BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Konsumsi merupakan sebuah kegiatan yang selalu ada dimanapun, bahkan di setiap arena seperti politik,budaya, sosial dan lain sebagainya. Konsumsi berhubungan satu banding satu dengan produksi yang rasional, konsumsi bersifat menipu, tercerai berai namun, ia ada dimana-mana.1 Konsumsi seperti sesuatu benda yang tidak terlihat karena ia dimanfaatkan oleh produk yang dipaksakan melalui tatanan ekonomi yang dominan. Dominasi ekonomi menjadikan konsumsi sebagai suatu keharusan yang pada akhirnya menjadikan seseorang terlibat dalam arena konsumtif.Marx mengatakan bahwa konsumen menjadi aspek penting dalam pertarungan ekonomi, terutama kapitalis. Hal ini kemudian menyebabkan pertarungan antara use value dengan exchange value. Konsumtif telah masuk pada area exchange value, karena munculnya keinginan untuk mengkonsumsi barangbarang secara berlebih guna mencapai kepuasan semata. 2 konsumtif merupakan sebuah gaya hidup dengan mengedepankan exchange value, boros, selalu merasa tidak puas dalam membeli sesuatu hanya untuk memenuhi hasrat duniawi semata. Konsumtif sebagai lifestyle juga ditegaskan
oleh
Bourdieu,
ia
merelasikannya
dengan
identitas.
1 2
Barker, Chris. 2009. Cultural studies:teori dan praktek. Bantul:Kreasi Wacana Patterson, Mark. 2006, consumtion and everyday life. New york:routledge
10
Konsumsiakanmerujuk pada sebuah perilaku yang dikenal dengan perilaku konsumtif. Pada tahap ini, perilaku konsumtif dapat mengacu pada status sosial tertentu, tentunya di dalam masyarakat kecenderungan tersebut muncul karena aspek materi, atau materialistik3.Vablen juga mengatakan dalam observasinya bahwa, pola dasar kosumsi menandai status sosial sebagai perkenalan terhadap sesuatu yang disebut fashion dan style.4 Kamus besar bahasa indonesia mengartikan perilaku konsumtif sebagai paham atau gaya hidup yang menganggap barang sebagi ukuran kesenangan. Konsumtif diartikan sebagai perilaku membeli yang di picu oleh pemajangan atau promosi yang disebut impulse buying, konsumerisme sebagai suatu gerakan yang dilakukan oleh sejumlah pihak untuk melindungi minat dan hak konsumen sebagai akibat hubungan mereka dengan sejumlah organisasi. 5 Secara terminologis, budaya konsumtif diartikan sebagai 1) kekuasaan kultural dalam masyarakat kapitalis modern yang berorientasi kepada pemasaran dan pemakaian barang-barang dan jasa pelayanan. 2) suatu kultur yang membedakan status dan membagi pangsa pasar dari masyarakat modern, ketika cita rasa individu tidak hanya merefleksikan lokasi-lokasi sosial dan gaya hidup individu6
3
Ibid halaman 38 Ibid halaman 40 5 Engel, J.F, Blackwell, R.D, Miniard, P.W. 1994. Perilaku Konsumen (penerjemah Budiyanto. Jakarta : Binarupa Aksa 6 collin’s dictionary of sociology dalam bahtiar, 2003 4
11
Kemudian, sebagai penandaan terhadap sebuah status sosial tertentu menjadikan perilaku konsumtif saat ini sedang menggema.Hal ini menjadikan masyarakat seperti “kecanduan” untuk mengkonksumsi barang-barang dengan mengabaikan nilai gunanya.Keinginan mayarakat dalam era kehidupan yang modern untuk mengkonsumsi sesuatu tampaknya telah kehilangan hubungan dengan kebutuhan yang sesungguhnya. Masyarakat yang hidup di dunia modern cenderung lebih praktis dan menginginkan sesuatu yang dengan cepat dan mudah untuk didapatkan.Meskipun demikian, perilaku konsumtif yang menjangkiti masyarakat juga dibatasi dalam ranah tertentu, hal ini ditegaskan dalam Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dengan memberikan batasan tentang perilaku konsumtif sebagai kecenderungan masyarakat yang lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan.7 Perilaku konsumtif merupakan aksi yang mempunyai nilai tukar. Pertukaran yang diharapkan oleh perilaku ini bisa berbentuk material dan non material sesuai dengan teori yang dianjurkan oleh Homas. Dimana dengan uang yang dimiliki individu dapat membeli sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan. Namun disamping itu individu juga mempunyai maksud tertentu dalam memiliki sesuatu barang, misalnya membeli pakaian demi mengikuti mode tertentu untuk mendapatkan pujian atau dianggap kaya (berstatus sosial tinggi) yang terakhir adalah merupakan nilai tukar intrinsik (nilai non material) dari perilaku pembeli. 7
Repository.usu.ac.id../10E00081.pdf
12
Perilaku konsumtif secara umum, juga mempunyai nilai tukar intrinsik disamping pemilihan barang, yaitu seperti penghargaan, kepercayaan diri atau lebih mendasar kepada individu untuk bisa memperkaya simbol status. Simbol status ini mendorong seseorang menjadi konsumtif dalam mengkonsumsi. Untuk melengkapi konsep konsumsi, para ahli sosiologi dan antropologi telah membahas lebih jauh makna konsumsi dalam proses sosial secara general dan spesialitas budaya, seperti Veblen (1899); Simmel (1978); Bourdieu (1979); Campbell (1987) dan Miller (1987). Dari hasil pembahasan, mereka menyimpulkan bahwa makna konsumsi adalah : pertama, sebagai penentu hubungan sosial dan pembangunan identitas. Kedua, timbulnya hasrat konsumsi dikarenakan tatanan produksi dan dorongan-dorongan psikologis dalam konsumsi masyarakat Seiring dengan kemajuan teknologi di era ini, komunikasi beserta alatnya menjadi sesuatu yang penting untuk dicermati. Hal ini dikarenakan setiap orang memerlukan alat agar dapat mempertahankan hubungan dengan orang lain, selain itu karena manusia merupakan mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan selalu bergantung, maka alat komunikasi menjadi sebuah tren baru dalam pasar nasional maupun internasional. Salah satu alat komunikasi yang sedang booming di era ini adalah gadget.Gadgetadalah sebuah obyek (alat atau barang elektronik) teknologi kecil yang memilki fungsi khusus, tetapi sering diasosiasikan sebagai sebuah inovasi atau barang baru.Gadget selalu diartikan lebih tidak biasa atau didesain secara lebih pintar dibandingkan dengan teknologi normal pada masa 13
penemuannya.Dalam kamus besar bahasa indonesia gadget diartikan sebagai alat elektronik atau mekanik dengan memiliki fungsi yang praktis. Praktis disini dapat diartikan mudahnya gadget untuk di bawa kemana-kemana. Gadgetdianggap dirancang secara berbeda dan lebih canggih dibandingkan teknologi normal yang ada pada saat penciptaannya. Gadget selalu dirancang dengan kecanggihan teknologi tinggi dan melebihi benda yang sudah dulu diciptakan. Jenis gadget yang paling umum diketahui oleh masyarakat adalah handphone. Berdasarkan fungsinya, handphone adalah jenis gadget yang paling akrab dengan kehidupan manusia sehari-hari. Jenis handphone yang dikenal oleh masyarakat luas sudah sangat banyak. Perkembangan terjadi dari generasi ke generasi. Penemuan baru selalu menjadi daftar spesifikasi yang dihadirkan untuk melengkapi hadphone tersebut.Awal mulanya handphone hanya bisa dipergunakan sebagai sms dan telepon, namun saat ini kamera, peta digital, sampai pemutar musik telah ada di dalam handphone. Jenis gadget yang lainnya adalah Iphone, Smartphone, Laptop, mp3 player, flah disk, PSP, notebook. Banyak kecanggihan dan fitur menarik yang ditawarkan selain fungsi utamanya adalah telepon dan SMS, mulai dari youtube, browsing, BBM, talk, facebook, twitter, Path, Skype, dan lain sebagainya.Gadget kemudian menjadi sangat dinikmati dan disoroti oleh semua kalangan terutama kawula muda.Sebagai makhluk sosial anak-anak muda sangat memanfaatkan ruang-ruang publik seperti Path, Facebook, Twitter yang dapat mengaburkan batas-batas wilayah.Gadget juga menawarkan sebuah tren penting yang diminati abad ini 14
yaitu “praktis”.Tak heran jika gadget kemudian menjadi sebuah nilai tawar yang tinggi untuk alat komunikasi masa kini. Meskipun demikian, akan menjadi sebuah problema jika seseorag memiliki lebih dari satu gadget karena banyaknya fitur yang dimiliki oleh sebuah gadget. Gadget merupakan alat canggih yang sedang marak diperbincangkan oleh para remaja atau mahasiswa. Mereka berlomba untuk memiliki gadget tercanggih dan terbaru. Karakter anak muda yang dinamis, mudah terpengaruh, masyarakat yang latah terhadap sesuatu hal yang baru dan selalu up to date terhadap kemajuan teknologi, menjadikannya sebagai target pasar potensial dalam dunia gadget. Gadget masa kini bisa berupa alat permainan maupun alat komunikasi. Mahasiswa sebagai intelektual muda juga tidak lepas dari pengaruh ini. Sebagian besar mahasiswa hidupnya bergantung terhadap gadget. Sebagai alat komunikasi dan juga sebagai sarana pendidikan maupun sebagai hiburan. Gadget dapat mempermudah mahasiswa dalam memperoleh banyak informasi terutama berita terbaru tentang keperluan akademik mereka. Karena kecanggihan gadget pula, mahasiswa bisa dengan mudah mengumpulkan data atau dapat mengakses berita dari ponsel mereka kapan saja dan dimana saja mereka inginkan. Karena apabila disadari gadget bisa menjadi penunjang studi apabila mereka menggunakannya untuk hal yang semestinya. Dan mahasiswa dimudahkan oleh teknologi canggih seperti fasilitas e-book yang dapat diakses dari ponsel atau laptop mereka yang membuat mahasiswa mempunyai bahan referensi yang lebih banyak, sehingga tidak hanya berkutat pada buku-buku yang ada di perpustakaan. 15
Implikasi sosial atas konsumsi teknologi ini banyak berimbas pada kalangan anak muda. Kelompok usia yang paling terpengaruh dengan kemajuan media baru adalah anak muda yang berusia 16-30 tahun (undang-undang kepemudaan tahun 2009). Dimana sejak lahir kehidupannya telah erat dengan media baru. Di indonesia tiga bentuk media baru, yang dimulai oleh internet, hadir di tengah masyarakat sekitar pertengahan dekade 1990-an, handphone bisa diakses sekitar tahun 2000-an game menjadi lebih mudah diakses dan online pada pertengahan tahun 2000-an. Berdasarkan pemaparan tersebut anak muda dapat dikategorikan sebagai digital native. Digital native (pribumi digital) adalah orang yang terlahir ke dunia yang sudah sarat dengan teknologi digital, sehingga sangat fasih menggunakan teknologi tersebut. Hal ini berbeda dengan kelompok usia dewasa, katakanlah usia 30 tahun ke atas yang tidak sepenuhnya dekat dengan media baru. Usia tersebut dikategorisasikan sebagai digital immigrant yaitu orang yang terlahir ke dunia yang masih analog tetapi kemudian tumbuh ke dalamlingkungan imigran. Jika diibaratkan seperti para imigran yang harus beradaptasi dengan budaya yang berbeda di negara barunya8. Dari beberapa hal yang telah disampaikan tersebut menjadikan peneliti tertarik untuk mengambil tema ini sebagai objek penelitian, Alasan penelitian ini yang pertama karena, Indonesia yang dinyatakan sebagai negara berkembang merupakan arena pasar yang menarik bagi investor dunia, hal ini dikarenakan 8
http://www.marcprensky.com/writing/prensky%20%20digital%20natives,%20digital%20immigra nts%20part1.pdf (diunduh 27 maret 2014)
16
jumlah penduduk Indonesia yang menempati 5 besar penduduk terbanyak di dunia. Tentu saja, hal ini tidak akan dilewatkan begitu saja oleh dominasi ekonomi dunia agar menjadikan target konsumsi pada barang yang menunjukkan “kecanggihan” atau “teknologi”. Baru-baru ini sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kebanyakan orang Indonesia memiliki perilaku konsumtif dalam pembelian smartphone.Bahkan dalam salah satu situs, disebutkan bahwa Indonesia adalah pengguna internet terbanyak di dunia. Penggunaan internet tidak lepas dari penggunaan gadget yang canggih. Menutut ACNielsen 93 persen konsumen di indonesia termasuk recreational shoppers (pembelanja rekreasi) mereka berbelanja bukan karena kebutuhan, tetapi lebih untuk kesenangan semata. Amerika serikat yang masyarakatnya terkenal konsumtif hanya 68 persen konsumennya yang recreational shoppers. Hasil survei ACNielsen ini memang belum bisa mencerminkan gaya hidup masyarakat indonesia secara keseluruahan mengingat informan hanya terbatas pada mereka yang memiliki akses internet, kondisi ekonominya baik, berpendidikan dan ada di perkotaan (samhadi, 2005). Berdasarkan data survei dari Cisco Visual Networking Index (VNI) Forecast, akan ada 370 juta pembelian ponsel atau komputer tablet yang dilakukan oleh warga Indonesia pada 2017 mendatang. Menurut data dari VNI forecast cisco, pada 2011, tercatat ada 250 juta pembelian berbagai ponsel dan komputer tablet di Indonesia. Hanya dalam satu tahun, menurut penelitian Cisco, pemilik ponsel di indonesia meningkat dari 50 juta menjadi 300 juta pengguna. Pertumbuhan ini
17
diperkirakan akan terus berkembang hingga 2017 menjadi 370 juta pengguna ponsel atau komputer tablet. Kemudian alasan yang kedua, rata-rata orang Indonesia memiliki gadget lebih dari satu.Perkembangan gadget di indonesia tumbuh dengan cukup pesat. Hampir di semua kalangan masyarakat gemar untuk menggunakan gadget. Penggunaan piranti telekomunikasi canggih ukuran genggaman (gadget) di Indonesia saat ini mencapai angka 240 juta unit, kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Freddy H. Tulung. Angka tersebut lebih banyak dibanding penduduk Indonesia yang jumlahnya di kisaran 230 juta jiwa, sementara tingkat penggunanya mencapai 67 persen. Jadi ada sekitar 10 juta jiwa penduduk Indonesia memiliki gadget lebih dari satu. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa kegunaan utama gadget awalnya adalah telepon dan sms, kemudian seiring dengan kemajuan teknologi berbelanja juga bisa melalui gadget.Dengan demikian, masyarakat berbondong-bondong untuk mengganti gadgetyang dimiliki karena pasar sangat cepat sekali menentukan kecanggihan lainnya. Ketiga, maraknya gadgetdengan harga yang terjangkau bisa jadi memiliki relasi dengan perilaku konsumtif terhadap gadget.Gadgetdengan berbagai merek di setiap kalangan di Indonesia dibandrol dengan harga yang beraneka rupa. Meskipun demikian, banyak diantaranya menawarkan dengan harga ekonomis dan terjangkau bahkan seringkali mengadakan pameran-pameran dengan diskon yang menarik.Seseorang dapat dikatakan konsumtif apabila memakai barang tidak 18
sesuai dengan apa yang menjadi kegunaan barang tersebut. Dalam hal ini, peneliti berasumsi bahwa seseorang yang memiliki gadget lebih dari satu merupakan orang yang konsumtif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan mahasiswa Universitas Gadjah Mada fakultas kedokteran umum sebagai objek penelitian. Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa anak muda tertarik oleh kecanggihan teknologi yang ditawarkan. Peneliti berasumsi bahwa seseorang yang konsumtif adalah seseorang yang memiliki waktu luang yang lebih banyak. Mahasiswa kedokteran menghabiskan waktu untuk kuliah dan praktikum lebih banyak daripada mahasiswa lain. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang perilaku konsumtif mahasiswa kedokteran dan juga perspektif mereka tentang gadget. Disamping itu, biaya masuk kedokteran umum relatif lebih mahal daripada fakultas yang lain. Di Universtas Gadjah Mada (UGM), misalnya, biaya terbesar harus dikeluarkan oleh mahasiswa kedokteran. Bagi yang diterima di 'jalur biasa-biasa' saja (SNMPTN jalur tulis), mulai masuk hingga lulus, harus mempunyai uang di atas Rp 119.000.000 (seratus sembilan belas juta rupiah). Rinciannya, mahasiswa harus membayar uang SPP setiap awal semester, Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah). Bila lulus tepat waktu (10 semester), maka total biaya yang harus disiapkan adalah Rp 5.000.000 (lima juta rupiah). Biaya itu masih harus ditambah Rp 75.000(tujuh puluh lima ribu rupiah)per Sistem Kredit Semester (SKS) yang diambil di tiap semester. Sedangkan biaya Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA), atau 'uang gedung' mencapai Rp 19
100.000.000(seratus juta rupiah), dibayar dengan syarat berlaku9. Berbeda dengan fakultas lain yang jumlah SPMA sekitar Rp 40.000.000-50.000.000. Hal ini dapat pula ditemukan perilaku yang konsumtif karena perilaku konsumtif identik dengan kemewahan. Perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Masyarakat konsumtif mengkonsumsi produk yang dipasarkan walau sesungguhnya dia tidak membutuhkannya. Para informan ini memiliki pemasukan yang lebih dari ratarata, dalam arti bahwa setelah membayar kebutuhan pokok, mereka masih memiliki uang yang cukup untuk memenuhi hobi mereka. hal itu mendukung mereka untuk melakukan berbagai aktivitas konsumsi yang membuatnya mengarah pada perilaku konsumtif. 10
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana persepsi mahasiswa pendidikan dokter internasional Universitas Gadjah Mada tentang gadget? 2. Bagaimana perilaku konsumtif pendidikan dokter internasional Universitas Gadjah Mada dalam penggunaan gadget?
9
http://jogja.tribunnews.com/2012/06/21/jadi-dokter-di-ugm-butuh-rp120-juta/ ( di unduh 19 april 2014) 10 Sumartono. 2002. Terperangkap dalam iklan: menerobos imbas pesan iklan televisi. Bandung : Alfabeta
20
C. Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti persepsi mahasiswa fakultas kedokteran umum UGM tentang gadget 2. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti perilaku konsumtif mahasiswa fakultas kedokteran umum menggunakan gadget D. Manfaat Penelitian 1. Untuk memberi pandangan terhadap masyarakat tentang persepsi gadget menurut mahasiswa 2. Untuk menambah literatur mengenai perilaku konsumtif mahasiswa terhadap gadget E. Kerangka Teori
Consumer society
Pemahaman sejumlah hasil penelitian di atas, perlu ditinjau teori konsumen dari baudrillard (1970), dalam la societe de consommation; ses mythes ses structuresdi situ tercantum konsep-konsep dasar untuk memahami fenomena konsumen, yang meliputi: pertama, manusia dalam mengkonsumsi mempunyai hasrat terhadap perbedaan (hasrat terhadap makna sosial) dan bukanlah keinginan terhadap barang tertentu. Kedua, konsumsi dikontrol oleh tatanan produksi yang memacu dan mengatur sistem hasrat dan oleh tatanan pemaknaan yang menentukan prestise dan nilai sosial yang komparatif dari suatu komoditas. Konsep konsumsi ini Baudrillard (1970) melakukan suatu inovasi untuk 21
menganalisis masyarakat modern. Dimana hasilnya, konsep konsumsi sama sekali berbeda dengan konsep konsumsi dalam ilmu ekonomi. Menurutnya, konsumsi tidak hanya meliputi konsumsi used-value dari suatu komoditas, melainkan juga meliputi konsumsi makna kebahagiaan, kenyamanan, kekayaan, kesuksesan, prestise dan modernitas. Sekarang ini adalah era dimana orang membeli barang bukan karena nilai manfaatnya namun karena gaya hidup, demi sebuah citra yang diarahkan dan dibentuk oleh iklan dan mode lewat televisi, tayangan sinetron, acara infotainment, ajang kompetisi para calon bintang, gaya hidup selebriti, dan lain sebagainya. Hal yang ditawarkan iklan bukalah nilai guna suatu barang, tapi citra dan gaya bagi pemakainya. Tidak penting apakah barang itu berguna atau tidak, diperlukan atau tidak oleh konsumen. Karena itu yang kita konsumsi adalah makna yang dilekatkan pada barang itu, sehingga kita tidak pernah terpuaskan. Kita lalu menjadi pemboros agung, mengkonsumsi tanpa henti, rakus dan serakah. Konsumsi yang kita lakukan justru menghasilakn ketidakpuasan. Kita menjadi teralienasi karena perilaku konsumsi kita. Pada gilirannya ini menghasilkan kesadaran palsu. Seakan-akan terpuaskan padahal kekurangan, seakan-akan makmur padahal miskin. Dalam pemikiran Baudrillard, konsumsi membutuhkan manipulasi simbolsimbol secara aktif. Bahkan menurut Baudrillard, yang dikonsumsi bukan lagi use atau exchangevalue, melainkan “symbolic value”, maksudnya orang tidak lagi mengkonsumsi objek berdasarkan karena kegunaan atau nilai tukarnya, melainkan 22
karena nilai simbolis yang sifatnya abstrak dan terkonstruksi.Konsumsi pada era ini diangap sebagai suatu respon terhadap dorongan homogenisasi dari mekanisasi dan teknologi. Orang-orang mulaimenjadikan konsumsi sebagai upaya ekspresi diriyang penting, bahasa umum yang kita guinakan untuk mengkomunikasikan dan menginterpretasi tanda-tanda budaya. Mengacu pada pemikiran Marx, bersamaan dengan perubahan prinsip masyarakat feodal menuju masyarakat kapitalis, muncul konsep komoditi yang merupakan
konsekuensi
logis
dominannya
logika
produksi
dalam
era
kapitalisme.Komoditi adalah objek produksi yang didalamnya memuat dua nilai dasar yakni, nilai-guna (use-value) dan nilai-tukar (exchange-value).Nilai-guna, menurut Marx, adalah nilai yang secara alamiah terdapat dalam setiap objek.Berdasarkan manfaatnya, setiap objek dianggap memiliki manfaat atau kegunaan bagi kepentingan manusia.Nilai-guna menjadi prinsip interaksi sosial, ekonomi, budaya dan politik masyarakat feodal.Sementara itu seiring dengan perkembangan struktur masyarakat feodal menuju masyarakat kapitalis, lahir nilai baru yang menyertai konsep komoditi, yakni nilai-tukar.Nilai tukar adalah nilai yang diberikan kepada objek-objek produksi berdasarkan ukuran nilai-gunanya. Dalam masyarakat kapitalis, menurut Marx, setiap objek adalah komoditi, yang memiliki kedua nilai dasar tersebut.Dengan konsep komoditi, barang yang memiliki manfaat berbeda, tidak mustahil memiliki nilai-tukar yang sama. Seekor sapi misalnya, bukan tidak mungkin memiliki nilai-tukar yang sama dengan sebuah mobil, meskipun keduanya barangkali memiliki nilai-guna yang berbeda 23
(Lechte, 1994:235). Dengan hadirnya konsep komoditi, maka uang sebagai alat tukar pun semakin mendapat tempat penting dalam aktivitas ekonomi masyarakat kapitalis.Lebih jauh, Marx menyatakan bahwa bila dalam era kapitalisme awal, uang hanyalah sarana tukar pemenuhan kebutuhan, maka dalam era kapitalisme lanjut, uang adalah tujuan akhir dengan komoditi sebagai sarananya (Kellner, 1994: 43). Dengan kata lain, nilai-tukar menjadi lebih penting dibanding nilaiguna. Dan komoditi diciptakan bukan untuk nilai-gunanya, melainkan demi nilai tukar yang berupa uang.Perkembangan kapitalisme lanjut kemudian menempatkan kedudukan uang (sebagai alat tukar) sebagai satu-satunya sarana penilaian komoditi yang bersifat independen.Uang menjadi bahasa baru yang membentuk dan memberi makna realitas.Dengan uang misalnya, seseorang dapat membeli dan memiliki berbagai kualitas hidup manusia yang diinginkannya.Dengan demikian nilai tukar menentukan posisi sosial seseorang. Konsumsi saat ini sebagai adanya pembeda sosial, apa yang di konsumsi seseorang menentukan posisi sosial mereka dan membuat adanya jarak tentang seseorang yang oleh baudrillard dikenal dengan “distingsi” Distingsi merupakan jarak sosial yang diakibatkan oleh pilihan selera. Sebagai missal, konstruksi dari kelompok atas, music dangdut sebagai low culture”budaya rendah” secara langsung akan berimplikasi pada penilaian kelompok tersebut terhadap mereka yang menggemari music dangdut sebagai kampungan atau orang desa. Demikian pula pada music jazz semisal, mereka yang mengkonstruksinya sebagai high culture budaya tinggi berimplikasi pula 24
pada penilaiannya bahwa para penggemar music jazz merupakan orang-orang yang berkelas. Dari kedua contoh tersebut konstruksi yang timbul dari perihal selera melahirkan distingsi. Jane Baudrillard mengatakan bahwa(dalam poster, 1988: 46) kegiatan konsumsi adalah kegiatan komunikasi. Ketika kita mengonsumsi sesuatau berarti kita mengkomunikasikan pada orang lewat perbedaan tanda/ objek. Orang tau kenapa kita lebih memilih beli BMW dari pada Hyundai (Ritzer, 2003: 140). Kita tidak membeli apa yang kita butuhkan tetapi membeli apa yang kode sampaikan kepada kita tentang apa yang seharusnya dibeli. Menurut Jean Baudrillard, hiperrealitas digunakan di dalam semiotika dan filsafat pascamodern atau menjelaskan ketidakmampuan kesadaran hipotesis untuk membedakan kenyataan dan fantasi, khususnya di dalam budaya pascamodern berteknologi tinggi. Sementara itu dalam bukunya Symbolic Exchange and Death (1993) Baudrillard menyatakan bahwa sejalan dengan perubahan struktur masyarakat simulasi, telah terjadi pergeseran nilai-tanda dalam masyarakat kontemporer dewasa ini yakni dari nilai-guna dan nilai-tukar ke nilaitanda dan nilai-simbol. Ia menyatakan bahwa dalam masyarakat konsumeristik dewasa ini, nilai-guna dan nilai-tukar, seperti disarankan Marx, sudah tidak lagi bisa diyakini. Sementara dari Mauss dan Bataille, Baudrillard bersepakat bahwa aktivitas konsumsi manusia sebenarnya didasarkan pada prinsip non-utilitarian (Lechte, 1994: 233).Kini, menurut Baudrillard, adalah era kejayaan nilai-tanda dan nilai-simbol yang ditopang oleh meledaknya citra dan makna oleh 25
mediamassa dan perkembangan teknologi. Inilah masyarakat yang hidup dengan kemudahan dan kesejahteraan yang diberikan oleh perkembangan kapitalismelanjut, kemajuan ilmu dan teknologi, ledakan media dan iklan.Dalam masyarakat, media massamenciptakan ledakan makna yang luar biasa hingga mengalahkan realitas nyata. Inilah saat ketika objek tidak lagi dilihat manfaat atau nilaitukarnya, melainkan makna dan nilai-simbolnya (Baudrillard, 1993: 68-70) Konsumsi adalah satu struktur yang bersifat eksternal dan bersifat memaksa individu. Kendati dia bisa dan memang berbentuk organisasi struktural, satu fenomena kolektif, atau moralitas dia berada di atas semua sistem tanda yang dikodekan. Individu dipaksa untuk menggunakan sistem tersebut. Penggunaan sistem melalui konsumsi adalah satu cara penting yang digunakan orang dalam berkomunikasi satu sama lain. Ideologi yang terkait dengan sistem mengarahkan orang untuk percaya, dengan segala kepalsuan menurut pandangan Baudrillard, bahwa mereka kaya, puas, bahagia dan terpuaskan.
Masyarakat tontonan
Pandangan Guy Debord11 tentang masyarakat tontonan bukan hanya sekedar pesan atau makna yang disampaikan oleh media komunikasi 11 Guy Debord (1931-1994), seorang teoritikus politik Marxis, pembuat film dan seniman, merupakan salah satu pimpinan The Situationist, kelompok aktivis politik, penulis dan seniman yang memprakarsai peristiwa Mei 1968 di Paris, di mana ribuan pelajar dan pekerja turun ke jalanjalan mengajukan tuntunan ekonomi politik berupa perbaikan kondisi kerja dan reformasi sistem pendidikan.The Situationi st International sendiri menjadi gerakan politik radikal dan artistik internasional yang berdiri sejak 28 Juli 1957 di Italia, dan dicetuskan oleh Deb ord, Asger Jorn, dan Raoul Vaneigem. Proyek seninya berkubang pada Dadaisme dan Surrealisme sebagai reaksi terhadap dominasi „kebudayaan kapital ‟ yang penuh dengan propaganda dan manipulasi medai. SI menggagas seni avant-garde yang revolusioner pada zamannya: “art is revolutionary or it is
26
mainstreamseperti televisi dan sebagainya namun, segala macam bentuk komoditas dalam pengertian yang lebih luas. Komoditas ini akhirnya membentuk pola pikir masyarakat menjadi tidak sekedar mengkonsumsi manfaat dari sebuah produk namun juga mengkonsumsi dengan adanaya nilai “ to be looking at” dalam kesehariannya. Komoditas yang bertubi-tubi dibawa oleh kepentingan ekonomi yang disodorkan kepada kehidupan sosial sehingga merubah definisi dari seluruh kesadaran manusia, yang bermula mengenal concept of being, menjadi having, dan selanjutnya adalah appearing. Jika sudah masuk pada wilayah “tampak”(appearance), maka hal ini beriringan dengan logika tontonan (spectacle). Nilai dari having kemudian dengan segera mengharuskan munculnya fungsi prestise dan “yang paling mewah” dalam satu waktu. Pada akhirnya, orang mengkonsumsi sebuah barang, demi kepentingan tontonan, citra, dan representasi di khalayak publik. Hal ini sejalan pula oleh pandangan Veblen tentang “we can’t stop progress”. Pernyataan itu mengarahkan bahwa kita tidak dapat menghentikan suatu perkembangan dan kemajuan. Menurutnya, tujuan penting dari konsumsi adalah untuk pamer pada orang lain. Dalam hal ini, Debord menambahkan bahwa pada akhirnya definisi tentang dunia nyata berubah menjadi sekumpulan citra-citra sederhana, citra nothing”. Dengan demikian seni haruslah mampu membawa transformasi kehidupan sehari-hari, yang mampu menuntun perubahan ekonomi politik, dan membebaskan orang-orang dari belenggu sosial di sekitarnya. Sampai bubarnya pada 1969, Debord menjabat editor sebuah jurnal yang diterbitkan The Situationist berisikan isu-isu politik dan budaya, perang Vietnam, tata geografis masyarakat urban, sekaligus amanat berkesenian yang dituangkan melalui desain grafis, sloganslogan politik dan rekayasa images dalam media populer dan periklanan.
27
sederhana menjadi sebuah kenyataan dan motivasi efektif dari perilaku yang hipnotik. Dunia dibentuk dari citra sederhana, di sini lebih berarti bagaimana masyarakat mengidentifikasikan diri sebagai seseorang yang inheren dengan produk real yang diidealkan oleh komoditas. Akan tetapi, proses proyeksi diri kepada sesuatu yang ditawarkan oleh komoditas tidak akan pernah terjadi . Akhirnya, dunia dimaknai sebagai entitas yang hanya terdiri dari citra-citra sederhana, bentuk dari manifestasi komoditas yang tak pernah sempurna. Dunia tontonan adalah dunia komoditas, dimana seseorang memiliki sesuatu untuk di pertontonkan sehingga pada akhirnya pasar yang mendominasi secara spektakuler. Perkembangan kekuatan produksi adalah sejarah sadar nyata yang telah membangun dan dimodifikasi kondisi keberadaan kelompok manusia, perkembangan ini telah menjadi dasar dari semua usaha manusia . Ekonomi mengubah dunia, tetapi berubah menjadi sebuah dunia ekonomi. Tontonan adalah perang opium tetap dilancarkan untuk membuat tidak mungkin untuk membedakan barang dari komoditas , atau kepuasan sejati dari hidup yang meningkatkan sesuai dengan logikanya sendiri . Kelangsungan hidup yang harus ditingkatkan, pada kenyataannya menimbulkan kekurangan yang abadi. Alasannya adalah bahwa kelangsungan hidup itu sendiri milik dunia perampasan. Akibatnya, menurut Debord, muncullah fenomena alienasi dalam pola mengkonsumsi. Pada akhirnya, Debord menyimpulkan bahwa tontonan adalah momen dimana komoditas memenuhi ruang-ruang kehidupan masyarakat. Hal ini,
28
menurutnya tidak terlepas dari peran kediktatoran produksi ekonomi modern yang secara ekstensif dan intensif turut membayangi momen tersebut.
Fetisisme
Istilah fetisisme berasal dari kata “fetis ” dan “ism”. Fetis dalam bahasa Portugis;yang berarti : pesona, daya pikat, atau sihir dan
“ism”berati
fahamataubentuk religi yangberdasarkan kepercayaan.Jadi fetisismeadalah suatu bentukrelegi
yangberdasarkankepercayaanakanadanya
bendatertentu,sehinggamelahirkansuatu bendayangdianggapberjiwa12. sejakjaman
purba,yakni
bentukritual
“jiwa” untuk
dalambenda-
memuja
benda-
Kepercayaan tersebut sebenarnya sudah ada tentang
adanyaruhatau
kekuatan-kekuatan
metafisisyangdimiliki olehsuatu materi yangdikenaldengan kepercayaan animisme dan dinamisme. Suatu benda dianggapmemiliki kekuatan magis ataubertuah dan dapat
menyelamatkan
atau
merusak
kehidupannya.
Atas
dasar
kepercayaantersebut,maka berkembanggejalasimbolisasidan penghargaan atau pemujaan terhadap suatubendayang disebut fetisisme. Rupanya kepercayaan tersebut juga masih ada pada abad modern sekarang ini yang diklaim sebagai abad penuh kerasionalan.Jadievolusifetisisme komoditas hinggaberwujudseperti
sekarang,sebenarnyadiawalipadamanusia
Ketikapengetahuanmoderndapatmencerahkan
pola
pra-modern.
pikir
manusia,
namunbersamaan dengan hal tersebut juga terjadi transformasi pemujaan terhadap materi
sebagaisumber
pemuas
kebutuhan
psikis.
Mulanya
terjadi
12
Pujilaksono,S. 2009 Pengantar Antropologi. Malang: UMM Press.
29
pemujaanterhadap ”alam benda” beralihkepada pemujaan terhadap produk-produk kreasi manusia. Fenomena yang berkembang di abad modern tersebut, secara esensial tidak jauh berbeda dengan jaman dulu, hanya “beda kemasan”. Pada jaman dahulu orang merasa lebih percayadiri jika“merasa kebal” atauanggapan lainnya di luar nalar dengan membawabendatertentu, seperti “batu, kayu atautulang binatang yangdianggap bertuah”. Kini keadaannya juga demikian, mereka
dengan
memakai
barang
“ber-
merkdengan
hargayangmahal”merekaakanmerasaprestisenya terkatrol.Namun esensinya samasama
memuja
benda.Terkait
dengan
haltersebut,
Karl
Marx
menggunakanistilahtersebut untuk menjelaskan segala sesuatu yangdipuja tanpa alasan
akal
sehat
dalamhubungan
dengan
komoditas.Termasuk
di
dalamnya‘pemujaan’ terhadap ikon-ikon modernyang dianggap mempunyai kekuatan atau pesona tertentu sehingga orang mau membeli dengan harga yang sangat mahal.13 F. Metode penelitian 1. Jenis penelitian Peneliti mencoba menggunakan metode kualitatif untuk menerangkan dan membuktikan poblema yang menjadi kajian peneliti. Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan
metodologi
kualitatif
sebagai
prosedur
penelitiian
yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang 13 Piliang,A.Y.2003.Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studiesatas Matinya Makna. Yogyakarta : Penerbit Jalasutra.
30
dan perilaku yang dapat diamati.14 Bebarapa pertimbangan peneliti menggunakan kualitatif. Pertama menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan peneliti dengan informan. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola yang dihadapi.15 Selain itu pertimbangan tersebut, peneliti juga melihat metode kualitatif ini mempunyai beberapa keunggulan. Pertama, data bisa berasal dari bermacam sumber, biasanya dari wawancara dan pengamatan. Kedua, penelitian kualitatif terdiri dari berbagai prosedur analisis dan interpretasi yang digunakan untuk mendapatkan temuan atau teori. Ketiga, penelitian kualitatif ini bisa berupa laporan tertulis ataupun lisan dan bentuknya bisa beragam, tergantung pada khalayak dan aspek-aspek temuan atau teori yang disajikannya. 2. Fokus penelitian Penelitian ini memfokuskan pada perilaku konsumtif mahasiswa UGM jurusan pendidikan dokter internasional dalam penggunaan gadget. Penelitian ini kemudian menjelaskan perspektif mahasiswa tersebut mengenai gadget. Perilaku konsumtif apa yang ditimbulkan dari penggunaan gadget serta faktor apa yang 14
Bogdan, R and Taylor, s.J. 1975. Introduction to qualitative research methode. New york : john willey and sons. 15
Winarno, surakhmad. 2002. Pengantar penelitain ilmiah dasar, metode dan teknik. Bandung : Tarsito
31
melatarbelakangi mereka menjadi konsumtif. Untuk mempersempit pemaknaan gadgetdalam penelitian ini, peneliti memiliki batasan dalam jenis gadget itu sendiri. Gadget disini berupa mobile phone seperti smartphone, i phone, ipad, handphone, dan tablet. 3. Teknik pengumpulan data Pada dasarnya tujuan pengumpulan data adalah untuk mendapatkan data (informasi) yang bisa menjelaskan atau menjawab permasalahan penelitian. Untuk memperoleh data yang dimaksud, digunakan teknik pengumpulan data, baik yang bersifat sekunder maupun primer. Dalam teknik pengumpulan data sekunder yang sifatnya teoritis peneliti kumpulkan dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library research), baik melalui literatur-literatur yang berhubungan dengan penulisan maupun melalui media, berupa : televisi , radio, majalah, surat kabar, yang ada hubungannya dengan permasalahan penelitian. Sedangkan data primer diperoleh melalui wawancara langsung dan mendalam kepada informan. Kaitannya dengan pengumpulan data primer tersebut, peneliti berusaha membuat hubungan yang “harmonis”,. Disamping itu peneliti berusaha agar wawancara yang dilakukan dengan informan tidak ada “jarak lagi”, supaya peneliti mempunyai kebebasan untuk memperoleh/menggali data subjektif mungkin yang dibutuhkan. Dan juga agar wawancara mengarah pada pokok permasalahan, peneliti menggunakan pedoman wawancara. Penggunaan pedoman wawancara supaya peneliti dalam bertanya tidal lari dari konteks pembicaraan, menanyakan butir-butir atau pokok-pokok permasalahan pada informan, serta leluasa 32
menanyakan pertanyaan yang biasanya disertai dengan prolog (malo, 1992:39). Akhirnya data-data yang sudah diperoleh secara substansif, dianalisa dan kemudian diinterpretasikan secara sosiologis. Peneliti melakukan wawancara dan observasi langsung mengenai perilaku konsumtif mahasiswa pendidikan dokter internasional. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realitas empirik di balik fenomena secara mendalam , rinci dan tuntas. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku. Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Sedangkan instrument pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun berfungsi sebagai instrument pendukung. Oleh karena itu, kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan atau sumber data lainnya disini mutlak diperlukan. 4. Sumber data a. Data primer Cara kerja untuk mendapatkan data primer adalah dengan mendatangi langsung ke lapangan atau tempat penelitian, yaitu di fakultas kedokteran umum 33
Universitas Gadjah Mada. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh
dari lapangan dengan
mengamati
atau
mewancarai.
Peneliti
menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung mengenai perilaku mahasiswa dalam menggunakan gadget. b. Data sekunder Data sekunder didapat dari sumber bacaan, seperti buku, jurnal, penelitian terdahulu dan berbagai macam sumber lainnya seperti internet. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan beberapa mahasiswa pendidikan dokter internasional. 5. Teknik penentuan informan Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampel, maksud dari purposive sampel ini ialah peneliti menentukan sendiri, sebagai pengumpul data yang kriterianya sesuai dengan yang peneliti harapkan. Selain itu berdasarkan tema yang peneliti ambil adalah mahasiswa yang menggunakan gadget lebih dari kegunaannya dan peneliti ingin mengetahui persepsi mahasiswa tentang gadget. Dalam hal ini batasan bagi informan yaitu, pertama, Informan merupakan mahasiswa aktif pendidikan dokter internasional Universitas Gadjah Mada. Kedua, informan adalah mahasiwa yang memiliki gadgetsecara berlebihan dan dinilai sebagai mahasiswwa konsumtif. Ada beberapa indikator yang penulis tetapkan untuk menilai bahwa seseorang berperilaku konsumtif. 1) seseorang dikatakan konsumtif apabila membeli produk 34
karena tampilan luar. 2) membeli produk demi menjaga penampilan. 3) membeli produk hanya sebagai simbol status.16Sebagai pengumpul data yang kriterianya sesuai dengan yang peneliti harapkan, dan berdasarkan tema yang peneliti ambil adalah mahasiswa yang menggunakan gadget lebih dari satu 6. Analisis data Analisis data, menurut Patton (1980:268), adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian. Analisis data adalah proses mengorganisasikan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar. Pada akhirnya dapat ditemukan tema dan tempat dirumuskan hipotesa kerja seperti disarankan oleh data.17KemudianSugiyono (2007 ; 91) berpendapat bahwa “dalam proses analisis data terdapat 4 komponen utama yang harus dipahami oleh peneliti kulaitatif. Empat komponen utama tersebut adalah: a. Pengumpulan data Kegiatan ini digunakan untuk memperoleh informasi yang berupa kalimatkalimat yang dikumpulkan melalui kegiatan observasi, wawancara dan dokumen. Data yang diperoleh masih berupa data mentah dan tidak teratur, sehingga diperlukan analisis agar data menjadi teratur. 16
Sumartono. 2002. Terperangkap dalam iklan. Bandung : Alfabeta, CV Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
17
35
b. Reduksi data Identifikasi satuan (unit). Pada mulanya diiedentifikasikan adanya satuan yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus dan masalah penelitian. Merupakan suatu proses seleksi, pemfokusan penyederhanaan dan abstraksi dari field note. c. Sajian data Merupakan rakitan dari organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Sajian data dapat berupa matriks, gambar atau skema, jaringan kerja dan table. Semuanya disusun secara teratur guna mempermudah pemahaman informasi d. Penarikan kesimpulan Kesimpulan akhir akan diperoleh bukan hanya sampai pada akhir pengumpulan data, melainkan dibutuhkan suatu verifikasi yang berupa pengulangan dengan melihat kembali field note agar kesimpulan yang diambil lebih kuat dan bisa dipertaggungjawabkan
36