BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang masalah Trauma
pembedahan
menyebabkan
perubahan
hemodinamik,
metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon trauma merupakan proses dinamis yang mengikuti pola tertentu yang diterangkan berdasarkan pengamatan klinis dan ilmiah. Proinflamasi awal pada respon imun, systemic inflammatory response syndrome (SIRS), dimediasi terutama oleh sel-sel sistem imun innate. Hal ini diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang dimediasi terutama oleh sel-sel sistem imun adaptif yang merupakan predisposisi terjadinya komplikasi sepsis. Pada beberapa individu yang rentan, ini dapat menyebabkan multiple organ dysfunction syndrome (MODS) dan kematian. Systemic inflammatory response
syndrome (SIRS), sepsis dan MODS memberikan kontribusi
kematian yang signifikan pasca operasi di perawatan intensif. Karena terapi dari MODS sebagian besar adalah suportif, sangat beralasan untuk memberikan terapi diarahkan pada modulasi SIRS atau memblokir kompensasi sindrom respon anti-inflamasi, sehingga mencegah timbulnya MODS, lebih menguntungkan daripada mengobati setelah terjadi MODS.1
1
Pasien yang menjalani prosedur pembedahan mayor menyerupai pasien pasca trauma. Disfungsi imun dapat menyebabkan kegagalan organ pada pasien trauma berat.2 Lung Injury adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respon paru terhadap berbagai trauma langsung yang terjadi di paru-paru atau sebagai konsekuensi dari trauma atau peradangan di lain. Acut respiratory distress syndrome (ARDS) sering terjadi sebagai bagian dari gambaran yang lebih luas yaitu multiorgan dysfunction syndrome (MODS).3 Acut respiratory distress syndrome (ARDS) adalah tipe kegagalan paru
yang
disebabkan
oleh
berbagai
penyakit
yang
menyebabkan
terkumpulnya banyak cairan di paru. ARDS bukan suatu penyakit, tetapi suatu sindrom, kumpulan dari beberapa gejala yang menyebabkan gagal paru/pernapasan. Dapat terjadi secara mendadak pada pasien yang sebelumnya dengan paru yang normal / sehat. Acut respiratory distress syndrome (ARDS) memberikan kontribusi morbiditas dan mortalitas pada pasien yang dirawat di ICU di seluruh dunia dan berakibat kerugian material dan nonmaterial yang berat. Insidensi ARDS yang dilaporkan di Amerika Serikat mencapai 150.000 kasus per tahun.4 Data terbaru menunjukkan insidensi ARDS 15.3– 58.7 kasus per 100,000 orang per tahun dengan mortalitas 41–58%.5 Angka mortalitas ARDS yang dipublikasikan bervariasi dari 10% sampai 90%. Kesulitan untuk membedakan insidensi dan outcome ARDS karena adanya
2
perbedaan dari definisi dan penyakit yang mendasari, perbedaan terapi kegagalan menentukan populasi yang beresiko terjadi ARDS. 4 Penelitian
yang
fokus
terhadap
pencegahan
ARDS
dan
mengidentifikasi pasien yang beresiko berkembang menjadi ARDS sangat penting
untuk
mengembangkan
strategi
untuk
mengubah
rangkaian
pengobatan dan progresifitas penyakit. Saat ini hanya terdapat sedikit strategi yang memberikan keuntungan yang kecil. Hambatan yang paling penting untuk tindakan pencegahan adalah mengidentifikasi pasien yang akan berkembang
menjadi
ARDS.
Mengidentifikasi
faktor
resiko
dan
melaksanakan tindakan pencegahan adalah faktor penting untuk mencegah terjadinya ARDS. Adanya biomarker yang dapat memperkirakan terjadinya ARDS dan progresifitasnya akan sangat bermanfaat. Suatu biomarker yang ideal adalah cara pengambilannya mudah dan aman, mudah diukur dan diproduksi, spesifitas dan sensitifitas tinggi.6 Acut respiratory distress syndrome (ARDS) ditandai dengan kegagalan respirasi yang akut akibat injuri menyebabkan udem interstisial dan alveoli serta hipoksemi yang persisten. Meskipun berbagai macam kondisi dapat mengakibatkan ARDS, kondisi yang umum adalah akibat dari kerusakan paru sendiri. Kompleks seri inflamasi telah dikenal selama perkembangan ARDS, tetapi yang terjadi sesungguhnya belumlah jelas. Aktivasi leukosit dan radikal bebas, protease, asam arakidonat sitokin
3
inflamasi dan anti inflamasi merupakan hasil dari peningkatan permeabilitas membran kapiler. 7 Definisi ARDS, sesuai dengan kriteria Berlin. Acut respirtory distress syndrome (ARDS) Waktu
Dalam 1 minggu diketahui keadaan klinik atau perburukan gejala respirasi
Imaging thoraks
Opasitas bilateral - tidak dijelaskan apakah suatu efusi, kolaps paru / paru
Asal dari edem
Kegagalan respirasi tidak dijelaskan oleh gagal jantung atau overload cairan Ringan
Oksigenasi
Sedang
Berat
200<PaO/FiO2≤300
100<PaO/FiO2≤200
PaO/FiO2≤100
Dengan PEEP atau CPAP
Dengan
Dengan
≥5cmH2O
CPAP ≥5cmH2O
PEEP
atau
PEEP
atau
CPAP ≥5cmH2O
Tabel 1. Definisi Berlin ARDS. 23,27
Rasio PaO2 terhadap FiO2 (PaO2/FIO2) secara umum digunakan untuk membedakan tingkat ARDS. Pada pasien dengan ARDS, mekanisme fisiologi primer dari hipoksemia adalah adanya shunt. Shunt secara langsung diukur menggunakan perhitungan Berggren berdasarkan darah arteri dan darah vena mixed dengan menggunakan kateter arteri pulmonalis ketika pasien diventilasi dengan oksigen murni. Pengukuran secara tidak langsung, lebih mudah dan sederhana menggunakan rasio PaO2/FIO.46,47 Pada ARDS terjadi injuri parenkim paru yang difus dan akut sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas, edem paru, hipoksemia berat dan disfungsi mekanik. Meskipun pathogenesis ARDS telah dipelajari secara
4
ekstensif, perubahan seluler dan molekuler yang terjadi belum dapat dijelaskan dengan tepat. Neutrofil polimorfonuklear memegang peranan penting terhadap patogenesis ARDS, lebih lanjut perlu dipertimbangkan adanya hubungan antara neutrofil terhadap keparahan ARDS. Sebagai contoh, konsentrasi
neutrofil
elastase
dan
konsentrasi
neutrofil,
dilaporkan
berhubungan dengan tingkat keparahan analisa gas darah yang tidak normal pada pasien dengan ARDS.8 Neutrofil memegang peranan penting pada pathogenesis ARDS. Pemeriksaan histopatologi pada paru menunjukkan peningkatan jumlah neutrofil di vaskuler, interstisial dan alveoli.49 Sitokin diproduksi oleh makrofag alveoli, epitel paru, fibroblas atau oleh sel seperti netrofil, limfosit, monosit dan trombosit sebagai respon lokal dan sistemik terhadap agen injuri. Sitokin yang terlibat pada fase awal respon inflamasi, seperti IL-1, IL-2, IL-6, IL-8 yang disekresi sebagai respon terhadap injuri. 7 Saat ini, sitokin dengan efek proinflamasi sudah diuraikan. Sitokin ini dikenal sebagai interleukin IL-8, yang mempunyai aktifitas kemoatraktan yang dapat mengaktifkan dan mendegranulasi netrofil. Peran IL-8 pada ARDS ditunjukkan dengan data yang menunjukkan peningkatan kadar IL-8 pada rongga udara pasien dengan
ARDS atau yang beresiko terjadi ARDS,
sebagaimana pada darah pasien ARDS. Lebih lanjut, telah dilaporkan juga bahwa peningkatan konsentrasi sitokin yang tinggi di sirkulasi berperan terhadadap terjadinya ARDS dan gagal sistem organ multipel setelah trauma 5
yang hebat. Kadar IL-8 di sirkulasi meningkat pada pasien ARDS dan tingginya kadar IL-8 dalam sirkulasi berhubungan dengan outcome yang buruk. Konsentrasi yang lebih tinggi pada beberapa sitokin dalam darah ditemukan
pada
tahap
awal
setelah
injuri
dan
berhubungan
tidak hanya pada mortalitas tetapi dengan peningkatan resiko terjadinya ARDS.8 Berbagai penelitian telah membuktikan peningkatan IL-8 pada proses inflamasi yang mengikuti tindakan operasi. Kadar IL-8 meningkat pasca operasi total hip replacement, coronary artery bypass grafting (CABG), dan Carsinoma kolorektal.12,13,14 Dan juga membuktikan peningkatan kadar IL-8 pada bronchoalveolar lavage (BAL) dan serum menunjukkan outcome yang jelek pada pasien ARDS7,9,10,11 Sampai saat ini penulis belum menemukan penelitian mengenai hubungan kadar IL-8 serum, jumlah leukosit dan jumlah neutrofil dengan kejadian ARDS pada pasien pasca operasi mayor di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.
1.2.
Perumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah apakah terdapat hubungan antara kadar IL-8 serum, jumlah leukosit dan jumlah neutrofil dengan kejadian ARDS pada pasien pasca operasi mayor di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. 6
1.3.
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar IL-8 serum, jumlah leukosit dan jumlah neutrofil dengan kejadian ARDS pada pasien pasca operasi mayor di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.
1.4.
Manfaat penelitian
1.4.1. Bidang akademis Dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang Interleukin 8 (IL-8), jumlah neutrofil dan jumlah leukosit sebagai biomarker dan perangkat diagnostik ARDS
1.4.2. Bidang pengabdian masyarakat Dengan pemahaman yang lebih baik dalam masalah ini dapat memberikan manfaat untuk menggunakan biomarker IL-8, jumlah neutrofil dan jumlah leukosit sebagai perangkat diagnostik dalam menangani pasien dengan resiko dan kecurigaan terjadi ARDS
1.4.3. Bidang penelitian Sebagai acuan pengembangan penelitian mengenai biomarker ARDS.
7
1.5.
Keaslian penelitian Penelitian tentang IL-8 yang sudah dipublikasikan: 1. Bastian et al, 2008 di Norwegia dengan judul Systemic and Local Cytokine Kineti cafter Total Hip Replacement Surgery, mengukur kadar IL-8 dan IL-6 pada serum dan lokal, mengukur kadar IL-8 dan IL-6 sistemik dan local
pasca Total Hip Replacement. Pada penelitian ini terdapat
peningkatan bermakna kadar IL-6 sistemik dan lokal kadar IL-6 dan IL8.12 2. Wei et al, 2001, di Finlandia dengan judul Cytokine responses and myocardial injury in coronary artery bypass grafting (CABG), mengukur kadar IL-8, IL-10 dan TNFα pasca CABG.13 3. Kami et al, 2000, di Polandia dengan judul CRP, TNFα, IL-1ra, IL-6, IL-8 and IL-10 in Blood Serum of Colorectal Cancer Patients, mengukur IL1ra, IL-6, IL-8, IL-10 dan CRP pasca operasi kolorektal. Pada penelitian ini terdapat kenaikan kadar CRP, IL-6 dan IL-10 pada hampir semua pasien pasca operasi.14
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Respon inflamasi pada pembedahan Pasien yang menjalani prosedur operasi mayor menyerupai pasien pasca trauma.Kaskade sitokin diaktifkan dalam menanggapi trauma bedah terdiri dari biokimia yang kompleks dengan efek beragam pada host terluka. Sitokin adalah mediator imunitas yang mengarahkan inflamasi pada tempat cedera dan infeksi, sangat penting pada proses penyembuhan luka. Produksi sitokin proinflamasi yang berlebihan pada tempat cidera, dapat menyebabkan hemodinamik tidak stabil atau gangguan metabolik. Produksi sitokin proinflamasi pada periode intraoperatif dan awal pasca operasi dimulai oleh makrofag dan monosit di lokasi cedera sebagai bagian dari respon fase akut response. Sitokin ini meliputi tumor necrosis factor (TNF α) dan interleukin 1 (IL - 1), yang terutama bertanggung jawab untuk manifestasi nonhepatik dari respon fase akut , termasuk demam dan takikardia. Pada gilirannya, TNF α dan IL - 1 merangsang produksi dan pelepasan sitokin lainnya, termasuk IL - 6.Interleukin 6 terutama mengatur komponen hati pada respon fase akut yang menghasilkan generasi protein fase akut, termasuk C-reactive protein. Proses inflamasi sebagian dikendalikan oleh sitokin termasuk TNFα dan IL-1b, IL-6, dan IL-8. Mereka diproduksi oleh sel-sel inflamasi dan dapat 9