BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dewasa ini dunia kuliner banyak mendapat perhatian dan ramai
diperbincangkan dalam masyarakat. Munculnya berbagai acara memasak baik memasak sebagai hiburan dengan tujuan utama memberi informasi kepada pemirsa tentang resep dan kreasi masakan baru, maupun hiburan dalam bentuk kompetisi memasak dimana kemampuan seseorang dalam bidang kuliner yang menjadi fokus utama. Dunia kuliner juga makin menarik diiringi antusias masyarakat dari seluruh lapisan. Banyak orang yang meniru gaya layaknya pengamat kuliner terkenal yang sering muncul di televisi sebagai bagian dari tren masa kini yaitu mencicipi aneka kuliner dari berbagai tempat, mengomentarinya, dan menyebarluaskan kegiatan tersebut melalui berbagai media, baik media massa maupun media sosial. Peran media massa sangatlah penting sebagai penghubung kegiatan pertukaran informasi. Jangkauan penerimaan informasinya lebih luas bila dibandingkan media sosial karena media massa tidak menuntut seseorang untuk menguasai teknologi seperti membuat akun pribadi sebagai jalan penghubung ke dalam media sosial, sehingga lebih mudah dan siapa saja dapat mengaksesnya. Thomas (2007: 78-79) turut menjelaskan bahwa media massa adalah salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk mengakses informasi tentang dunia sekitar kita dan sekaligus merupakan sumber dari sebagian besar kegiatan hiburan.
1
2
Media massa adalah tempat yang sangat berpotensi untuk memproduksi dan menyebarluaskan makna sosial, atau dengan kata lain, media berperan besar dalam menentukan makna dari kejadian-kejadian yang terjadi di dunia untuk budaya, masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Dalam pertukaran informasi, jenis media massa yang digunakan beragam antara lain media elektronik audio seperti radio, audio-visual seperti televisi dan video internet. Selain itu informasi juga bisa didapatkan melalui media cetak berupa koran, tabloid, majalah, dll. Informasi mengenai kuliner pun dapat dengan mudah disampaikan lewat berbagai media tersebut seperti acara demo memasak di televisi sebagai upaya memperkenalkan menu masakan baru dengan kelebihan yaitu pemirsa sebagai penerima informasi dapat melihat langsung proses pembuatan makanan sehingga diharapkan lebih paham untuk kemudian dipraktekkan sendiri. Selain acara demo memasak, acara jalan-jalan plesir dengan kegiatan utama mencicipi aneka kuliner yang populer disebut wisata kuliner juga memberi referensi pengetahuan baru mengenai berbagai tempat yang menyajikan kuliner yang menarik untuk dikunjungi. Informasi yang sama juga dapat ditemukan dalam majalah maupun tabloid bahkan koran. Tentu tidak semua jenis majalah atau tabloid dan juga koran memuat informasi mengenai kuliner. Sebagai contoh majalah, majalah dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu majalah bergambar, majalah bisnis, majalah hiburan, majalah olahraga, dll. Sedangkan menurut sasaran pembacanya majalah dibedakan menjadi beberapa jenis misalnya majalah wanita, majalah remaja, majalah anak-anak, dll. Karena informasi kuliner
3
banyak diminati oleh perempuan yang bukan tergolong anak-anak, maka majalah wanita dan majalah hiburan menjadi perantara dalam penyampaian informasi. Dalam bidang kuliner banyak dijumpai kata serapan dari bahasa asing. Kuliner Indonesia banyak mendapat pengaruh dari kuliner mancanegara salah satunya adalah pengaruh dari kuliner Prancis yang lebih maju perkembangan kulinernya dan telah mendunia, maka dari itu banyak ditemui pula kata-kata serapan dari bahasa Prancis dalam kosakata kuliner Indonesia. Sebab menurut Eddy (1989: 9), pengaruh penyerapan kata dari bahasa asing (bahasa sumber) ke bahasa sasaran didominasi oleh bangsa yang lebih maju peradabannnya. Dalam dunia kuliner internasional, kuliner Prancis dianggap lebih maju karena kualitas para ahli yang telah teruji di bidangnya. Lewat sekolah tata boga “Le Cordon Bleu” yang tersebar di berbagai negara, para ahli kuliner Prancis dipercaya untuk mendidik calon-calon ahli kuliner dari seluruh dunia. Jenis kuliner Prancis pun menunjukkan keotentikan khas negara tersebut dan terkenal akan kelezatannya sehingga menjadi sebuah tren. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengikuti tren tersebut demi perkembangan kuliner dalam negeri yang lebih baik dengan mengadaptasi konsep-konsep baru yang lebih maju. Dalam konsep baru yang diadaptasi tersebut banyak ditemukan kata-kata dan istilah yang padanannya tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Ketiadaan konsep yang sama dalam bahasa Indonesia mendorong upaya penyerapan istilah dari bahasa Prancis. Dalam majalah lokal yang terbit di Indonesia dan berbahasa Indonesia banyak ditemukan istilah kuliner yang diserap dari bahasa Prancis. Informasi kuliner disampaikan melalui resep masakan dan artikel kuliner lain berupa
4
feature. Kosakata serapan bahasa Prancis yang digunakan mempunyai dua bentuk penyerapan menurut pendapat Mustakim (1992: 140) yaitu pertama kata dari bahasa asing tersebut tidak sepenuhnya diserap sehingga masih dalam bentuk aslinya, contoh: “café au lait”, “foie gras”, “baguette”, “croissant”, “crèpe”, “nougat” dll. Kedua, unsur serapan yang penulisan dan pelafalannya telah disesuaikan, contoh: “omelet”, “kroket”, “mayones”, “sarden”, “sosis”, dll. Prinsip dasar media baik cetak maupun elektronik adalah menyampaikan informasi dengan menarik dan mudah dipahami. Keduanya mempunyai perbedaan yang menjadi kelebihan masing-masing. Kelebihan yang dimiliki media elektronik berupa tontonan langsung sehingga pemirsa tidak perlu membayangkan bagaimana proses pembuatan suatu makanan apakah rumit atau tidak karena bisa saja suatu resep masakan yang terlihat panjang dan rumit ternyata bila dipraktekkan hanya memakan waktu yang relatif singkat dan mudah membuatnya. Sedangkan media cetak mempunyai kelebihan yaitu pembaca dapat menggunakan imajinasinya dalam mempraktekkan resep masakan, dan juga apabila dijumpai kata-kata dari bahasa asing maupun kata serapan dapat segera diidentifikasi dengan jelas secara langsung lewat tulisan yang belum tentu didapat melalui tayangan media elektronik sehingga apabila tidak terbiasa ataupun belum mengetahui istilah asing tersebut sebelumnya, dapat menimbulkan kebingungan sehingga membuat proses penerimaan informasi menjadi terhambat. Oleh karena itu penelitian ini akan difokuskan pada media cetak berupa majalah khususnya majalah wanita terbitan Indonesia yang memuat artikel kuliner serta resep masakan berbahasa Indonesia.
5
Dalam teks berbahasa Indonesia, lazimnya kata-kata yang digunakan juga dalam bahasa Indonesia, namun dalam sebuah artikel maupun resep masakan tidak jarang ditemukan kata-kata asing yang disisipkan ke dalamnya. Walaupun dalam beberapa teks disampaikan arti dari kata-kata asing tersebut di dalam catatan kaki, namun keberadaan catatan kaki tidak serta-merta membuat pembaca dapat memahami teks tersebut dengan teknik membaca cepat atau skimming. Sebagai contoh, kata serapan Prancis terdapat dalam resep masakan berikut:
Dalam sebuah resep masakan berjudul Chocolate Square, pada bagian bahan-bahan (ingredient) terdapat kalimat:
(1) “100 g feuilletine, tumbuk kasar”
Pada bagian proses pembuatan: “Letakkan chocolate mousse di atas piring saji. Bubuhi remah feuilletine. Ayak cokelat bubuk hingga menutupi permukaan mousse. Sajikan segera.”
Dalam resep, istilah feuilletine dijelaskan dalam catatan kaki: “biskuit feuilletine: biskuit bertekstur renyah dengan bentuk silinder (roll). Gurih berkat kandungan telur yang banyak. Bisa diganti dengan biscuit egg roll atau biskuit bercita rasa manis lainnya.
Pembaca yang kurang familiar dengan kata-kata yang tercantum dalam catatan kaki mau tidak mau harus memeriksa lebih teliti bila tidak ingin kebingungan dalam memahami teks. Dalam resep masakan lain tidak
6
dicantumkan catatan kaki sebagai tambahan informasi dari kata serapan yang diselipkan diantara kalimat. Contoh sebagai berikut:
Dalam resep berjudul Lemon Meringue Pie dijelaskan cara membuat meringue, yaitu kocok putih telur bersama cream of tartar hingga mengembang. Masukkan gula pasir sedikit demi sedikit sambil kocok hingga kaku dan mengilap. Namun dalam keseluruhan artikel tidak dicantumkan arti meringue sendiri, yaitu:
(2) “Serupa dengan Crème Chiboust Tarlette hanya di atas isi custard diberi meringue. Aroma lemon mengurangi bau anyir dari putih telur.”
Tidak semua pembaca di Indonesia paham begitu saja dengan berbagai istilah serapan asing dalam bidang kuliner. Namun begitu keberadaannya tidak ditemui dalam semua artikel dan resep masakan pada setiap majalah yang memuatnya. Untuk itu sebuah majalah mempunyai alasan dan pertimbangan khusus dalam menampilkan kata-kata dan istilah asing. Alasan ini yang akan diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini. Penelitian berfokus pada majalah Femina yang merupakan majalah wanita pertama dan terbesar di Indonesia. Sebuah majalah gaya hidup khusus wanita modern dengan tagline “gaya hidup masa kini” ini berisi informasi perkembangan fashion, artikel kesehatan, asmara, dan kuliner. Sasaran pembaca majalah ini adalah perempuan usia 20 tahun ke atas sebagai kelas pembaca wanita dewasa dari kalangan menengah ke atas. Data majalah diambil satu edisi acak tiap bulan
7
sepanjang tahun 2014. Terdapat lima rubrik yang mengulas tentang kuliner yakni “Rupa-Rupa”; “Info Boga’; “Dapur Utama”; “Makan Di Luar”; dan “Step-byStep”. Sebagai sebuah majalah dengan pembaca wanita golongan menengah ke atas, Femina banyak menggunakan kata dan istilah serapan dari bahasa Prancis dalam artikel kulinernya walaupun bahasa Indonesia telah memiliki kata atau istilah tersendiri dalam bidang kuliner. Menarik untuk diteliti korelasi antara pemakaian kata-kata serapan bahasa Prancis di bidang kuliner dengan latar belakang sasaran pembacanya.
1.2
Rumusan Masalah Sebagai majalah yang berbahasa Indonesia, Femina memakai kosakata
serapan bahasa Prancis cukup banyak, padahal terdapat padanan-padanan dalam bahasa Indonesia untuk istilah-istilah serapan tersebut. Bagaimana bentuk kata serapan kuliner dari bahasa Prancis dan mengapa kata serapan tersebut tetap dipertahankan penggunaannya dalam artikel kuliner dan resep masakan berbahasa Indonesia?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui bentuk dan
alasan dipertahankannya pemakaian kata serapan bidang kuliner dari bahasa Prancis dalam artikel kuliner dan resep masakan berbahasa Indonesia.
1.4
Tinjauan Pustaka
8
Penelitian tentang kata serapan dan bidang kuliner dan penelitian lain yang menganalisis berbagai topik dalam bidang kuliner sudah pernah dilakukan diantaranya oleh Utari Deny S (2005) dalam skripsinya yang berjudul “Register Resep Masakan Berbahasa Prancis” yang mengidentifikasi istilah-istilah kuliner dan struktur resep, bentuk lingual, dan klasifikasi leksikon. Kemudian skripsi Nuzul Wahyuni (2004) yang berjudul “Keimperatifan dalam Wacana Resep Masakan “KUE” Berbahasa Indonesia” yang mengkaji kalimat imperatif dalam wacana resep masakan, khususnya tentang cara-cara pembuatan kue. Fahmi Adam (2006) dalam skripsi berjudul “Prinsip Ekonomi Menurut Tinjauan Program dan Penerapannya dalam Kalimat Infinitif-Imperatif dalam Wacana Resep Masakan Berbahasa Prancis” meneliti tentang bentuk-bentuk kalimat infinitif-imperatif, dan yang sering digunakan dalam resep masakan berbahasa Prancis. Untuk membedakan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, skripsi ini akan meneliti alasan digunakannya kata-kata serapan dari bahasa Prancis dalam artikel kuliner dan resep masakan berbahasa Indonesia menurut tinjauan sosiolinguistik.
1.5
Landasan Teori
1.5.1
Kata Serapan Dalam konteks kebahasaan, yang dimaksud dengan unsur serapan adalah
unsur yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah baik berupa imbuhan, kosakata, maupun peristilahan, yang dipungut atau diserap ke dalam bahasa Indonesia. Penyerapan dimaksudkan untuk menunjang perkembangan bahasa Indonesia agar bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa yang modern dan sanggup
9
mengemban fungsinya sebagai sarana komunikasi (Mustakim, 1992: 140). Berdasarkan taraf integrasinya unsur serapan dibagi dua: 1) Unsur asing yang belum sepenuhnya terserap, 2) Unsur serapan yang penulisan dan pelafalannya telah disesuaikan. Penyerapan kata dari bahasa asing merupakan masalah kebahasaan yang sudah ada sejak dulu dan masih menjadi fenomena yang sering terjadi sampai sekarang. Bagaimana gejala bahasa tersebut dapat terjadi, Eddy (1989: 9) berpendapat bahwa unsur serapan dalam suatu bahasa dapat timbul disebabkan oleh kontak dan pengaruh terjadinya kontak dengan negara-negara asing yang pernah berkunjung maupun mempunyai hubungan kepentingan antar bangsa. Bagi bangsa yang pernah mengadakan kontak langsung dengan bangsa lain, atau melalui kebudayaannya, peristiwa saling mempengaruhi antara bahasanya tidak dapat dihindarkan. Pengaruh ini didominasi oleh bangsa yang lebih maju peradabannya. Penyerapan kata-kata dari bahasa lain selalu dilakukan oleh bahasa yang masih hidup. Bahasa yang masih hidup artinya bahasa yang masih digunakan oleh penuturnya dalam komunikasi sehari-hari. Bahasa Indonesia banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain. Penyerapan dilakukan sejak awal perkembangannya dan bahkan sampai sekarang, bukan saja dari bahasa asing melainkan juga dari bahasa daerah (Sudarno, 1990:14). Sebelum memutuskan untuk melakukan penyerapan, unsur asing hendaknya lebih dulu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Jika padanannya tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, sebaiknya dicari dalam bahasa serumpun atau bahasa daerah, barulah unsur asing tersebut diserap.
10
Dalam menyerap kata atau istilah asing, terdapat beberapa ketentuan menurut Widjono (2005: 104): 1. Kata atau istilah asing dipilih karena lebih tepat konotasinya 2. Lebih singkat dibandingkan dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia 3. Memudahkan pengalihan antar bahasa 4. Mempermudah tercapainya kesepakatan jika dalam bahasa Indonesia istilah atau kata tersebut terlalu banyak sinonimnya Sedangkan menurut Chaer (1993: 89) timbulnya kata asing dalam bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia sendiri kekurangan istilah untuk menampung istilah-istilah asing dalam bidang keilmuan dan teknologi. Kekurangan ini terjadi karena corak budaya atau kegiatan keilmuan dan teknologi ini datang dari masyarakat luar Indonesia. Menurut Moeliono (via Yuda) pertimbangan dalam menyerap kata asing ada tujuh poin: 1) pertimbangan prinsip kehematan; 2) kejarangan bentuk asli; 3) keperluan akan kata yang searti; 4) perbedaan arti dalam bahasa Indonesia kurang cermat; 5) gengsi bahasa asing; 6) kemampuan berbahasa rendah; 7) kemudahan belajar bahasa dan kepraktisan. Eddy (1989: 39) memaparkan empat latar belakang pemakaian kata serapan: 1. Kekurangan materi Bahasa Indonesia perlu mengambil kata-kata dari bahasa asing karena belum mempunyai kata-kata istilah yang sesuai dengan bidang yang
11
diserap tersebut yang baru diadaptasi dan kata-kata yang cocok untuk menyampaikan gagasan-gagasan. 2. Menciptakan kemegahan Bahasa Indonesia diwarnai oleh kata-kata dari bahasa asing bukan disebabkan oleh kebutuhan mendesak, melainkan untuk meningkatkan harga diri 3. Ekonomi dan pariwisata Dengan digunakannya bahasa asing dalam teks bahasa Indonesia diharapkan proses komunikasi dan jual-beli menjadi lebih mudah dengan para turis, sehingga bahasa serapan dinilai lebih menjual. 4. Bentuk bertahan Yang dimaksud dengan bentuk bertahan adalah unsur serapan bahasa asing yang sengaja dipungut karena pertimbangan khusus berdasarkan kondisi bahasa Indonesia. Penyesuaiannya dengan bahasa Indonesia dilakukan dengan jalan menyesuaikan ejaannya. Unsur serapan dalam bentuk bertahan dapat ditemui dalam bidang ilmu pengetahuan dan olahraga. Dunia ilmu pengetahuan yang dari segi sejarahnya banyak menggunakan istilah-istilah bahasa Latin, masih tetap digunakan sampai sekarang meskipun ada kemungkinan untuk diganti dengan bahasa Indonesia. Istilah premature (prematur) misalnya, tetap memiliki frekuensi pemakaian tinggi meskipun dapat diganti dengan istilah lahir-muda atau lahir di bawah-usia. Berbagai istilah di cabang ilmu pengetahuan seperti biologi, geologi, antropologi, botani,
12
entomologi, linguistik, dll tetap lebih menonjol dan popular dibandingkan dengan istilah ilmu hayat, ilmu tanahm ilmu bangsabangsa, ilmu tumbuhan, ilmu serangga, dan ilmu bahasa. 1.5.2
Kuliner Menurut KBBI (2008) kata kuliner /kulinér/ mempunyai definisi
berhubungan dengan masak-memasak. Dalam bukunya, Gizi dan Pengolahan Pangan, Auliana (2001: 35) mengemukakan definisi memasak yang merupakan sebuah cara untuk mengolah bahan makanan yang akan dikonsumsi. Kata kuliner sendiri seperti dalam buku Dasar-dasar Gizi Kuliner karya Tarwotjo (1998:1) mempunyai arti suatu seni mengolah bahan makanan yang dimulai dari memilih bahan makanan dan mempersiapkan bahan makanan yang akan dimasak.
1.5.3 Sosiolinguistik Istilah sosiolinguistik terdiri dari dua unsur: sosio- dan linguistik. Sosioadalah seakar dengan sosial yaitu yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi kemasyarakatan. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa. Maka sosiolinguistik ialah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Sosiolinguistik mempunyai relevansi pada pengajaran bahasa karena: a) Bahasa memang dipakai dalam masyarakat
13
b) Bahasa seharusnya diajarkan dalam konteks atau latar belakang kemasyarakatan c) Tujuan pengajaran bahasa bersumber pada keperluan masyarakat dan penggunaan bahasa di masyarakat. Sumbangan utama sosiolinguistik kepada pengajaran bahasa adalah: a) Penekanan kebermaknaan bahasa dalam pengajaran bahasa b) Pengertian yang lebih mendalam tentang ragam bahasa c) Tujuan pengajaran bahasa yang bersumber pada penggunaan bahasa dalam masyarakat d) Bentuk-bentuk bahasa yang diajarkan disesuaikan dengan bentukbentuk bahasa yang terdapat dalam masyarakat. (Nababan, 1993: 211) Menurut Pateda (1990: 58-59), maksud dari status social pemakai bahasa yakni kedudukannya yang dihubungkan dengan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Tingkat pendidikan akan menyebabkan pemilihan jenis pekerjaan. Jenis pekerjaan menyebabkan variasi bahasa yang digunakan. Bahasa yang digunakan tercermin pada: a). jumlah kosakata yang dikuasai; b). pemilihan kosakata yang diperlukan; c). kosakata yang dihubungkan dengan kata-kata kasar; d). cara pengungkapan. Kata-kata bahasa asing, kata-kata ilmiah atau jargon sering digunakan dalam kegiatan komunikasi karena berbagai alasan. Pilihan istilah yang mungkin terkesan hebat tapi tidak dipahami orang adalah lebih cocok untuk fungsi afektif dari bahasa daripada fungsi informatifnya. Dengan kata lain, penggunaan kata-
14
kata seperti itu dimaksudkan penutur untuk membuat pendengarnya terkesan dengan melihat betapa hebatnya si penutur/pembicara tentang seberapa banyak yang ia ketahui (Thomas, 2007:18-67)
1.6
Metode Penelitian Dalam upaya memecahkan permasalahan, penulis melakukannya dengan
tiga tahap: 1. Tahap Penyediaan Data Dalam tahap ini penulis menyediakan data yang diperlukan dengan menyeleksi kata-kata yang akan dianlisis menggunakan metode simak, mengambil dari lima rubrik majalah Femina yaitu “Dapur Utama”; “Info Boga”; “Makan Di Luar’; “Rupa-Rupa’; dan “Step-by-Step’. Kemudian penulis mencatat data-data yang diperlukan dalam kartu data menggunakan teknik catat. 2. Tahap Analisis Data Penulis menggunakan metode agih sebab alat penentunya merupakan bagian daru bahasa yang bersangkutan. Teknik yang digunakan adalah teknik ganti yaitu dengan menggantikan unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan dengan unsur tertentu yang lain di luar satuan lingual yang bersangkutan. 3. Tahap Penyajian Hasil Analisis Data Tahap terakhir berisi sajian hasil penelitian dalam bentuk skripsi. (Sudaryanto, 1993:27-37)
15
1.7
Sistematika Penyajian Bab 1 berisi tentang pendahuluan yang di dalamnya terdiri dari latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metode penelitian. Bab 2 berisi analisis mengenai bentuk dan sifat kata atau istilah serapan kuliner bahasa Prancis dalam artikel kuliner berbahasa Indonesia untuk mengetahui alasan pemakaiannya. Bab 3 berisi kesimpulan hasil analisis bentuk dan sifat kata atau istilah serapan bahasa Prancis dalam artikel kuliner berbahasa Indonesia. Resume berisi ringkasan dari penelitian kata serapan bahasa Prancis dalam resep dan artikel kuliner berbahasa Indonesia. Lampiran berisi data-data yang digunakan untuk menunjang proses penelitian.