BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan politik dapat dikaji melalui berbagai macam pendekatan. Ia dapat dipelajari dari sudut kekuasaan, struktur politik, partisipasi politik, kebudayaan politik, konstitusi, pendidikan dan sosialisasi politik, pemikiran politik, dan juga political marketing (marketing politik). Pemilihan terhadap pendekatan political marketing antara lain didorong karena perkembangan demokrasi di Indonesia, terutama di tingkat lokal yang mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, baik Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Walikota secara langsung oleh rakyat, yang merupakan perwujudan pengembalian hak-hak dasar rakyat dalam memilih pemimpin di daerah. Dengan itu rakyat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan pemimpin daerah secara langsung, bebas dan rahasia tanpa intervensi (otonom). Setiap masyarakat atau warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak langsung hal ini sebatas mendengar informasi atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi, sedangkan jika secara langsung berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu. Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah,
10
telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik political marketing dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya, pemerintahnya maupun pimpinan politiknya. Political marketing merupakan bagian dari masyarakat dengan ciri lebih khas. Pada intinya political marketing adalah segala cara yang dipakai dalam kampanye politik untuk mempengaruhi pilihan para pemilih. Dimana cara yang digunakan akan membentuk suatu rangkaian makna politik secara otomatis didalam pikiran para pemilih dalam menjatuhkan pilihannya. Makna politis inilah yang menjadi output penting political marketing yang menentukan, pihak mana yang akan dicoblos pemilih. 1 Selama ini penggunaan istilah marketing lebih dikenal dalam dunia bisnis, ilmu marketing adalah sebuah displin ilmu yang menghubungkan produsen dengan konsumen. Hubungan dalam marketing tidak hanya terjadi satu arah melainkan dua arah sekaligus dan simultan. Produsen perlu memperkenalkan dan membawa produk serta jasa yang dihasilkan kepada konsumen. Semua usaha marketing dimaksudkan untuk meyakinkan konsumen bahwa produk yang ditawarkan memang memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan produk yang dijajakan pesaing. Metode dan pendekatan yang terdapat dalam ilmu marketing dapat membantu institusi politik untuk membawa produk politik kepada konstituen dan masyarakat secara luas. 2
1
Toni Adrianus Pito, dkk., Mengenal Teori-Teori Politik Dari Sistem Politik Sampai Korupsi, Bandung : Penerbit Nuansa, 2006, hal. 204. 2 Firmanzah, Marketing Politik, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007, hal. 140.
11
Penggunaan metode marketing dalam bidang politik dikenal sebagai political marketing (marketing politik). Dalam political marketing, yang ditekankan adalah penggunaan pendekatan dan metode marketing untuk membantu politikus (dalam hal ini calon kepala daerah dan wakil kepala daerah) dan partai politik agar lebih efisien serta efektif dalam membantu hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat. Political demokratisasi.
marketing Para
memiliki
anggota
tim
peran
untuk
pemenangan
menentukan
pemilihan
proses
mengarahkan
kemampuan marketing mereka untuk merebut sebanyak mungkin konstituen dan berusaha menjual kandidat mereka dengan berbagai cara, yang seringkali kita rasakan tak ada bedanya dengan mengiklankan produk di media, mempromosikan outdor maupun indoor. Segala teknik dipakai agar rating kandidat mereka tinggi dan rakyat memilihnya di bilik-bilik suara. Selain itu, political marketing dapat memperbaiki kualitas hubungan antara kontestan dengan pemilih. Pemilih adalah pihak yang harus dimengerti, dipahami dan dicarikan jalan pemecahan dari setiap permasalahan yang dihadapi. Political marketing meletakkan bahwa pemilih adalah subjek, bukan sebagai objek manipulasi dan eksploitasi. Berkembangnya pusat perhatian terhadap penggunaan strategi political marketing merupakan alternatif dalam mempengaruhi iklim politik yang penuh persaingan terbuka dan transparan ketika berhadapan dengan masyarakat serta mendapatkan dukungan yang lebih besar. Berdasarkan hal ini strategi political marketing dapat diterapkan dalam pemilihan kepala daerah dan diharapkan mampu menjembatani kepentingan kandidat kepala daerah dan masyarakat. Political marketing dilihat sebagai suatu proses yang dapat meningkatkan daya
12
kritis masyarakat dalam berpolitik, agar rakyat tidak selalu menjadi korban dan objek manipulasi para elit politik. Untuk itu masyarakat perlu diberdayakan dan perlu ada kondisi yang memungkinkan proses pembelajaran politik. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Langsung atau sering disebut Pilkada Langsung merupakan suatu kondisi yang memungkinkan proses pembelajaran politik terhadap masyarakat dapat terwujud, sehingga daya kritis masyarakat dalam berpolitik meningkat. Pilkada langsung pada dasarnya adalah mekanisme demokratis dalam rangka rekrutmen pemimpin di daerah, dimana rakyat diberikan hak dan kebebasan sepenuhnya untuk menentukan calon kepala daerah yang dianggap mampu menyuarakan aspirasinya. Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung ini didasarkan pada landasan hukum yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan petunjuk pelaksanaannya tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah. Pelaksanaan Pilkada telah membawa beberapa harapan baru masyarakat untuk pengembangan demokrasi di tingkat lokal. Diantaranya adalah : pertama, secara emperik, pilkada langsung memiliki nilai strategis dalam rangka mengurangi kelemahan yang menjadi ciri perpolitikan lokal saat ini. Misalnya arogansi lembaga legislatif yang menganggap dirinya sebagai satu-satunya representasi rakyat, legitimasi akuntanbilitas publik tidak lagi ditentukan oleh DPRD, tetapi oleh rakyat yang memilihnya dan legitimasi kepala daerah semakin kuat.
13
Kedua, pilkada juga dapat dijadikan sebagai ruang pengelolaan kedaulatan rakyat di samping sebagai instrumen untuk mendorong mekanisme demokrasi bekerja di tingkat lokal. Kini tidak mudah lagi bagi pemerintahan pusat untuk terlibat dalam penentuan kepala daerah karena rakyat yang akan menentukan langsung pemimpinnya. Dengan adanya pilkada, percaturan di arena politik lokal lebih banyak diwarnai permainan dari masing-masing stakeholder yang ada sehingga iramanya lebih kompetitif dan dinamis. Hal ini kemudian menyebabkan aktor-aktor politik yang bermain akan semakin dekat dengan rakyat. Ketiga, pilkada juga dapat dijadikan alat untuk memperkuat institusi politik lokal. Saat ini baik Kepala Daerah maupun DPRD memiliki basis politik yang kuat, karena mereka memperoleh legitimasi langsung dari rakyat. Dan keempat, pilkada dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk membentuk wadah integritas bersama dalam membangun daerah. Pilkada dapat dijadikan sebagai sebuah konsensus bersama antara calon kepala daerah dan masyarakat untuk memperbaiki ketimpangan dan masalah-masalah yang menghambat kemajuan daerah. 3 Penerapan strategi political marketing dalam pilkada dapat membantu kandidat kepala daerah dan masyarakat dalam menyukseskan pelaksanaan pilkada. Melalui political marketing kandidat kepala daerah berusaha meyakinkan pemilih bahwa suatu kandidat layak untuk dipilih. Kandidat kepala daerah dan tim pemenangannya meyakinkan pemilih dengan menawarkan produk politik yang sesuai dengan keinginan para pemilih. Produk politik ini dapat berupa atribut kandidat seperti latar belakang kandidat, program kerja, ideologi, partai politik 3
Syamsul Hadi Thubany, Pilkada Bima 2005: Era Baru Demokratisasi Lokal Indonesia, Tuban : Bina Swagiri, 2005, hal. 6-7.
14
dan lain sebagainya. Dengan strategi political marketing ini kandidat kepala daerah dapat memasarkan ide dan gagasan politik secara maksimal kepada masyarakat untuk mendapatkan dukungan. Bagi masyarakat sendiri, penerapan political marketing dalam pilkada dapat membantu dan memudahkan masyarakat dalam mendapatkan informasi yang lebih luas tentang kehidupan politik. Dengan adanya persaingan antara kandidat kepala daerah, masing-masing kandidat mencoba bersaing untuk mempengaruhi opini publik. Ramai dan intensnya aktivitas marketing membuat kandungan informasi yang disampaikan kepada publik juga semakin besar. Komunikasi massa yang dilakukan kandidat kepala daerah membuat masyarakat semakin mudah mendapatkan informasi dan data tentang semua hal, mulai dari hak dan kewajibannya sebagi warga negara, latar belakang kandidat kepala daerah, program kerja, isu-isu terkini sampai peraturan-peraturan yang terkait dengan kehidupan politik. Sehingga melalui political marketing ini pemilih dapat merasa yakin bahwa kandidat kepala daerah yang akan dipilih benar-benar berkualitas dan mampu meyuarakan aspirasinya. Atas dasar inilah yang membuat penulis tertarik memilih judul political marketing dalam pilkada, karena pada dasarnya political marketing merupakan suatu cara atau strategi yang digunakan dalam kampanye politik untuk mempengaruhi pilihan para pemilih. Dimana cara atau strategi yang digunakan akan membentuk suatu rangkaian makna politis di dalam pikiran para pemilih dan makna politis inilah yang akan mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihannya.
15
Dalam penelitian political marketing dalam pilkada ini, penulis mengambil studi terhadap pemenangan pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii dalam pilkada Sumut tahun 2008 di Kabupaen Nias. Pemilihan langsung Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara pada April tahun 2008 ini diikuti oleh lima pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yaitu : pasangan H.M. Ali Umri, SH, M.Kn dan DR. H. Maratua Simanjuntak, pasangan Mayjen (Purn) Tritamtomo, SH dan DR. Ir. Benny Pasaribu, M.Ec, pasangan Ir. RE. Siahaan dan H. Suherdi, pasangan H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH dan H.M. Syafii, SH, M.Hum, dan terakhir pasangan H. Syamsul Arifin, SE dan Gatot Pujo Nugroho, ST. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara ini berhasil dimenangkan oleh pasangan H. Syamsul Arifin, SE dan Gatot Pujo Nugroho, ST yang diusung oleh PPP dan PKS dengan perolehan suara 27,67 % dari total suara pemilih yang melaksanakan hak pilihnya. Meskipun pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur ini berhasil dimenangkan oleh pasangan Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho, tetapi ada hal menarik dalam pemilihan kepala daerah ini. Hasil perolehan suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara pada April tahun 2008 dapat dilihat bahwa pasangan
Ali Umri dan Maratua Simanjuntak unggul di satu
kabupaten yaitu Mandailing Natal (Madina). Pasangan Tritamtomo dan Benny Pasaribu mayoritas unggul di 5 kabupaten/kota Simalungun, Pematang Siantar, Binjai, Samosir dan Karo. Pasangan RE Siahaan dan H. Suherdi mayoritas unggul di 6 kabupaten/kota yaitu, Sibolga, Tapteng, Taput, Humbang Hasudutan, Tobasa, Dairi. Pasangan Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho mayoritas unggul di 9 kabupaten/kota Medan, Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan,
16
Batubara, Tanjung balai, Tebing Tinggi dan Pakpak Barat. Sedangkan Pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii mayoritas unggul di 5 kabupaten/kota Tapanuli Selatan, Padang Sidempuan, Labuhan Batu, Nias dan Nias Selatan. 4 Keunggulan masing-masing pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur di tiap-tiap wilayah sangat sesuai dengan karakteristik calon Gubernur dan Wakil Gubernur tersebut. Tetapi kemenangan pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii meraih suara terbanyak di Kabupaten Nias dan Nias Selatan memilki tren tersendiri dibandingkan dengan tren pemilih di daerah lain. Pasangan ini unggul di 5 kabupaten/kota, yaitu Tapsel, Labuhan Batu, Padang Sidempuan, Nias selatan dan yang terakhir adalah Nias. Jika dilihat dari segi etnis, agama maupun kontribusi yang pernah diberikan pasangan Abdul Wahab – Muhammad Syafii pada setiap daerah ini maka hal yang agak mengejutkan jika pasangan ini berhasil memperoleh suara mayoritas di Kabupaten Nias dan Nias Selatan. Kemenangan pasangan Abdul Wahab – Muhammad Syafii di Tapanuli Selatan, Labuhan Batu dan Padang Sidempuan merupakan sesuatu hal yang wajar dilihat dari profil pasangan ini yang memiliki kesamaan baik dari segi etnis, partai politik, agama, maupun kontribusi yang pernah diberikan pada daerah ini. Seperti kita ketahui Abdul Wahab Dalimunthe pernah menjabat sebagai Sekwilda di Labuhan Batu (1971–1981), jadi Abdul Wahab Dalimunthe memiliki kedekatan emosional dengan masyarakat Labuhan Batu, sehingga tidak mengherankan jika pasangan ini memperoleh suara mayoritas.
4
www.kpusumut.org (Diakses pada tanggal 20 Januari 2011)
17
Selain itu, pasangan ini diusung tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional dan Partai Bintang Reformasi. Dimana Demokrat merupakan partai politik berideologi nasionalis, sedangkan PAN dan PBR adalah partai politik yang berideologi Islam. Berdasarkan komposisi partai politik dan latar belakang dari pasangan Abdul Wahab – Muhammad Syafii, tentunya sangat jauh berbeda dengan karakter masyarakat Kabupaten Nias dan Nias Selatan yang mayoritas beragama kristen. Tetapi pada kenyataannya pasangan ini menang secara mutlak di kedua kabupaten tersebut. Setelah melakukan pra penelitian penulis menyimpulkan asumsi dasar yang menyebabkan pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii menang di Kabupaten Nias dan Nias Selatan adalah disebabkan kedua kepala daerah di kabupaten ini merupakan kader dari Partai Demokrat yang merupakan pedukung utama pasangan ini. Dari asumsi ini dapat dinilai political marketing pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii berjalan dengan baik di Kabupaten Nias dan Nias Selatan. Yang menjadi pertanyaan penulis dalam hal ini adalah political marketing seperti apa yang ditawarkan oleh pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii pada pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2008 di Kabupaten Nias, sehingga masyarakat mendukung pasangan tersebut. Dalam penelitian ini nantinya, penulis akan lebih memfokuskan lokasi penelitian di Kabupaten Nias, pemilihan ini dilatarbelakangi karena kemenangan pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii di Kabupaten Nias jauh lebih besar jika dibandingkan dengan perolehan suara di Kabupaten Nias Selatan. Selain itu jumlah pemilih di Kabupaten Nias lebih besar dibanding
18
Kabupaten Nias Selatan. Berdasarkan hal itu penulis melihat bahwa Kabupaten Nias memiliki potensi yang lebih besar untuk meneliti political marketing pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii. Atas alasan inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan political marketing pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii dalam pilkada Sumut tahun 2008 di Kabupaten Nias, sehingga memperoleh suara mayoritas di Kabupaten Nias.
I.2. Perumusan Masalah Atas dasar latar belakang masalah diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana pelaksanaan political marketing pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii dalam pilkada Sumut tahun 2008 di Kabupaten Nias, sehingga masyarakat mendukung gagasan yang ditawarkan pasangan tersebut”.
I.3. Pembatasan Masalah Adanya batasan masalah guna memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian, serta untuk menghasilkan uraian yang sistematis. Adapun batasanbatasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Adapun
aspek
yang
akan
diteliti
adalah
political marketing
pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii pada pilkada Sumut tahun 2008 di Kabupaten Nias.
19
2. Dalam
penelitian ini
penulis ingin
mengeksplorasi
bagaimana
gambaran masyarakat di Kabupaten Nias dan mengapa menerima political marketing yang ditawarkan pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii pada pilgubsu tahun 2008, sehingga memilih pasangan tersebut.
I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian Secara rinci penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan political marketing pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii pada Pilgubsu Tahun 2008 di Kabupaten Nias. 2. Mengeksplorasi bagaimana gambaran masyarakat di Kabupaten Nias dan mengapa menerima political marketing yang ditawarkan pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii pada Pilgubsu Tahun 2008, sehingga memilih pasangan tersebut.
I.4.2 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian yang dilakukan penulis adalah : 1. Secara teoritis maupun metodologis studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman studi political marketing khususnya di Indonesia. 2. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berfikir penulis melalui karya ilmiah melalui penelitian ini.
20
3. Bagi akademisi, dapat menjadi bahan acuan ataupun referensi dalam konteks ilmu politik di Indonesia. 4. Menambah pengetahuan bagi masyarakat, yang dalam hal ini lebih diprioritaskan kepada strategi political marketing dalam pilkada. 5. Penelitiaan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada setiap calon kandidat kepala daerah yang akan melakukan pemasaran politik di tengah kehidupan masyarakat.
I.5. Kerangka Teori Untuk memudahkan penelitian, diperlukan pedoman dasar berpikir yaitu kerangka teori. Mustahil apabila seseorang menulis ataupun meneliti suatu permasalahan tanpa menggunakan kerangka teori, karena penelitian ataupun tulisan tersebut bias dianggap tidak sah, bila dilihat dari syarat suatu tulisan. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir, untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. 5 Selanjutnya Singarimbun menyebutkan bahwa: “Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep dan kontruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep, ringkasnya teori adalah hubungan satu konsep dengan konsep lainnya untuk menjelaskan gejala tertentu”. 6
5
Hadari Namawi, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada Univesity Press,1987,hal. 40. 6 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1989, hal. 37.
21
I.5.1 Pemasaran Politik (Political Marketing) Dalam kajian ilmu politik, political marketing menurut Firmanzah merupakan penerapan ilmu marketing dalam kehidupan politik. Dalam political marketing, yang ditekankan adalah penggunaan pendekatan dan metode marketing dalam menyusun produk politik, distribusi produk politik kepada publik serta meyakinkan bahwa produk politiknya lebih unggul dibandingkan dengan pesaing, sehingga membantu politikus dan partai politik untuk membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat. 7 Pandangan political marketing menurut Adman Nursal adalah strategi kampanye politik untuk membentuk serangkaian makna politis tertentu di dalam pemikiran para pemilih. Serangkaian makna politis yang terbentuk dalam pemikiran para pemilih untuk memilih kontestan tertentu. Makna politis inilah yang menjadi output penting political marketing yang menentukan, pihak mana yang akan dicoblos pemilih. 8 Sedangkan menurut Hafied Cangara, pemasaran politik (political marketing) merupakan konsep yang diintroduksi dari penyebaran ide-ide sosial di bidang pembangunan dengan meniru cara-cara pemasaran komersial, tetapi orientasinya lebih banyak pada tataran penyadaran, sikap dan perubahan perilaku untuk menerima hal-hal baru. 9 Dari konteks aktifitas politik, political marketing yang dimaksudkan adalah penyebarluasan informasi tentang kandidat, partai dan program yang dilakukan oleh aktor-aktor politik melalui saluran-saluran komunikasi tertentu yang ditujukan kepada segmen (sasaran) tertentu dengan
7
Firmanzah, Op. cit hal 141 Adman Nursal, Political Marketing Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden, Jakarta : PT Gramedia, 2004, hal. 156. 9 Hafied Cangara, Komunikasi Politik, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009, hal. 276. 8
22
tujuan mengubah wawasan, pengetahuan, sikap dan perilaku para calon pemilih sesuai keinginan pemberi informasi. Dalam penerapannya political marketing telah menjadi suatu fenomena, tidak hanya dalam ilmu politik, tetapi juga memunculkan berbagai ragam pertanyaan para marketer yang selama ini sudah terbiasa dalam konteks dunia usaha. Tentunya terdapat beberapa asumsi-asumsi yang mesti dilihat dapat memahami political marketing, karena konteks dunia politik memang mengandung banyak perbedaan dengan dunia usaha. Politik berbeda dengan produk retail, sehingga akan berbeda pula muatan yang ada diantara keduanya, selain itu politik juga terkait erat dengan sebuah nilai (value). Jadi, isu politik bukan sekedar produk yang diperdagangkan, melainkan menyangkut pula keterikatan simbol dan nilai yang menghubungkan individu-individu. Dalam hal ini politik lebih dilihat sebagai aktivitas sosial untuk menegaskan identitas masyarakat.
I.5.1.1 Strategi Pemasaran (Marketing Strategy) Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang akan diterapkan dalam kampanye, atau lebih mudah dapat diartikan sebagai pendekatan yang diambil untuk menuju pada suatu kondisi tertentu dari pada saat ini yang dibuat berdasarkan analisis masalah dan tujun yang telah ditetapkan 10. Dalam konteks pemilihan kepala daerah tujuan dari setiap strategi bukanlah hanya kemenangan semata, tetapi juga terciptanya perdamaian dan iklim politik yang kondusif. Permainan politik hanyalah suatu permainan yang berujung pada siapa yang 10
Antar Venus, Manajemen Kampanye Panduan Teoritis dan Praktis Dalam Mengaktifkan Kampanye Komunikas, Bandung; Simbiosa Rekatama, 2004, hal. 15.
23
menang dan siapa yang kalah. Selama proses dan setelah proses pemilihan kepala daerah, stabilitas bangsa dan negara harus tetap dijaga karena hal ini jauh lebih penting dibandingkan dengan kepentingan untuk berkuasa. Pemasaran menurut pandangan Philip Kotler adalah kegiatan manusia yang di arahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Pada dasarnya strategi pemasaran merupakan proses menyusun nilainilai inti yang sesuai dengan aspirasi para pemilih dan sumber daya kandidat yang dipasarkan. Strategi pemasaran dalam domain politik merupakan perencanaan sebagai langkah-langkah adaptasi terhadap semua gejala yang terjadi untuk mendapatkan pemahaman apa yang dibutuhkan masyarakat (lingkungan politik). Berdasarkan definisi strategi pemasaran dalam domain politik, maka strategi political marketing dibagi dalam beberapa tahapan yaitu: segmentasi pasar, targeting politik, positioning dan bauran produk politik. 1. Segmentasi Pasar Segmentasi pasar adalah konsep yang sangat penting dalam aktifitas pemasaran. Tidak saja dalam konteks pasar tetapi juga untuk kegiatan kegiatan kemasyarakatan atau kegiatan-kegiatan nirlaba lainnya 11. Tidak terkecuali dalam dunia politik, terlebih pada situasi dan kondisi di mana aktivitas politik berada dalam suasana demokratis. Dalam kondisi dan situasi seperti ini, hal penting yang wajib di penuhi oleh seorang kandidat kepala daerah dan tim pemenangannya adalah kemampuan untuk mengemas dan mengkomunikasikan pesan politiknya yang disesuaikan dengan audience yang tepat. Karena audience sangat heterogen, 11
Rhenald kasali, Membidik Pasar Indonesia Target Positioning,Segmentas, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,cetakan ke-4, 2000, hal. 26.
24
maka kemudian mengelompokkan mereka berdasarkan kepada karakteristik tertentu, merupakan langkah yang paling strategis dalam rangka efektifitas dan efesiensi kegiatan komunikasi politik baik dalam aspek budged maupun capaian target. Pengelompokan audience berdasarkan pada karakteristik tertentu dalam konsep pemasaran disebut sebagai segmentasi pemasaran. Umumnya segmentasi dapat didasarkan pada beberapa kategori aspektual yakni: Pertama; Geografi. Masyarakat dapat disegmentasi berdasarkan geografi dan kerapatan (dencyty) populasi. Kedua; Demografi. Masyarakat dapat dibedakan berdasarkan umur, agama, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, pekerjaan dan kelas sosial. Masing-masing kategori memiliki karakteristik yang berbeda tentang isu politik atau dengan yang lain. Sehingga perlu untuk dikelompokkan berdasarkan kriteria demografi. Ketiga; Psikografi. Dalam metode ini, segmentasi dilakukan berdasarkan kebiasaan, pola hidup, dan perilaku yang mungkin terkait dalam isuisu politik. Keempat; Perilaku. Masyarakat dapat dibedakan dan dikelompokkan berdasarkan proses pengambilan keputusan, identitas ketertarikan dan keterlibatan dengan isu politik, loyalitas dan perhatian terhadap permasalahan politik. Masingmasing kelompok memiliki perbedaan, sehingga perlu untuik diidentifikasi. Kelima; Sosial Budaya. Pengelompokan masyarakat dapat dilakukan melalui karakteristik sosial dan budaya. Klasifikasi seperti suku, agama, etnis, dan ritual spesifik seringkali membedakan intensitas, kepentingan, dan perilaku terhadap isu-isu politik. Keenam; Sebab-akibat. Selain metode yang bersifat statis, metode ini mengelompokkan masyarakat berdasarkan perilaku yang muncul dari isu-isu
25
politik. Sebab-akibat ini melandaskan metode pengelompokkan berdasarkan perspektif pemilih (voters). 12
2. Targeting politik Targeting politik atau merupakan target audiens adalah tahap selanjutnya dari analisis segmentasi. Produk dari targeting adalah target audiens (kelayakaan sasaran), yaitu; satu atau beberapa segmen masyarakat yang akan menjadi fokus kegiatan-kegiatan kampanye. Memang sebenarnya targeting adalah persoalan bagimana memilih, menyeleksi, dan menjangkau masyarakat yang akan tetapkan sebagai kalayakan sasaran kegiatan political marketing. Targeting atau menetapkan sasaran adalah satu atau beberapa segmen yang akan dibidik untuk mencapai sasaran obyektif (segmentasi dasar) 13. Setidaknya ada tujuh pertanyaan yang harus disikapi dalam hal targeting,yaitu; 1. Apakah masyarakat (voters) telah berubah dalam beberapa waktu terakhir? 2. Apakah target audience yang sesunggguhnya sudah sesuai dengan yang direncanakan ? Mengapa berbeda? 3. Apa landasan/alasan memilih target audience/segmen tersebut? Mengapa bukan target audience /segmen yang lain? 4. Apa yang membedakan target
audience /segmen tersebut dengan
target audience/segmen yang lain? Proses apa yang digunakan untuk menentukan target audience /segmen ini?
12 13
Firmanzah, Op. cit. hal. 193. Rheihal kasali.Op.cit. hal. 372-373.
26
5. Dapatkah membuktikan bahwa target
audience/segmen tersebut
potensial dan menguntungkan? Berapa lama membutuhkan waktu untuk menggerakkan target
audience/segmen ini untuk memberi
respon? Apakah lingkungan politik tidak berubah ketika saatnya memetik hasil? 6. Apakah yang akan dilakukan ketika target audience/segmen tidak merespons? Mengapa mereka tidak merespons? 7. Apakah ada target audience /segmen lain yang lebih menguntungkan? Pertanyaan-pertanyaan diatas harus sudah disiapkan jawabannya sebelum mengeksekusi kegiatan political marketing. Banyak komunikator yang gagal karena mereka tidak menyiapkan langkah-langkah yang pas untuk membidik target audience atau segmen yang sangat potensial dan menguntungkan.
3. Positioning dan Bauran Produk Politik Positioning pada dasarnya merupakan strategi komunikasi untuk memasuki jendela otak pemilih agar seorang kandidat kepala daerah mengandung arti tertentu yang mencerminkan keunggulannya terhadap kandidat lain dalam bentuk hubungan asosiasitif. Positioning efektif harus dilakukan berdasarkan analisis terhadap faktor eksternal dan internal organisasi, serta preferensi segmen pemilih yang menjadi sasaran utama yang diketahui dari hasil segmentasi.14 Dengan melakukan positioning maka seorang kandidat berusaha untuk menjaga fokus pikiran, orientasi, dan kesadaran
14
Toni Andrianus Pito, dkk., Op. cit. hal. 206.
27
voters atau masyarakat untuk tetap
mengingat serta mengarahkan refrensi utama tentang kandidat yang akan mereka pilih. Positioning agar kredibel dan efektif harus dijabarkan dalam bauran produk politik. David Kurtz dalam bukunya service marketing mengungkapkan bahwa bauran produk politik merupakan kombinasi jasa yang ditawarkan kepada kelompok sasaran.
15
Jasa dalam political marketing diartikan sebagai kebutuhan
produk politik yang diperlukan oleh lingkungan masyarakat. Penjabaran positioning dalam bauran produk politik meliputi : a. Policy adalah tawaran program kerja jika terpilih kelak. Policy merupakan solusi yang ditawarkan kandidat kepala daerah untuk memecahkan masalah kemasyarakatan berdasarkan isu-isu yang dianggap penting oleh para pemilih. Policy yang efektif sebaiknya mudah terserap pemilih dan menarik perhatian. b. Person adalah profil dari kandidat kepala daerah yang akan dipilih melalui pilkada. Kualitas personal kandidat sangat mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihannya. Tentunya pemilih akan membandingkan figur dari masing-masing kandidat dan track record dari kandidat tersebut. c. Party dapat juga dilihat sebagai substansi produk politik. Partai mempunyai identitas utama, aset reputasi, dan identitas estetik. Ketiga hal tersebut akan dipertimbangkan oleh para pemilih dalam menetapkan pilihannya. Oleh karena itu dalam political marketing, unsur-unsur tersebut harus dikelola dengan baik.
15
http//www.tarmizi.word press.com/2009 (Diakses tanggal 20 Januari 2011)
28
I.5.1.2 Strategi politik (Politic Strategy) Pendekatan dan komunikasi politik perlu dilakukan oleh para kandidat kepala daerah dan tim pemenangannya untuk dapat memenangkan pilkada. Para kandidat perlu melakukan kajian untuk mengidentifikasi besaran (size) pendukungnya, massa mengambang dan pendukung kandidat lainnya. Identifikasi ini perlu dilakukan untuk menganalisis kekuatan dan potensi suara yang akan diperoleh pada saat pemilihan, juga untuk mengidentifikasi strategi pendekatan yang diperlukan terhadap masing-masing kelompok pemilih. Strategi ini perlu dipikirkan oleh setiap kandidat, karena pesaing juga secara intens melakukan upaya-upaya untuk memenangkan persaingan politik. Sementara itu, cara masyarakat menentukan pilihannya juga tergantung pada karakteristik masyarakat bersangkutan. Di satu sisi, terdapat kelompok masyarakat yang lebih menggunakan logika dan rasionalitas dalam menimbang kandidat. Kemampuan kandidat dalam memecahkan persoalan masyarakat menjadi titik perhatian kelompok masyarakat ini dipihak lain, kedekatan ideologis juga menjadi kekuatan untuk menarik pemilih kedalam bilik suara dan memilih kandidat yang memiliki paham sama. Pemilih jenis ini tidak begitu mempedulikan program kerja apa yang ditawarkan kontetan bersangkutan. Asal ideologi kandidat tersebut sama dengan ideologi pemilih, sudah cukup alasan baginya untuk memilih kandidat ini. Bauran antara karakteristik alasan yang dipakai untuk menentukan pilihan dengan segmen-segmen pemilih dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
29
Tabel 1 Jenis pemilih dan alasan memilih Pembagian Pemilih
Problem-sofing
Konstiuen
Non-partisan
Pendukung Lain
Penguatan dan
Peyakinan secara
Pengenalan dan
proteksi secara
rasional
merebut secara
rasional
Ideologi
rasional
Penguatan dan
Peyakinan secara
Pengenalan dan
proteksi secara
ideologis
merebut secara
ideologis
ideologis
Sumber: firmanzah (2007). Hal. 125 Konstituen,
non-partisan
dan
pendukung
pesaing
membutuhkan
pendekatan yang berbeda satu dengan yang lain. Kontituen adalah kelompok masyarakat yang diwakili dan memiliki kedekatan dengan suatu partai politik atau kandidat, kelompok masyarakat ini yang merupakan basis pendukung seorang kandidat kepala daerah. Konstituen memiliki loyalitas yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis pemilih yang lain. Sementara non-partisan adalah massa mengambang yang masih belum memutuskan kandidat mana yang mereka dukung, non-partisan tidak mengikatkan diri dengan satu kandidat atau partai politik apapun. Biasanya jenis pemilih ini akan menjatuhkan pilihannya di akhir periode kampanye. Atau, mereka malahan tidak memilih siapapun karena mereka tidak melihat satupun dari pilihan kandidat yang sesuai dengan harapan mereka. Jenis pemilih terakhir adalah pendukung kontestan lain. Seorang konstestan juga perlu mengembangkan hubungan dengan pendukung kandidat lain. Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas dan situasi yang aman semasa periode
30
kampanye. Selain itu, kesan positif perlu dimunculkan kepada pendukung lain, sehingga tidak tertutup kemungkinan pendukung lain akan beralih dan memberikan dukungannya kepada kandidat tersebut. Strategi penguatan sangat dibutuhkan dalam hubungan antara kandidat kepala daerah dengan pemilih konstituen. Hal ini dilakukan agar ikatan baik diantara mereka yang bersifat rasional maupun emosional tetap terjaga sangat diharapakan ikatan politik antara kandidat dengan pemilih justru jadi sangat tinggi. Strategi penguatan ini dilakukan juga agar ikatan di antara mereka tidak melemah dan untuk menghindari masuknya pengaruh pesaing yang bisa menarik perhatian kontituen mereka. Pendekatan yang dipergunakan tentu saja berbeda tergantung pada apakah pemilih lebih mengedepankan aspek rasional atau idiologis. Kandidat perlu menggunakan penguatan yang bersifat rasional ketika mereka berhadap dengan pemilih yang lebih mengedepankan problem-sofing. Ketika kandidat harus berhubungan dengan pemilih yang lebih melandaskan alasan memilih pada aspek-aspek non-rasional, penguatan ideologi perlu dilakukan. Strategi menanamkan keyakinan lebih sesuai untuk diterapkan pada jenis pemilih yang non-partisan, kepada jenis pemilih ini perlu diyakinkan bahwa secara problem-sofing atau pun ideologis, kandidat bersangkutan lebih baik dibandingkan dengan para pesaingnya. Strategi komunikasi dan penyajian informasi juga perlu dilakukan untuk meyakinkan para pemilih non-partisipan. Kandidat harus menarik mereka keluar dari kebimbangan. Hal ini sulit dilakukan tanpa adanya proses yang mencoba memberikan informasi dan meyakinkan nonpartisipan untuk memberikan suaranya kepada seorang kandidat tertentu. Hal-hal
31
yang hendak diyakinkan sangat tergantung pada karakteristik pemilih non-partisan ini. Strategi pengenalan dan merebut dapat dilakukan kandidat kandidat kepala daerah terhadap jenis pemilih yang merupakan pendukung kandidat lain. Masingmasing kandidat berkepentingan untuk memperbesar porsi dukungan mereka, termasuk ,menggaet pendukung kandidat lain. Strategi pengenalan perlu dilakukan agar pendukung kandidat lain ini tidak memandang negatif dan tertarik untuk memberikan dukungannya. Selain itu, hal ini juga dimaksudkan untuk menciptakan iklim politik yang harmonis dan persaingan politik yang damai.
I.5.1.3 Komunikasi Politik Membangun suatu image politik tidak dapat dilakukan tanpa adanya komunikasi politik. Komunikasi politik adalah suatu proses komunakasi yang memiliki implikasi atau konsekuensi terhadap aktivitas politik.16 Komunikasi politik yang dimaksud dalam hal ini adalah semua hal yang dilakukan oleh kandidat kepala daerah untuk mentransfer sekaligus menerima umpan balik tentang isu-isu politik yang berdasarkan semua aktivitas yang dilakukannya terhadap masyarakat. Isu politik ini dilihat dalam perpektif yang sangat luas dan sangat terkait dengan usaha kandidat untuk memposisikan dirinya dan membangun identitas dalam rangka memperkuat image-nya dalam benak masyarakat; isu politik tersebut dapat berupa ideologi partai, program kerja, figur pemimpin, latar belakang personal, visi dan misi serta permasalahan yang diungkapkannya.
16
Hafied Cangara, Komunakasi Politik, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009, hal. 36.
32
Komunikasi dalam hal ini diartikan sebagai diadic yaitu komunikasi dua arah (Barry & Carnt, 1997). Dua arah berarti komunikasi yang tidak hanya dilakukan oleh kandidat kepala daerah kepada masyarakat, tetapi juga dari masyarakat kepada kandidat tersebut. Karena kondisi dari masyarakat yang beraneka ragam, tersebar dan terkadang tidak terorganisir, akan sulit membayangkan
adanya
sistematisasi
komunikasi
pesan
yang
dilakukan
masyarakat kepada kandidat kepala daerah 17. Hal ini membuat kandidat kepala daerah dan tim pemenangannya harus mengambil inisiatif untuk mentransfer sekaligus merumuskan signal-signal atau pesan yang disampaikan oleh masyarakat. Seringkali pesan-pesan tersebut harus melalui analisis dan pemahaman atas data dan fakta yang terbesar dalam banyak peristiwa. Kekecewaan, kebahagiaan, impian, kesedihan, tangisan, dan penderitaan masyarakat, baik yang sedang terjadi ataupun yang sedang kemungkinan akan terjadi, harus ditemukan dan dianalisis berdasarkan data dan peristiwa yang tercerai berai. Dalam hal ini, kandidat kepala daerah dan tim pemenangannya bertugas merangkum dan menganalisis pesan-pesan tersembunyi dibalik peristiwa yang terjadi. Tidak semua masyarakat memiliki kapasitas untuk merumuskan apa yang menjadi permasalahan mereka yang sebenarnya, seringkali umpan balik yang mereka berikan lebih banyak tersirat dibandingkan tersurat.
17
Firmanzah, Op. cit,.hal. 256.
33
I.5.1.4 Proses strategi pendekatan pasar Adman Nursal mengategorikan tiga pendekatan yang dapat dilakukan oleh kandidat kepala daerah dan tim pemenangannya untuk mencari dan mengembangkan pendukung selama proses kampanye politik: 1. Push marketing Menurut Nursal push-marketing adalah bagaimana penyampaian produk politik langsung kepada para pemilih. Dalam pendekatan ini kandidat kepala daerah berusaha mendapatkan dukungan melalui stimulasi yang diberikan kepada pemilih. Masyarakat perlu mendapatkan dorongan dan energi untuk pergi ke bilik suara dan mencoblos suatu kontestan. Disamping itu kandidat perlu menyediakan sejumlah alasan yang rasional maupun emosional kepada para pemilih untuk bisa memotivasi mereka agar tergerak dan bersedia memberikan dukungan. Tanpa alasan-alasan ini, pemilih akan merasa ogah-ogahan karena mereka tidak punya cukup alasan untuk menyuarakan aspirasi mereka. Namun pada dasarnya push marketing adalah usaha agar produk politik dapat menyentuh para pemilih secara langsung dengan cara yang lebih personal 18 2. Pass marketing Strategi ini menggunakan individu-individu maupun kelompok yang dapat mempengaruhi opini pemilih (influencer). Sukses atau tidak penggalangan massa akan sangat ditentukan oleh pemilihan para influencer ini. Semakin tepat influencer yang terpilih, efek yang diraih pun akan menjadi semakin besar dalam mempengaruhi pendapat, keyakinan dan pikiran publik. 19
18 19
Adman Nursal, Op. cit, hal. 242. Ibid., hal. 244.
34
3. Pull marketing Menurut Nursal pull-marketing adalah bagaimana penyampaian produk politik dengan memanfaatkan media massa. Strategi seperti ini menitikberatkan pada pembentukan image politik yang positif. Roboniwitz dan Machdonald (1989) menganjurkan bahwa supaya simbol dan image politik dapat memiliki dampak yang signifikan, kedua hal tersebut harus mampu membangkitkan sentimen. Pemilih cenderung memilih partai atau kontestan yang memiliki arah yang sama dengan apa yang mereka rasakan. 20
I.5.2 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Otonomi daerah merupakan cikal bakal lahirnya Pilkada Langsung. Istilah otonomi secara etimologi berasal dari bahasa latin yakni autonomos/autonomia yang berasal dari dua kata autos berarti “sendiri’ dan nomos berarti “aturan”. Dalam UU No. 2 Tahun 1999 tercantum pengertian otonomi daerah pada pasal 1 butir h, yaitu: kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
I.5.2.1 Pengertian Pemilihan Kepala Daerah Langsung Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Langsung atau sering disebut Pilkada Langsung merupakan mekanisme demokratis dalam rangka rekrutmen pemimpin di daerah, dimana rakyat diberikan hak dan kebebasan sepenuhnya untuk menentukan calon kepala daerah yang dianggap mampu
20
Ibid., hal. 245
35
menyuarakan aspirasinya. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Langsung tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005 dan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). PP No. 6 Tahun 2005, Pasal 1 ayat 1 berbunyi : “Pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan/atau Kabupaten/Kota berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah.” Pilkada berupaya menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas dan memiliki aspekbilitas politik yang tinggi serta derajat legitimasi yang kuat, karena kepala daerah terpilih mendapat mandat langsung dari rakyat. Penerimaan yang cukup luas dari masyarakat terhadap kepala daerah terpilih sesuai dengan prinsip mayoritas perlu agar kontroversi yang terjadi dalam pemilihan dapat dihindari. Pada gilirannya, pemilihan kepala daerah secara langsung akan menghasilkan Pemerintahan Daerah yang lebih efektif dan efisien, karena legitimasi eksekutif menjadi cukup kuat, dan tidak gampang digoyang oleh legislatif. Selain itu, pemilihan kepala daerah secara langsung dapat menghindarkan politik praktis daerah dari aroma money politics. Tidak mungkin bagi calon kepala daerah, baik itu calon Gubernur atau Bupati/Walikota, untuk menyuap seluruh rakyat daerah tersebut yang berjumlah jutaan orang. Sedangkan jika tetap
36
memakai sistem perwakilan, money politics adalah sangat mungkin
karena
jumlah wakil rakyat daerah relatif sedikit. Bertambah luasnya ruang bagi partisipasi aktif rakyat daerah berarti semakin mendekatkan praksis politik di daerah dengan demokrasi ideal. Dengan pemilihan langsung, kepala daerah memiliki legitimasi demokrasi yang kuat. Di sisi lain, rakyat akan merasa lebih bertanggung jawab terhadap pilihannya. Rakyat tentunya tidak akan gegabah menentukan pemimpinnya karena pilihan tersebut akan menentukan masa depan daerahnya dan akan berimbas pada masa depan dirinya sendiri sebagai individu. Akuntabilitas kepala daerah benar-benar tertuju kepada rakyat, begitu pula sebaliknya. Relasi langsung ini akan lebih mendekatkan pemerintah dengan yang diperintah. Dengan kedekatan rasional ini, diharapkan penyaluran aspirasi rakyat akan semakin lancar dan setiap kebijakan pemerintah akan semakin mudah di kontrol. Pada akhirnya, konsep kedaulatan yang ada di tangan rakyat diharapkan bisa sepenuhnya teraktualisasi dalam politik praktis daerah.
I.5.2.2 Asas-Asas Pilkada Langsung Salah satu ciri sistem pilkada yang demokratis dapat dilihat dari asas-asas yang dianut. Asas adalah suatu pangkal tolak pikiran untuk sesuatu kasus atau suatu jalan dan sarana untuk menciptakan sesuatu tata hubungan atau kondisi yang kita kehendaki. 21 Asas pilkada adalah pangkal tolak pikiran untuk melaksanakan pilkada. Dengan kata lain, asas pilkada merupakan prinsip-prinsip atau pedoman yang harus mewarnai proses penyelenggaraan. Asas pilkada juga berarti jalan atau sarana agar pilkada terlaksanakan secara demokrasi. Dengan demikan, asas-asas 21
Supardi dan Syaiful Anwar, Dasar-dasar Perilaku Organisasi, Yogyakarta : UII Press, 2002, hal. 5.
37
pilkada harus tercermin dalam tahapan-tahapan kegiatan atau diterjemahkan secara teknis dalam elemen-elemen kegiatan pilkada. Asas yang dipakai dalam pilkada langsung sama persis dengan asas yang dipakai dalam pemilihan umum yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Rumusan mengenai asas-asas pilkada langsung tertuang dalam Pasal 56 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 dan ditegaskan kembali pada Pasal 4 Ayat 3 PP No. 6 Tahun 2005. Selengkapnya bunyi Pasal 56 Ayat (1) berbunyi : ”Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.” Dengan asas-asas tersebut, dapat dikatakan bahwa pilkada langsung di Indonesia telah menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku umum dalam rekrutmen pejabat publik atau pejabat politik yang terbuka. Adapun pengertian asas-asas tersebut adalah sebagai berikut : 1. Langsung Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. 2. Umum Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundangan, berhak mengikuti pilkad. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa dikriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial.
38
3. Bebas Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menetukan pilihan tanpa tekanan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati nurani dan kepentingannya. 4. Rahasia Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin dan pilihanya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapapun suaranya diberikan. 5. Jujur Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap penyelenggara pilkada, aparat pemerintah, calon/peserta pilkada, pengawas pilkada, pemantau pilkada, pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6. Adil Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap pemilih dan calon/peserta pilkada mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun. 22
I.5.2.3 Tahapan Kegiatan Pilkada Langsung Sesuai ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, tahapan pilkada secara langsung dibagi menjadi dua tahap, yaitu terdiri dari : (i) tahapan persiapan dan (ii) tahapan pelaksanaan. 22
Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, hal. 207-208.
39
Tahap pertama, yakni Tahap Persiapan, yang meliputi : (i) dalam tahap persiapan DPRD memberitahukan kepada kepala daerah maupun KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah; (ii) dengan adanya pemberitahuan dimaksud, kepala daerah berkewajiban untuk memyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan pertanggungjawaban (LKPJ) kepada DPRD; (iii) KPUD dengan pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang meliputi penetapan tatacara dan jadwal pelaksanaan pilkada, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan dan pendaftaran pemantauan; dan (iv) DPRD membentuk Panitia Pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri Kepolisian, Kejaksaan, Perguruan Tinggi, Pers dan Tokoh masyarakat. Tahap kedua, Tahap Pelaksanaan, yang meliputi : penetapan daftar pemilih pengumuman pendaftaran dan penetapan pasangan calon, kampanye, masa tenang, pemungutan suara, penghitungan suara, penetapan pasangan calon terpilih, pengusulan pasangan calon terpilih dan pengesahan serta pelantikan calon terpilih. 23
I.6. METODOLOGI PENELITIAN Kajian ilmu sosial terhadap satu fenomena sosial sudah tentu membutuhkan kecermatan. Sebagai suatu ilmu tentang metode atau tata cara kerja, maka metodologi adalah pengetahuan tentang tata cara mengkonstruksi
23
Leo Agustino, Pilkada Dan Dinamika Politik Lokal, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009, hal. 81.
40
bentuk dan instrument penelitian. Konstruksi teknik dan istumen yang baik dan benar akan mampu menghimpun data secara objektif, lengkap dan dapat dianalisa untuk memecahkan suatu permasalahan. Menurut Antonius Birowo, metodologi akan mengkaji tentang proses penelitian yaitu bagaimana peneliti berusaha menjelaskan apa yang diyakini dapat diketahui dari masalah penelitian yang akan dilakukan. 24
I.6.1 Metode Penelitian Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar teori diatas, penelitian ini memiliki tujuan metodologis, yaitu Deskriptif. Penelitian deskriptif adalah langkah-langkah melakukan reinterpretasi objektif tentang fenomena-fenomena sosial yang terdapat dalam masalah yang diteliti. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak menggunakan atau tidak melakukan pengujian hipotesa (seperti yang dilakukan pada penelitian eksplanatif) berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori. 25 Penelitian seperti ini juga biasanya dilakukan tanpa hipotesa yang dirumuskan terlalu ketat. Dengan kata lain, penelitian ini tidak menguji hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan, membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
24
Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta : Gintanyali, 2004, hal. 71-72. Sanafiah Faisal, Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 20. 25
41
secara sistematik, faktual dan akurat mengenai keadaan saat ini. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun peristiwa pada masa sekarang. Metode ini merupakan langkah-langkah melakukan representasi obyektif tentang gejala-gejala yang terdapat di dalam masalah yang diteliti. Ciri-ciri pokok penelitian yang menggunakan penelitian deskriptif adalah : 1. Memusatkan perhatian pada masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah-masalah yang bersifat faktual. 2. Menggambarkan
fakta-fakta
tentang
masalah
yang
diselidiki
sebagaimana adanya, diiringi dengan interpretasinasional yang memadai. Menurut Nasir, gambaran penelitian deskriptif adalah sebagai studi untuk menentukan fakta dengan interpretasi yang tepat. Melukiskan secara akurat sifatsifat dari beberapa fenomena individu atau kelompok, menentukan frekuensi terjadinya suatu keberadaan untuk meminimalkan bias dan memaksimalkan reabilitas. Analisisnya dikerjakan berdasarkan “exposy facto” yang artinya data dikumpulkan setelah semua kejadian berlangsung. 26
I.6.2 Jenis Penelitian Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi penelitian kualitatif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode deskriptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
26
Mohammad Nasir, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983, hal. 105.
42
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati 27. Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Dari pengertian diatas jelaslah bahwa penelitian kualitatif bersifat induktif, karena tidak dimulai dari hipotesa sebagai generalisasi, untuk diuji kebenarannya melalui pengumpulan data yang bersifat khusus. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi satu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia. Masalah yang akan diungkapkan dapat disiapkan sebelum mengumpulkan data atau informasi, akan tetapi mungkin saja berkembang dan berubah selama kegiatan penelitian dilakukan. Dengan demikian data/informasi yang dikumpulkan data terarah pada kalimat yang diucapkan, kalimat yang tertulis dan tingkah laku kegiatan. Informasi dapat dipelajari dan ditafsirkan sebagai usaha untuk memahami maknanya sesuai dengan sudut pandang sumber datanya. Maka informasi yang bersifat khusus itu, dalam bentuk teoritis melalui proses penelitian kualitatif tidak mustahil akan menghasilkan teori-teori baru, tidak sekedar untuk kepentingan praktis saja. Secara khusus penelitian deskriptif yang penulis gunakan dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Fakta atau data yang ada dikumpulkan, diklasifikasikan dan kemudian akan dianalisa. Pada penelitian deskriptif, penulis memusatkan perhatian pada penemuan fakta27
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1994, hal. 3.
43
fakta sebagaimana keadaan yang sebenarnya ditemukan. Karena itu dalam penelitian ini, penulis mengembangkan konsep dan menghimpun berbagai fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa. 28
I.6.3 Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi penelitian pada Kabupaten Nias.
I.6.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan sebuah penelitian, ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data antara lain wawancara (interview), observasi (observation), dan dokumentasi (documentation). Tatang M. Arifin mengatakan bahwa “data adalah segala keterangan atau informasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian.” Dengan demikian tidak semua informasi atau keterangan merupakan data, hanyalah sebagian saja dari informasi, yakni berkaitan dengan penelitian. Dalam suatu penelitian, disamping menggunakan metode yang tepat diperlukan pula kemampuan memilih dan bahkan juga menyusun teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik dan alat pengumpul data ini sangat berpengaruh terhadap obyektifitas hasil penelitian. Mempertimbangkan hal tersebut, dan keharusan untuk memenuhi validitas dan reabilitas dalam teknik pengumpulan datanya. Teknik ini adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan
28
Ibid., hal. 6.
44
termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan atau faktafakta yang diperlukan, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Data Primer: yaitu penelitian lapangan (field research), yaitu pengumpulan data dengan terjun langsung ke lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab langsung dengan informan yang mengetahui benar masalah yang diteliti, atau yang terlibat langsung dengan masalah yang diteliti. Sehingga dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci (key informan) adalah Tim Pemenangan Pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii dan Tokoh Masyarakat di Kabupaten Nias. Adapun yang menjadi informan kunci ini, antara lain : a. Hezaaro Gea, Ketua Tim Pemenangan pasangan Abdul Wahab Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii untuk wilayah Kabupaten Nias dan Wakil Sekretaris DPC Partai Demokrat Kabupaten Nias. b. Charisman
Harefa,
Tim
Pemenangan
pasangan
Abdul
Wahab
Dalimunthe – Raden Muhammad Syafii untuk wilayah Kabupaten Nias dan juga merupakan kader dari Partai Demokrat. c. Sitariman Lase, Tokoh Masyarakat di Kabupaten Nias dan juga Ketua dari Organisasi Datatuwu (organisasi masyarakat yang bergerak di bidang sosial politik dan adat-istiadat).
45
d. Yasato Harefa, Tokoh Masyarakat di Kabupaten Nias dan juga Ketua dari Forppem Nias (Forum Peduli Pembangunan Nias). 2. Data Sekunder, yaitu penelitian kepustakaan (Library research) yaitu dengan mempelajari buku-buku, jurnal, peraturan-peraturan, laporan-laporan serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
I.6.5 Teknik Analisa Data Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis analisa data kulitatif. Dalam analisis data kualitatif datanya tidak dapat dihitung dan berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun dalam bentuk angka-angka. 29 Disamping itu, penelitian ini bersifat deskripsi yang bertujuan memberikan gambaran mengenai situasi atau kejadian yang terjadi. Data-data yang terkumpul melalui wawancara dan dokumentasi kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada. Data-data tersebut diolah dan dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah yang akan diteliti.
I.7. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci, dan untuk mempermudah isi daripada skripsi ini, maka penulis membagi sistematika penulisan ke dalam 4 bab yaitu:
29
Ibid., hal. 108.
46
BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan yang akan dibahas, pembatasan masalah yang akan diteliti, tujuan mengapa diadakan penelitian ini, manfaat penelitian dan metode penelitian serta kerangka teori yang akan menjadi landasan pembahasan masalah. BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran dari lokasi penelitian di Kabupaten Nias antara lain berupa sejarah singkat kabupaten tersebut, kondisi geografis, demografi penduduk, dan lain sebagainya. BAB IV : HASIL DAN ANALISA DATA Pada bab ini data dan informasi disajikan dan dianalisis secara sistematis berdasarkan penelitian yang dilakukan. BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan. Pada bab ini juga akan terjawab pertanyaan tentang apa yang dilihat dalam penelitian yang dilakukan, serta berisi saran-saran, baik yang bermanfaat bagi penulis secara pribadi maupun bagi lembaga-lembaga yang tekait secara umum.
47