BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya suatu generasi baru, dimana anak menjadi generasi muda
penerus cita-cita perjuangan bangsa yang
diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi dalam pembangunan bangsa dan negara . Oleh karena itu, generasi muda perlu dibina agar dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar sehingga pada gilirannya, mampu meneruskan pembangunan bangsa dan dapat hidup mandiri dan terampil dimasa depannya. Semakin baik keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa. Begitu pula sebaliknya, Apabila keperibadian anak tersebut buruk maka akan rusak pula kehidupan bangsa yang akan datang. Bagi negara anak-anak merupakan alat generasi penerus bangsa dalam menunjang kegiatan pembangunan yang berbasis pada sumber daya manusia. Hal ini sesuai dengan amanat negara Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945, dimana tujuan negara indonesia adalah untuk melindungi sengenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah dara indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia (Rukminto, 2003: 39). Setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan yang terbaik untuknya. Hak anak untuk di dengar atau penghargaan atas pendapat anak merupakan hal yang penting agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara maksimal. Dengan kata lain, tidak mungkin
Universitas Sumatera Utara
tercapai suatu keputusan yang terbaik bagi anak maupun tidak mungkin tumbuh kembang anak maksimal jika pendapat anak tidak didengar dan pendapatnya tidak dihargai dalam pengambilan keputusan bagi dirinya (Save The Children, 2010: 30). Hak-hak anak tersebut dapat terbentuk melalui lingkungannya, keluarga terutama orang tua. Secara sosiologis anak terlahir melalui orang tua, tapi dia bukan milik orang tua. Anak adalah pribadi lain, memiliki pandangan dan pemiliran sendiri, walaupun dia dilahirkan melalui orang tua (Sunarti, 2004: 123). Untuk memenuhi kebutuhan anak tersebut seperti kebutuhan jasmani dan rohani serta peningkatan kemampuan menjalankan fungsi sosial yang baik terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Namun, secara nyata tidak semua anak terlahir secara normal. Ada yang sejak lahir mengalami kecacatan atau pada masa perkembangan mengalami kecacatan. Anak yang lahir demikian disebut dengan anak yang berkeutuhan khusus . Anak yang berkebutuhan khusus harus diberi kesempatan yang sama, sebab mereka mempunyai bakat dan talenta yang sama dengan anak yang lainnya (Analisa, 2014: 6). Anak dengan berkebutuhan khusus perlu dikenal dan diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya, oleh karena mereka memerlukan penanganan atau pelayanan khusus, agar memperoleh kesempatan tumbuh dan berkembang secara maksimal sebagaimana dengan anak-anak yang lain atau awas. Anak berkebutuhan khusus dan anak-anak normal terdapat inti persamaan, yaitu bahwa mereka mempunyai keinginan-keinginan, aspirasi kebutuhan akan cinta kasih, makanan dan perlindungan, serta memperoleh kesempatan pendidikan dan bimbingan seperti keterampilan. Mereka pun ingin menjadi harapan orang tua,
Universitas Sumatera Utara
harapan masyarakat untuk kemudian tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa dan menjadi warga negara yang dapat berpartisipasi bagi pembangunan negara dan bangsa. Namun, anggapan akan keberadaan anak berkebutuhan khusus merupakan beban, aib, bencana dan kutukan, mengakibatkan masih banyak orang tua, keluarga dan masyarakat yang menyembunyikannya, sehingga anak berkebutuhan khusus mengalami diskriminasi dan tidak terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan sebagaimana anak lain seusianya, termasuk
hak
untuk
memperoleh
akta
kelahiran.
Anggapan
ini
juga
mengakibatkan anak berkebutuhan khusus mendapatkan kekerasan termasuk penelantaran dan pemasungan karena anak tersebut sering melakukan perusakan dan tidak bisa diatur serta meresahkan lingkungan sekitarnya. Ada beberapa jenis anak yang berkebutuhan khusus salah satunya adalah anak tunanetra. Anak tunanetra merupakan individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Mata sebagai indra penglihatan dalam tubuh manusia menduduki peringkat utama, sebab sepanjang waktu selama manusia terjaga mata akan membantu manusia untuk beraktivitas, disamping indra sensoris lainnya seperti pendengaran, perabaan, penciuman dan perasa. Begitu besar peran mata sebagai salah satu dari panca indra yang sangat penting, maka dengan terganggunya indra penglihatan seseorang berarti ia akan kehilangan fungsi kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa yang ada dilingkungannya (Efendi, 2006: 29). Anak tunanetra memiliki keterbatasan atau bahkan ketidakmampuan dalam menerima rangsangan atau informasi dari luar dirinya melalui indera
Universitas Sumatera Utara
penglihatannya. Penerimaan rangsangan hanya dapat dilakukan melalui pemanfaatan indera-indera lain di luar indera penglihatannya. Namun karena dorongan dan kebutuhan anak untuk mengenal dunia sekitarnya, anak tunanetra biasanya menggantikannya dengan indera pendengaran sebagai saluran utama penerimaan informasi. Sedangkan indera pendengarannya hanya mampu menerima informasi dari luar yang berupa suara. Berdasarkan suara, anak hanya akan mampu mendeteksi dan menggambarkan tentang arah, sumber, jarak suatu objek informasi. Tunanetra juga akan mengenal bentuk, posisi, ukuran dan perbedaan permukaan melalui perabaan dan elalui bau yang diciumnya ia dapat mengenal seseorang, lokasi objek, serta membedakan jenis benda (Somantri, 2006 : 68). Pada hakekatnya keadaan cacat yang dimiliki oleh seseorang hanya sekedar kelainan belaka. Sebenarnya mereka juga mempunyai kemempuan untuk mepertahankan diri. Hanya saja yang mereka perlukan untuk itu adalah adanya suatu pembinaan dan pelayanan yang intensif, dalam arti lebih tinggi intensitasnya dari orang yang normal, sehinggga mereka mempunyai suatu bekal untuk hidup secara mandiri, tanpa perlu lagi bergantung sama orang lain. Disamping itu juga supaya dapat berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang di tulis dalam Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi “ setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia” (Marsono, 2003: 89).
Universitas Sumatera Utara
Jumlah penyandang cacat disabilitas di Indonesia relative banyak. Menurut data Kementrian Kesehatan (2012) ada sebanyak 6,7 juta jiwa atau 3,11% penduduk Indonesia. Data WHO (2011) menunjukkan bahwa dari 284 juta orang tunanetra di seluruh dunia, 39 juta (sekitar 13,7%) di antaranya adalah tunanetra berat (blind) dan 245 juta orang (sekitar 86,3%) adalah tunanetra ringan (low vision). Menurut data dari Kementerian Sosial RI, pada tahun 2011, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 3,11%, atau sebesar 6,7 juta jiwa. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI, jumlah penyandang disabilitas lebih besar, yaitu: 6% dari total populasi penduduk Indonesia. Mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) yang lebih ketat, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 10 juta jiwa, sementara rata-rata jumlah penyandang disabilitas di negara berkembang sebesar 10% dari total populasi penduduk.Menurut data terbaru ( Juli 2012), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia tercatat sebagai berikut : • Tunanetra
: 1.749.981 jiwa
• Tunarungu/wicara
: 602.784 jiwa
• Tunadaksa
: 1.652.741 jiwa
• Tunagrahita
:
777.761 jiwa (http://rehsos.kemsos.go.id, diakses
pada 01 Maret 2014 pukul 9:19 WIB). Keterbatasan (kecacatan) tersebut sesungguhnya merupakan pribadi yang utuh seperti individu pada umumnya, meraka memiliki potensi, bakat, minat dan cita-cita untuk berkembang. Mereka memiliki kemampuan dalam melakukan berbagai aktivitas dan pekerjaan sesuai denga potensinya masing-masing. Kondisi ini sudah dibuktikan dalam bidang olah raga misalnya, kaum disabillitas dapat
Universitas Sumatera Utara
mengharumkan nama baik Indonesia di kancah Internasional. Tahun 2011 Indonesia sukses meraih medali 15 emas, 13 perak dan 11perunggu dalam ajang olimpiade Tunagrahita (disabilitas intelektual) yang digelar di Athena, Yunani. Dalam bidang seni, saudara Alam dan istrinya sebagai penyandanag tunanetra sangat piawai dalam bermain musik, sehingga mampu mengantarkannya keliling dunia. Begitu pula banyak prestasi dan reputasi lain yang diraih penyandang cacat disabilitas dalam berbagai bidang. Pendidikan dan keterampilan merupakan hal yang terpenting bagi tunanetra. Hal ini didapat mereka dari lembaga- lembaga sosial seperti panti asuhan, sekolah luar biasa dan lain-lain yang memberikan pelayanan sosial bagi tunanetra agar dapat mengembangkan potensi dalam diri mereka sehingga tunetra tetap eksis ditengah- tengah masyarakat. Setelah selesai mendapatkan pendidiakan, mereka tidak memiliki pekerjaan formal yang sesuai dengan kemampuan tunanetra. Padahal dalam Undang- Undang RI No.43 pasal 30 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat yang mengatur peluang kerja bagi tunanetra atau cacat fisik lainnya, pengusaha wajib memberikan kesempatan yang sama kepada tenaga kerja penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya ( Oos, 2013 : 140). Keterampilan sangat dibutuhkan oleh setiap individu terutama pada saat ini. Keterampilan bagi sebagian orang adalah suatu kelebihan yang harus dimiliki karena dalam segala aspek kita sebagai individu dituntut untuk terampilmenyikapi segala hal. Berbeda dengan anak dengan kecacatan tunanetra, adakecenderungan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan menjadi terhambatsehingga kurang
Universitas Sumatera Utara
optimal dalam mengekspresikan kemampuan yang merekamiliki. Tujuan dilakukan keterampilan bagi anak tunanetra untuk memudahkan mereka dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka sehari-hari sehingga diharapkan dengan adanya keterampilan tersebut, mereka bisa hidup mandiri.Keterbatasan anak tunanetra menjadikan pemberian atau pengajaran akan skill atau keterampilan sedikit berbeda dengan anak yang normal. Perlu adanya metode atau cara-cara yang khusus yang dilakukan pengajar. Oleh sebab itu, perlu dibentuk sebuah lembaga atau yayasan yang dapat memberikan anak berkebutuhan khusus seperti anak tunanetra sebuah pelatihan akan keterampilan. Di indonesia secara umum banyak terdapat lembaga sosial maupun organisasi sosial baik non pemerintah maupun yang pemerintah, namun dalam operasionalnya tidak sesuai dengan tujuan yang hendak
diharapkan. Hal ini
dikarenakan banyak lembaga sosial maupun organisasi sosial yang masih bersifat penerimaan saja dan memiliki sarana dan prasarana yang minim dan kurang memiliki pengembangan untuk kedepannya. Salah satunya adalah Yayasan Pendidikan Tuna Netra Sumatera (YAPENTRA ). Dimana, Yapentra merupakan salah satu bentuk yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi tunanetra. Yapentra lahir melalui gagasan gereja GKPI. Oleh sebab itu Yapentra merupakan suatu lembaga yang memperhatikan anak-anak tunanetra yang mampuuntuk menolong mereka untuk dapat hidup mandiri dan dapat melatih kemampuandan memberi keterampilan dan pendidikan untuk mencapai cita-cita dan masa depan mereka. Adapun pelatihan ketrampilan yang diusahakan oleh Yapentra
yaitu
pelatihan musik (tradisional dan modern), pelatihan pijat (tradisional dan
Universitas Sumatera Utara
modern), pelatihan anyaman , pelatihan budi daya tanaman. Namun, bagi penyandang cacat netra, hal ini merupakan kegiatan yang tidak mudah dan seringkali mereka mengalami hambatan. Gangguan pada penglihatannya menyebabkan mereka tidak dapat melihat secara jelas, detail, dan langsung apa yang sedang dilakukan oleh orang yang berada di sekitarnya, sehingga mereka tidak dapat menirukan atau mencontohnya. Untuk dapat memiliki dan menguasai keterampilan dalam kegiatan kehidupan sehari-hari, penyandang cacat netra perlu latihan yang bertahap, kontinyu, dan sungguh-sungguh. Latihan ini sangat penting, agar mereka kelak memiliki keterampilan yang memadai, sehingga mereka mampu mandiri tanpa banyak meminta bantuan dari orang lain. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana keefektifan pelayanan sosial yang diberikan oleh Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) terhadap penyandang cacat tunanetra dengan melihat kualitas kegiatan seperti reaksi warga binaan tunanetra terhadap program kegiatan, kuantitas kegiatan seperti seberapa jauh penguasaan konsep selama pelatihan dan dampak pelatihan. Penulis membatasi penelitian ini hanya pada ruang lingkup keefektifan pelayanan yang diberikan kepada penyandang cacat tunanetra. Penulis mengangkat permasalahan yang dirangkum dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi
dengan
judul:
“Efektifitas
Pelaksanaan
Program
Pelatihan
Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang”.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat
Tunanetra
di
Yayasan
Pendidikan
Tunanetra
Sumatera
(YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang ?”.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang.
1.3.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai berikut: 1. Secara teoritis, dapat menambah wawasan dan pemahaman mengenai pola asuh dipanti asuhan terhadap perkembangan sosial anak. 2. Secara
akademis,
dapat
memberikan
kontribusi
keilmuan
dalam
menambah referensi dan bahan kajian bagi para peneliti atau bagi mahasiswa yang tertarik terhadap penelitian yang berkaitan dengan masalah ini.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, PerumusanMasalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian serta SistematikaPenulisan.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.
BAB III
: METODE PENELITIAN Bab ini berisikan uraian metodologi penelitian yang terdiri dari tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.
BAB IV
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan uraian sejarah geografis dan gambaran umum tentang lokasi dimana peneliti melakukan penelitian.
BAB V
: ANALISA DATA Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisanya.
BAB
: VI PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan.
Universitas Sumatera Utara