BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari
berbagai
kebudayaan
kelompok
sukubangsa
yang
ada
didaerah
tersebut.Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Selain
itu,
Indonesia
sebagai
negara
kepulauan
juga
memiliki
keberagaman seperti budaya, agama, suku dan tentu tradisi.Keberagaman ini menyebabkan adanya keberagaman dalam berkesenian.Salah satu warisan budaya yang menjadi identitas yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang sampai saat ini masih dilestarikan keberadaannya adalah seni batik. Batik merupakan sebuah gambaran ragam hias pada kain yang tekhnik pengerjaanya menggunakan lilin atau malam batik sebagai perintang warna dan dilanjutkan proses pencelupan
Universitas Sumatera Utara
warna dengan menggunakan pewarna sintesis atau pewarna alam. Proses membatik merupakan salah satu cara untuk bermeditasi yang dilatarbelakangi oleh filsafat dengan karisma yang tinggi, dijiwai oleh adanya nilai keselarasan dan keagungan, baik yang bersifat tata lahiriah maupun bermakna spiritual. Pada jaman dahulu membatik merupakan pelajaran wajib yang diberikan dan dilakukan oleh para putri bangsawan didalam keraton. Hal ini disebabkan karena membatik digunakan sebagai sarana untuk bermeditasi, berserah diri dan mendekatkan diri kepada sang pencipta, serta untuk melatih kesabaran maupun tata krama. Oleh sebab itu setiap bentuk ornamen ragam hias yang ada, selain mengandung peran dan harapan dimasa depan bagi si pemakai, juga mengandung makna spiritual yang dapat dikaitkan dengan pemakai maupun saat dipakainya. Setiap daerah pembatukan memiliki bentuk ornament ragam hias yang berbeda satu sama lainnya. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain seperti latar belakang budaya, adat istiadat, politik, kepercayaan, sifat dan tata kehidupan, alam lingkungan dan lain-lain (Laksmi, 2010). Khasanah budaya bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corakdan jenis batik tradisional dengan ciri kekhususannya sendiri.Misalnya batikSumatera UtaraUlos, Riau/Jambi (Melayu)Baju Kurung, Sarung dan Songkok, Sumatera SelatanSongket, JawaBatik, Nusa Tenggara TimurTenun Ikat, Kalimantan TimurSarung Samarinda, ataupun daerah-daerah lain
di
Indonesia
memilikicorak
atau
motif
sesuai
dengan
kekhasan
daerahnya.Tidak terkecuali di Kabupaten Aceh Tengah yang mempunyai ciri khas batik yang disebut dengan Kerawang Gayo. Kerawang gayo adalah sebuah ukiran khas masyarakat Suku Gayo yang unik yang terdapat di kabupaten Aceh Tengah.
Universitas Sumatera Utara
Sejarah keberadaan suku gayo yang berada di Aceh Tengah berasal dari banyak cerita rakyat yaitu adanya migrasi orang Batak ke tanah Gayo yang terjadi pada masa sultan Alaudin Riyatsyah Alkahar yang memerintah pada abad ke XVI Masehi. Di dalam folklor “Batak 27” menceritakan tentang kedatangan orang batak ke tanah Gayo sebanyak 27 orang Batak Karo yang diawali dari pembunuhan beberapa orang batak di tanah Gayo sehingga terjadinya peperangan antara orang Gayo dengan orang Batak karo yang diakhiri atas kemenangan orang Batak karo (Batak 27) sehingga orang Batak Karo (Batak 27) membentuk suatu kerajaan yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen yang saat ini bernama Kampung Bebesen. Fakta-fakta yang ada dalam folklor “Batak 27” adalah keberadaan Klen, kelompok masyarakat yang terdapat di tanah Gayo, terutama di daerah Bebesen adanya nama lima klen utama yaitu Linge, Munthe, Cibro, Tebe dan melala. Klen ini sama seperti marga yang terdapat di dalam marga-marga Batak karo ( Mubin, 2013). Menurut Ibrahim (dalam Gustina, 2012) kerawang gayo sudah ada sejak zaman batu, terbukti dari adanya penemuan ukiran motif kerawang yang terdapat pada batu-batu dan barang-barang yang terbuat dari tanah liat seperti kendi dan tempat pengambilan air. Selain itu motif kerawang gayo juga digunakan sebagai ukiran pada bangunan, anyaman seperti bebalon (tempat sirih), hingga berkembang pada tenunan kain seperti pakaian. Perkembangan penggunaan motif kerawang berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Dimulai pada ukiran batu hingga berkembang sebagai motif pakaian. Awal mulanya pakaian adat yang bermotif kerawang gayo ini hanya diproduksi sebagai konsumsi pribadi. Motif ini
Universitas Sumatera Utara
kemudian diaplikasikan kepada beragam jenis barang yang menggunakan bahan dasar kain. Perkembangan industri kerawang gayodimulai sejak tahun 1980. Diawali dengan sebuah pelatihan oleh pemerintah di Jakarta pada tahun 1982 kepada seorang ibu rumah tangga yang berasal dari kecamatan Bebesen sekaligus pengrajin kerawang gayo yakni ibu Alm Maimunah. Pada kesempatan itu beliau diberi pelatihan keterampilan lebih mendalam tentang menjahit selama 1 bulan. Dalam kesempatan itu pula beliau memperkenalkan motif kerawang gayo yang telah ditekuninya sebelum pelatihan tersebut dengan seorang pengrajin kerawang dari daerah kecamatan Lut Tawar dan beliau mendapatkan sebuah piagam Mupakarti dari presiden RI. Pelatihan tersebut kemudian membuka peradaban baru bagi keberlangsungan industri kerawang gayo. Beliau kemudian menjadi tutor bagi rekan-rekannya yang ingin belajar mengrajin kerawang gayo dalam sebuah koperasi yang bernama UD Keramat Mupakat. Saat itu bagi mereka yang ingin belajar dibebaskan dari biaya dengan membawa alat dan bahan sendiri. Regenerasi ini selanjutnya diajarkan dalam sebuah wadah pelatihan yang merupakan sebuah kumpulan pengrajin kerawang gayo muda. Selain wadah tersebut kerajinan kerawang gayo ini diajarkan pula di dalam masing-masing keluarga. Sejak saat itu kerawang gayo mulai digemari oleh masyarakat, dengan mulai bermunculan pengrajin-pengrajin baru serta permintaan oleh masyarakat mulai ada, kerawang gayo pun dijadikan sebagai pakaian adat oleh masyarakat kabupaten Aceh Tengah. Namun saat ini pelatihan-pelatihan seperti itu tidak ada lagi dilakukan saat ini sebab kurang adanya faktor pendukung pembelajaran seperti alat, bahan dan tidak adanya perhatian dari pemerintah daerah.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2001 terdiri 4 unit usaha kerawang gayo, empat tahun berikutnya yakni pada tahun 2005 mengalami penurunan yakni hanya 2 unit usaha. Namun tahun berikutnya pada tahun 2006 jumlah industri meningkat menjadi 14 unit usaha. Terakhir sejak tahun 2011 hingga saat ini tercatat 19 unit usaha yang berarti mengalami peningkatan jumlah usaha pengrajin kerawang gayo di kecamatan Bebesen (Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Energi dan Sumber Daya Mineral).Dari data pengrajin kerawang gayo yang ada, semua pengrajin kerawang gayo merupakan pengrajin yang beretnis suku Gayo yang biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Hal ini terjadi karena pengrajin sebelumnya hanya mewariskan tehnik membordir kerawang gayo kepada anakanak perempuan mereka. Penggunaan motif kerawang gayo ini hingga kini menghasilkan beragam produk kerajinan yang memiliki beragam fungsi yaitu, sebagai pakaian adat, sebagai penghormatan kepada seseorang (tamu) yakni pada acara-acara penyambutan tamu dengan hasil industri yang digunakan adalah upuh ulen-ulen ( kain batik panjang bermotif kerawang gayo), sebagai alat munginte (peminangan) dan sebagai alat pada upacara kesenian, salah satunya sebagai pakaian penari dan upuh ulen-ulen. Hasil produk kerawang gayo hanya di jual di Aceh Tengah saja yang dijadikan sebagai souvenir oleh para pengunjung dan dipromosikan melalui bazar-bazar yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Kerawang gayo terdiri dari beberapa jenis motif yaitu motif mantanlo (matahari), motif sarak opat, motif rante (rantai), motif emun beriring (awan berbaris), motif pucuk rebung (tunas bambu), motiftekukur (pengukuran), motif emun berkune (awan tetap), motif puter tali (putaran tali), motif emun berangkat
Universitas Sumatera Utara
(awan berarak), motif peger (pagar), motif tali mustike(tali mustika), dan motif tapak seleman(jejak nabi Sulaiman). Setiap jenis-jenis motif terdapat makna tersendiri yaitu : 1. Motif matanlo (matahari) yaitu dimana motif matanlo artinya sebagai sumber penerangan kehidupan dalam masyarakat Gayo bersyukur atas nikmat yang diberikan dan sabar atas bala. 2. Motif sarak Opat yaitu bermakna susunan kepemerintahan pada adat gayo yaitu raja, petuah, imam dan rakyat 3. Motif rante (rantai) yaitu bermakna sebagai persatuan dan kebersamaan dalam masyarakat Gayo. 4. Motif emun beriring (awan berbaris) yaitu yang berarti satu kesatuan yang kokoh dalam kehidupan masyarakat Gayo yang mampu atau bias menempatkan diri dalam posisi apapun dan dimanapun kita berada. 5. Motif pucuk rebung (tunas bambu) yaitu menggambarkan tentang kehidupan dan memperdayakan kalangan muda sebagai generasi penerus. 6. Motif tekukur (pengukuran) yaitu mempunyai makna yang relevan dengan setiap permasalahan artinya semua permasalahan perlu ditanggulangi dengan ilmu pengetahuan dan setiap mengambil suatu keputusan harus dipertimbangkan dengan penuh arif dan bijaksana. 7. Motif emun berkune (awan tatap) yaitu motif yang bermakna demokrasi dalam mencari kebenaran untuk mengambil suatu keputusan dan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
8. Motif puter tali (putaran tali) yaitu mengandung makna sebagai mempertahankan persatuan dan kesatuan masyarakat suku Gayo itu sendiri. 9. Motif emun berangkat (awan berarak) yaitu mempunyai bentuk lingkaran memusat. Motif ini bermakna bagi masyarakat gayo mampu mengarungi berbagai cobaan dalam kehidupannya. 10. Motif peger (pagar) yaitu bermakna sebagai kehidupan masyarakat gayo tetap berada dalam kesatuan adat gayo dan syariat Islam, diluar ketentuan tersebut tidak mendapat perlindungan. 11. Motif tali mustike (tali mustika) yaitu masyarakat Gayo sadar untuk melaksanakan perintah Allah dan senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama manusia dan berharap selalu berada dijalan yang lurus. 12. Motif tapak seleman (jejak nabi Sulaiman) yaitu motif ini bermakna dalam masyarakat Gayo suatu permasalahan diselesaikan dengan arif dan bijaksana dengan melakukan musyawarah dan selalu bersifat adil dalam mengambil suatu keputusan (Gustina, 2012). Motif kerawang gayo ini memiliki 4 warna dasar, yaitu kuning, putih, merah dan hitam. Tiap warna memiliki makna tersendiri dan hanya bisa dipakai oleh kalangan tertentu saja. Seperti warna kuning yang hanya bisa dipakai oleh kalangan Raja, warna putih untuk kaum ulama, warna merah untuk kaum petuah atau tokoh adat dan warna hijau untuk rakyat. Penggunaan warna pada motif ini hanya berlaku pada zaman dulu, tetapi pada saat ini telah banyak warna yang digunakan pada kerawang gayo dan masyarakat luas bebas untuk menggunakan
Universitas Sumatera Utara
warna pada tiap motif. Para pengrajin telah menambahkan warna-warna lain pada kerawang gayo sesuai dengan perkembang zaman dan permintaan dari pelanggan. Kerawang gayo ini kini dikreasikan sebagai hasil industri kerajinan rumah tangga dengan cara dibordir di atas kain. Kerajinan tersebut memproduksi beragam jenis souvenir seperti tas, gantungan kunci, baju gamis wanita, baju pria, peci, gelang, dompet, sajadah, taplak meja, sarung bantal, sarung hp, baju adat wanita dan pria, rok dan selendang. Kerajinan kerawang gayo ini terdapat di Kecamatan Bebesen ini masih tergolong industri rumah tangga karena jumlah pekerjanya hanya berkisar antara 1-9 orang pekerja saja. Kerawang gayo bukan hanya sekedar produk budaya tetapi juga sebagai budaya lokal yang bernilai ekonomis karena dari produk ini bermunculan usahausaha home industri yang menghasilkan berbagai produk kerawang gayo. Home industri ini menjadi mata pencaharian oleh sebagian masyarakat di kecamatan bebesen dan kemudian menciptakan lapangan pekerjaan. Dari data yang di ambil bahwa saat ini terdapat 19 unit usaha kerawang gayo di Kecamatan Bebesen dan telah menyerap pekerja sebanyak 48 orang. Home industri kerawang gayo telah mampu mengatasi masalah-masalah sosial seperti pengangguran dan menambah pendapatan ekonomi keluarga maupun pendapatan daerah di kabupaten Aceh Tengah. Namun dalam hal ini pemerintah masih kurang memberikan perhatiannya kepada home industri kerawang gayo, terutama dalam hal bantuan baik berupa modal maupun alat-alat mesin jahit yang menyebabkan usaha kerawang gayo ini tidak berkembang begitu pesat. Jika para pengrajin kerawang gayomengalami kendala-kendala dalam menjalankan usahannya seperti kekurangan modal, dalam hal ini mereka lebih mengandalkan kemampuan mereka sendiri seperti meminta
Universitas Sumatera Utara
pinjaman dana ke bank atau meminjam kesanak saudara dari pada kepemerintah karena sikap pemerintah yang kurang peduli terhadap usaha kerawang gayo ini. Meskipun begitu pengrajin kerawang gayo memiliki semangat yang tinggi dalam memproduksi kerawang gayo walaupun terdapat banyak kendala-kendala. Seperti yang kita ketahui di era globalisasi seperti saat ini telah banyak mode-mode yang di pengaruhi dari luar yang melambangkan kemodernitasan hal ini tentunya banyak mempengaruhi kebudayaan daerah terutama barang-barang yang berasal dari daerah dan yang merupakan kebudayaan tradisional banyak ditinggalkan oleh masayarakat modern. Saat ini para pengrajin yang berada di Kecamatan Bebesen masih membuat dan melestarikan kebudayaan suku Gayo melalui kerawang gayo padahal seperti yang kita ketahui pada saat ini banyak masyarakat yang telah meninggalkan kebudayaan asli seperti barang-barang atau pakaian yang berbau tradisional. Hal ini yang menarik untuk diteliti bagaimana strategi pengrajin dalam melestarikan dan mempertahankan kerawang gayo di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah ditengah perkembangan zaman yang semakin modern.
1.2 Perumusan Masalah Sebuah penelitian harus memiliki batas-batas permasalahan yang harus diamati atau diteiliti agar penelitian tersebut dapat terfokus dalam satu permasalahan dapat diselesaikan dan penelitian tidak lari dari jalur yang telah ditetapkan.Oleh karena itu berdasarkan uraian permasalahan yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi rumusan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana strategi pengrajin lokal dalam mempertahankan
Universitas Sumatera Utara
keberadaan kerawang gayo ditengah perubahan nilai masyarakat dalam memandang pakaian tradisional di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah diatas adalah untuk mengetahui bagaimana strategi pengrajin lokal dalam mempertahankan keberadaan kerawang gayo ditengah perubahan nilai masyarakat dalam memandang pakaian tradisional di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memberikan konstribusi pemikiran dan informasi dan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain sebagai bahan rujukan untuk perbandingan atas masalah yang sama terutama dalam bidang sosiologi khususnya tentang studi yang terkait denganstrategi pengrajin lokal dalam mempertahankan keberadaan kerawang gayo ditengah perubahan nilai masyarakat dalam memandang pakaian tradisional di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. 2. Manfaat Praktis Memberikan masukan dalam bentuk bacaan untuk memperkaya wawasan kepada kita semua yang membaca hasil penelitian ini mengenai strategi pengrajin lokal dalam mempertahankan keberadaan kerawang gayo tradisional di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, serta
Universitas Sumatera Utara
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis terkait dengan teori dan aplikasinya dalam menulis karya ilmiah.
1.5 Definisi Konsep Dalam penelitian ilmiah, disamping berfungsi untuk memfokuskan dan mempermudah suatu penelitian, konsep juga berfungsi sebagai panduan yang nantinya digunakan penelitian untuk menindak lanjuti sebuah kasus yang di teliti dan menghindari terjadinya kekacauan akibat kesalah penafsiran dalam sebuah penelitian. Adapusn konsep yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini, antara lain adalah : 1. Strategi adalah upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah strategi bertahan para pengrajin kerawang gayo dalam mempertahankan keberadaan kerawang gayo di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. 2. Pengrajin adalahorang yang pekerjaannya membuat barang-barang kerajinan atau orang yang mempunyai keterampilan berkaitan dengan kerajinan tertentu. Dalam hal ini pengrajin lokal adalah pengrajin yang memiliki sikap dan cara berpikir serta bertindak yg selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yg ada secara turun-temurun dimana daerah itu mempunyai warisan budaya berupa kerajinan kerawang yang saat ini masih diproduksi oleh para pengrajin kerawang tradisional gayo. 3. Kerawang
gayo
adalah
sebuahsenimembordir
di
atasselembarkaindenganberbagaimotif-motif yang memilikimaknatertentu
Universitas Sumatera Utara
yang melekatpadasuatubenda.Motif kerawang gayobiasanyadiletakan di pakaianadat
gayo,
ukiran
rumah
adat
gayo,
ukiran
kendi
gayodanperalatanrumahtanggalainnya. 4. Kebudayaan adalah terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang
menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari
kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya perwujudan bendabenda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai. 5. Home industri adalah rumah usaha produk barang atau juga perusahaan kecil. Dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis kegiatan ekonomi ini dipusatkan di rumah. Pengertian usaha kecil secara jelas tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1.000.000.000.
Universitas Sumatera Utara