1
Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk yang padat di dunia, akan tetapi dalam hal kualitas sumberdaya manusia yang dapat diandalkan Indonesia masih sangat kurang. Kualitas sumberdaya manusia agar dapat bersaing, perlu adanya dengan lembaga-lembaga atau badan-badan yang bertujuan untuk mencetak tenaga kerja yang berkualitas karena pembangunan membutuhkan tenaga kerja yang memiliki ketrampilan yang dapat diandalkan dan dapat meningkatkan produktifitas. Sekolah
merupakan
sarana
pendidikan
dan
sebagai
wahana
pengembangan siswa yang banyak diminati oleh kalangan masyarakat, sehingga sekolah dituntut untuk dapat menciptakan out-put atau lulusan yang betul-betul berkualitas. Dengan demikian peran pendidikan di sekolahpun merupakan hal yang utama, dengan adanya pendidikan diharapkan mampu melahirkan calon-calon penerus masa depan yang berdedikasi tinggi, berkopenten, berkepribadian produktif, kreatif dan inivatif dalam menghadapi berbagai macam tantangan. Pendidikan Menengah Kejuruan merupakan sub sistem dari sistem pendidikan di sekolah yang secara khusus disiapkan untuk menghasilkan tenaga kerja terampil tingkat menengah untuk mengisi keperluan dunia usaha dan dunia industri. Pendidikan kejuruan memiliki tanggung jawab untuk
2
menghasilkan tenaga kerja profesional pada tingkat menengah yang berorientasi pada mutu lulusan. Sesuai dengan peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) bahwa “ Standar Kompetensi lulusan adalah kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan”. Sedangkan untuk Standar Kompetensi Kelulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan. Pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya, salah
satunya
yaitu
menguasai
kompetensi
program
keahlian
dan
kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya (E. Mulyasa, 2006:90). Siswa Sekolah Menengah Kejuruan merupakan tahap perkembangan pada masa remaja menurut pendapat Rousseau dalam Wasty Soemanto (1999: 98) bahwa: Tahap perkembangan masa ini berlangsung antara umur 15-20 tahun. Pada masa ini pribadi anak diwarnai oleh timbulnya dorongan seksual yang kuat. Pada anak mulai timbul minat dan perhatian terhadap orang lain yang berjenis kelamin lain. Pada tahap ini daya intelektualnya melunak, sedangkan dorongan jasmaniahnya cukup dominan. Anak mulai menggembangkan nilai-nilai moral serta berusaha mengenal hakikat sesuatu. Karena minat sosialnya mulai tumbuh, maka anak mulai belajar bertindak untuk perbaikan bagi orang lain ataupun bagi dirinya sendiri. Mulai dari kelas I siswa diberikan mata pelajaran kewirausahaan akan tetapi untuk kelas II dan kelas III langsung pada pemberian prakteknya saja. Pada
3
tahap perkembangan ini diharapkan siswa kelas III memiliki bekal pengetahuan mengenai usaha yang akan dirintis dan lingkungan usaha yang ada, bekal pengetahuan tentang peran dan tanggung jawab, bekal managemen dan organisasi bisnis dan bekal ketrampilan konseptual mengatur strategi dan resiko, bekal ketrampilan kretif menciptakan nilai tambah, bekal ketrampilan memimpin dan mengelola, bekal komunikasi dan interaksi, bekal teknik usaha yang akan dilakukan, Sehingga siswa kelas III sudah siap untuk berwirausaha. Kesiapan berwirausaha siswa merupakan hal yang terpenting bagi Sekolah Menengah Kejuruan. Kesiapan merupakan kemauan, keinginan atau kemampuan untuk mengusahakan suatu pekerjaan tertentu dan hal tersebut tergantung pada tingkat kematangan, pengalaman masa lalu, keadaan mental dan emosi dari orang yang belajar. Faktor utama dalam kesiapan yaitu pengalaman, pendidikan dan motivasi sedangkan kesiapan itu sendiri terbentuk dari tiga aspek yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sifat pendidikan untuk mempersiapkan tenaga kerja, maka dari itu dengan sendirinya orientasi pendidikan tertuju pada kualitas out-put atau lulusannya. Namun nampaknya harapan tersebut belum terpenuhi sepenuhnya dengan adanya kenyataan siswa SMK belum siap untuk memasuki dunia kerja maupun menciptakan lapangan kerja sendiri atau berwirausaha. Hal ini dimungkinkan karena siswa yang berprestasi cenderung lebih memilih melanjutkan keperguruan tinggi daripada
4
terjun kedunia kerja atau dunia industri. Selain itu masih banyaknya siswa yang lebih memilih bekerja pada orang lain. SMK merupakan sekolah yang berorientasi pada dunia kerja. Lulusan SMK ini dipersiapkan dan diharapkan untuk menghasilkan atau mencetak tenaga kerja tingkat menengah yang memiliki ketrampilan yang dapat diandalkan sesuai dengan jurusannya atau bidangnya masing-masing yang sesuai dengan misinya yaitu menghasilkan tenaga kerja tingkat menengah, maka kesiapan kerja dari siswa sangat penting, baik dalam arti kesiapan kerja industri maupun kesiapan mandiri atau berwirausaha hal itu mungkin dipengaruhi oleh kurangnya bekal ketrampilan yang dimiliki oleh siswa. Masalah yang timbul saat ini adalah banyaknya pengangguran dikalangan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan. Pengangguran dikalangan sekolah menengah antara lain muungkin disebabkan oleh kenyataan-kenyataan yang terjadi sekarang ini yaitu masih rendahnya motivasi berwirausaha, belum terciptanya sikap mandiri dan yang terpenting adalah belum siapnya lulusan Sekolah Menengah Kejuruan untuk berwirausaha. Menjadi seorang wirausaha diperlukan beberapa ketrampilan antara lain Conceptual skills (ketrampilan berfikir kreatif), Managerial skills (ketrampilan manajerial), Decision making skills (ketrampilan dalam pengambilan keputusan), Human skills (ketrampilan dalam berelasi atau bergaul), ketrampilan dalam kepemimpinan (Wasty Soemanto, 1999:63-77). Bekal ketrampilan dan pengetahuan tidak hanya diperoleh dari lingkungan
sekolah.
Lingkungan
keluarga
mempunyai
peran
dalam
5
mempersiapkan siswa untuk menjadi seorang yang siap berwirausaha. Peranan orang tua diperlukan hingga anak yang dididik mampu berdiri di atas kaki sendiri, sanggup menolong diri-sendiri di dalam menghadapi permasalahan hidup serta dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang tua hendaknya menciptakan situasi belajar berwirausaha di lingkungan keluarga, orang tua hendaknya mempunyai bekal menimal mengenai usaha-usaha wiraswasta atau bidang-bidang wiraswasta. Di lingkungan keluarga orang tua harus mampu menciptakan hubungan yang erat dan serasi antara orang tua dan anak, antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya. Dengan adanya hubungan yang erat dan serasi antar anggota keluarga, maka akan saling terbuka dan saling mengenal. Mereka akan suka dan mampu untuk menggunakan setiap kesempatan untuk bertukar pikiran dan pendapat. Mereka akan siap untuk mendiskusikan masalah serta kebutuhan dari masing-masing anggota keluarga, ataupun mengenai masalah dan kebutuhan rumah tangga pada umumnya. Suasana pergaulan semacam itu merupakan kondisi yang baik bagi keluarga untuk mendidik anak menjadi seorang wirausaha. Kesiapan berwirausaha siswa tidak lepas pula dari lingkungan masyarakat atau tempat tinggal siswa. Masyarakat merupakan kelompok individu dengan taraf hidup dan peranan yang berbeda-beda. Masyarakat menjadi ajang terjadinya berbagai peristiwa yang saling berpengaruh terhadap pola-pola tingkah lakudan kehidupan manusia.
6
Dengan usaha berwirausaha para siswa dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan diharapkan dapat mengembangkan diri dengan keadaan atau tuntutan dunia kerja saat ini. Selain itu berusaha merealisir potensi dengan usaha mandiri sebagai wirausaha yang bukan hanya menunggu lowongan pekerjaan yang bisa dimasukinya. Siswa yang siap berwirausaha hendaknya benar-benar siap dalam bidangnya. Dari uraian di atas menunjukkan adanya kesenjangan antara kemampuan yang dibutuhkan dunia kerja dengan kemampuan yang dimiliki oleh lulusan sekolah kejuruan sehingga terjadi banyak pengangguran. Terjadinya kesenjangan ini tentunya tidak lepas dari bekal ketrampilan yang dimiliki oleh siswa.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan permasalahannya sebagai berikut: 1. Banyaknya siswa yang belum siap untuk berwirausaha. 2. Kesiapan berwirausaha dipengaruhi oleh ketrampilan yang dimiliki. 3. Kesiapan berwirausaha dipengaruhi oleh bekal pengetahuan yang dimiliki. 4. Siswa yang siap berwirausaha harus mengetahui usaha yang akan dirintis. 5. Kesiapan berwirauaha dipengaruhi oleh masa perkembangan usia dan latar belakang keluarga.
7
C. Pembatasan masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka dalam penelitian ini, hanya dibatasi pada kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi managerial skill, conceptual skills, human skills, decision making skills dan kompetensi kepemimpinan siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi managerial skills? 2. Bagaimana pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi conceptual skills? 3. Bagaimana pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi human skills? 4. Bagaimana pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi decision making skills? 5. Bagaimana pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi kepemimpinan?
8
6. Bagaimana pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga tentang kesiapan berwirausaha di SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta? E. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan berwirausaha siswa kelas III Program Studi Tata Boga dilihat dari ketrampilan managerial skill (managerial skills), ketrampilan konseptual (conceptual skills), ketrampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan berelasi (human skills), ketrampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan (decision making skills), dan ketrampilan kepemimpinan.
F. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis yaitu melalui sumbangan teori dan analisanya untuk kepentingan dimasa yang akan datang. 2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk pihak sekolah. Khususnya guru untuk lebih memperhatikan kesiapan berwirausaha siswa.
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
G. Deskripsi Teori 1. Sekolah Menengah Kejuruan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan bagian dari pendidikan menengah adalah pendidikan yang bertujuan melanjutkan dan mengembangkan pendidikan dasar serta menyiapkan siswa menjadi aggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya serta dapat menggembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pengertian pendidikan kejuruan menurut beberapa ahli pendidikan kejuruan yang dikutip Soeharto (1988) yaitu; (a) Smith Hughes Act (1917), bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan khusus yang program-programnya dipilih untuk siapapun yang tertarik untuk mempersiapkan diri bekerja sendiri atau bekerja sebagian dari satu kelompok. (b) Ralp C. Wanrich dan William Wanrich (1917) membedakan istilah kejuruan adalah untuk pendidikan persiapan untuk bekerja yang dilakukan di sekolah menengah sedangkan pendidikan professional adalah pendidikan persiapan kerja yang dilakukan di perguruan tinggi. (c) Thomas H. Arcy (1986) memberi pengertian bahwa pendidikan kejuruan sebagian program-program pendidikan yang terorganisasi yang berhubungan langsung dengan persiapan individu untuk bekerja mendapat upah ataupun bekerja tanpa upah atau persiapan tambahan suatu karir dan (d) Bradly Curtis H dan Friedenberg (1976) memberikan pengertian pendidikan kejuruan adalah training atau retraining mengenai persiapan siswa dalam pengetahuan, ketrampilan atau sikap yang diperlukan untuk dapat bekerja dan
10
mempengaruhi keahlian serta pengembangan lanjut dalam pekerjaan sebelum tingkat sarjana muda. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah sekolah yang mengembangkan dan melanjutkan pendidikan dasar dan mempersiapkan siswanya untuk dapat bekerja, baik kerja sendiri (wirauasaha) atau bekerja sebagian dari kelompok sesuai bidangnya masing-masing. Selain itu SMK adalah tempat untuk mempersiapkan siswa dalam hal pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diperlukan untuk dapat bekerja dan mempengaruhi keahlian serta pengembangan lanjut dan pekerjaan.
2. Pendapat siswa Pengertian pendapat menurut kamus besar Bahasa Indonesia mempunyai arti : a) pikiran atau tanggapan, b) buah pikiran atau perkiraan tentang suatu hal seperti orang atau peristiwa, c) orang yang mula-mula mendapatkan sesuatu yang tadinya belum ada atau belum diketahui dan d) kesimpulan sesudah mempertimbangkan menyelidiki, mengalami dan sebagainya. Menurut Abu Ahmadi (1992: 26) pendapat adalah suatu hasil pekerjaan pikir yang meletakkan hubungan antara tanggapan yang satu dengan yang lain yang dinyatakan dalam suatu kalimat, sedangkan siswa adalah warga belajar atau seseorang yang sengaja datang untuk mencari, menerima dan menyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
11
Sedangkan menurut Alo Liliwen (1997:41) pendapat didefinisikan sebagai sebagai gambaran mengenai pengalaman seseorang terhadap obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh degan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan maupun persepsi tentang obyek tersebut. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapat siswa adalah suatu gambaran atau pemberian arti dari suatu hal atau kejadian yang didasarkan pada pengalaman atau apa yang diketahui oleh siswa.
3. Kesiapan Berwirausaha Secara sederhana pengertian kesiapan (readiness) merupakan suatu titik kematangan untuk menerima dan mempraktekkan tingkah laku tertentu (Dali Gulo 1984: 240). Menurut Page Thomas yang dikutip oleh Agus Budiman (1992) mengemukakan bahwa kesiapan diartikan sebagai kondisi fisiologis seseorang yang siap menangani sesuatu. Hal ini berarti kesiapan dapat dipandang sebagai suatu karakteristik tertentu yang diperlukan seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu atau kesiapan menunjukkan keadaaan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang dalam kaitannya dengan keadaan berikutnya yang akan dicapai. Sedangkan menurut Sukirin (1975: 3) bahwa kesiapan terhadap suatu obyek atau pekerjaan akan terbentuk jika sudah mencapai suatu perpaduan
12
antara tingkat kematangan, pengalaman serta keadaan mental dan emosi yang serasi. Tingkat kematangan banyak dipengaruhi oleh usia dan fisik, tingkat kematangan merupakan proses perkembangan fisik dan mental sehingga siap digunakan. Pengalaman yaitu pengalaman yang diperoleh baik yang sengaja maupun yang tidak disengaja sehingga membentuk kesiapan. Keadaan mental yang serasi yaitu keadaan yang meliputi sikap kritis, memiliki pertimbangan yang logis dan obyektif. Dengan kata lain kesiapan dipengaruhi oleh faktor kematangan usia dan fisk. Pendapat lain mengemukakan bahwa kesiapan adalah kondisi seseorang yang mengandung atau terdiri dari waktu tertentu (Modifikasi La Pierre yang ditulis oleh Syaifudin Azwar, 1995: 5) yaitu: Dalam hal ini La Pierre mengatakan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk berinteraksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial intuk berinteraksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Kemampuan dapat diperoleh melalui kegiatan belajar yang mencakup ranah konitif, afektif dan psikomotorik dalam rangka mendidik siswa menjadi seutuhnya. Antara kesiapan dan kemampuan memiliki pengertian yang hampir sama Suharsimi (1983) menyatakan kesiapan hampir sama dengan kemampuan atau kompetensi Ccoper dan Weber yang dikutip oleh Lina Pangaribuan (1994) menyatakan bahwa kompetensi itu harus memenuhi tiga kriteria yaitu; (1) pengetahuan, untuk mengatur kemampuan kognitif, (2) penampilan, untuk mengatur tingkah laku, (3) hasil untuk mengukur kemampuan pengetehuan berkaitan dengan hasil
13
belajar dari ranah kognitif, penampilan merupakan hasil belajar psikomotorik. Salah satu tujuan pendidikan di SMK menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja tingkat menengah untuk mengisi kebutuhan dunia usaha dan industri sesuai dengan persyaratan yang dituntut oleh dunia kerja. Tenaga kerja tingkat menengah umumnya sesuai dengan jabatan atau sama dengan teknisi jika di industri. Dalam kaitannya dengan kebutuhan di lapangan, pendidikan kejuruan hendaknya memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Hal ini dimaksudkan jika pengetahuan dan ketrampilan diberikan di sekolah identik dengan apa yang ada di lapangan maka siswa diharapkan dapat beradaptasi dan memiliki kesiapan untuk menghadapi pekerjaan. Dengan demikian bekal yang diberikan pada siswa di sekolah sebagai seorang calon tenaga kerja tingkat menengah meliputi kemampuan baik secara teori maupun ketrampilan. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa ketrampilan merupakan salah satu unsur yang membentuk kesiapan siswa untuk berwirausaha. Dari bahasan tersebut dapat diartikan bahwa kesiapan merupakan kemauan, keinginan dan kemampuan untuk mengusahakan sesuatu tergantung pada tingkat kematangan, pengalaman, keadaan mental dan emosi seseorang. Berdasarkan uraian tersebut, maka kesiapan akan terbentuk apabila telah tercapai perpaduan antara tingkat kematangan, pengalaman, mental dan emosi yang serasi.
14
Istilah wiraswasta berasal dari bahasa Sansekerta yaitu; wira, swa dan sta. wira berarti berani, swa berarti sendiri dan sta berarti berdiri. Dengan demikian wiraswasta dapat diartikan berani berdiri sendiri. Orang yang berani atau mampu berdiri sendiri berarti mampu mengambil keputusan sendiri, mampu menetapkan tujuan yang ingin dicapai atas dasar pertimbangan sendiri. Dari arti wiraswasta tersebut dapat dilihat bahwa wiraswasta atau wirausaha adalah usaha yang dilakukan seseorang yang berani berdiri sendiri, dengan kata lain wirausaha adalah usaha yang dicptakan sendiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki untuk lapangan pekerjaan sendiri serta orang lain yang dapat ditampungnya. Amin Aziz (1987: 41) memberikan pengertian bahwa wiraswasta adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk melakukan semua atau beberapa fungsi
kewiraswastaan. Sedangkan
kewiraswastaan
atau
wirausaha adalah kegiatan sosial yang polanya memiliki ciri-ciri wiraswasta.
Dengan
demikian
wiraswasta
merupakan
perilaku
kewiraswastaan yang diwujudkan dalam pekerjaan seseorang dan mempunyai ciri-ciri wiraswasta. Sedangkan menurut dan Steihoff dan John F. Burgess dalam Suryana (2001: 5) bahwa wirausaha adalah: Orang yang mengorganisir, mengelola, dan berani menanggung resiko untuk menciptakan usaha baru dan peluang usaha. Sedangkan menurut Meredith dalam Suryana (2001: 7) berwirausaha berarti memadukan perwatakan pribadi, keuangan dan sumber daya. Oleh karena itu, berwirausaha merupakan sebuah pekerjaan atau karier yang harus bersifat fleksibel dan imajinatif, mampu merecanakan, mengambil resiko, mengambil keputusan-keputusan dan tindakantindakan untuk mencapai tujuan.
15
Dari pendapat di atas, dapat dikatakan berwirausaha adalah orang yang berani dan mampu membuat keputusan sendiri dan dapat melaksanakannya untuk mencapai tujuan yang diiginkan dengan usaha yang diciptakannya sendiri sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dapat disimpulkan bahwa kesiapan berwirausaha berarti kemampuan yang didapat dan perpaduan antara tingkat kematangan, pengalaman, mental dan emosi yang serasi untuk mengusahakan suatu kegiatan (berwirausaha). Tingkat kematangan tersebut dipengaruhi oleh usia dan fisik.
4. Kompetensi Siswa a. Kompetensi Managerial Skills Managerial skills adalah ketrampilan mengatur dan mengelola potensi diri sendiri serta kemampuan untuk melakukan koordinasi dengan sesama anggota tim. Termasuk didalamnya kemampuan dalam membuat rencana kerja, menentukan tujuan, memantau kinerja, memonitor perkembangan dan memastikan pekerjaan telah dilakukan dengan benar (lifestyle: 2001 dalam http/:www.karir-Astaga!com). Menurut Sirod Hantoro (2006: 36-37) wirausahawan tidak selamanya bekerja sendiri, ia sering berhadapan dengan orang lain dan material usaha. Oleh karena itu, siswa yang siap berwirausaha dituntut memiliki ketrampilan managerial sebagai berikut:
16
1) Siswa harus terampil dalam perencanaan. Setiap perencanaan pasti mempunyai sasaran. Sasaran harus dirumuskan dengan jelas, kemudian kegiatan-kegiatan yang dilakukan harus mencapai suatu tujuan. Seorang wirausahawan tidak mungkin melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan tanpa mengadakan perencanaan yang matang. 2) Siswa yang siap berwirausaha harus mampu memberikan dorongan dan motivasi kerja kepada orang yang diajak bekerja. 3) Siswa harus mampu mengkoordinasi pelaksanaan tugas dan pekerjaan dari orang-orang atau bagian-bagian sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran dalam bekerja. 4) Siswa yang siap berwirausaha hendaknya mampu mengawasi pekerjaan yang telah diberi kepercayaan. Dengan adanya pengawasan diharapkan mereka mampu bekerja dengan terarah. 5) Siswa yang siap berwirausaha hendaknya mampu mengadakan penelitian secara terus-menerus terhadap pelaksanaan dan prestasi yang dicapai oleh para pelaksana pekerja, guna meningkatkan hasil kerja. Secara lebih rinci menurut Wasty Soemanto (1999:74-75) managerial skills atau ketrampilan managerial yaitu kemampuan mengelola segenap sumber, baik sumber-sumber material maupun sumber-sumber personal untuk mencapai sukses hidup, ketrampilan managerial tersebut meliputi; 1. Siswa harus terampil dalam perencanaan dan mempunyai tujuan tujuan sendiri yang harus dirumuskan dengan jelas, setelah itu harus dipersiapkan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan trsebut, kegiatan-kegiatan itu sendiri di samping berorientasi pada tujuan juga berorientasi pada biaya, tenaga, dan juga waktu. Penyusunan hal-hal ini memerlukan perencanaan yang cermat, dan ini menjadi tuntutan yang penting bagi seorang wirausaha. 2. Siswa harus terampil dalam pengorganisasian karena dalam melaksanakan kegiatan orang sering memerlukan partisipasi dari orang lain. Sehingga seorang wirausaha harus mampu mengorganisir pelaksanaan tugas dan kegiatan-kegiatan sedemikian rupa, sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal. 3. Siswa harus dapat memberikan motivasi kerja terhadap orang lain yang diajak bekerja sama. 4. Siswa harus mampu mengkoordinir pekerjaan dari bagian-bagian sehingga tidak terjadi kesimpang siuran dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan dari orang-orang atau bagian-bagian, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran dalam pelaksanaan tugas-tugas.
17
5. Siswa mampu mengadakan pengawasan kerja oleh orang-orang yang telah diberi kepercayaan olehnya. Dalam pengawasan ini juga dilakukan kegiatan-kegiatan pembinaan atau pengendalian, sehingga semua orang dapat bekerja dengan terarah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 6. siswa harus mampu mengadakan penilaian terus-menerus terhadap pelaksanaan dan prestasi yang dapat dicapai oleh para pelaksana kerja sehingga dengan demikian ia dapat mengadakan usaha-usaha peningkatan hasil atau produksi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa managerial skills atau ketrampilan managerial adalah kemampuan untuk mengatur dan mengelola potensi diri sendiri dan orang lain. Bahwa tidak selamanya seorang wirausaha harus bekerja sendiri, melainkan harus pula bekerja dengan orang lain. Dari beberapa ketrampilan managerial yang harus dimiliki terlihat jelas bahwa seorang siswa yang siap berwirausaha harus mampu menjalankan ini semua demi kesuksesan dalam usaha.
b. Kompetensi Conceptual skills Ketrampilan conceptual yaitu ketrampilan untuk berfikir kreatif. Jiwa kewirausahaan itu didukung oleh cara-cara berfikirnya yang kreatif. Pemikiran kreatif itu sendiri didukung oleh dua hal yaitu pengerahan daya imajinasi dan proses berfikir secara ilmiah (Wasty Soemanto 1999:63) Sedangkan menurut Jonathan Sarwono (2001: 6) conceptual skills atau berfikir kreatif adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan gagasan, solusi dan strategi yang baru terhadap segala tantangan yang muncul. Orang yang berfikir positif dapat
18
diandalkan dalam memberikan saran-saran dan cenderung mengetahui tujuan mereka. Dengan adanya ketrampilan conceptual skills maka siswa siap untuk berwirausaha. Siswa mampu berfikir kreatif menciptakan ide-ide baru mengenai usaha yang akan dirintis dan mampu berfikir kreatif mengambil keputusan dalam menyelesaikan masalah yang akan dihadapi.
c. Kompetensi Human Skills Human skills adalah ketrampilan kontak sosial dengan seluruh individu didalam kelompok (lifestyle: 2001 dalam http:/www.karirAstaga!com). Termasuk kemampuan untuk berkomunikasi, saling menghargai
pendapat
orang
lain,
dan
kemampuan
menjaga
kekompakan dengan anggota tim. Hal tersebut di atas menuntut bagi siswa untuk mampu membentuk hubungan baik dengan orang lain, untuk mampu menyakinkan dan memimpin orang lain serta menyampaikan ide-ide. Sedangkan menurut Sirod Hantoro (2005: 37) Human skills yaitu ketrampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan berelasi. Sehingga sebagai siswa yang siap untuk berwirausaha harus pandai bergaul sehingga dapat mengenal pribadi orang lain. Agar memperoleh kawan yang baik dan dapat bergaul secara efektif.
19
Untuk memperoleh kawan tersebut seorang siswa yang siap berwirausaha hendaknya menghormati kepentingan orang lain dengan memberikan kesempatan untuk maju atau unjuk diri, menghargai pendapat orang lain, menghargai ambisi orang lain dan harus menggunakan aturan main yang wajar sehingga memungkinkan terjadi persaingan yang sehat, memberikan pelayanan yang baik kepada orang lain ketika orang lain membutuhkan pelayanan dan mempunyai penampilan
yang
menyenangkan
orang
lain,
penampilan
ini
menyangkut perkataan, pantomimik, cara berpakaian dan perilaku.
d. Kompetensi Decision Making Skills Decision making skills yaitu ketrampilan dalam mengambil keputusan. Seorang wirausaha harus pandai dalam mengambil keputusan. Keputusan merupakan suatu hasil penilaian dan hasil pemilihan alternatif-alternatif (Sirod Hantoro 2005: 32). Seorang siswa yang siap berwirausaha harus mampu membuat keputusan dan bertindak efektif. Langkah dalam pengambilan keputusan untuk memecahkam persoalan meliputi (1) mengenali persoalan secara umum, (2) menentukan fakta-fakta penting yang berkaitan, (3) mengidentifikasi masalah yang ada, (4) mengidentifikasi masalah yang terkait, (5) mencari penyebab masalah tersebut, (6) mempertimbangkan berbagai kemungkinan jalan keluar dari problem tersebut, (7) memilih jalan keluar yang paling bisa dilaksanakan, (8)
20
melaksanakan cara penyelesaikan, (9) memeriksa apakah sudah dilaksanakan dengan tepat. Keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, untuk mempertegas hal ini menurut Davis dalam Ibnu Syamsi (2000: 3) bahwa: Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Dalam hal ini Davis mengatakan suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan: tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dibicarakan dalam hubungannya dalam perencanaannya. Keputusanpun dapat merupakan tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula. Keputusan yang baik pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat rencana dengan baik pula. Selanjutnya Ibnu Syamsi (2000:5) bahwa pengambilan keputusan (Decision making) merupakan tindakan pimpinan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui
pemilihan
satu
diantara
alternatif-alternatif
yang
dimungkinkan. Memang pada hakikatnya pembuatan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi, dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Seperti yang dituangkan Terry dan Siangian dalam Ibnu Syamsi (2000: 5) mendefinisikan bahwa:
21
Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif yang lebih. Decision making can be devided as the selection of one behavior alternatif from two or more possible alternatif. Pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Dari
pengertian-pengertian
di
atas
tentang
pengambilan
keputusan dapat ditarik kesimpulan, bahwa keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Masalah yang dihadapi terlebih dulu harus diketahui dan dirumuskan pemilihan alternatif-alternatif terbaik dari alternatif-alternatif yang disajikan. Adapun tujuan pengambilan keputusan itu bersifat tunggal, dalam arti bahwa sekali diputuskan, tidak akan ada kaitannya dengan masalah lain.
e. Kompetensi Kepemimpinan Cara seorang pemimpin mempengaruhi bawahan dapat bermacam-macam antara lain dengan memberikan gambaran tentang masa depan yang lebih baik, memberikan perintah, imbalan, wewenang,
mempercayai
bawahan,
memberikan
kesempatan
mewakili, mengajak, membujuk, meminta saran dan pendapat, meminta pertimbangan, memberi kesempatan berperan, memenuhi keinginan, memberi motivasi, membela, mendidik, membimbing, memberi
petunjuk,
menegakkan
disiplin,
memberi
teladan,
22
menciptakan perubahan, mendorong, memberi ancaman dan hukuman dll. Seperti yang diungkapkan Agarwal dalam Sutarto (1991:24) bahwa: Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk mengarahkan kemampuan mereka, kemampuan dan usaha mereka untuk mencapai tujuan pimpinan. Selanjutnya Sutarto (1991:25) memberikan kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan rangkaian penataan beberapa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada prinsipnya kepemimpinan yaitu kualitas tingkah laku seseorang yang mempengaruhi tingkah laku orang lain atau kelompok orang, sehingga mereka bergerak kearah tercapainya tujuan bersama (Sirod Hantoro 2005:34). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan kepemimpinan sangat diperlukan bagi siswa agar siap untuk berwirausaha, karena seorang wirausaha harus bekerja sama dengan orang lain.
H. Kerangka Berfikir Kompetensi merupakan kecakapan atau ketrampilan yang harus dimiliki, yang digunakan untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan. Kompetensi bagi siswa SMK sangat diperlukan karena mereka disiapkan untuk mampu
23
berwirausaha. Maka dari itu siswa kelas III harus sudah siap untuk berwirausaha. Kesiapan berwirausaha itu sendiri merupakan kemampuan yang didapat dari perpaduan antara tingkat kematangan, pengalaman, mental dan emosi yang serasi untuk melakukan usaha berwirausaha. Kesiapan berwirausaha yang baik tersebut harus memiliki kompetensi yang meliputi managerial skills, conseptual skills, human skills, decision making skills dan kompetensi kepemimpinan. Sesuai dengan peraturan pemerintah No19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) bahwa “ Standar Kompetensi lulusan adalah kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan”. Sedangkan untuk Standar Kompetensi Kelulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan. Pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya, salah satunya yaitu menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya. Namun dalam kenyataannya siswa SMK belum siap untuk memasuki dunia kerja maupun menciptakan lapangan kerja sendiri atau berwirausaha. Selain itu banyaknya pengangguran dikalangan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan. Hal ini dimungkinkan karena siswa yang berprestasi cenderung
24
lebih memilih melanjutkan keperguruan tinggi daripada terjun kedunia kerja atau dunia industri. Selain itu masih banyaknya siswa yang memilih bekerja pada orang lain. Maka dari itu dengan adanya ketrampilan yang diharapkan sebagai bekal siswa untuk siap berwirausaha. Dengan demikian siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Yogyakarta siap untuk berwirausaha. Dari dasar pemikiran di atas berikut :
dapat dituangkan dalam bentuk gambar sebagai
25
Siswa memiliki latar belakang keluarga yang berbeda-beda, antara lain pendidikan orang tua, pekerjaan, tempat tinggal dan lain-lain. Siswa kelas III Program Studi Tata Boga diharapkan sudah memiliki bekal ketrampilan meliputi: managerial skills, conceptual skills, human skills, decision making skills, kompetensi kepemimpinan sehingga siap berwirausaha.
Kondisi riil
Harapan Idealnya
Ketrampilan merupakan bekal bagi siswa untuk berwirausaha
Siswa belum siap untuk berwirausaha
Solusi
Ketrampilan yang diberikan sekolah kepada siswa dijadikan bekal untuk berwirausaha. Managerial skills
Conceptual skills
Human skills
Decision making skills
Kompetensi kepemimpinan
Kesiapan berwirausaha siswa kelas III Program Studi Tata boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Output
Kelas III Program Studi Tata Boga memiliki bekal ketarmpilan
Outcome
Siswa lulusan SMK Program Studi Tata Boga mampu berwirausaha
Gambar 1. Kerangka Berfikir Keterangan : : Bagian yang diteliti : Bagian yang tidak diteliti
I. Penelitian yang Relevan I Gusti M. (2003) tentang “Kesiapan Berwirausaha Siswa Kelas III Jurusan Mesin Bidang Keahlian Teknik Mesin Perkakas SMKN 3 Yogyakarta”menyimpulkan bahwa pengetahuan kewiraswastaan yang dimiliki
26
siswa masih perlu ditingkatkan untuk menunjang siswa yang lulus bila nantinya hendak berwiraswasta. Oleh karena itu siswa SMKN 3 Yogyakarta jurusan mesin perkakas masih memerlukan perhatian secara sungguh-sungguh sehingga dapat meningkatkan kesiapan berwiraswasta siswa. Dengan berwiraswasta lulusan SMK diharapkan mampu untuk membuka lapangan kerja minimal untuk dirinya sendiri, mengingat keterbatasan daya tampung kerja.
J. Pertanyaan yang Relevan Adapun pertanyaan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi managerial skills? 2. Bagaimana pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi conceptual skills? 3. Bagaimana pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi human skills? 4. Bagaimana pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi decision making skills? 5. Bagaimana pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi kepemimpinan?
27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Penelitian pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan atau mencari fakta-fakta dan keterangan secara faktual sesuai dengan kondisi yang ada. Berdasarkan tujuannya, maka penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang bersifat eksploratif, karena tujuannya untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena secara menyeluruh dan hasilnnya menjelaskan kesiapan berwirausaha siswa Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta.
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di “SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta” Program Studi Tata Boga. Lokasi sekolah yang dijadikan tempat penelitian ini terbagi dalam 3 wilayah antara lain Kota Yogyakarta yaitu SMKN 4 dan SMKN 6, Bantul yaitu SMKN 1 dan Sleman yaitu SMKN 2.
28
2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2008 hingga bulan April 2008.
C. Populasi dan Sampel Populasi menurut Sugiyono (2002:55) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Program Studi Tata Boga. Populasi berjumlah 420 siswa. Dipilihnya kelas III karena siswa kelas III hampir selesai masa belajarnya dan sudah pernah menerima mata pelajaran kewirausahaan dan praktek usaha boga dikelas I dan II sehingga siswa dirasa mampu untuk membuka usaha atau berwirausaha. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2002: 56) dalam penelitian ini teknik sampel yang digunakan adalah proporsional random sampling. Proporsional karena pengambilan subyek dari setiap kelas sebanding. Random adalah menganggap semua obyek mempunyai hak yang sama memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel. Penetapan sampel yang diambil, peneliti berdasarkan pendapat Suharsimi Arikunto (2002:112) apabila subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
29
Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih. Pengambilan
sampel
dalam
penelitian
ini
dilakukan
dengan
Nomogram Harry King dengan taraf kesalahan 5% atau tingkat kepercayaan 95%. Menurut Nomogram Harry King dari jumlah populasi 420 siswa dengan persentase sampelnya sebesar 37%, sehingga sampel minimal yang diambil untuk penelitian ini sebanyak 420 x 0,37 = 155 siswa. Sampel tersebut diperoleh dari menarik angka 420 melewati taraf kesalahan 5%, maka akan ditemukan titik 37%. Berikut ini merupakan tabel jumlah populasi dan sampel. Tabel 1. Jumlah Populasi dan Sampel Siswa SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta Program Studi Tata Boga. Nama SMKN di DIY SMKN 6 yogyakarta Boga I Boga II Boga II SMKN 4 yogyakarta Boga I Boga II Boga II Boga IV SMKN 2 godean Boga I Boga II SMKN 1 sewon Boga I Boga II Boga II Jumlah
Populasi
Sampel
36 36 36
13 13 13
34 34 34 34
13 13 13 13
34 34
13 13
36 36 36 420
13 13 13 156
D. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini merupakan factor-faktor yang bervariasi dan dijadikan sebagai titik perhatian atau fokus dalam suatu penelitian.
30
Berdasarkan penelitian di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian ini terdapat satu variabel yaitu; Kesiapan berwirausaha siswa kelas III Program Studi Tata boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan indikator meliputi : kompetensi managerial skills, conceptual skills, human skills, decision making skills dan kompetensi kepemimpinan.
E. Definisi Operasional Variabel Pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta tentang kesiapan berwirausaha adalah gambaran atau pemberian arti dari suatu hal atau kejadian yang berdasarkan kemampuan yang didapat dan perpaduan antara tingkat kematangan, pengalaman, mental dan emosi yang serasi untuk mengusahakan suatu kegiatan atau berwirausaha dengan kompetensi antara lain yaitu: 1. Managerial skills yaitu kemampuan untuk mengatur dan mengelola potensi diri sendiri dan orang lain. 2. Conceptual skills yaitu kemampuan untuk menciptakan gagasan, solusi dan strategi yang baru terhadap segala tantangan yang muncul. 3. Human
skills
yaitu
kemampuan
untuk
memahami,
mengerti,
berkomunikasi dan berelasi. 4. Decision making skills yaitu ketrampilan dalam mengambil keputusan. 5. Kompetensi kepemimpinan yaitu kemampuan mempengaruhi tingkah laku orang lain atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
31
F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan peneliti untuk mendeteksi data. Melalui instrumen, peneliti dapat mengumpulkan data yang berkaitan denan permasalahan penelitian, sehingga pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dan dalam arti cermat, lengkap dan sistematis agar lebih mudah untuk diolah. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengukuran secara langsung kepada responden dengan menggunakan angket. Langkah-langkah yang ditempuh dalam membuat angket yaitu; dengan membuat kisi-kisi yang berpedoman pada teori. Angket yang berpedoman pada kisi-kisi instrument adalah seperti pada table berikut:
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Penelitian. Konsep Indikator Descriptor No. Variabel item Kesiapan Gambaran atau 1. Mengetahui dan trampil berwirausaha pemberian arti 1, 2, 3, dalam perencanaan dalam siswa kelas dari suatu hal usaha. III Program atau kejadian Studi Tata yang Kesiapan 2. Mampu bekerja sama 4, 5, 6, 7 Boga berdasarkan managerial dalam suatu tim kemampuan skills 8, 9, 10 yang didapat 3. Mampu untuk mengatur dan perpaduan dan mengelola potensi diri antara tingkat sendiri dan orang lain kematangan, pengalaman, 1. Mampu menciptakan ide- 11, 12, 13 mental dan ide baru mengenai usaha emosi yang Kesiapan yang akan dirintis. serasi untuk conceptual mengusahakan skills 2. Mampu berfikir kreatif 14, 15, 16 suatu kegiatan mengambil keputusan atau berwirausaha Kesiapan 1. Mampu berkomunikasi 17, 18, 19, 20, 21 yang berupa human skills dengan baik dan benar. Variabel
Keterangan Angket
Angket
Angket
32
managerial skills, conceptual skill, human skill, decision making skill dan kompetensi kepemimpinan.
2. Pandai bergaul orang lain.
dengan
3. Mampu menjaga kekompakan dalam satu kelompok.
22, 23, 24 25, 26, 27
4. Mampu membentuk 28, 29, 30, 31 hubungan baik dengan orang lain. Kesiapan decision making skills
1. Mampu membuat keputusan dan bertindak efektif.
32, 33, 34
2. Mampu memecahkan masalah yang dihadapi.
35, 36, 37,38
1. Mampu menciptakan situasi kerja yang menantang dan menyenangkan
Kesiapan kompetensi kepemimpin 2. Mampu an. kelompok tercapainya bersama.
membimbing untuk tujuan
39, 40, 41, 42, 43, 44
45, 46, 47,48, 49, 50
G. Teknik Pengumpulan Data Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen yang terdiri dari angket. Angket adalah jumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden (Suharsimi Arikunto 2002 :128). Pada dasarnya angket yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan
untuk
mengetahui
pendapat
siswa
tentang
kesiapan
berwirausaha kelas III program studi tata boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Angket
Angket
33
Penggunaan angket ini berfungsi untuk mengumpulkan data yang terkait dengan kompetensi yang dimiliki siswa. Kompetensi tersebut antara lain : kompetensi managerial skills, kompetensi conceptual skills, kompetensi human
skills,
kompetensi
decision
making
skills
dan
kompetensi
kepemimpinan.
H. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan instrumen yang dipergunakan sebagai alat ukur adalah valid, artinya alat ukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur (Sugiono : 2003). Uji coba validitas dilakukan di kelas 3 boga 1 dengan jumlah responden 10 siswa, 3 boga 2 dengan jumlah responden 10 siswa dan 3 boga 3 dengan jumlah responden 10 siswa di SMKN 1 sewon dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Dalam penelitian pendapat siswa tentang kesiapan berwirusaha kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta digunakan teknik validitas internal. Dalam penelitian Kesiapan berwirausaha siswa digunakan teknik validitas internal. Teknik validitas internal dapat dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan yaitu mengungkap data dari variabel yang dimaksud. Penelitian ini menggunakan validitas empiris. Validitas empiris dalam penelitian ini dapat menggunakan teknik analisis butir, yaitu setelah
34
data diperoleh dan ditabulasi maka pengujian validitas instrumen dilakukan dengan bantuan program statistik. Butir instumen dikatakan valid apabila harga koefisien relasi (rxy) lebih besar atau sama dengan harga korelasi (r) pada tabel dengan taraf signifikant α = 5% dengan r tabel = 0,361 (Sugiyono 1990: 288). Untuk mengetahui validitas instumen maka digunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :
Rxy
2
2
Keterangan : Rxy
= Nilai korelasi product moment = Skor pada butir = Skor total variabel
= Rerata skor butir
= Rerata skor total Setelah
dilakukan
analisis
validitas
instrumen
dengan
menggunakan komputer program SPS edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, dari 50 pernyataan tersebut dinyatakan valid. Dari keseluruhan item menunjukan koefisien alfa senilai 0,920 Rangkuman analisis validitas instrumen variabel pendapat siswa tentang kesiapan berwirusaha kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dapat dilihat pada tabel berikut ini :
35
Tabel 3. Hasil Validitas Instrumen. Indikator Jumlah No. butir 1. Kesiapan managerial 10 skillss 2. Kesiapan conseptual skill 6 3. Kesiapan human skill 15 4. Kesiapan decision making 7 skill 5. Kesiapan kompetensi 12 kepemimpinan Jumlah 50
Jumlah butir Jumlah butir gugur valid 0 10 0 0 0
6 15 7
0
12
0
50
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa item soal yang digunakan dalam penelitian handal atau valid. Karena, setiap indikator sudah mewakili butir pernyataan yang sudah valid, sehingga tidak ada pengantian atau penambahan butir pernyataan yang baru untuk pengambilan data berikutnya.
2. Reliabilitas Reliabilitas instrumen merupakan kepastian suatu alat ukur dalam apa yang diukur, artinya alat ukur itu akan dipergunakan untuk memberikan hasil yang sama (Sugiyono 2003 : 109). Sedangkan menurut Masni Singarimbun (1989 : 140) Reabilitas adalah indek yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Jadi, reliabilitas menentukan bahwa instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data terpercaya dan dapat diandalkan. Untuk menguji keterandalan instrumen digunakan rumus koefisien alpha. Rumus ini digunakan mengingat dalam instrumen ini tidak terdapat jawaban yang
36
salah dan yang benar (non dikotomoi)melainkan variasi skor yang berkisar antara 1-4. hal ini sesuai pendapat Nunnaly yang dikutip oleh Astama (1999) bahwa jika instrumen mempunyai kategori jawaban lebih dari 2, artinya tidak dikotomi, maka perhitungan reliabilitasnya lebih tepat menggunakan koefisien alpha. Rumus koefisien alpha cronbach yang digunakan adalah sebagai berikut :
rtt
2 K s1 1 K 1 s 21
Keterangan :
rtt
:= Koefisien reliabilitas
K
= Jumlah item
s
= Jumlah varian skor tiap item
s12
= Varian total
2 1
Adapun hasil analisis tingkat realibilitas instrumen dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4. Rangkuman Analisis Tingkat Realibilitas Instrumen. Variabel rtt P Kesimpulan Kesiapan 0,950 0,000 Reliabel Berdasarkan tabel tersebut realibilitas instrumen variabel pendapat siswa tentang kesiapan berwirusaha kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 50 butir pernyataan, karena rtt 0,920 dan p = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki realibilitas yang tinggi serta menunjukan bahwa
37
instrumen penelitian adalah andal sehingga dapat digunakan untuk mengambil data. Sebagai tolak ukur tinggi rendahnya realibilitas instrumen dapat digunakan klasifikasi yang digunakan oleh Suharsimi Arikunto (1999 : 245). Tabel 5. Tolak Ukur Reabilitas Instrumen. Kriteria Kategori Antara 0,800 – 1,00 Tinggi 0,600 – 0,799 Cukup 0,400 – 0,599 Agak handal 0,200 – 0,399 Rendah < 0,200 Sangat rendah
I. Analisis Data Setelah data tersebut terkumpul dan ditabulasi maka selanjutnya data tersebut dianalisis. Analisa menurut Sugiyono (2004 :88) merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis, data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Teknik analisa data dimaksudkan untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian atau tentang permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis diskriptif dengan persentase analisis statistic yang digunakan adalah distribusi frekuensi, rerata (M), standar deviasi (SD), Median (Me), Modus (Mo) Jawaban responden direduksi dan diikategorikan sesuai dengan jawaban angket. Pemberian skor dibuat dengan skala likert dengan skor 1
38
sampai 4 dengan tujuan menghindari pemeliharaan jawaban yang cenderung kenilai tengah. Menurut Suharsimi Arikunto (1999 – 18) cara yang digunakan untuk mengidentifikasi skor rata-rata data pengelompokan. Tabel 6. Kategori Kecenderungan Data. Kriteria pembanding Kategori >Mi + 1,5 SD Siap Mi sd (Mi+1,5Mi) Cukup siap Mi – 1,5 SDi sd Mi Kurang siap < Mi – 1,5 SDi Tidak siap Keterangan : Mi
: Rerata ideal = ½ (skor terendah + skor tertinggi)
SDi
: Standar deviasi = 1/6 (skor tertinggi – skor terendah) Sedangkan untuk mengetahui skor ketercapaian kesiapan berwirausaha
siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta dari keseluruhan kompetensi yaitu : Skor ketercapaian = nilai rerata : skor maksimal × 100%
39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Penelitian
yang
berjudul
pendapat
siswa
tentang
kesiapan
berwirausaha kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan hasil mengenai pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha. Lokasi sekolah yang dijadikan tempat penelitian ini terbagi dalam 3 wilayah antara lain yaitu : 1. Kota Yogyakarta Kota yogyakarta yang terdiri dari 2 sekolahan yaitu SMKN 4 dan SMKN 6. SMKN 4 yang beralamat di jln Sidikan No. 60 Umbulharjo Yogyakarta 55162. SMKN 4 mulai didirikan pada tanggal 1 januari 1976. letaknya kurang strategis karena tidak dapat dijangkau oleh kendaraan umum, akan tetapi ada sisi baiknya yaitu tidak terganggu keramaian jalan sehingga suasana yang diperoleh cukup tenang dan kondusif untuk belajar. SMKN 4 ini merupakan SMK bidang keahlian atau kelompok pariwisata salah satunya yaitu Program Studi Tata Boga yang terbagi menjadi 2 yaitu Restoran dan Pastry. Sedangkan untuk SMKN 6 terletak di jln Kenari No 4 Semaki Kulon, Yogyakarta. Lokasi SMK 6 sangat strategis karena berada diantara lingkungan sekolah lain seperti PGSD/PGTK UNY, UAD, SMU MUHA
40
serta instansi pemerintah seperti Depdiknas, Departemen Agama, Pengadilan dll. SMKN 6 merupakan SMK dengan bidang keahlian atau kelompok pariwisata yang memiliki jurusan Tata Boga yang dibagi menjadi 2 yaitu Restoran dan Pastry. 2. Bantul SMKN Program Studi Tata Boga di Kabupaten Bantul yaitu SMKN 1 Sewon yang terletak di desa Pulutan Pendowo Harjo Sewon Bantul Yogyakarta. SMKN 1 Sewon ini hampir sama dengan SMKN 4 Yogyakarta yang leteknya kurang strategis karena jauh dari jalan raya, yang memrlukan waktu 20 menit jika ditempuh dengan jalan kaki. SMKN 1 Sewon merupakan SMK dengan bidang keahlian kelompok pariwisata yang memiliki jurusan Tata Boga. 3. Sleman SMKN Program Studi Tata Boga di Kabupaten Sleman yaitu SMKN 2 Godean yang berlokasi di kecamatan Godean kabupaten Sleman, DIY terletak di jln Jae Sumantoro, Sidoagung. SMKN 2 Godean termasuk dalam sekolah kejuruan kelompok pariwisata yang memiliki jurusan Tata Boga. SMKN 2 merupakan perubahan dari SKP (Sekolah Kepandaian Putri) yang didirikan tanggal 1 oktober 1955. Keempat SMK tersebut merupakan SMK kelompok pariwisata dengan salah satu bidang keahlian/jurusan yang ada di SMK tersebut adalah Tata Boga, dengan Program Keahlian adalah Restoran. Dari keempet SMK tersebut diciptakan untuk menghasilkan tenaga-tenaga
41
profesional dan siap pakai serta mampu menciptakan pekerjaan sendiri dengan didukung Visi dan Misi yang jelas.
B. Identitas Responden Data penelitian jenis kelamin siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai berikut: Tabel 7. Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis No. 1. 2. 3. 4.
Jumlah siswa dilihat berdasarkan jenis kelamin SMKN 6 yogyakarta SMKN 4 yogyakarta SMKN 2 godean SMKN 1 sewon Jumlah
Laki-laki F % 3 1,92 3 1,92 0 0 1 0,64 7 4,48
Perempuan F % 36 23,1 49 31,4 26 16,7 38 24,3 149 95,5
Jumlah F % 39 25 52 33,3 26 16,7 39 25 156 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat digambarkan bahwa jumlah responden dari SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 156 siswa dengan jumlah siswa perempuan 95,5% dan 4,48% siswa laki-laki. Sebagaimana layaknya sekolah kejuruan berbasis ketrampilan kewanitaan, siswa mayoritas terdiri dari siswa perempuan, hanya sebagian kecil siswa yang tergolong lakilaki.
1. Pendidikan Terakhir Orang Tua Data penelitian pendidikan terakhir orang tua siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai berikut :
42
Tabel 8. Pendidikan Terakhir Orang Tua. No. Pendidikan F 1. Tidak sekolah 12 2. SD 41 3. SMP 44 4. SMU/SMK 53 5. Perguruan Tinggi 6 Jumlah 156
F% 2 25,6 28,9 39,7 3,8 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat digambarkan bahwa latar belakang siswa dilihat dari tingkat pendidikan orang tua 39,7% dari lulusan SMU atau SMK, hanya terdapat 3,8% pendidikan terakhir orang tua yang lulusan Perguruan Tinggi sedangkan yang lulusan SD 25,6%, SMP 28, 9% akan tetapi ada 2% tidak sekolah. Hasil penelitian membuktikan bahwa mayoritas tingkat pendidikan orang tua terdiri dari lulusan SD, SMP dan SMU atau SMK yang merupakan pendidikan dari tingkat menengah kebawah.
2. Jumlah Keluarga Siswa Data penelitian jumlah keluarga siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai berikut Tabel 9. Jumlah Keluarga. No. Jumlah keluarga 1. 0 - 2 orang 2. 3 - 5 orang 3. 6 - 8 orang 4. 9 -11 orang Jumlah
F 3 122 25 6 156
F% 1,92 78,21 16,03 2,56 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat digambarkan bahwa latar belakang siswa dilihat dari jumlah keluarga yaitu dengan jumlah antara 0-2 orang ada 1,92%, dengan jumlah 3-5 orang mencapai 78,21%, dengan jumlah 6-
43
8 orang 16,03% dan 9-11 orang 2,56%. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa 78,21% siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta mayoritas memiliki jumlah keluarga 3-5 orang yang termasuk dalam kelompok keluarga sedang.
3. Pekerjaan Pokok Orang Tua Berdasarkan data penelitian dapat diketahui, pekerjaan pokok para orang tua siswa SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta Program Studi Tata Boga, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 10. Pekerjaan Pokok Orang Tua Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta. No. Pekerjaan F F% 1. Buruh 76 48,71 2. Petani 9 5,8 3. Pegawai negeri 16 10,25 4. Wiraswasta 37 23,71 5. Karyawan/pegawai swasta 18 11,53 Jumlah 156 100 Berdasarkan tabel di atas dapat digambarkan bahwa pekerjaan orang tua siswa SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Program Studi Tata Boga sebagian besar mencapai 48,71% bekerja sebagai buruh, 5,8% bekerja sebagai petani, 10,25% bekerja sebagai pegawai negeri, sedangkan yang wiraswasta hanya 23,71% dan yang 11,53% sebagai karyawan atau pegawai swasta. Dapat dikatakan bahwa mayoritas pekerjaan orang tua siswa sebagian besar sebagai buruh yang merupakan pekerjaan tingkat menengah kebawah.
44
4. Tempat Tinggal Siswa Saat Ini Berdasarkan data penelitian dapat diketahui, dengan siapakah siswa SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta Program Studi Tata Boga tinggal saat ini, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 11. Tempat Tinggal Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta. No. Tempat tinggal siswa F F% 1. Dengan orang tua kandung 148 94,9 2. Dengan paman (saudara lainnya) 3 1,9 3. Deengan orang tua angkat 0 0 4. Dengan kakek atau nenek 4 2,6 5. Tinggal sendiri 1 0,6 Jumlah 156 100 Berdasarkan tabel di atas dapat digambarkan bahwa sebagian besar dengan jumlah 94,9% siswa untuk saat ini masih tinggal bersama orang tua, namun masih ada 1,9% dengan paman atau saudara lainnya, 2,6% dengan kakek atau nenek, dengan orang tua angkat 0% dan 0,6% tinggal sendiri atau kos.
5. Penghasilan Orang Tua Dari hasil data penelitian dapat diketahui, seberapa besarkah penghasilan pokok orang tua siswa SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta Program Studi Tata Boga setiap bulan, dapat dilihat pada tabel berikut :
45
Tabel 12. Penghasilan Orang Tua Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta. No. Penghasilan F F% 1.
6. Tanggungan Orang Tua Dari hasil data penelitian dapat diketahui, jumlah keluarga yang menjadi tanggungan orang tua siswa SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta Program Studi Tata Boga, dapat dilihat pada tabel berikut:
46
Tabel 13. Jumlah Keluarga yang Menjadi Tanggungan Orang Tua Siswa KelasIII Program Studi Tata Boga SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta. No. Jumlah keluarga F F% 1. 5 orang 8 5,1 2. 4 orang 27 17,3 3. 3 orang 46 29,5 4. 2 orang 63 40,4 5. 1 orang 12 7,7 Jumlah 156 100 Berdasarkan tabel di atas dapat digambarkan bahwa jumlah keluarga yang masih menjadi tanggungan orang tua siswa dengan jumlah 5 orang yaitu 5,1%, dengan jumlah 4 orang 17,3%, dengan jumlah 3 orang 29,5%, dengan 63 jumlah orang 40,4% sebagai persentase tertinggi dan dengan jumlah 1 orang 7,7%. Jadi dapat diketahui bahwa mayoritas jumlah tanggungan orang tua siswa adalah 2 orang.
7. Lingkungan Keluarga Yang Berwirausaha Dari hasil data penelitian dapat diketahui, lingkungan keluarga siswa SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta Program Studi Tata Boga yang berwirausaha, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 14. Lingkungan Keluarga Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berwirausaha. No. Orang yang berwirausaha F F% 1. Tidak ada 53 34 2. Orang tua 40 25,6 3. Kakak kandung 4 2,6 4. Paman atau saudara dekat 52 33,3 5. Teman dekat orang tua 7 4,5 Jumlah 156 100
47
Berdasarkan tabel di atas dapat digambarkan bahwa 34,6% mayoritas linkungan keluarga siswa tidak ada yang berwirausaha, sedangkan orang tua siswa terdapat 25,6% yang berwirausaha, 2,6% terdapat kakak kandung siswa yang melakukan wirausaha, 33,3% paman atau saudara dekat melakukan wirausaha dan 4,5% teman dekat orang tua.
8. Bidang Wirausaha yang Ditekuni Di Lingkungan Keluarga Dari hasil data penelitian dapat diketahui, bidang usaha yang ditekuni dilingkungan keluarga siswa SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta Program Studi Tata Boga yang berwirausaha, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 15. Bidang Wirausaha yang Ditekuni di Lingkungan Keluarga Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta. No. Bidang usaha yang ditekuni F F% 1. Tidak ada yang berwirausaha 53 34,0 2. Makanan 75 48,0 3. Kerajinan 7 4,5 4. Jasa 17 10,9 5. Peternak 4 2,6 Jumlah 156 100 Berdasarkan tabel di atas dapat digambarkan bahwa 34% tidak ada yang berwirauaha, sedangkan mayoritas bidang usaha yang ditekuni di lingkungan keluarga siswa dengan 48% bergerak pada bidang usaha makanan, 4,5% bidang usaha yang ditekuni yaitu kerajinan, 10,9% bidang usaha yang ditekuni yaitu jasa dan 2,6% bidang usaha yang ditekuni yaitu Peternak.
48
9. Pekerjaan Orang Disekitar Tempat Tinggal Dari hasil data penelitian dapat diketahui, pekerjaan orang disekitar tempat tinggal siswa SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta Program Studi Tata Boga yang berwirausaha, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 16. Pekerjaan Orang yang Tinggal Di Sekitar Tempat Tinggal Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta. No. Jenis pekerjaan F F% 1. Berwirausaha 7 4,5 2. Pegawai negeri dan swasta 31 19,9 3. Petani 20 12,8 4. Buruh 30 19,2 5. Berwirausaha dan buruh 68 43,6 Jumlah 156 100 Berdasarkan tabel di atas dapat digambarkan bahwa pekerjaan orang yang tinggal di sekitar tempat tinggal siswa yaitu 4,5% yaitu berwirausaha, 19,9% sebagai pegawai negeri dan swasta, 12,8% bekerja sebagai petani, 19,2% sedangkan yang berwirausaha dan buruh merupakan mayoritas pekerjaan orang yang tinggal disekitar tempat tinggal siswa yang mencapai 43,6%
10. Yang Mendukung Siswa untuk Berwirausaha Dalam Keluarga Dari hasil data penelitian dapat diketahui, yang mendukung untuk berwirausaha dari pihak keluarga siswa SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta Program Studi Tata Boga yang berwirausaha, dapat dilihat pada tabel berikut :
49
Tabel 17. Yang Mendukung Siswa Kelas III SMK Program Studi Tata Boga Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk Berwirausaha. No. Orang yang mendukung F F% 1. Ayah dan ibu 129 82,6 2. Ayah 5 3,2 3. Ibu 17 10,9 4. Kakak 4 2,6 5. Tidak ada 1 0,65 Jumlah 156 100 Berdasarkan tabel di atas dapat digambarkan bahwa mayoritas mencapai 82,6%, ayah dan ibu mendukung siswa untuk berwirausaha, 3,2% hanya dari pihak ayah saja, 10,9% didukung oleh ibu, 2,6% didukung oleh kakak dan terdapat 0,65% dari siswa yang tidak didukung oleh keluarga untuk berwirausaha.
11. Sumber Belajar Berwirausaha Selain Disekolah Dari hasil data penelitian dapat diketahui, sumber belajar berwirausaha siswa SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta Program Studi Tata Boga selain di sekolah, bahwa siswa belajar berwirausaha dari keluarga dengan jumlah persentase 30,1%, sumber belajar Buku yang berhubungan dengan berwirausaha 11%, sumber belajar dari televisi atau radio 27%, sumber belajar dengan kegiatan pelatihan atau seminar 3,8%, sedangkan sumber belajar dari teman atau orang lain yang berhasil dalam berwirausaha 26,3%. Hal ini terbukti bahwa siswa belajar berwirausaha tidak hanya dari sekolah tetapi sebagian besar dari lingkungan keluarga.
50
12. Usaha Yang Ingin Ditekuni Dari hasil data penelitian dapat diketahui bahwa dari 156 siswa SMK Negeri di Daerah Istimewa Yogykarta Program Studi Tata Boga 155 siswa mempunyai keinginan untuk berwirausaha. Sedangkan usaha yang ingin ditekuni yaitu usaha yang bergerak dalam bidang boga seperti catering, restaurant, cafe, warung makan kecil dan toko roti. Hasil penelitian membuktikan bahwa mereka ingin berwirausaha dengan alasan antara lain mereka ingin mengembangkan ilmu yang telah mereka peroleh dari sekolah, pengalaman mereka dan bakat yang sudah dimiliki, akan tetapi ada pula karena ingin meneruskan usaha orang tua. Selain itu hasil penelitian juga diketahui bahwa ada juga yang mempunyai keinginan untuk berwirausaha tetapi di bidang kerajinan dengan alasan ingin meneruskan
usaha
orang
tua
dan
mempunyai
keinginan
untuk
memanfaatkan sisa-sisa barang yang sudah tidak layak pakai lagi.
C. Pendapat
Siswa
Tentang
Kesiapan
Berwirausaha
Dilihat
Dari
Kompetensi Managerial Skills Seseorang yang ingin menjadi seorang wirausaha salah satu kompetensi yang harus dimiliki antara lain kompetensi managerial skills yaitu kemampuan untuk mengatur dan mengelola diri sendiri dan orang lain. Masih banyak siswa yang sudah selesai sekolah belum mampu mengatur dan mengelola diri sendiri dan orang lain.
51
Dalam memperoleh data tentang pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta tentang kesiapan berwirausaha, digunakan angket yang telah sahih dan handal tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi managerial skills, digunakan angket yang terdiri dari 10 butir pernyataan. Menunjukkan bahwa skor tertinggi yang diperoleh responden adalah 40 dan skor terendah yang dicapai responden adalah 10. Diperoleh harga mean 25,55 dan standar deviasi 7,5. Berdasarkan perhitungan data mengenai pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi managerial skills, dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 18. Distribusi Frekuensi Pendapat Siswa Kelas III Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat dari Kompetensi Managerial Skills. No. Interval F F% Kategori 1. > 32,5 0 0,0 Siap 2. 25 – 32,5 77 49,4 Cukup siap 3. 17,5 – 25 79 50,6 Kurang siap 4. < 17,5 0 0,0 Tidak siap Jumlah 156 100 Berdasarkan tabel 18, dapat digambarkan bahwa pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi managerial skills. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini :
52
79%
77% 80% 70% 60%
> 32.5
50%
25 - 32.5
Persentase 40%
17.5 - 25
30%
< 17.5
20% 10%
0%
0%
0% Siap
Cukup siap
Kurang siap
Tidak siap
Gambar 2. Diagram Batang Pendapat Siswa Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat dari Kompetensi Managerial Skills. Diagram batang di atas menggambarkan bahwa siswa SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi managerial skills dengan kriteria kurang siap 79 orang (50,6%), untuk kriteria cukup siap 77 orang (49,4%), dan tidak responden dengan kriteria tidak siap dan siap. Sehingga diketahui skor ketercapaian yaitu 63,9 diperoleh dari jumlah rerata : nilai tertinggi × 100 = 25,55 : 40 × 100 = 63,9. Untuk mengetahui kesiapan siswa terhadap kompetensi managerial skills jika dilihat dari latar belakang keluarga siswa antara lain yaitu yang mendukung siswa untuk berwirausaha dalam keluarga dan lingkungan keluarga yang berwirausaha, bidang usaha yang ditekuni dilingkungan keluarga.
53
Tabel 19. Kesiapan Kompetensi Managerial Skills Dilihat dari Latar Belakang Lingkungan Keluarga Siswa yang Berwirausaha. No. Lingkungan Siap Cukup siap Kurang siap Tidak Jumlah keluarga siap F % F % F % F % F % 1. Tidak ada 0 0 27 17,3 26 16,7 0 0 5 34,6 2. Orang tua 0 0 21 13,5 19 12,2 0 0 40 25,6 3. Kakak 0 0 3 1,92 1 0,64 0 0 4 2,6 Kandung 4. Paman atau 0 0 23 14,7 29 18,6 0 0 52 33,3 saudara dekat 5. Teman dekat 0 0 3 1,92 4 2,6 0 0 7 4,5 orang tua Jumlah 0 0 77 49,4 79 50,7 0 0 15 100 6 Berdasarkan perolehan data pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan managerial skills dilihat dari latar belakang keluarga siswa paman atau saudara dekat berwirausaha dengan kategori kurang siap mayoritas, 18,6%. 16,7% dengan kategori kurang siap. Tabel 20. Kesiapan Kompetensi Managerial Skills Dilihat dari Bidang Usaha yang Ditekuni di Lingkungan Keluarga. No. Bidang Siap Cukup Kurang siap Tidak Jumlah usaha siap siap F % F % F % F % F % 1. Tidak ada 0 0 23 14,7 30 19,2 0 0 53 34 2. Makanan 0 0 39 25,0 36 23,1 0 0 75 48 3. Kerajinan 0 0 4 2,6 3 1,92 0 0 7 4,5 4. Jasa 0 0 7 4,5 10 6,4 0 0 17 10,9 5. Peternak 0 0 4 2,6 0 0 0 0 4 2,6 Jumlah 0 0 77 49,4 79 50,6 0 0 156 100
Berdasarkan perolehan data pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan managerial skills siswa dilihat dari bidang
usaha yang
ditekuni keluarga yaitu makanan, mayoritas 25% dengan kategori cukup siap. 23,1% dengan kategori kurang siap.
54
D. Pendapat Siswa Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat Dari Kesiapan Kompetensi Conceptual skills Conceptual skills atau berfikir kreatif adalah kemampuan orang untuk menciptakan gagasan, solusi dan strategi yang baru terhadap segala tantangan yang muncul. Orang yang berfikir positif dapat diandalkan dalam memberikan saran-saran dan cenderung mengetahui tujuan mereka. Dalam memperoleh data tentang pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta tentang kesiapan berwirausaha, digunakan angket yang telah sahih dan handal dilihat dari kompetensi konseptual skills, digunakan angket yang terdiri dari 6 butir pernyataan. Dari hasil analisis diperoleh bahwa skor tertinggi yang diperoleh responden adalah 24 dan skor terendah yang dicapai responden adalah 6. Diperoleh harga mean 14,49 dan standar deviasi 4,5. Berdasarkan perhitungan data mengenai pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi conceptual skills, dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 21. Distribusi Frekuensi Pendapat Siswa Kelas III Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat dari Kompetensi Conceptual skills. No. Interval F F% Kategori 1. >19,5 2 1,3 Siap 2. 15 – 19,5 44 28,2 Cukup siap 3. 10,5 – 15 104 66,7 Kurang Siap 4. < 10,5 6 3,8 Tidak siap Jumlah 156 100
55
Berdasarkan tabel 21, dapat digambarkan bahwa pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi conceptual skills. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini :
67% 70% 60% 50%
> 19.5 15 - 19.5
28%
40% Persentase
10.5 - 15
30%
<10.5
20% 10%
4%
1%
0% Siap
Cukup siap
kurang siap
Tidak siap
Gambar 3. Diagram Batang Pendapat Siswa Kelas III Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat dari Kompetensi Conceptual skills
Diagram batang di atas menggambarkan bahwa siswa SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi conceptual skills dengan kriteria tidak siap 6 orang (3,8%), untuk kriteria kurang siap 44 orang (28,2%), sedangkan 104 orang (66,7%) dengan kriteria cukup siap 2 orang (1,3%) dengan kriteria kurang siap. Sehingga diperoleh skor ketercapaian yaitu 60,4 diperoleh dari jumlah rerata : nilai tertinggi × 100 = 14,49 : 24 × 100 = 60,4. Untuk mengetahui kesiapan siswa terhadap kompetensi conceptual skills jika dilihat dari latar belakang keluarga siswa antara lain yaitu yang mendukung siswa untuk berwirausaha dalam keluarga, bidang usaha yang ditekuni dilingkungan keluarga dan pekerjaan orang di sekitar tempat tinggal.
56
Tabel 22. Kesiapan Kompetensi Conceptual Skills Dilihat dari Bidang Usaha yang Ditekuni Keluarga. Cukup Tidak Jumlah Siap Kurang siap Bidang siap siap No. usaha F % F % F % F % F % 1. Tidak ada 1 0,64 12 7,7 39 25,0 1 0,64 53 34,0 2. Makanan 0 0 23 14,7 47 30,1 5 3,2 75 48,0 3. Kerajinan 1 0,64 2 1,3 4 2,6 0 0,0 7 4,5 4. Jasa 0 0,0 6 3,8 11 7,05 0 0,0 17 10,9 5. Peternak 0 0,0 1 0,64 3 1,9 0 0,0 4 2,6 Jumlah 2 1,28 44 28,2 104 66,7 6 3,8 156 100 Dari hasil data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan kompetensi conceptual skills siswa dilihat dari bidang usaha yang ditekuni keluarga siswa mayoritas tidak ada yang berwirausaha, 25% dengan ketegori kurang siap. Sedangkan yang bergerak dibidang makanan hanya 0,64% dengan kategori siap.
E. Pendapat Siswa Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat Dari Kesiapan Kompetensi Human Skills Human skills yaitu ketrampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan berelasi. Sehingga sebagai siswa yang siap untuk berwirausaha harus pandai bergaul sehingga dapat mengenal pribadi orang lain. Agar memperoleh kawan yang baik dan dapat bergaul secara efektif. Oleh karena itu setiap siswa SMK harus memiliki kompetensi human skills, agar siswa mampu berkomunikasi yang baik dengan orang lain, banyak mempunyai banyak mempunyai kawan. Sehingga ketika akan berwirausaha siswa mampu menjadi seorang wirausaha yang pandai berkomunikasi dan mempunyai banyak relasi.
57
Dalam memperoleh data tentang pendapat siswa kelas III program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta tentang kesiapan berwirausaha, digunakan angket yang telah sahih dan handal dilihat dari kompetensi human skills, digunakan angket yang terdiri dari 15 butir pernyataan. Dari hasil analisis diperoleh bahwa skor tertinggi yang diperoleh responden adalah 60 dan skor terendah yang dicapai responden adalah 15 Diperoleh harga mean 35,63 dan standar deviasi 11,25. Berdasarkan perhitungan data mengenai pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi human skills, dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 23. Distribusi Frekuensi Pendapat Siswa Kelas III Tentang Kesiapan Berwirausaha di Lihat dari Kompetensi Human Skills. No. Interval F F% Kategori 1. > 48,75 0 0,0 Siap 2. 37,5 – 48,75 47 30,1 Cukup siap 3. 26,25 – 37,5 109 60,9 Kurang Siap 4. < 26,25 0 0,0 Tidak siap Jumlah 156 100 Berdasarkan tabel 23, dapat digambarkan bahwa pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi human skills. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini :
58
70% 70% 60% 50% > 60
30%
40%
48.75 - 37.5
Persentase 30%
37.5 - 25.25
20%
< 15
10%
0%
0%
0% Siap
Cukup siap
Kurang siap
Siap
Gambar 4. Diagram Batang Pendapat Siswa Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat dari Kompetensi Human Skills. Diagram batang di atas menggambarkan bahwa siswa SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi human skills dengan kriteria tidak siap dan siap 0 orang (0%), untuk kriteria kurang siap 109 orang (69,9%) dan untuk kriteria cukup siap 47 orang (30,1%). Sehingga diperoleh skor ketercapaian yaitu 59,4 diperoleh dari jumlah rerata : nilai tertinggi × 100 = 35,63 : 60 × 100 = 59,4. Untuk mengetahui kesiapan siswa terhadap kompetensi human skills jika dilihat dari latar belakang keluarga siswa
antara lain yaitu jumlah keluarga, tempat
tinggal siswa saat ini dan pekerjaan orang di sekitar tempat tinggal.
59
Tabel 24. Kesiapan Kompetensi Human Skills Dilihat dari Jumlah Keluarga Siswa. Cukup Tidak Jumlah Siap Kurang siap siap siap No. Jumlah keluarga siswa F % F % F % F % F % 1. 0 – 2 orang 0 0 2 1,3 1 0,64 0 0 3 1,9 2. 3 – 5 orang 0 0 38 24,4 84 53,8 0 0 122 78,21 3. 6 – 8 orang 0 0 5 3,2 20 12,9 0 0 25 16,02 4. 9 – 11 orang 0 0 2 1,3 4 2,6 0 0 6 2,56 Jumlah 0 0 47 30,2 109 69,9 0 0 156 100 Dari hasil data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan kompetensi human skills siswa dilihat dari jumlah keluarga siswa mayoritas antara 3 – 5 orang dengan kategori kurang siap dengan persentase 53,8% sedangkan cukup siap dengan persentase 24,4%. Tabel 25 Kesiapan Kompetensi Human Skills Dilihat dari Tempat Tinggal Siswa Saat Ini. Cukup Tidak Jumlah Siap Kurang siap Tempat tinggal siap siap No. Siswa F % F % F % F % F % Dengan orang tua 1. 0 0 43 27,5 105 67,3 0 0 148 94,9 kandung Dengan paman 2. 0 0 1 0,64 2 1,3 0 0 3 1,9 (saudara lainnya) Dengan kakek 3. 0 0 0 0,0 0 0,0 0 0 0 0,0 atau nenek Dengan orang tua 4. 0 0 2 1,3 2 1,3 0 0 4 2,56 angkat Tinggal 5. 0 0 1 0,64 0 0,0 0 0 1 0,64 sendiri/kos Jumlah 0 0 47 30,1 109 69,9 0 0 156 100 Dari hasil data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan kompetensi human skills siswa dilihat dari tempat tinggal siswa saat ini mayoritas tinggal dengan orang tua kandung. 67,3% dengan kategori kurang siap. 27,5% dengan kategori cukup siap.
60
Tabel 26. Kesiapan Kompetensi Human Skills Dilihat dari Pekerjaan Orang Disekitar Tempat Tinggal Siswa Saat Ini. Cukup Tidak Siap Kurang siap Jumlah siap siap No. Jenis pekerjaan F % F % F % F % F % 1. Berwirausaha 0 0 5 3,2 2 1,3 0 0 7 4,5 Pegawai negeri 2. 0 0 7 4,5 24 15,4 0 0 31 19,9 dan swasta 3. Petani 0 0 7 4,5 13 8,3 0 0 20 12,8 4. Buruh 0 0 8 5,1 22 14,1 0 0 30 19,2 Berwirausaha dan 5. 0 0 20 12,8 48 30,8 0 0 68 43,6 buruh Jumlah 0 0 47 30,1 109 69,9 0 0 156 100 Dari hasil data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan kompetensi human skills siswa dilihat dari pekerjaan orang di sekitar tempat tinggal siswa mayoritas berwirausaha dan buruh 30,8%
dengan
kategori kurang siap. 12,8% dengan kategori cukup siap.
F. Pendapat Siswa Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat Dari Kesiapan Kompetensi Decision Making Skills Decision making skills merupakan ketrampilan dalam mengambil keputusan. Seorang wirausaha harus pandai dalam mengambil keputusan. Keputusan merupakan suatu hasil penilaian dan hasil pemilihan alternatifalternatif . Dalam hal ini, siswa kelas III SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan siswa yang sudah disiapkan untuk menjadi seorang wirausaha Dalam memperoleh data tentang pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta, tentang kesiapan berwirausaha, digunakan angket yang telah sahih dan handal, dilihat dari
61
kompetensi decision making skills yang terdiri dari 7 butir pernyataan. Dari hasil analisis diperoleh bahwa skor tertinggi yang diperoleh responden adalah 28 dan skor terendah yang dicapai responden adalah 7. Diperoleh harga mean 21,28 dan standar deviasi 5,25. Berdasarkan perhitungan data mengenai pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi decision making skills, dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut Tabel 27. Frekuensi Pendapat Siswa Kelas III Tentang Kesiapan Berwirausaha di Lihat dari Kompetensi Decision Making Skills. No. Interval F F% Kategori 1. > 22,75 44 28,2 Siap 2. 17,5 – 22,75 110 70,5 Cukup siap 3. 12,25 – 17,5 2 1,3 Kurang Siap 4. < 12,25 0 0,0 Tidak siap Jumlah 156 100 Berdasarkan tabel 27, dapat digambarkan bahwa pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi Decision Making Skills. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini :
70.50%
80% 70% 60% 50% Persentase 40%
> 22.75 28%
17.5 - 22.75
30%
12.25 - 17.5
20%
< 12.25 1.30%
10%
0.00%
0% Siap
Cukup siap
Kurang siap
Siap
Gambar 5. Diagram Batang Pendapat Siswa Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat dari Kompetensi Decision Making Skills
62
Diagram batang di atas menggambarkan bahwa siswa SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi decision making skills dengan kriteria tidak siap 0 orang (0%), dengan kriteria kurang siap 2 orang (1,3%) dengan kriteria cukup siap110 orang (70,5%) dan tidak ada responden dengan kriteria siap 44 orang (28,2%). Sehingga diperoleh skor ketercapaian yaitu 76 diperoleh dari jumlah rerata : nilai tertinggi × 100 = 21,28 : 28 × 100 = 76.Untuk mengetahui kesiapan siswa terhadap kompetensi decision making belakang keluarga siswa
skills jika dilihat dari latar
antara lain yaitu linkungan keluarga yang
berwirausaha dan yang mendukung siswa berwirausaha. Tabel 28. Kesiapan Kompetensi Decision Making Skills Dilihat dari Lingkungan Keluarga yang Berwirausaha. Cukup siap Kurang Tidak Siap Orang yang siap siap No. berwirausaha F % F % F % F % 1. Tidak ada 18 11,5 34 21,3 1 0,64 0 0 2. Orang tua 12 7,7 27 17,3 1 0,64 0 0 3. Kakak kandung 0 0,0 4 2,6 0 0,0 0 0 Paman/saudara 4. 14 9,0 39 24,4 0 0,0 0 0 dekat Teman dekat 5. 0 0,0 7 4,4 0 0,0 0 0 orang tua Jumlah 44 28,2 110 70,5 2 1,3 0 0
Jumlah % 33,3 25,6 2,6
52
34
7
4,5
156
100
Dari hasil data yang diperoleh maka, dapat disimpulkan bahwa kesiapan kompetensi decision making skills siswa dilihat dari latar belakang keluarga siswa yang berwirausaha yaitu paman atau saudara dekat, mayoritas 24,4% dengan kategori cukup siap.11,5% dengan kategori siap tidak ada yang berwirausaha.
F 53 40 4
63
G. Pendapat Siswa Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat Dari Kesiapan Kompetensi Kepemimpinan Kompetensi kepemimpinan merupakan rangkaian penataan beberapa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Maka dari itu siswa III SMKN program studi tata boga harus sudah memiliki kompetensi kepemimpinan. Dalam memperoleh data tentang pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta tentang kesiapan berwirausaha, digunakan angket yang telah sahih dan handal, handal dilihat dari kompetensi kepemimpinan yang terdiri dari 12 butir pernyataan Dari hasil analisis diperoleh bahwa skor tertinggi yang diperoleh responden adalah 48 dan skor terendah yang dicapai responden adalah 12. Diperoleh harga mean 34,96 dan standar deviasi 9 Berdasarkan perhitungan data mengenai pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta
tentang
kesiapan
berwirausaha
dilihat
dari
kompetensi
kepemimpinan, dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 29. Distribusi Frekuensi Pendapat Siswa Kelas III Tentang Kesiapan Berwirausah Dilihat dari Kompetensi Kepemimpinan. No. Interval F F% Kategori 1. > 39 12 7,7 Siap 2. 30 – 39 137 87,8 Cukup siap 3. 21 – 30 7 4,5 Kurang Siap 4. < 21 0 0,0 Tidak siap Jumlah 156 100 Berdasarkan tabel 29, dapat digambarkan bahwa pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi kepemimpinan.
64
87.80% 90% 80% 70% > 48
60% Persentase
39 - 30
50%
30 - 21
40%
< 48
30% 20%
8%
0.00%
4.50%
10% 0% Siap
Cukup siap Kurang siap
Siap
Gambar 6. Diagram Batang Pendapat Siswa Kelas IIITentang Kesiapan Berwirausaha Kompetensi Kepemimpinan Diagram batang Dilihat di atasdarimenggambarkan bahwa siswa SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi kepemimpinan dengan kriteria tidak siap 0 orang (0%), dengan kriteria kurang siap 7 orang (4,5%) dan 137 orang (87,8%) dengan kriteria kurang siap sedangkan dengan kriteria siap 12 orang (7,7%). Sehingga diperoleh skor ketercapaian yaitu 72,83 diperoleh dari jumlah rerata : nilai tertinggi × 100 = 34,96 : 48 × 100 = 72,8. jika dilihat dari latar belakang keluarga siswa antara lain yaitu dilihat dari jumlah keluarga, lingkungan keluarga yang berwirausaha.
65
Tabel 30. Kesiapan Kompetensi Kepemimpinan Dilihat dari Tempat Tinggal Siswa Saat Ini. Cukup siap Kurang Tidak Siap Tempat tinggal siap siap No. Siswa F % F % F % F % Dengan orang 1. 11 7,05 130 83,3 7 4,5 0 0 tua kandung Dengan paman 2. 0 0,0 3 0 0,0 0 0 (saudara lainnya) 1,92 Dengan orang 3. 0 0,0 0 0 0 0,0 0 0 tua angkat Dengan kakek 4. 1 0,64 3 0 0,0 0 0 atau nenek 1,92 Tinggal 5. 0 0,0 1 0,64 0 0,0 0 0 sendiri/kos Jumlah 12 7,7 137 87,8 0 7 4,5 0
Jumlah F 148
94,9
3
1,92
0
0,0
4
2,6
1
0,64
156
Dari hasil data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan kompetensi kepemimpinan siswa dilihat dari tempat tinggal siswa saat ini mayoritas tinggal dengan orang tua kandung 83,3% memiliki kategori cukup siap, dan 7,05% dengan kategori siap.
H. Pendapat Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Kesiapan Berwirausaha Kesiapan berwirausaha berarti kemampuan yang didapat dan perpaduan antara tingkat kematangan, pengalaman, mental dan emosi yang serasi untuk mengusahakan suatu kegiatan (berwirausaha). Kesiapan berwirausaha siswa tersebut dilihat dari beberapa kompetensi antara lain yaitu anagerial skills, conceptual skills, human skills, decision making skills dan kompetensi kepemimpinan. Adapun hasil rerata skor dari masing-masing kompetensi dapat dilihat pada tabel berikut ini :
%
100
66
Dalam memperoleh data tentang pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta tentang kesiapan berwirausaha, digunakan angket yang telah sahih dan handal, handal dilihat dari kompetensi managerial skills, conceptual skills, human skills, decision making skills dan kompetensi kepemimpinan yang terdiri dari 50 butir pernyataan Dari hasil analisis diperoleh bahwa skor tertinggi yang diperoleh responden adalah 200 dan skor terendah yang dicapai responden adalah 50. Diperoleh harga mean 131,92 dan standar deviasi 37,5 Berdasarkan perhitungan data mengenai pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta tentang kesiapan berwirausaha dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 31. Distribusi Frekuensi Pendapat Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Kesiapan Berwirausaha. No. Interval F F% Kategori 1. > 162,5 0 0,0 Siap 2. 125 – 162,5 123 78,8 Cukup siap 3. 87,5 – 125 33 21,2 Kurang Siap 4. < 87,5 0 0,0 Tidak siap Jumlah 156 100 Berdasarkan tabel di atas meggambarkan bahwa siswa memiliki kesiapan berwirausaha termasuk kategori cukup siap. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini :
67
78.80% 80% 70% 60%
>162.5
50%
125 162.5 87.5 - 125
Persentase 40% 30%
21.20%
< 87.5
20% 10%
0.00%
0%
0% Siap
Cukup siap
Kurang siap
Siap
Gambar 7. Diagram Batang Sebaran Pendapat Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Kesiapan Berwirausaha Diagram batang di atas menggambarkan bahwa siswa SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kesiapan berwirausaha dengan kriteria tidak siap 0 orang (0%), dengan kriteria kurang siap 33 orang (21,2%) dan 123 orang (78,88%) dengan kriteria cukup siap sedangkan dengan kriteria siap 0 orang (0%). Sehingga diperoleh skor ketercapaian yaitu 65,96 diperoleh dari jumlah rerata : nilai tertinggi × 100 = 131,92 : 200× 100 = 65,96. Tabel 32.Rangkuman Pendapat Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Kesiapan Berwirausaha Ketercapaian kesiapan No. Kompetensi Kategori berwirausaha 1. Managerial skills 63,9 Cukup siap 2. Conceptual skills 60,4 Kurang siap 3. Human skills 59,4 Kurang siap 4. Decision making skills 76,0 Cukup siap 5. Kompetensi kepemimpinan 72,8 Cukup siap Jumlah 332,5 Rerata 55,5
68
Berdasarkan tabel 33, menggambarkan bahwa siswa SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kategori yang cukup siap, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini :
76 80 63.9 70
60.4
72.8
59.4
60 100 - 125 75 - 100 50 - 75 25 - 50 0 - 25
50 40 30 20 10 0 Managerial skills
Conceptual skills
Human skills
Decision making skills
kepemimpinan
Gambar 8. Diagram Batang Rangkuman Pendapat Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Kesiapan Berwirausaha Diagram batang di atas menggambarkan bahwa mayoritas siswa kelas III SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kesiapan berwirausaha yang cukup siap, dilihat dari kelima kompetensi yaitu managerial skills, conceptual skills, human skills, decision making skills dan kompetensi kepemimpinan.
I. Pembahasan Hasil Penelitian Pendapat siswa merupakan suatu gambaran atau pemberian arti dari suatu hal atau kejadian yang didasarkan pada pengalaman atau apa yang diketahui oleh siswa. Kesiapan berwirausaha siswa berarti kemampuan yang
69
didapat dan perpaduan antara tingkat kematangan, pengalaman, mental dan emosi yang serasi untuk mengusahakan suatu kegiatan (berwirausaha). Siswa SMK khususnya Program Studi Tata Boga dididik untuk menjadi seorang yang berwirausaha yang dibekali dengan berbagai macam kompetensi antara lain kompetensi managerial skills, conceptual skills, human skills, decision making skills dan kompetensi kepemimpinan. Kelima kompetensi tersebut harus sudah dimiliki oleh siswa terutama oleh siswa kelas III disamping kompetensi-kompetensi yang lainnya. Data dari jumlah responden sebagian besar yaitu perempuan sebagaimana layaknya sekolah kejuruan berbasis ketrampilan kewanitaan, sehingga
mayoritas siswa perempuan dengan
jumlah persentase 95,5%,
hanya sebagian kecil siswa yang tergolong-laki-laki dengan jumlah persentase 4,48%. Walaupun dalam kenyataanya didalam suatu dunia industri atau kerja justru laki-lakilah yang lebih banyak dicari. Akan tetapi untuk membuka usaha atau berwirausaha siswa tidak dibatasi dengan jenis kelamin karena mereka memiliki kesempatan yang sama. Untuk mengetahui kesiapan berwirausaha siswa dilihat dari latar belakang keluarga siswa maka dapat diketahui dengan mengetahuinya pendidikan terakhir orang tua siswa, jumlah keluarga siswa, pekerjaan pokok orang tua, tempat tinggal siswa, penghasilan orang tua, tanggungan orang tua, lingkungan keluarga yang berwirausaha, bidang usaha yang ditekuni di lingkungan keluarga, pekerjaan orang di sekitar tempat tinggal, yang mendukung siswa untuk berwirausaha, sumber belajar berwirausaha selain di sekolah dan usaha yang ingin ditekuni siswa.
70
Sedangkan data untuk pendidikan terakhir orang tua mayoritas dari lulusan SMU atau SMK dengan persentase sebanyak 39,7%. Untuk orang tua yang berpendidikan terakhir SMP 28,9%, untuk SD 25,6% dan masih terdapat orang tua siswa yang tidak sekolah yaitu 2%. Sedangkan untuk orang tua siswa yang pendidikan terakhirnya sampai dengan perguruan tinggi hanya terdapat 3,8% sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua siswa kelas III SMKN Program Studi Tata boga di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian besar dari pendidikan tingkat menengah kebawah. Latar belakang siswa dilihat dari jumlah keluarga bahwa 1,92% dengan jumlah keluarga antara 0-2 orang, 16,03% dengan jumlah 6-8 orang. 2,56% antara 9-11 orang dan mayoritas sebanyak 3-5 orang dengan jumlah persentase 78,21%. Sehingga dapat dikatakan bahwa mayoritas jumlah keluarga siswa termasuk dengan kelompok keluarga sedang, dari jumlah keluarga tersebut dapat memberikan pengaruh anak terhadap kompetensi managerial skills. Data yang diperoleh dari pekerjaan pokok orang tua siswa bekerja sebagai buruh mencapai 48,71%. Sedangkan pekerjaan orang tua siswa yang berwirausaha hanya ada 23,71%, sebagai karyawan atau pegawai swasta dengan persentase 11,53% sedangkan untuk pegawai negeri 10,25% dan 5,8% bekerja sebagai petani. Dari hasil data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa dilihat dari latar belakang pekerjaan orang tua siswa termasuk tingkat menengah kebawah. Hanya sebagian kecil yang bekerja sebagai pegawai dan 23,71% yang berwirausaha. Sebagian besar penghasilan pokok orang tua setiap bulannya antara Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00
71
mencapai (49%), untuk penghasilan antara Rp. 500.000,00 – Rp. 750.000,00 ada (8,3%) dan Rp. 750.000,00 – 1.000.000,00 (7,05%) sedangkan penghasilan diatas Rp. 1.000.000,00 hanya ada (5,8%), tetapi mayoritas (30,1%) dari orang tua siswa hanya mendapatkan penghasilan pokok tiap bulannya kurang dari Rp. 250.000,00. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penghasilan pokok orang tua siswa masih dibawah UMR atau standar gaji untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan merupakan tingkat ekonomi menengah kebawah karena Upah Minimal Rerata mencapai Rp. 750.000,00. Sehingga dari penghasilan pokok tersebut hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari. Sedangkan orang (keluarga) yang masih menjadi tanggungan orang tua siswa yang dengan jumlah lima orang masih ada 5,1%, empat orang masih ada 17,3% dan dengan jumlah tanggungan 3 orang ada 29,5% sedangkan untuk jumlah 2 orang yang menjadi tanggungan orang tua mencapai 40,4%. Hanya ada 7,7% yang memiliki 1 orang saja yang masih menjadi menjadi tanggungan hidup orang tua karena dilihat dari jumlah keluarga juga merupakan kelompok keluarga sedang dan untuk saat ini mayoritas siswa tinggal bersama orang tua kandung sehingga mencapai 94,9%, 1,9% tinggal dengan paman atau saudara lainnya, sedangkan yang tinggal dengan kakek atau neneknya ada 2,6% akan tetapi ada pula yang tinggal sendiri atau tinggal di kos yaitu 0,6%. Dari data yang diperoleh dilingkungan keluarga tidak ada yang berwirausaha bahkan mencapai 34%, dan 33,3% yang berwirausaha dilingkungan keluarga yaitu paman atau saudara dekat lainnya. 25,6% dari
72
orang tua siswa yang berwirausaha dan 2,6% adalah kakak kandung. Sedangkan 4,5% adalah teman dekat dari orang tua. Sebagian besar bidang usaha yang ditekuni tersebut bergerak dalam bidang makanan yang mencapai 48% dan yang sebagian lainnya bergerak dalam bidang kerajianan, jasa dan peternak. Dari data tersebut dapat memberi contoh atau gambaran kepada siswa kelas III karena dari lingkungan keluarga ada yang berwirausaha dan sebanyak 48% bergerak dalam bidang makanan. Selain itu pekerjaan orang yang tinggal di sekitar tempat tinggal siswa sebagian besar yaitu pegawai negeri dan swasta yang mencapai 19,9%, untuk yang berwirausaha, sangat sedikit yaitu 4,5%, sedangkan yang lainnya sebagai buruh yang mencapai 19,2%, yang bekerja sebagai petani 12,8% dan berwirausaha dan buruh 43,6%. Sedangkan untuk data yang mendukung siswa untuk berwirausaha terdapat 82,6% kedua orang tua yaitu ayah dan ibu yang mendukung anaknya untuk berwirausaha. Tetapi ada juga hanya ayahnya 3,2% dan ibunya saja 10,9% yang mendukung anaknya untuk berwirausaha, sedangkan yang mendapatkan dukungan dari kakaknya ada 2,6%. Akan tetapi ada juga dari pihak keluarga yang tidak mendukung siswa untuk berwirausaha 0,65% padahal dukungan keluarga sangat penting sebagai penyemangat siswa untuk berwirausaha. Mayoritas untuk sumber belajar berwirausaha siswa selain di sekolah mencapai 30,1% dari keluarga, ada juga yang belajar dari televisi atau radio 27% sedangkan yang belajar dari teman atau orang lain yang berhasil dalam berwirausaha ada 26,3%. Selain itu yang belajar dari kegiatan pelatihan
73
atau seminar hanya ada 3,8% dan untuk siswa yang belajar berwirausaha dari buku yang berhubungan dengan berwirausaha sebanyak 11%. Dari hasil data identitas siswa tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa masih tinggal dengan orang tua kandung. Sedangkan untuk pekerjaan pokoknya sebagian besar yaitu buruh, dengan penghasilan pokok orang tua paling banyak yaitu antara Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00 tiap bulannya. Selain itu sebagian besar jumlah orang yang masih menjadi tanggungan orang tua siswa yaitu dua orang. Dalam lingkungan keluarga sebagian besar siswa didukung kedua orang tua yaitu ayah dan ibu untuk berwirausaha. Siswa selain belajar berwirausaha dari sekolah sebagian besar juga belajar berwirausaha dari lingkungan keluarga. Didalam lingkungan keluarga siswa mayoritas tidak ada yang berwirausaha sedangkan yang berwirausaha bergerak dalam bidang makanan. Pekerjaan orang disekitar tempat tinggal siswa adalah pegawai negeri dan swasta. Sebagian besar siswa ingin menjadi seorang wirausaha. Sedangkan usaha yang ingin mereka tekuni yaitu yang bergerak dalam bidang makanan, antara lain yaitu: membuka warung makan, membuka restaurant dan catering dengan alasan sesuai dengan kemampuan dan ilmu yang siswa dapatkan dari sekolah. Selain itu adapula siswa yang ingin melanjutkan usaha warung makan milik orang tuanya dan akan mengembangkannya. Adapula siswa yang ingin berwirausaha dan melanjutkan usaha orang tuanya, tetapi tidak bergerak dalam bidang makanan karena orang tuanya sudah mempunyai usaha yang bergerak dibidang kerajinan.
74
1. Pendapat Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat Dari Kompetensi Managerial Skills. Hasil penelitian menggambarkan sebagian besar pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta diperoleh nilai mean yaitu 25,55. Kesiapan berwirausaha siswa 50,6% kurang siap terhadap kompetensi managerial skills. Sedangkan uuntuk kategori cukup siap 49,4% dengan skor ketercapaian 63,9. Data yang diperoleh bahwa pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi managerial skills, dilihat dari latar belakang lingkungan keluarga siswa yang berwirausaha. 17,3% memiliki kategori cukup siap dengan latar belakang keluarga tidak ada yang berwirausaha. 18,6% memiliki kategori kurang siap dengan latar belakang paman atau saudara dekat yang berwirausaha. Sedangkan bidang usaha yang ditekuni untuk siswa yang memiliki kesiapan cukup siap dan kurang siap mayoritas bergerak dibidang yang sama yaitu makanan dengan persentase untuk kategori cukup siap 25% dan kategori kurang siap 23,4%. Latar belakang keluarga yang lainnya yaitu jumlah keluarga siswa, jumlah tanggungan orang tua dapat memberikan pengaruh terhadap kompetensi managerial skills karena siswa dapat belajar mengelola potensi diri sendiri dan orang lain di dalam keluarga. Berdasarkan hasil perolehan data pendapat siswa kelas III
75
Program Studi Tata boga dilihat dari kompetensi managerial skills cukup siap untuk berwirausaha.
2. Pendapat Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat Dari Kompetensi Conceptual skills. Pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta dilihat dari kompetensi conceptual skills diperoleh nilai mean yaitu 14,49 dan mayoritas 66,7% siswa memiliki kesiapan yang kurang siap, untuk siswa yang kesiapan berwirausahanya dengan kategori cukup siap terdapat 28,2%. Sedangkan untuk siswa yang memiliki kategori tidak siap terdapat 3,8% dan untuk kriteria siap hanya terdapat 1,3% dengan skor ketercapaian 60,4. Apabila dilihat dari latar belakang keluarga siswa yang tidak ada yang berwirausaha sebanyak 25% dengan kategori kurang siap. Sedangkan yang bergerak dibidang makanan hanya 0,64% dengan kategori siap. Sehingga dapat digambarkan, bahwa kesiapan conceptual skills siswa dilihat dari latar belakang bidang usaha yang ditekuni keluarga belum mampu memberikan dorongan siswa untuk siap berwirausaha. Conceptual skills merupakan kompetensi yang harus dimiliki setiap siswa. Siswa harus mempunyai kemampuan menciptakan gagasan, solusi, berfikir positif dan dapat memberikan saran. Sehingga data yang diperoleh dari pekerjaan pokok orang tua yang sebagian besar bekerja
76
sebagai buruh, belum mampu memberikan pengaruh siswa untuk mampu belajar
kompetensi
Conceptual
skills
dari
lingkungan
keluarga.
Berdasarkan hasil perolehan data pendapat siswa kelas III Program Studi Tata boga dilihat dari kompetensi conceptual skills masih kurang siap untuk berwirausaha.
3. Pendapat Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat Dari Kompetensi Human Skills Dari hasil data yang diperoleh sebagian besar siswa SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta diperoleh nilai mean 35,63 sedangkan siswa yang memiliki kompetensi human skills dengan kategori kurang siap dengan persentase 60,9% sedangkan untuk kriteria yang cukup siap terdapat 30,1% dengan skor ketercapaian 59,4. Sehingga tidak ada siswa yang memiliki kategori siap untuk berwirausaha dilihat dari kompetensi human skills. Berdasarkan data yang ada bahwa kompetensi human skills jika dilihat dari tempat tinggal siswa saat ini, mayoritas tinggal dengan orang tua kandung dengan persentase 67,3% kurang siap dan 27,5% dengan kategori cukup siap. Sedangkan jumlah keluarga siswa yang memiliki kategori cukup siap mayoritas 24,4% mempunyai jumlah keluarga 3 – 5 orang dan untuk siswa yang memiliki kategori kurang siap 53,8% dengan jumlah keluarga yang sama. Selain itu pekerjaan orang disekitar tempat
77
tinggal siswa mayoritas berwirausaha dan buruh, yang memiliki kategori cukup siap 12,8% dan kategori kurang siap 30,8%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tempat tinggal siswa, jumlah keluarga dan pekerjaan orang di sekitar tempat tinggal siswa tidak memberikan dorongan siswa apabila dilihat dari kompetensi human skills. Kompetensi
human
skills
merupakan
ketrampilan
untuk
memahami, mengerti dan berkomunikasi dengan orang lain atau relasi kerja. Berdasarkan hasil data tentang pendapat siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta dilihat dari kompetensi human skills masih kurang siap berwirausaha.
4. Pendapat Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat Dari Kompetensi Decision Making Skills Berdasarkan hasil penelitian pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi decision making skills dengan perolehan nilai mean 21,28 mayoritas siswa dengan persentase 70,5% memiliki kategori cukup siap, dan 28,2% memiliki kategori siap sedangkan yang 1,3% siswa memiliki kategori kurang siap dengan skor ketercapaian 76. Kesiapan siswa diihat dari kompetensi decision making skills merupakan ketrampilan siswa dalam mengambil suatu keputusan. Sehingga seorang wirausaha harus pandai dalam mengambil keputusan.
78
Keputusan merupakan suatu hasil penilaian dan hasil pemilihan alternatifalternatif. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa siswa kelas III SMKN Program Studi Tata Boga di Daerah Istimewa Yogyakarta mayoritas cukup siap untuk berwirausaha dilihat dari kompetensi Decision making skills. Menurut
data yang diperoleh jika dilihat dari latar belakang
lingkungan keluarga yang berwirausaha siswa yang memiliki kategori siap 11,5% tidak ada yang berwirausaha dan mayoritas 24,4% paman atau saudara dekat kategori kurang siap.
5. Pendapat Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Kesiapan Berwirausaha Dilihat Dari Kompetensi Kepemimpinan Kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi kepemimpinan mayoritas siswa yang memiliki kesiapan yang cukup siap dengan persentase 87,8%, sedangkan 7,7% siswa termasuk kategori siap dan 4,5% dengan kategori kurang siap dengan skor ketercapaian 72,8. Menurut data yang diperoleh jika kesiapan berwirausaha siswa jika dilihat dari tempat tinggal siswa saat ini, mayoritas siswa tinggal dengan orang tua kandung yang memiliki kategori siap 7,05% sedangkan yang cukup siap 83,3%. Selain data tersebut yang diketahui apabila siswa menjadi seorang pemimpin maka akan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berperan dan berkreasi dan sekaligus berani memberikan imbalan sesuai
79
dengan hasil kerjanya. Mampu memberikan contoh kedisiplinan dalam bekerja kepada bawahannya. Untuk tercapainya suatu tujuan bersama dalam suatu klompok berdasarkan data yang ada bahwa siswa mampu memberikan teladan terhadap teman kerja dan mengajak teman kerja untuk saling
memberikan
motivasi
dalam
bekerja
untuk
menciptakan
produktifitas kerja yang tinggi serta berani meminta saran, pendapat dan meminta pertimbangan terhadap bawahan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kesiapan
berwirausaha
siswa
dilihat
dari
kompetensi
kepemimpinan tersebut merupakan ketrampilan siswa dalam bertingkah laku sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku orang lain sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Ketrampilan kepemimpinan sangat diperlukan bagi siswa agar siap untuk berwirausaha, karena seorang wirausaha harus bekerja sama dan mampu untuk memimpin orang lain. Berdasarkan data yang diperoleh siswa kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah istimewa Yogyakarta cukup siap untuk berwirausaha dilihat dari kompetensi kepemimpinan.
6. Keseluruhan Pendapat Siswa Kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Kesiapan Berwirausaha Dari hasil perolehan data maka siswa SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta keseluruhan memperoleh nilai mean 131,92. Pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha 78,8% dengan kategori cukup siap dan
80
21,2% kurang siap, dengan skor ketercapaian 65,96, jika dilihat dari keempat kompetensi antara lain yaitu managerial skills, conceptual skills, human skills, decision making skills dan kompetensi kepemimpinan. Artinya sebagian besar siswa kelas III cukup siap untuk melakukan usaha atau berwirausaha. Dampak dari kesiapan berwirausaha siswa kelas III yaitu siswa mampu untuk berwirausaha dengan dibekali kompetensi managerial skills, conceptual skills, human skills, decision making skills dan kompetensi kepemimpinan. Ini jelas menunjukkan bahwa siswa memiliki kompetensi tersebut untuk berwirausaha. Siswa kelas III SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta harus sudah siap untuk menjadi seorang wirausaha karena salah satu tujuan SMK yaitu menyiapkan siswa untuk dapat mengisi dan menciptakan lapangan kerja yang sesuai dengan perkembangan industri atau dunia kerja agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, kesejahteraan umum dalam rangka pembangunan nasional. Hasil penelitian menggambarkan bahwa mayoritas siswa SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kesiapan yang cukup untuk berwirausaha. Dilihat dari latar belakang keluarga siswa, sebagian besar siswa belajar berwirausaha mayoritas sumber belajarnya yaitu dari keluarga. Sedangkan kedua orang tua yaitu ayah dan ibu mendukung anaknya untuk berwirausaha dan usaha yang ingin ditekuni yaitu bergerak dibidang makanan Hal ini didapat dari perolehan skor ketercapaian dari
81
hasil penelitian pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha kelas III Program Studi Tata Boga SMKN di Daerah Istimewa Yogyakarta dilihat dari latar belakang keluarga dan beberapa kompetensi yang harus dimiliki antara lain managerial skills dengan kategori cukup siap, conceptual skills dengan kategori kurang siap, human skills dengan kategori kurang siap, decision making skils
dengan kategori cukup siap dan kompetensi
kepemimpinan dengan kategori cukup siap.
82
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1. Pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi managerial skills, sebagian besar 39,7% tidak siap. 28,9% kurang siap, dengan skor ketercapaian 63,9. Berdasarkan nilai mean 25,55 dapat dikategorikan cukup siap. 2. Pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dlihat dari kompetensi conceptual skills, 66,7% memiliki keiapan berwirausaha yang kurang siap, 28,2% cukup siap, 3,8% tidak siap dan 1,8% siap dengan skor ketercapaian 60,4. Berdasarkan nilai mean 14,49 dikategorikan kurang siap. 3. Pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi human skills, 60,9% memiliki kesiapan yang kurang siap dan 30,1% memiliki kesiapan yang cukup siap dengan skor ketercapaian 59,4. Berdasarkan nilai mean 35,63 dapat dikategorikan kurang siap. 4. Pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi decision making skills, 70,5% dari cukup siap. 28,2% siap untuk berwirausaha dan 1,3% memiliki kesiapan berwirausaha yang kurang siap dengan skor ketercapaian 76. Berdasarkan nilai mean 21,28 dapat dikategorikan cukup siap.
83
5. Pendapat siswa tentang kesiapan berwirauasaha dilihat dari kompetensi kepemimpinan, 87,8% cukup siap, 7,7% siap dan 4,5% kurang siap untuk berwirausaha dengan skor ketercapaian 72,8. Berdasarkan nilai mean 34,96 dapat dikategorikan cukup siap. 6. Berdasarkan penelitian secara keseluruhan, pendapat siswa tentang kesiapan berwirausaha dilihat dari kompetensi managerial skills, conceptual skills, human skills, decision making skills dan kompetensi kepemimpinan 78,8% cukup siap dan 21,2% kurang siap untuk berwirausaha dengan skor ketrcapaian 65,95. Berdasarkan nilai mean 131,92 dapat dikategorikan cukup siap.
B. Saran Kompetensi conceptual skills dan human skills termasuk kategori kurang yaitu : 1. Siswa diberikan tugas untuk melakukan diskusi kelompok pada pelajaran kewirausahaan. Mengenai bagaimana menciptakan ide baru atau mengembangkan usaha yang sudah ada, karena kompetensi conceptual skills siswa jika dilihat dari latar belakang keluarga sebagian besar membuka usaha dibidang makanan. 2. Kompetensi human skills dapat didukung dengan pemberian tugas di luar sekolah, supaya siswa mampu belajar berkomunikasi, membentuk hubungan baik dengan orang lain dan menghargai orang lain.
84
Kesiapan berwirausaha dilihat secara keseluruhan masih termasuk kategori cukup siap. Hal yang perlu dilakukan dari pihak sekolah yaitu lebih menekankan kompetensi managerial skills, conceptual skills, human skills, decision making skills dan kompetensi kepemimpinan pada setiap pelajaran baik teori ataupun praktek karena untuk menjadi seorang wirausaha harus memiliki kategori siap.
85
DAFTAR PUSTAKA
Agus Budiman. (1992). “Bimbingan Vocasional Sebagai Usaha Meningkatkan Kesiapan Kerja Siswa STM di DIY”. Laporan Penelitian. IKIP Jakarta Ahmadi, abu. (1992).”Psikologi Relajar. Jakarta: Rineka Cipta Alo Liliwen. (1997). ”Sosiologi Organisasi”. Yogyakarta: Citra Aditya Bahari Anonim.(2001). Lifestyle. ”http://www.karir-Astaga!com” Daligulo. (1984). Kamus Psikologi. Bandung : Tonis. I. Gusti M. (2003). ”Kesiapan Berwirausaha Siswa Kelas III Jurusan Mesin Bidang Keahlian Teknik Mesin Perkakas SMKN3 Yogyakarta”. Skripsi, Yogyakarta : FT UNY Jonathan Sarwono. (2001). “Sukses Menjadi Manager Yang Positif“. Jakarta: Penerbit Erlangga Pangaribuan Lina. (1994). “Kesiapan Kerja siswa SMK Sektor Perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta“. Tesis, Jakarta : PPS IKIP Jakarta Mulyasa. (2007).“Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)“. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Saefuddin Azwar. (1995). ”Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya”. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar Sirod Hantoro. (2005). ”Kiat Sukses Berwirausaha”. Yogyakarta: Adi Cita Soeharto. (1998). ”Desain Instruksional Sebuah Pendekatan Praktis Untuk Pendidikan Teknologi dan Kejuruan”. Jakarta: Depdikbud Sugiyono. (1999). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta (2003).”Statistik Untuk Penelitian”. Bandung: Alfabeta Suharsimi Arikunto. (1999).“Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”. Jakarta: Alfabeta Suharsimi Arikunto. (2002).“Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”. Bandung: Alfabeta
86
Sukirin. (1975). ”Tingkat Kesiapan Sebagai Titik Permulaan Perkembangan Baru”. Yogyakarta: FIP IKIP Yogayakarta Sutarto. (1991). ”Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Suryana. (2001). ”Kewirausahaan”. Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat Syamsi Ibnu. (2000). ”Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi”. Jakarta : PT. Bumi Aksara Wasti Soemanto. (1999). ”Pendidikan Kewirausahaan”. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara
87
88