BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Air merupakan asal muasal dari segala macam bentuk kehidupan di planet bumi ini.
Dari air bermula kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang. Logika sederhananya, tanpa air peradaban akan surut dan bahkan kehidupan akan musnah karena planet bumi akan menjadi sebuah bola batu dan pasir raksasa yang luar biasa panas, masif, dan mengambang di alam raya menuju kemusnahan. Air menopang kehidupan manusia, termasuk kehidupan dan kesinambungan rantai pangan mahluk hidup di bumi. Karena itulah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 28 Juli 2010 melalui proses voting yang diikuti oleh 163 negara dengan hasil 122 negara menyetujui resolusi air sebagai hak asasi manusia dan 41 negara abstain, mendeklarasikan bahwa air merupakan hak azasi manusia.1 Hal ini berarti bahwa setiap manusia di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama terhadap pemakaian air. Resolusi yang diadopsi oleh badan dunia ini merupakan bentuk kepedulian terhadap fakta di mana 884 juta orang tidak memiliki akses mendapatkan air minum sehat dan lebih dari 2,6 miliar orang tidak memiliki akses mendapatkan sanitasi dasar. 2 Kebutuhan air makin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan ragam kebutuhan yang menuntut sumber daya air dalam jumlah banyak, baik untuk rumah tangga, industri, irigasi, penggelontoran, energi, rekreasi, dan berbagai aspek kehidupan lainnya.Memang, tidak dapat dipungkiri bahwa air merupakan objek yang sangat vital dalam 1
Bentuk keputusan dapat dilihat pada http://www.un.org/News/Press/docs/2010/ga10967.doc.htm, diakses 1 April 2013. 2 Dikutip dari PBB : Air Bersih adalah Hak Asasi Manusia,http://log.viva.co.id/news/read/167812-pbb--airbersih-adalah-hak-asasi-manusia, diakses 1 April 2013.
1
kehidupan. Masyarakat di Indonesia memanfaatkan air dalam kesehariannya untuk dikonsumsi sehari-hari dan juga untuk kegiatan lainnya yang berhubungan dengan air, seperti mandi, mencuci, dan lain-lain. Disamping itu, masyarakat juga memanfaatkan air untuk mengairi sawah mereka yang merupakan sumber mata pencaharian mereka yang berasal dari sektor pertanian. Sebagian besar masyarakat di negeri ini bermata pencaharian sebagai petani yang bergantung pada pengairan demi suksesnya panen padi mereka. Di Indonesia terdapat kurang lebih 5 juta ha sawah beririgasi. Sebagai pengguna air terbesar (85%) sawah beririgasi masih dihadapkan pada masalah efisiensi, yang disebabkan oleh kehilangan air selama proses penyaluran air irigasi dan selama proses pemakaian. 3 Selain itu air juga dimanfaatkan pemerintah untuk menyediakan dan mengelolanya melalui PDAM, kerjasama pemerintahswasta baik dalam tahap konstruksi maupun operasional, keterlibatan sektor swasta yang menyediakan air dalam truk tangki, hingga sektor informal yang menjajakan air dalam jerigen dari rumah ke rumah dengan alat angkut gerobak dorong. Sementara itu, secara kuantitas ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan terus menurun akibat rusaknya daur hidrologi dan pencemaran. Kondisi ini akan mendorong masyarakat masuk dalam perangkap krisis air yang secara akumulatif dapat memicu munculnya konflik air secara horizontal maupun vertikal. Ironisnya, masalah krusial ini belum direspons secara proporsional oleh pengambil kebijakan maupun perencana. Sektor pertanian, domestik, rumah tangga, dan industri mendapatkan sebagian besar air dari waduk. Oleh karena itu, pemenuhan air untuk sektor rumah tangga dan industri akibat peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan pembangunan pada masa mendatang akan mengambil porsi air untuk pertanian sekitar 25%, sehingga secara langsung akan mengganggu kinerja sistem produksi pertanian. Meskipun kelangkaan air dan konflik air antar-sektor sudah terjadi dan dirasakan langsung oleh petani, pemerintah belum memberikan perhatian dan penanganan 3
Dikutip dari Kasdi Subagyono, et al, Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Argroklimat (Puslitbangtanak), Bogor, 2004, hlm. 210.
2
secara proporsional. Masalah air ini terjadi antara berbagai aktor, baik itu secara vertikal masyarakat dengan pemerintah atau investor, dan konflik horizontal antara sesama petani itu sendiri. Dalam jangka panjang, konflik horizontal maupun vertikal dalam alokasi dan distribusi air akan memerlukan tenaga, waktu, dan biaya yang sangat mahal untuk pemecahannya.4 Pada sisi lain, alokasi dan distribusi air antar-sektor dan antar-wilayah makin kompleks dengan potensi konflik yang cenderung meningkat. Kondisi ini diakibatkan oleh kemampuan pasokan air yang makin menurun dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi, serta pengguna yang makin beragam dan banyak jumlahnya. Kebutuhan air untuk nonpertanian yang meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir akan menurunkan kemampuan pasokan air irigasi di suatu wilayah. Masalah akan makin kompleks dengan adanya keragaman ketersediaan air antar-waktu dan antar-wilayah pada musim kemarau, sehingga kemampuan pasokan air untuk keperluan pertanian, domestik, dan rumah tangga menurun. Peningkatan kebutuhan air setiap sektor makin menekan potensi pasokan air yang tersedia, dan ini berdampak pada makin meningkatnya potensi konflik antar-sektor. Sektor pertanian merupakan pengguna air terbesar di antara sektor pengguna air, terutama antara petani dan pemangku kepentingan lain seperti PDAM atau industri. 5 Contoh konflik yang pernah terjadi adalah antara masyarakat petani Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur dan PT Danone Aqua Gekbrong, dimana masyarakat merasa bahwa semenjak berdirinya pabrik yang memproduksi air mineral dalam kemasan tersebut telah menimbulkan kesulitan pengairan dalam kegiatan pertanian mereka. Masyarakat tidak dapat menggarap sawahnya
4
H. Sosiawan dan K. Subagyono, 2009. “Strategi Pembagian Air Secara Proporsional Untuk Keberlanjutan Pemanfaatan Air”. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 2(4), 2009: 299-305. 5 Ibid.
3
dan terpaksa membeli air bersih.6 Selain itu contoh konflik selanjutnya adalah konflik yang terjadi di perbatasan yang terletak di kawasan Ciparay memasuki kawasan hutan lindung Talaga Bodas, dimana terdapat sumber mata air yang kerap diperebutkan oleh dua kecamatan yang berbeda kabupaten, yaitu antara Kecamatan Sukahening, Kabupaten Tasikmalaya dan Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut. Ketegangan tersebut bermula dari adanya penutupan saluran air yang mengalir ke wilayah Sukahening oleh ratusan warga Pangatikan, Kabupaten Garut. Akibatnya, air yang mengalir ke wilayah Sukahening menjadi menyusut, sehingga masyarakat yang berada di kecamatan tersebut kesulitan dalam mengakses sumber daya air di wilayah mereka.7 Dalam salah satu karyanya yang paling fenomenal dengan judul “Water Wars”, Vandana Shiva, seorang aktivis lingkungan terkemuka dari india, menggambarkan bahwa perubahan filosofi dasar tentang air telah mendorong lahirnya persoalan-persoalan sosial dan lingkungan secara serius. Akibat perubahan cara memandang air ini maka pelan tapi pasti perebutan sumber daya air akan, bahkan telah, melahirkan konflik-konflik yang terbuka yang melibatkan masyarakat, bisnis dan negara.8 Shiva percaya bahwa semua manusia berhak atas air karena mereka memiliki hak atas kehidupan. Pemenuhan atas air adalah rutinitas tubuh yang menegaskan eksistensi biologis manusia, sehingga sudah tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa manusia butuh air. Akan tetapi, yang juga tidak kalah pentingnya, pemenuhan kebutuhan atas air juga melibatkan ekspresi sosial dan kebudayaan bagi masyarakat. Sejarah panjang perkembangan peradaban manusia bahkan melibatkan air sebagai elemen penting, bagi Shiva, air adalah kebutuhan itu sendiri: water is life. 6
Dikutip dari Priyambodo RH, Masyarakat Gekbrong Minta Danone Aqua Hentikan Produksi, http://www.antaranews.com/berita/330302/masyarakat-gekbrong-minta-danone-aqua-hentikan-produksi, diakses 6 Oktober 2012. 7 Dikutip dari Zulkarnain Finaldi, Warga Perbatasan Tasik-Garut Nyaris Bentrok, http://www.kabarpriangan.com/news/detail/6127, diakses 10 Oktober 2012. 8 Dikutip dari Erwin Endaryanta, Politik Air di Indonesia: Penjarahan Si Gedhang Oleh Korporasi AquaDanone, Yogyakarta, 2007, hlm xvii.
4
Bagi banyak pihak, kelangkaan bisa jadi sumber krisis dan bencana. Akan tetapi, bagi pihak lain kelangkaan justru menjadi barang dagangan yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Bagi penganut ekonomi liberal, misalnya, kelangkaan adalah aspek penting bagi bekerjanya ekonomi. Dalam konteks ini air dimengerti sebagai sumberdaya alam yang mesti diletakkan dalam hukun permintaan-penawaran serta harga pasar. Kelangkaan air bersih di dunia lantas dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan besar dan juga lembaga-lembaga internasional sebagai komoditas ekonomi. Meningkatnya komoditas berbasis air maupun privatisasi pengelolaan air di berbagai negara. Ini artinya krisis ekologi telah dikonversi sebagai pasar kelangkaan. Dengan ketersediaannya yang terbatas maka sungguh keliru kalau orang mengeksploitasi air secara berlebihan. Pemanfaatan air seolah-olah sebagai ‘barang bebas’ selama berpuluh-puluh tahun, air dipakai secara berlebihan, dikelola, dan digunakan secara keliru (air bersih digunakan untuk cuci kendaraan dan menyiram taman), padahal masih banyak sebagian masyarakat yang tidak/belum dapat menikmati air serta dengan daya beli air sangat terbatas dan relatif menurun. Keterbatasan ketersediaan air (krisis air) mengakibatkan berlakunya hukum ekonomi bahwa air merupakan benda yang dapat diperjualbelikan (Sudiarsa dalam Sumarman, 2006). Pada dasarnya konflik sumber daya air mempunyai persoalan yang sangat luas dan rumit. Penyelesaian konflik harus dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai dengan konteks penyebab konfliknya maupun kondisi masyarakatnya. Meskipun mempunyai karakter pemicu konflik yang sama tetapi cara penyelesaiannya pun dapat berbeda apabila terjadi di tempat lain. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui permasalahan konflik air yang terjadi di Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, penelitian ini mengambil lokasi sesuai dengan kategori konfliknya, yaitu untuk kategori konflik pemanfaatan sumberdaya air antara masyarakat dengan masyarakat di Kabupaten Subang dan Kabupaten Tasikmalaya, 5
dan untuk konflik yang terjadi antara masyarakat dengan swasta, lokasi yang diambil yaitu di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Serang. Sehingga melalui hasil penelitian ini dapat diketahui segala akar permasalahan dari konflik tersebut. Selain itu hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk upaya pencegahan konflik air di kemudian hari. Penelitian ini berfokus pada konflik pemanfaatan sumberdaya air dari perspektif konflik masyarakat dengan masyarakat dan masyarakat dengan swasta. Konflik pemanfaatan sumberdaya air antara masyarakat dengan masyarakat penting untuk diteliti karena masyarakat merupakan lapisan terdepan dalam pemanfaatan air. Peluang terjadinya konflik antara masyarakat dengan masyarakat tergolong tinggi, ketika ada pihak masyarakat yang mengklaim sebagai pihak yang paling berwenang dalam pemanfaatannya. Sementara itu konflik pemanfaatan sumberdaya air antara masyarakat dengan swasta juga penting untuk diteliti karena kehadiran pihak swasta tidak jarang menimbulkan konflik. Masyarakat sering memahami kehadiran pihak swasta akan mengurangi pemanfaatan air di wilayah mereka, sehingga mereka merasa akses dalam pemanfaatan air akan terbatasi.
6
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di dalam latar belakang di atas, permasalahan-permasalahan yang
akan diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana konflik pemanfaatan sumber daya air di Indonesia? 2. Bagaimana solusi dari konflik pemanfaatan sumber daya air di Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian Berkaitan dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah: 1. Untuk mengetahui konflik pemanfaatan sumber daya air di Indonesia 2. Untuk mengetahui solusi dari konflik pemanfaatan sumber daya air di Indonesia
1.4.
Manfaat Penelitian Dari tujuan di atas, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk: 1. Sebagai informasi mengenai pola/peta permasalahan konflik pemanfaatan sumber daya air yang terjadi antara masyarakat dengan masyarakat dan masyarakat dengan swasta. 2. Sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan maupun penyelesaian konflik pemanfaatan sumberdaya air kepada pemerintah daerah/pusat.
7