BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaat). Ini berarti Negara beserta alat Negara lainnya harus bertindak dan terikat pada aturan yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian supremasi hukum mempunyai kekuasaan tertinggi di Negara kita dan perwujudan keadilan dapat diterapkan diberbagai macam aspek kehidupan. Pada prinsipnya keikutsertaan Indonesia dalam pembentukan organisasi perdagangan dunia atau Agreement Estabilishing The World Trade Organization yang didalamnya mencakup persetujuan tentang aspek-aspek dagang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk perdagangan barang palsu (Agreement on Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights, Including Trade in Counterfit Goods of Trips) berarti menyetujui rencana persaingan dunia dan perdagangan bebas meskipun dikemas dengan persetujuan-persetujuan lain di bidang tarif dan perdagangan. Pembentukan organisasi itu dilakukan dalam sidang di Marakesh, Maroko pada tanggal 15 April 1994. Kemudian pembentukan itu disahkan melalui Undang-undang No.7 Tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994 tentang Pengesahan
Agreement
Estabilishing
The
World
Trade
Organization
(persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia).
Konsekuensi 1
2
keikutsertaan itu adalah bagaimana mempersiapkan para pengusaha Indonesia agar mampu melakukan persaingan jujur dan sehat dalam pasar global. Persaingan tersebut tidak hanya akan dilakukan oleh dan diantara negara-negara berkembang yang satu dengan yang lainnya.1 Persaingan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan yang dihadapi para pengusaha dalam mencapai tujuan yaitu memperoleh laba yang sebesar-besarnya dan mengungguli perusahaan lain serta menjaga perolehan laba tersebut. Dalam mencapai tujuan tersebut, sering kali terjadi praktek persaingan curang yang dapat menimbulkan konflik antara pengusaha yang satu dengan pengusaha yang lain. Konflik itu juga dapat merugikan rakyat sebagai konsumen untuk mencegah dan mengatasi persaingan curang itu, diperlukan hukum yang akan menentukan rambu-rambu yang harus ditaati secara preventif dan represif bagi mereka yang melakukan persaingan. Tujuannya tidak lain agar hukum dapat mencegah terjadinya persaingan curang. Lingkup tujuan di atas termasuk pula tindakan hukum terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran terhadap pemilik hak rahasia dagang. Jika memperhatikan peraturan-peraturan yang tercakup dalam hukum umum, tampaknya pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan pasal 322 serta pasal 323 Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah tidak memadai untuk melindungi pemegang Hak Rahasia Dagang dari tindakan pengusaha lain yang melakukan persaingan curang. Karena pasal-pasal itu dianggap kurang 1
www.Google.com. Perlindungan Hukum Rahasia Dagang. Diakses pada tanggal 23 Juli 2013
3
memadai, maka perlu dibentuk hukum khusus yang diatur dalam Undangundang Rahasia Dagang Nomor 30 Tahun 2000.2 Meskipun perlindungan terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang tidak harus selalu diatur dalam suatu undang-undang khusus, karena bisa saja perlindungan itu diatur dalam satu undang-undang yang bersifat umum, yang didalamnya juga memberikan perlindungan terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang sebagaimana diterapkan di beberapa negara industri maju, misalnya : Amerika Serikat, Jepang, Jerman atau Australia. Namun Indonesia menganggap perlu membuat secara khusus Undang-undang Rahasia Dagang yang memberikan perlindungan terhadap pemilik hak tersebut. Undang-undang Rahasia Dagang ini merupakan salah satu dari sistem hukum yang baru saja disahkan bersama-sama Undang-undang Desain Industri dan Undang-undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang disahkan pada akhir 2000 yang memiliki kekhasan undang-undang Hak Kekayaan Intelektual lainnya. Pembahasan 3 (tiga) rancangan undang-undang tentang Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu hingga menjadi undangundang dapat dianggap cukup lama dan berlangsung hampir selama setahun sejak diajukan pemerintah kepada DPR pada tanggal 17 Desember 1999 hingga
2
P. Cita Citrawinda. Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Perlindungan rahasia Dagang di Bidang Farmasi. (Jakarta: Chandra Pratama, 2005), hal. 34-35
4
disetujui untuk menjadi undang-undang pada rapat pleno DPR tanggal 4 Desember 20003 Walau bukan suatu jaminan atau korelasi apabila pembahasan yang cukup lama itu menghasilkan suatu undang-undang yang berkualitas tinggi dan mampu bertahan lama serta mampu memenuhi harapan masyarakat. Namun kita patut mengharapkan hal itu agar tidak sia-sia segala jerih payah tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang telah dikeluarkan oleh para perancang undang-undang, baik yang berada di DPR dan pemerintah termasuk lembaga swadaya masyarakat yang telah turun dan berpartisipasi dalam penyusunan rancangan undang-undang itu. Bagaimanapun, kita patut berkecil hati dan kecewa apabila beberapa waktu kemudian salah satu dan atau 3 (tiga) undang-undang itu ternyata harus mengalami revisi, karena tidak ada (1) satu pun undang-undang di dunia ini yang tidak mengalami revisi walau kerap kali memiliki banyak intepretasi. Saat ini rahasia dagang sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual patut diberi perlindungan sebagaimana obyek HKI lainnya. Perlindungan rahasia dagang diatur dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Rahasia Dagang berkembang mengikuti industrialisasi dan budaya yang bersifat kompetitif dan individualistik. Rahasia dagang pada masyarakat barat dianggap sebagai ”private rights” karena rahasia yang dihasilkan dari intelektualitas manusia yang telah berkorban mengunakan 3
Ibid. hal. 56-57
5
pikiran, tenaga, dan biaya yang tinggi. Sebaliknya budaya timur menganggap rahasia dagang sebagai ”public rights” yang merupakan milik bersama. Perbedaan ini tidak mendukung perlindungan terhadap rahasia dagang pada umumnya. Konsepsi rahasia dagang sudah dikenal oleh bangsa Cina sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Hal ini dapat diketahui dari legenda bangsa Cina yang memberi gelar Putri Hsi-Ling-Shih, isteri kaisar kuning sebagai Dewi Sutra. Pada setiap awal musim semi Putri memimpin upacara pembuatan sutra. Kerahasiaan teknik dan proses pembuatan sutra dijaga ketat oleh kerajaan. Barangsiapa membuka rahasia itu atau menyelundupkan kepompong atau telur ulat sutra ke luar Cina akan dihukum mati. Mereka menjaga rahasia itu selama lebih dari 2000 tahun sesudahnya. 4 Perkembangan yang pesat dari dunia usaha berdampak terjadi persaingan ketat di antara pelaku usaha. Pada umumnya persaingan adalah baik, sebab dapat mempergiat usaha dalam menambah hasil produksi serta memperlancar distribusi sehingga akhirnya tidak hanya menguntungkan bagi pelaku usaha saja, tetapi juga menguntungkan bagi konsumen, masyarakat, bangsa dan Negara. Tetapi apabila persaingan itu sampai pada suatu keadaan dimana pengusaha yang satu berusaha menjatuhkan pengusaha yang lainnya (saingannya) dengan
4
O. Saidin. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hal. 23-24
6
pebuatan-perbuatan melanggar hukum, yaitu melanggar norma-norma dalam lalu lintas perdagangan maka terjadilah persaingan curang. Untuk mengatur dan mengontrolnya diperlukan peraturan-peraturan hukum yang akan memberikan rambu-rambu yang harus ditaati secara preventif dan represif bagi mereka yang melakukan persaingan. Sebagai Negara berkembang, Indonesia perlu mengupayakan adanya persaingan yang tangguh di kalangan dunia usaha. Hal itu sejalan dengan kondisi global di bidang perdagangan dan investasi. Daya saing semacam itu telah lama dikenal dalam sistem Hak Kekayaan Intelektual, 5 pengakuan Rahasia Dagang sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia baru dapat direalisasikan saat Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, sebab sebelumnya apabila terjadi pelanggaran atas rahasia dagang diselesaikan menurut ketentuan Pasal 1365 KUHPer berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya mengakibatkan kerugian itu, mengganti kerugian”.
Disamping itu diatur juga pada Pasal 322 dan Pasal 323 KUHP. Tetapi pasal-pasal tersebut dinilai tidak memadai lagi dalam memberikan perlindungan
5
Rachmawati Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Alumni, Bandung, 2003 hlm.391
7
terhadap pemegang hak rahasia dagang dari tindakan pengusaha lain yang melakukan persaingan curang.6 Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu mengupayakan adanya persaingan yang tangguh di kalangan dunia usaha. Hal itu sejalan dengan kondisi di bidang perdagangan dan investasi. Daya saing semacam itu telah lama dikenal dalam sistem Hak Kekayaan Intelektual, misalnya Paten. Dalam Paten, sebagai imbalan atas hak ekslusif yang diberikan oleh negara, penemu harus mengungkapkan temuan atau invensinya. Namun, tidak semua penemu atau kalangan pengusaha bersedia mengungkapkan temuan atau invensinya itu. Mereka ingin tetap menjaga kerahasiaan karya intelektual mereka. Di Indonesia, masalah kerahasiaan itu terdapat di dalam beberapa aturan yang terpisah, yang belum merupakan satu sistem aturan terpadu. Kebutuhan akan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang sesuai pula dengan salah satu ketentuan dalam Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Ringhts (Persetujuan TRIPs) yang merupakan lampiran dari Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.Adanya perlindungan tersebut akan mendorong lahirnya temuan atau invensi baru yang meskipun diperlakukan sebagai rahasia, tetap mendapat perlindungan hukum, baik dalam rangka kepemilikan, pengusaan
6
Insan Budi Maulana, Langkah Awal Mengenal Undang-Undang Rahasi Dagang, PT Citra Aditya Bakti Bandung, 2011, hlm.3.
8
maupun pemanfaatannya oleh penemuanya. Untuk mengelola administrasi Rahasia Dagang pada saat ini Pemerintah menunjuk Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia c.q. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untuk melakukan pelayanan di bidang Hak Kekayaan Intelektual. Mengingat cukup luasnya tugas dan tanggung jawab tersebut, tidak tertutup kemungkinan pada waktu yang akan datang, Direktorat Jenderal yang membidangi Hak Kekayaan Intelektual ini berkemang menjadi suatu badan lain yang bersifat mandiri dilingkungan Pemerintah, termasuk mandiri dalam pengelolaan keuangan. 7 Tampaknya dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Indonesia merasa telah melaksanakan kewajiban meberikan perlindungan terhadap pemegang hak undisclosed information dari praktek persaingan curang. UU Rahasia Dagang ini dibuat dalam rangka memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional, dimana diperlukan adanya jaminan perlindungan terhadap rahasia dagang, terutama dari tindakan persaingan curang. Lingkup tujuan diatas termasuk pula tindakan hukum terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran terhadap kepemilikan rahasia dagang. Berbicara tentang perkembangan kebutuhan akan perlindungan Rahasia Dagang yang dimiliki maka tidak lepas dari pengaruh tujuan praktis dan kebijakan utama rahasia dagang itu sendiri. Tujuan praktis yang antara lain : 1. 7
Digunakan untuk perlindungan proses.
Undang-Undang No.30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004.
9
2.
Digunakan untuk sektor yang sangat dinamis.
3.
Penggunaannya lebih luas daripada paten (sebab hal-hal yang tidak dapat dipatenkan di dalam rahasia dagang dapat dilindungi).
4.
Serta jangka waktu perlindungan lebih lama daripada HKI lainnya seperti misalnya dalam paten (rahasia dagang dilindungi tidak terbatas jangka waktunya, ukuranya adalah sampai dengan rahasia dagang tersebut terbuka atau menjadi milik publik).
Kebijakan utama rahasia dagang adalah: 1.
Mendorong temuan baru melalui perlindungan atas hasil temuan dari perolehan atau penggunaan secara tidak layak.
2.
Memperbaiki efisiensi secara ekonomis dengan cara mengurangi kebutuhan pengamanan yang berlebihan untuk memastikan kerahasiaan sesungguhnya.
3.
Meningkatkan tingkat etika dan moralitas komersial dengan cara menghalangi praktek-praktek bisnis yang tidak adil.
4.
Mempromosikan penggunaan secara efisien dan pertukaran informasi secara swakarsa di dalam organisasi-organisasi bisnis dan di antara organisasi bisnis dengan cara melindungi informasi dari kepemilikan yang tidak sah.
Di samping itu ada keuntungan bagi pemegang rahasia dagang di dalam haknya terhadap rahasia dagang yang dimiliki antara lain: 1. Periode pelindungannya yang tidak terbatas, dalam arti selama informasi tersebut masih memenuhi syarat-syarat sebagai suatu informasi rahasia, maka perlindungannya masih tetap berjalan.
10
2. Tidak adanya pendaftaran sehingga biaya lebih murah dan sifat kerahasiaan terjaga serta memperkecil resiko terjadinya kebocoran akibat dari pendaftaran yang dilakukan (sebab akan terjadi kemungkinan terbukanya substansi dari kerahasiaan di dalam proses pendaftaran yang dilakukan), jadi karena sifat kerahasiaannya maka perlindungan hukumnya diperoleh secara otomatis. Selain mempunyai beberapa keuntungan tidak dapat diabaikan pula bahwa apabila rahasia dagang juga mempunyai kelemahan antara lain: 1. Rentan terhadap kebocoran rahasia di luar pemilik informasi. 2. Tidak
dapat
menghentikan
diperolehnya
informasi
sejenis
(yang
dirahasiakan) secara mandiri.
Dengan begitu rahasia dagang mempunyai arti penting berupa: 1. Berkaitan dengan argument ekonomi yang berkembang dengan pentingnya pemberian insentif dan penghargaan terhadap para investor. 2. Meningkatnya pendaftaran dalam paten dan biaya yang tinggi dalam proses pendaftaran paten sehingga pemilik penemuan berupaya memperoleh perlindungan dengan jalan lain yaitu perlindungan melalui rahasia dagang. Berdasar uraian diatas maka timbul beberapa alasan yang melatar belakangi pemegang rahasia dagang dalam upaya memakai dan memperoleh perlindungan informasi rahasia yang dipegangnya untuk dapat dimintakan perlindungan dan memenuhi kriteria untuk masuk sebagai Rahasia Dagang. Alasan-alasan tersebut diantaranya :
11
1. Penemuan atau informasi teknis tersebut tidak memenuhi kriteria untuk dapat dipatenkan, belum mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan bukan sepenuhnya informasi yang bisa dengan mudah diperoleh. 2. Melindungi penemuan pada teknologi proses. 3. Siklus usaha bisnis yang berjalan dengan menggunakan teknologi atau informasi tersebut berlangsung lebih lama dibanding dengan jangka waktu perlindungan hak kekayaan intelektual lain (paten misalnya). 4. Kemajuan pengembangan teknologi yang cepat berganti yang pada suatu saat sistem perlindungan HKI lain (paten misalnya) dianggap terlalu lambat dan memakan banyak biaya (mahal) untuk memperoleh perlindungan teknologi tersebut. 5. Lingkup dan perlindungan geografis dalam sistem rahasia dagang yang lebih luas (tidak hanya dibatasi informasi teknis, tetapi dapat digunakan untuk informasi keuangan maupun bisnis).
Rahasia Dagang yang dimaksud sebagian besar mencakup penguasaan teknologi oleh perusahaan yang bersangkutan, yaitu terdiri dari formula, senyawa kimia, pola, alat atau kompilasi informasi, proses manufakturing, bahan percobaan dan pengawetan, pola mesin dan alat lain. Rahasia Dagang juga mencakup daftar para pelanggan dan nasabah yang digunakan perusahaan. Rahasia Dagang dalam terminologi asing disebut dengan berbagai istilah, antara lain trade secret, know how, atau undisclosed information. Banyaknya
12
penyebutan istilah rahasia dagang tersebut kerena memang belum adanya satu kesatuan dalam mendefinisikan rahasia dagang, seperti yang diuraikan oleh Francois Dessementet dalam bukunya “The Legal Protection of Know How in The Unite State of America” yang menyatakan: “There is no definition of trade secrets which is unanimously accepted by American Lawyers”. 8 Ada beberapa definisi dari Rahasia Dagang. Dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Rahasia Dagang menyebutkan bahwa: “Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang”. Ada definisi lain dari Rahasia Dagang (trade secret): “Trade Secret : A product, formula, pattern, design, compilation of data, customers list, or other business secrets” 9 Di samping itu, dalam Uniform Trade Secret Act (United State) Rahasia Dagang didefinisikan sebagai : “Informasi termasuk suatu rumus, pola-pola, kompilasi, program, metode teknik atau proses yang menghasilkan nilai ekonomis secara mandiri, nyata dan potensial. Informasi itu sendiri bukan merupakan informasi yang diketahui oleh umum dan tidak mudah diakses oleh orang lain untuk digunakan sehingga yang bersangkutan mendapat keuntungan ekonomi” Terminologi rahasia dagang dapat juga dilihat dalam Uniform Trade Secret Act (Canada) yang menyatakan bahwa: “Suatu rahasia dagang merupakan
8 9
Ambar Setyawicaksana, Rahasia Dagang dan Upaya Perlindungannya, Forum Hukum No.6/V/Univeristas Janabadra Yogjakarta Tahun 2000, hlm,93 Henry R.Cheesemar, Busninees Law, The Legal, Etchical, and Internasional Envirenment Prentice.Inc A Simon & Schuster Company Upper Saddle River, New Jersey, 1998, hlm,57.
13
setiap informasi yang dapat digunakan dalam suatu perdagangan yang tidak merupakan informasi umum dan memiliki nilai ekonomi”. Menurut Bernard M. Kalpan, rahasia dagang didefinisikan sebagai: “Any confidential information (including a formula, process, pattern, compilation, program, device, method, technique) of actual or potential economic value used in trade or business undercircumstances which indicate that it is intended to be kept secret and not disclosed to and or used by others. Particulary competitors”.
Dari beberapa definisi tersebut tampak bahwa rahasia dagang yang intinya meliputi pengetahuan teknis maupun kumpulan data, baik data pelanggan maupun data lain. Dari kedua aspek tersebut yang penting adalah baik pengetahuan teknis maupun kumpulan data tersebut potensial atau telah mempunyai nilai ekonomi. Sesuatu yang membatasi pengetian pengetahuan teknis tersebut adalah bahwa pengetahuan tersebut tidak dapat atau tidak akan dipatenkan. 10 Apabila terjadi suatu sengketa yang berkaitan dengan rahasia dagang maka dalam Undang-Undang Rahasia Dagang terdapat tiga cara penyelesaian sengketa rahasia dagang, yaitu : 1. Secara
perdata
dengan
mengajukan
kompensasi,
penghentian
penggunaan atau ganti rugi atas pelanggaran rahasia dagang, termasuk pula tuntutan ganti rugi akibat terjadi wanprestasi dalam perjanjian lisensi tersebut. Menurut Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Rahasia
10
Muhamad Djumhana dan R.Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia) PT. Citra Aditya, Bandung, 1993, hlm.175.
14
Dagang, pemegang hak rahasia dagang atau pihak yang menerima lisensi dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan dalam Pasal 1, yaitu menggunakan sendiri rahasia dagang dapat dilakukan gugatan ganti rugi di samping “perintah menghentikan”
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
4,
yaitu
menggunakan sendiri rahasia dagang atau memberi lisensi kepada pihak ketiga atau melarang pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang. Selain itu dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Rahasia Dagang disebutkan bahwa gugatan yang dimaksudkan dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Rahasia Dagang diajukan ke Pengadilan Negeri. 2. Melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa apabila terjadi sengketa dalam melaksanakan perjanjian yang berkaitan dengan rahasia dagang. Menurut Pasal 12 Undang-Undang Rahasia Dagang bahwa disamping gugatan biasa melalui Pengadilan Negeri dapat juga dijalankan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa, seperti mediasi, konsiliasi, dan cara-cara lain yang telah disetujui oleh para pihak. 3. Secara pidana dengan melaporkan adanya tindak pidana terhadap pemegang hak atau penerima lisensi hak rahasia dagang. Dari Pasal 17 ayat (1) Undang- Undang Rahasia Dagang dapat diketahui tindak pidana yang berhubungan dengan rahasia dagang, yaitu :
15
a. Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan rahasia dagang pihak lain. b. Melakukan perbuatan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Rahasia Dagang, yaitu dengan sengaja mengungkapkan rahasia dagang, dan mengingkari kesepakatan atau kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang. Untuk pembuktian mengenai “dengan sengaja” dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, dengan mempertimbangkan akan perjanjian atau kesepakatan antara para pihak, peraturan perundangundangan, ketertiban umum, kesusilaan, kebiasaan,
maupun
kepatutan yang berlaku dan ada dalam masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu. c. Melakukan perbuatan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Rahasia Dagang, yang berbunyi: “Seseorang dianggap melanggar Rahasia Dagang pihak lain apabila ia memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Berbeda dengan rumusan Pasal 13 Undang-Undang Rahasia Dagang yang secara tegas menyatakan “dengan sengaja”, rumusan
Pasal
14
Undang-Undang
Rahasia
Dagang
tidak
merumuskan perkataan “dengan sengaja”. Meskipun jika kita perhatikan kata “dengan cara yang bertentangan dengan peraturan
16
perundang-undangan yang berlaku“ memerlukan suatu proses pembuktian yang tidak sederhana, namun esensi pembuktian hanya dibatasi pada ada tidaknya unsur “bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” dan tidak untuk hal-hal lainnya.
Dari Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Rahasia Dagang, tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Rahasia Dagang adalah delik aduan. Ini berarti proses jalannya satu perkara pidana baru berlangsung jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. 11 Sebagai contoh perkara tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang dengan terdakwa Hartoko di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dimana terdakwa Hartoko diajukan ke persidangan berdasarkan laporan dari PT Biggy Cemerlang yang merupakan perusahaan dimana Hartoko pernah bekerja sebelumnya, dan beberapa perkara lain di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Bandung
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat disampaikan permasalahan pokok yang akan dikaji dalam tesis ini adalah sebagai berikut:
11
Ibid hlm.94-97
17
1. Bagaimana efektitifitas sanksi pidana dalam Undang-Undang Rahasia Dagang sebagai solusi ultimum remedium terhadap pelanggaran atau tindak pidana yang dikenal dalam Undang-Undang Rahasia Dagang ? 2. Apa yang menjadi kendala terhadap penyelesaian pelanggaran atau tindak pidana dalam Rahasia Dagang dan bagaimana solusinya?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok bahasan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui dan memahami: 1. Menganalisa apakah ketentuan sanksi pidana dalam Undang-Undang Rahasia Dagang dapat dikatakan sebagai solusi ultimum remedium terhadap pelanggaran atau tindak pidana yang dikenal dalam Undang-Undang Rahasia Dagang sudah efektif. 2. Mengetahui bagaimana kendala dan solusi terhadap penyelesaian pelanggaran atau tindak pidana dalam Rahasia Dagang yang dapat ditempuh para pihak.
D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis, dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya terkait hukum Pidana tentang penerapan Undang-Undang Rahasia Dagang. 2. Secara praktis, untuk memberi sumbangan saran/informasi dan salah satu dasar dalam penentuan kebijakan bagi aparat hukum dalam menangani perkara yang berhubungan dengan Undang-Undang Rahasia Dagang.
18
E. Keaslian Penelitian Menurut sepengetahuan peneliti dan hasil penelusuran perpustakan yang ada terdapat beberapa penelitian yang menjadikan Undang-Undang Rahasia Dagang sebagai objek kajian, yaitu sebuah tesis milik Yudaning Tyassari yang berjudul “Tindak Pidana Pembocoran Rahasia Dagang Dalam Undang-Undang RI No.30 Tahun 2000 Dalam Perspektif Hukum Islam”. Perbedaan tesis milik Yudaning Tyassari dengan milik penulis ialah tesis milik Yudaning Tyassari berfokus pada konsep tindak pidana Rahasia Dagang ditinjau dari hukum Islam, sedangkan penelitian penulis berfokus pada sanksi pidana Rahasia Dagang sebagai solusi utimum remedium terhadap pelanggaran atau tindak pidana Rahasia Dagang. Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi maupun data yang ada pada kepustakaan terhadap judul ini belum ada dilakukan penelitian sebelumnya. Pembahasan ataupun penulisan tesis ini dengan judul “Efektifitas Sanksi Pidana Dalam Implementasi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang” belum pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya dan dengan demikian penelitian yang diajukan ini adalah asli dan aktual maka penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.