Mengkaji
novel tersebut juga untuk menambah khasanah
pengetahuan budaya yang berkembang di tiap-tiap daerah yang berbeda-beda. Teori postmodernisme mendudukkan kaum pinggiran sebagai kaum yang menjadi fokus dalam cerita. Keberpihakan terhadap masyarakat pinggir dapat terlihat pada novel Ronggeng Dukuh Paruk yang menceritakan kehidupan
5
masyarakat kaum pinggir atau kaum bawah yang dijadikan sebagai fokus penceritaannya. Kehidupan masyarakat bawah tercermin dari keseharian dalam kehidup masyarakat. Budaya yang berkembang dalam masyarakat juga mencerminkan bagaimana peradaban dalam masyarakat tersebut. Novel Ronggeng Dukuh Paruk memihak masyarakat kelas bawah begitu juga kehadiran teori postmodernisme untuk memihak masyarakat pinggir dengan menjadikan fokos dalam cerita. Postmodernisme sendiri biasanya dimanfaatkan untuk dapat mengkaji kebudayaan suatu masyarakat yang biasanya diabaikan, namun dalam postmoderneisme menjadi hal yang penting untuk dikaji. Oleh karena itu teori postmodernisme cocok digunakan dalam mengkaji novel Ronggeng Dukuh Paruk. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Faisal (2010) berjudul Kajian Postmodernisme pada Novel “Maryamah Karpov” Karya Andrea Hirata. Dalam analisis memfokuskan pada: (1) aspek-aspek posmodernisme dalam novel “Maryamah Karpov” karya Andrea Hirata, (2) ciri-ciri postmodernisme dalam novel “Maryamah Karpov” karya Andrea Hirata. Berdasarkan hasil analisis data pada penelitian tersebut, dapat diperoleh hasil sebagai berikut: aspek-aspek postmodernisme yang diungkap dalam novel “Maryamah Karpov” karya Andrea Hirata meliputi: ekletisisme, parodi, pastiche, ironi dan camp. Ciri-ciri postmodernisme yang diungkap dalam novel “Maryamah Karpov” karya Andrea Hirata meliputi: menekankan pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia, mengurangi kekaguman terhadap ilmu pengetahuan kapitalisme dan teknologi, menerima dan peka terhadap agama baru (agama lain), mendukung kebangkitan
6
golongan tertindas seperti golongan ras, kaum termarjinalkan dan kelas sosial yang tersisihkan. Penelitian yang menganalisis novel Ronggeng Dukuh Paruk pernah dilakukan oleh Widyaningrum (2012) dengan judul Representasi Hegemoni Kekuasaan Tokoh-tohoh dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari. Hasil penelitiannya adalah bentuk kekuasaan yang terdapat pada tokohtokoh dalam novel berupa tingkah laku yang membuat orang lain seakan tergilagila dan luluh akan kecantikannya. Dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari hegemoni ini tampak pada dua tokoh utama yaitu Srintil dan Rasus salah satu masyarakat yang tinggal di Dukuh Paruk, akan tetapi tokoh utama dalam novel tidak akan berdiri sendiri tanpa bantuan tokoh lain, maka penelitian ini akan dibahas secara menyeluruh tentang para tokoh yang ada dalam novel. Representasi hegemoni dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah wujud perilaku yaitu rela berkorban, mencintai dan menyayangi, berani, benci dan dendam. Wujud simbol yang terdapat diantaranya adalah sebagai simbol kecantikan, ketampanan, keagungan, kekuasaan pada tokoh utama. Fungsinya yaitu menyenangkan diri sendiri, dan orang lain, dan juga fungsi memperkaya diri. Kekuasaan berada di mana-mana yang dapat menghadirkan hegemoni disetiap tindakan para tokoh dalam novel. Penelitian terdahulu merupakan penelitian pendukung terhadap penelitian yang akan dilakukan sekarang ini. Persamaan penelitian terdahu yang dilakukan oleh Faisal (2010) dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan teori postmodernisme. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah
7
novel dan fokus yang dianalisis berbeda, pada penelitian terdahulu fokos penelitiannya yaitu mengungkap aspek-aspek postmodernisme dan ciri-ciri postmodernisme. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Windyaningrum (2012) persamaannya adalah sama-sama menggunakan novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Perbedaannya penelitian terdahulu dengan penelitian ini teori yang digunkan berbeda. Penelitian terdahulu mengangkat representasi hegemoni kekuasaan dan fungsi kekuasaaan. Penelitian ini menggunakan teori postmodernisme. Adapun fokus dalam penalitian meliputi, pertama keterpihakan masyarakat terhadap kesenian ronggeng di Dukuh Paruk. Kesenian ronggeng merupakan identitas dari suatu masyarakat yang memiliki pengaruh dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat menaruh perhatian terhadap kesenian ronggeng sehingga ada semangat yang kaut untuk melestarikan kesenian tersebut. Kedua yaitu, keberpihakan masyarakat Dukuh Paruk terhadap religi di pedukuhan. Tradisi yang berkembang di pedukuhan sangat kental yang merupakan kekuatan dari Dukuh Paruk. Kepercayaan terhadap mistis merupakan kekuatan bagi masyarakat Dukuh Paruk dalam mengeramatkan makam sebagai tempat untuk memohon perlindungan dan pertolongan. Memuja makam dan melakukan ritual-ritual sudah biasa dilakukan oleh masyarakat Dukuh Paruk sebagai sebuah tradisi yang sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan masyarakat secara turun-temurun. Penentuan kedua fokus penelitian didasarkan pada pertimbangan kesenian ronggeng dan religi adalah dua hal yang saling berkaitan dan berhubungan satu
8
sama lain yang merupakan unsur dari kebudayaan. Kesenian ronggeng yang ada dan berkembang dalam lingkungan Dukuh Paruk diperngaruhi oleh religi yang ada di pedukuhan tersebut. Kekuatan yang dibangun dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah kesenian dan tradisi yang berkembang dalam masyarakat Dukuh Paruk yang diangkat dari kearifan lokal yang lahir dari masyarakat. Hal tersebut membuktikan masyarakat bawah yang biasanya menjadi kaum yang termarjinalkan mempunyai posisi yang penting dalam masyarakat. Tema dengan latar sosial dalam novel tersebut merupakan bentuk penyangkalan terhadap aliran besar sebelumnya, sehingga munculah postmodernisme. Oleh sebab itu dalam penelitian ini memfokuskan pada keberpikahan terhadap kesenian ronggeng dan religi, karena masyarakat sangat menghargai dan menghayati budaya yang berkembang dalam masyarakat Dukuh Paruk. Postmodernisme mengangkat masyarakat yang terpinggir menjadi fokus utama dalam cerita. Postmodernisme juga berkaitan dengan budaya. Oleh karena itu, postmodernisme itu dimanfaatkan untuk mengungkap manusia dalam masyarakat suatu budaya. Unsur dalam budaya ada tujuh yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan dan teknologi, sistem mata pencaharian, kesenian dan sistem religi. Penelitian ini ditekankan pada dua unsur yaitu kesenian dan religi yang lebih memfokuskan dan mengarah pada: (1) bentuk keberpihakan terhadap kesenian ronggeng dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, (2) bentuk keberpihakan masyarakat terhadap religi dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
9
Berasarkan uraian-uraian di atas, peneliti melakukan penelitian ini, karena mengkaji Novel Ronggeng Dukuh Paruk sangat penting, sehingga dapat mengetahui kehidupan masyarakat kecil dengan segala kearifan lokalnya (local genius). Ahmad Tohari demikian kuat meniupkan nafas budaya Jawa dalam kehidupan rakyat kecil yang terpinggirkan. Komitmen terhadap wong cilik yang terpinggirkan menjadi karktristik novel Ronggeng Dukuh Paruk, jadi novel tersebut mengangkat cerita dari masyarakat terpinggirkan atau wong cilik. Hal tersebut berkaitan dengan teori postmodernsime memihak kepada masyarakat kelas bawah yang terpinggirkan menjadi fokus cerita. Postmodenisme juga berkaitan dengan budaya. Budaya dalam aliran postmodernisme adalah budaya yang lahir dari masyarakat bawah atau kaum pinggiran yang biasa diabaikan, namun dalam postmodernisme merupakan bagian yang penting untuk dikaji. Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul penelitian “Analisis Postmodernisme pada Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disinggung di atas maka permasalahan yang ingin diungkap peneliti dalam penelitian ini adalah sabagai berikut: 1. Bagaimana keberpihakan masyarakat terhadap kesenian ronggeng dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari? 2. Bagaimana keberpihakan masyarakat terhadap religi dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari?
10
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas penulis dapat merumuskan tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan bagaimana keberpihakan masyarakat terhadap kesenian ronggeng dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. 2. Mendeskripsikan bagaimana keberpihakan masyarakat terhadap religi dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Secara Praktis Secara prkatis penelitian ini memilik manfaat yaitu sebagai berikut: a. Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca mengenai postmodernisme. b. Penelitian ini diharapkan memberikan wawasan bagi pembaca tentang keberpihakan masyarakat pedukuhan terhadap kesenian ronggeng dan religi. c. Penelitian ini diharapkan memberikan wawasan bagi pembaca mengenai kekayaan dan kearifan budaya lokal. 1.4.2 Manfaat Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini memiliki manfaat yaitu sebagai berikut: a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang studi bahasa dan sastra Indonesia dari segi teori postmodernisme.
11
b. Kajian postmodernisme memberikan konstribusi dalam sastra terutama dalam kritik sastra. c. Memperkaya kajian interdisipiner sastra dengan ilmu sosial dan filsafat.
1.5 Definisi Operasional 1. Postmodernisme merupakan sebuah keberpihakan terhadap masyarakat yang biasanya terpinggirkan tetapi dijadikan fokus utama dalam pembicaraan. 2. Keberpihakan terhadap kesenian ronggeng merupakan representasi masyarakat dalam menghidupkan kembali kesenian ronggeng di Dukuh Paruk. 3. Keberpihakan terhadap religi yaitu mempercayai dan mengikuti kepercayaan yang sudah dilakukan secara turun-temurun, sehingga hal tersebut menampakan bagian dari kehidupan dalam berpihak pada tradisi.