BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar sehingga pemenuhan pangan menjadi hak asasi setiap rakyat suatu negara. Pangan yang aman dan tersedia secara cukup dalam jumlah dan kualitas merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga tercapai tujuan akhir yaitu terwujudnya ketahanan pangan. Survei tentang konsumsi pangan adalah satu-satunya sumber pengukuran dalam variasi konsumsi dari semua makanan dan makanan jenis tertentu berdasarkan sumber makanan, musim, karakteristik konsumen dan area geografi. Survei konsumsi pangan ini juga memberikan gambaran tentang hubungan antara variasi dalam konsumsi dengan keadaan demografi, sosial ekonomi, budaya, lingkungan dan berbagai faktor serta kondisi lain. Pengukuran seperti ini penting sebagai komponen data dalam perencanaan kesehatan dan gizi, program publik dan riset pasar makanan.
1
Salah satu parameter yang dapat digunakan dalam pendekatan pola konsumsi pangan ideal adalah Pola Pangan Harapan (PPH). Pola Pangan Harapan (PPH) menjadi salah satu indikator dalam pencapaian ketahanan pangan. Dalam konteks tujuan penyediaan pangan yang cukup dan bermutu bagi pemenuhan kebutuhan gizi penduduk, FAO-RAPA telah merekomendasikan pendekatan PPH dan skor PPH sebagai instrumen penetapan target dan evaluasi pembangunan pangan bagi perbaikan gizi masyarakat di suatu negara atau daerah. Pada tahun 1992 melalui Kementrian Negara Urusan Pangan (KNUP), PPH dan Skor PPH diadopsi dan dimodifikasi menjadi penetapan target dan evaluasi pembangunan pangan bagi perbaikan gizi masyarakat. PPH adalah kumpulan beragam jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi pada komposisi yang seimbang. Konsumsi pangan yang beragam, bergizi dan berimbang adalah konsumsi pangan yang tidak hanya memenuhi kecukupan gizi, akan tetapi sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung oleh cita rasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas dan kemampuan daya beli masyarakat. Dengan PPH sebagai acuan diharapkan tercapai dua tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan dan untuk mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau kelompok pangan. Melalui kedua tujuan utama tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, diharapkan pola konsumsi masyarakat dapat memberikan kontribusi pada terwujudnya ketahanan pangan di Indonesia.
2
UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang kewenangan daerah otonomi dalam penyelenggaraan urusan wajib pemerintah pasal 14 ayat 2 menyatakan bahwa urusan wajib pemerintahan kabupaten / kota yang terkait dengan pelayanan dasar bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan potensi unggulan daerah. Aturan tersebut kemudian diperjelas pada pasal 7 ayat (2) PP No 38 Tahun 2007 bahwa urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan meliputi ketahanan pangan yang ditunjukkan oleh tingkat produksi pangan untuk pemenuhan ketersediaan dan penganekaragaman pangan yang berkualitas baik kuantitas maupun kualitas gizi (nutrient) dan distribusi pangan untuk meningkatkan aksesibilitas pangan untuk menjamin kecukupan pangan beragam, bergizi baik dan aman, sebagai ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar minimal yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah. Pembangunan pangan dan gizi merupakan bagian tidak terpisahkan dari keseluruhan pembangunan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota sekaligus merupakan salah satu isu utama dalam ketahanan pangan guna peningkatan status gizi masyarakat, yang erat kaitannya dengan situasi produksi pangan dalam negeri, stok pangan dan impor, kondisi ketersediaan pangan dan konsumsi pangan sangat mempengaruhi ketahanan pangan ditingkat wilayah. Sebelum otonomi daerah, seluruh kebijakan termasuk kebijakan tentang pangan berasal dari pusat. Pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan wewenang pada pemerintah daerah diharapkan dapat membantu pencapaian target
3
PPH dan Angka Kecukupan Energi (AKE) yang lebih baik. Dalam perkembangannya, isu dan fokus dalam ketahanan pangan bergeser dari isu kecukupan pangan ke isu keragaman pangan.
B. PERUMUSAN MASALAH Pemerintah telah menetapkan target skor PPH sebesar 100 poin untuk tahun 2020. Skor PPH sebesar 100 poin menunjukkan tercapainya mutu gizi dan keragaman konsumsi pangan. Permasalahan yang terjadi adalah, apakah target tersebut dapat tercapai dengan pola konsumsi masyarakat DIY di masing-masing kabupaten pada saat ini. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan dapat membantu pencapaian target skor PPH seperti yang diharapkan. Dengan otonomi daerah pemerintah daerah dianggap lebih mengetahui keadaan wilayahnya dan dapat merumuskan rencana pembangunan yang sesuai dengan kondisi daerahnya termasuk untuk aspek pangan. Akan tetapi besarnya perhatian pemerintah daerah pada masalah pangan belum sepenuhnya menjamin tercapainya target skor PPH 100 pada tahun 2020. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui perbedaan capaian Pola Pangan Harapan (PPH) dan Angka Kecukupan Energi (AKE) sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah.
4
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kinerja Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Pola Pangan Harapan (PPH) sebelum dan sesudah otonomi daerah di Kabupaten atau Kota di wilayah DIY. 2. Untuk mengetahui kinerja AKE dan PPH sebelum dan sesudah otonomi daerah di DIY.
D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca antara lain: 1. Bagi instansi pemerintah dan penyusun kebijakan, dapat digunakan sebagai masukan dalam menyusun prioritas strategi ataupun kebijakan untuk ketahanan pangan DIY. 2. Bagi penulis, untuk mengembangkan wawasan dan memenuhi persyaratan memperoleh derajat Master of Science pada Program Studi Magister Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
5