BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Lingkungan dan manusia adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait. Menurut Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain. Semua kegiatan manusia mempunyai dampak pada lingkungan hidup. Kegiatan hayatinya, seperti pembuangan sisa metabolismenya dalam bentuk air seni dan tinja, berdampak pada lingkungan hidup. Pada waktu jumlah manusia kecil, dampak itu kecil pula. Dengan pertumbuhan jumlah manusia dampak kumulatif kegiatan hayati manusia makin besar. Dampak itu makin besar lagi dengan berkembangnya kegiatan ekonomi dan kemampuan manusia mengembangkan teknologi yang memberikan kemampuan kepadanya untuk melakukan rekayasa dan meningkatkan penggunaan energi. Antara manusia dengan lingkungan hidupnya selalu terjadi interaksi timbal-balik. Manusia mempengaruhi
lingkungan
hidupnya
dan manusia
dipengaruhi
oleh
lingkungan hidupnya. Demikian pula manusia membentuk lingkungan
1
hidupnya dan manusia juga dibentuk oleh lingkungan hidupnya (Soemarwoto: 2001). Lingkungan juga dapat dibedakan menjadi tiga macam yakni yang bersifat fisik, sosial, dan budaya. Lingkungan fisik adalah hal-hal di luar diri manusia yang bersifat kebendaan dank arena itu bersifat empiris. Ini berbeda dengan lingkungan sosial, yang walaupun bersifat empiris, memiliki karakter atau sifat dan cirinya sendiri. Secara empiris lingkungan sosial berupa individu-individu. Lebih tepatnya kategori-kategori individu serta pola-pola interaksi dan relasi antarindividu tersebut. Dibandingkan dengan lingkungan fisik, lingkungan sosial ini dapat dikatakan bersifat setengah empiris, artinya lingkungan sosial ini mewujud hanya sesaat dan setelah itu tidak terulang lagi. Yang tertinggal kemudian hanyalah kesan-kesan atau persepsi manusia tentang interaksi-interaksi antarindividu yang telah terjadi. Sedangkan lingkungan budaya merupakan lingkungan yang paling abstrak. Lingkungan ini tidak empiris, karena berupa nilai-nilai, norma-norma, pandangan hidup, aturan-aturan serta makna-makna, yang belum merupakan bagian dari budaya seorang individu. Lingkungan ini hanya dapat diketahui setelah diwujudkan lewat bahasa, perilaku atau hasil karya tertentu. Tiga jenis lingkungan ini selalu dapat ditemui jika seseorang mengunjungi suatu komunitas, masyarakat, atau suatu kelompok sosial tertentu, sebagaimana halnya ketika seseorang melakukan kegiatan berwisata ke daerah tertentu (Raharjana: 2005). Manusia yang hidup di suatu lingkungan, untuk bertahan hidup memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier juga menghasilkan limbah
2
dan tidak dapat dipungkiri hal tersebut mengakibatkan lingkungan menjadi tercemar. Pencemaran lingkungan mengakibatkan kualitas lingkungan tersebut menurun.
Pencemaran
lingkungan
juga
disebabkan
karena
adanya
pembangunan. Gerak pembangunan sedang menuju ke era industrialisasi mulai meninggalkan ketergantungan pada sektor agraris. Sebagai akibatnya, di samping makin bervariasinya jenis barang yang dihasilkan, juga dimunculkan limbah yang belum sebelumnya tidak dikenal; baik yang berupa limbah padat, cair, maupun gas. Makin banyaknya limbah baik dalam arti kuantitas maupun kualitas, mengakibatkan pencemaran lingkungan dan merosotnya kemampuan sumber daya alam, yang akhirnya melahirkan pemikiran pembangunan berkelanjutan (Poerwanto: 1999). Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang tertuang dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1982, pada pasal 3 menyatakan bahwa : pengelolaan
lingkungan
hidup
berazaskan
pelestarian
kemampuan
lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Pada pasal 4 dinyatakan bahwa tujuan pengelolaan lingkungan hidup ialah : 1. Tercapainya
keselarasan
hubungan
antar
manusia
dengan
lingkungan hidup sebagai tujuan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya; 2. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana; 3. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan;
3
4. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang; 5. Terlindungnya negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 4 bahwa pembangunan berwawasan lingkungan berguna untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Dengan kata lain, menjaga kelestarian lingkungan agar bebas dari pencemaran juga didorong oleh kesadaran atas rasa tanggung jawab dari diri sendiri. Pembangunan berwawasan lingkungan mendukung juga kegiatan pariwisata. Pariwisata adalah industri yang menjual lingkungan hidup fisik dan sosial-budaya, ia telah diidentifikasi sebagi salah satu industri yang sangat potensial, baik untuk wisatawan domestik maupun asing. Karena pariwisata menjual lingkungan hidup, ia sangat peka pada kerusakan lingkungan hidup (Soemarwoto, 2001: 199). Pariwisata juga tidak dapat dipisahkan dengan unsur lingkungan, karena orang berwisata pasti mengunjungi suatu daerah atau lingkungan tertentu. Sebagai contoh orang berwisata ke desa wisata, berarti orang tersebut berwisata ke lingkungan pedesaan. Disadari atau tidak bila tulang punggung dari aktivitas wisata di lingkungan pedesaan ditentukan oleh kualitas lingkungan desa itu sendiri. Ini artinya bahwa lingkungan pedesaan dengan segenap unsurnya merupakan sumberdaya dan berbagai aktivitas wisata yang tercipta (Marsongko: 1999). Pariwisata di desa sangat bergantung pada kualitas lingkungan, tidak hanya lingkungan fisik semata namun juga lingkungan sosial budaya (Burton: 1995).
4
Selain bergantung pada kualitas lingkungan, pariwisata di desa juga membutuhkan partisipasi masyarakat, karena partisipasi merupakan kesedian untuk membantu keberhasilan setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri (Mubyarto, 1997: 35). Kegiatan berwisata juga bisa menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah tertentu, wisatawan tersebut melakukan kegiatan berwisata dan meningkatkan jumlah timbunan sampah. Jumlah timbunan sampah tersebut memerlukan pengelolaan yang mempergunakan metode pengelolaan sampah yang ramah lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan akan mengganggu kelestarian fungsi lingkungan. Banyak obyek wisata juga mengalami kerusakan karena cara pengembangan yang tidak memperhatikan prinsip keberlanjutan. Misalnya, obyek wisata di Carita, Jawa barat, adalah pantai dengan pasir putih. Namun pemandangan pantai telah tertutup oleh hotel. Demikian pula di Kuta, Bali, mulai dari Hotel Holiday Inn di selatan sampai ke utara pantai tak nampak dari jalan, 1 km yang pantainya masih terlihat dari jalan, selebihnya pemandangan tertutup oleh hotel, restoran dan toko (Soemarwoto: 2001). Kabupaten Sleman juga menawarkan kegiatan untuk berwisata karena memiliki obyek wisata yang menarik minat wisatawan. Potensi wisata yang dimiliki Kabupaten Sleman meliputi wisata budaya atau wisata sejarah, wisata alam, wisata pendidikan, taman hiburan dan sentra industri kerajinan. Selain
5
itu
Kabupaten
Sleman
juga
memiliki
beragam
desa
wisata
yang
karakteristiknya berbeda-beda untuk setiap desa wisata. Salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman, yaitu Desa Wisata Sidoakur letaknya di Padukuhan Jethak II, Kecamatan Sidokarto, Godean, Sleman, Yogyakarta. Sebagian besar atau mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan mereka memanfaatkan lahan pertanian yang ada di padukuhan Jethak II. Masyarakat disekitar Desa Wisata Sidoakur sangat ramah terhadap pengunjung yang datang sehingga memberikan rasa nyaman kepada wisatawan atau pengunjung yang datang. Masyarakat Padukuhan Jethak II dan pengelola Desa Wisata Sidoakur juga telah melakukan pelestarian lingkungan melalui kelompok sadar wisata yang dimiliki desanya serta peran pemerintah secara bersamasama berusaha mengatasai hal timbunan sampah yang ada di desanya demi kemajuan desa dan kelestarian lingkungan bergotong royong untuk mewujudkan tujuh unsur yang terkandung dalam Sapta Pesona (Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah tamah, Kenangan). Untuk mewujudkan Sapta Pesona tersebut sebagai salah satu bentuk pelestarian lingkungan agar lingkungan Desa Wisata Sidoakur terbebas dari kotoran, sampah, dan polusi didukung juga dengan motivasi yang kuat dari pihak pengelola Desa Wisata Sidoakur dan warga desa berusaha melakukan peningkatan penghijauan, pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga, pertanian dan perikanan organik. Dari hal tersebutlah penulis tertarik, maka dari itu penulis memberi judul “Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Berbasis Komunitas (Studi
6
Kasus Desa Wisata Sidoakur, Jethak II, Sidokarto, Godean, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta)”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang diberikan pada latar belakang di atas, maka dapat digambarkan suatu rumusan masalah dalam penelitian ini. Beberapa rumusan masalah yang dapat dianalisis sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan masyarakat Desa Wisata Sidoakur Jethak II Sidokarto Godean Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta melakukakan upaya pelestarian lingkungan? 2. Bagaimana strategi pelestarian lingkungan yang dijalankan oleh Desa Wisata Sidoakur Jethak II Sidokarto Godean Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta? 3. Apa manfaat yang diperoleh dari pengelolaan dan pelestarian lingkungan yang dijalankan oleh Desa Wisata Sidoakur Jethak II Sidokarto Godean Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta?
C. Tujuan Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk :
7
1. Mengetahui faktor-faktor penyebab masyarakat Desa Wisata Sidoakur Jethak II Sidokarto Godean Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta melakukakan upaya pelestarian lingkungan. 2. Mengetahui strategi pelestarian lingkungan yang dijalankan oleh Desa Wisata Sidoakur Jethak II Sidokarto Godean Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Mengetahui manfaat yang diperoleh dari strategi pelestarian lingkungan yang dijalankan oleh Desa Wisata Sidoakur Jethak II Sidokarto Godean Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang bersangkutan dalam penulisan tugas akhir ini, baik manfaat secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Beberapa manfaat secara teoritis penulisan tugas akhir ini, yaitu sebagai berikut : a. Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya. b. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan mengenai gambaran pengetahuan tentang melestarikan lingkungan di Desa Wisata Sidoakur.
8
2. Manfaat Praktis Beberapa manfaat secara praktis penulisan tugas akhir ini, yaitu sebagai berikut : a. Bagi penulis, penulisan tugas akhir ini sebagai persyaratan guna memenuhi salah satu syarat kelulusan Program Diploma III Program Studi Kepariwisataan Sekolah Vokasi UGM dan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai model pengelolaan lingkungan di Desa Wisata Sidoakur. b. Bagi Program Studi D III Kepariwisataan Sekolah Vokasi UGM, hasil penulisan tugas akhir ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi study/kajian kepariwisataan. c. Bagi masyarakat Padukuhan Jethak II dapat memberikan gambaran tentang pentingnya meningkatkan motivasi dan kesadaran agar masyarakat Padukuhan Jethak II lebih berpartisipasi lagi terhadap kemajuan padukuhan mereka dan Desa Wisata Sidoakur.
9
E. Tinjauan Pustaka Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis menggunakan beberapa tinjauan pustaka dari buku, artikel, tesis, jurnal, skripsi, tugas akhir yang terkait dengan pembahasana tema yang akan dikemukakan. Peninjauan ini diperlukan sebagai dasar atau konsep penelitian yang komprehensif. Terjadinya pencemaran lingkungan fisik di Dusun Lopati, Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul disebabkan karena limbah usaha di dusun tersebut dibuang di lingkup pekarangan. Sebagai akibatnya, limbah usaha yang biasanya dibuang di lingkup pekarangan itu makin lama makin tidak dapat dinetralisasikan oleh tanah pekarangan itu. Dengan demikian maka tingkat pencemaran lingkungans makin bertambah. Pengaruh pencemaran itu terhadap kehidupan biologis tidak tampak jelas. Akan tetapi, dari sudut sosial-budaya, tampaknya dampak negatif dari pencemaran itu masih dapat ditoleransi oleh warga Dusun Lopati. Dapat dikemukakan pendapat bahwa ambang batas suatu lingkungan fisik tidak selalu sejajar dengan ambang batas lingkungan sosial. Bila mutu lingkungan yang baik membuat orang kerasan hidup dalam lingkungan tersebut, maka dalam kasus Dusun Lopati yang dimaksud dengan mutu lingkungan lebih ditekankan pada lingkungan sosial daripada lingkungan fisik. Bagi masyarakat Dusun Lopati pemahaman akan limbah merupakan hal yang relatif baru. Akibatnya, jika ada akibat negatif yang muncul dari suatu limbah dan pencemaran lingkungan yang dirasakan oleh sebagian warga dusun, tidak selalu dianggap sebagai persoalan bersama yang serius. Menurut mereka, jika tercium suatu bau yang
10
kurang enak dari limbah yang berasal dari peternakan babi dan pembuatan tahu, dianggapnya hanya bersifat sementara dan dianggap lama-kelamaan akan hilang dengan sendirinya (Poerwanto: 1999). Kondisi lingkungan terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap interaksi masyarakat desa dengan lingkungannya di daerah bahaya Gunung Merapi. Masyarakat menilai positif kondisi lingkungan fisik, lingkungan biotik dan lingkungan sosial yang ada. Selain itu terbukti bahwa ada perbedaan pola interaksi masyarakat desa dengan lingkungan antara daerah yang pernah mengalami korban dan daerah yang belum pernah mengalami korban jiwa. Daerah yang belum pernah mengalami korban jiwa dalam bencana seperti Dusun Pelemsari mempunyai interaksi masyarakat dengan dengan lingkungan yang cenderung lebih positif dibanding daerah yang pernah mengalami korban jiwa seperti Dusun Turgo. Berarti keterlibatan masyarakat Pelemsari dengan daerah asalnya lebih kuat dibanding masyarakat Turgo (Putranto: 1999). Pendekatan
pengembangan
desa
wisata
terpadu
dengan
cara
pendekatan perencanaan eko-wisata merupakan pendekatan perencanaan pariwisata dengan titik tekan pada usaha yang terpadu dan bertanggung jawab terhadap terpeliharanya sumberdaya lingkungan (alam dan budaya) melalui pengelolaan yang dinamis dan pendekatan konservasi merupakan proses memelihara menjaga obyek cagar budaya atau lingkungan binaan bersejarah untuk mempertahankan makna budaya yang terkandung supaya dapat bertahan di masa depan, selain itu pendekatan dengan analisis pengembangan desa
11
wisata dengan menggunakan analisis S.W.O.T (kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan/ancaman) mendeskripsikan potensi dan masalah utama, peluang dan ancaman utama serta permasalahan yang harus dihadapi (Departemen Pariwisata Telekomunikasi: 1994). Peran serta masyarakat lokal dalam upaya pengembangan desa wisata. Tingkat
penerimaan/ketersediaan
masyarakat
terhadap
kegiatan
kepariwisataan. Kriteria ini didasarkan atas kenyataan bahwa suatu kegiatan pengembangan suatu desa dimana terdapat suatu lokasi komunitas, karakter masyarakat lokal secara fisik dan sosial budaya merupakan sumber daya utama, sehingga pendekatan pengembangan masyarakat perlu memandang masyarakat
lokal
sebagai
subjek
dan
bukan
objek.
Yang
perlu
dipertimbangkan untuk kriteria ini adalah mayoritas penduduk desa yang lebih terbuka dan siap menerima kehadiran wisatawan, keramahtamahan penduduk bahwa pariwisata bukan sesuatu yang tabu bagi masyarakat (Firdaus: 2007). Rahmawati, Dhian (2010) mendeskripsikan partisipasi masyarakat Magelang yang berada disekitar obyek wisata Gardu Pandang Ketep Pass yang 90% masyarakatnya ikut serta dalam pengembangan obyek ini sebagai karyawan dan pedagang.
F. Landasan Teori Agar tujuan penelitian tercapai landasan teori merupakan teori-teori yang sesuai dengan penelitian dan berguna untuk penulis dalam melaksanakan penelitian, maka perlu diuraikan mengenai definisi yang berkaitan dengan
12
judul penelitian. Berikut pengertian dan istilah-istilah yang berkaitan dengan penelitian ini : 1. Pelestarian Lingkungan Hidup Berbagai sumber alam dikembangkan melaui berbagai jalur sektoral dan regional untuk manfaatkan bagi kesejahteraan rakyat. Dalam pengelolaan sumber daya alam ini, benang merahnya yang utama adalah mencegah timbulnya pengaruh negatif terhadap lingkungan dan mengusahakan kelestarian sumber alam agar bisa digunkan terus-menerus sambung sinambung untuk generasi di masa depan (Salim, 1987: 37). Lingkungan yang lestari pada gilirannya akan melestarikan proses pembangunan kita, melestarikan masyarkat yang menjadi ajang hidup anak-anak dan cucu kita kelak, martabat manusia dan mutu hidupnya juga tergantung pada lingkungan yang menjadi tempat hidupnya (Salim, 1987: 130). Menurut Undang-Undang No. 23 tahun 1997 pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan dan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Berbagai sumber alam dikembangkan melalui berbagai jalur sektoral dan regional untuk manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Dalam pengelolaan sumber daya alam ini, benang merahnya yang utama adalah mencegah timbulnya pengaruh negatif terhadap lingkungan dan mengusahakan kelestarian sumber alam agar bisa digunakan terus-menerus sambung sinambung untuk generasi di masa depan. Karenanya kita harus meneruskan
13
proses pembangunan dan usaha pelestarian secara bersama-sama dan keduanya merupakan tujuan kembar usaha-usaha nasional kita karena : 1. Lingkungan yang lestari pada gilirannya akan melestarikan proses pembangunan kita, melestarikan masyarakat yang menjadi ajang hidup anak-anak dan cucu kita kelak, 2. Martabat manusia dan mutu hidupnya juga tergantung pada lingkungan yang menjadi tempat hidupnya (Salim: 1987).
2. Prinsip-prinsip Ekowisata Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (nature area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat, yang juga merupakan bentuk pariwisata keutuhan minat khusus (Fandeli, 2003: 3). Ada pula yang menyatakan bahwa ekowisata adalah suatu strategi baru yang menjaga kesimbangan antara pembangunan ekonomi dan yang mendorong pemeliharaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang sekaligus bermanfaat bagi masyrakat setempat, Kegiatan pariwisata bila diatur dan dikendalikan secara baik akan mengarah pada pemanfaatan ekonomi dengan dampak kerusakan minimum. Selain hal tersebut manajemen yang kuat sangat diperlukan agar industri ini tidak merusak lingkungan (Goodwin, 1996). Sedangkan suatu kegiatan wisata, baru dapat dikatakan sebagai ekowisata apabila memenuhi tiga dimensi (Fandeli, 1995: 26), yaitu :
14
a. Dimensi Konservasi, yaitu kegiatan wisata tersebut membantu usaha pelestarian alam setempat dengan dampak negatif yang minim. b. Dimensi Pendidikan, yaitu wisatawan yang ikut kegiatan tersebut akan mendapatakan ilmu pengetahuan mengenai ekosistem, keunikan biologi dan kehidupan sosial di kawasan yang dikunjungi, sehingga wisatawan tersebut meningkat kesadaranya untuk ikut melestarikan alam. c. Dimensi Kerakyatan, yaitu rakyat setempatlah yang menjadi pelaku utama dalam penyelenggaraan kegiatan wisata tersebut. Menurut World Conservation Union (WCU), ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif, dan memberikan keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal. Menurut deklarasi Quebec (hasil pertemuan dari anggota The International Ecotourism Society atau TIES di Quebec, Canada tahun 2002), Ekowisata adalah suistanable tourism yang secara spesifik memuat upaya-upaya : a. Kontribusi aktif dalam konservasi alam dan budaya. b. Partisipasi penduduk lokal dalam perencanaa, pembangunan dan operasional kegiatan wisata serta menikmati kesejahteraan. c. Transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam kepada pengunjung. d. Bentuk wisata independen atau kelompok wisata berukuran kecil.
15
Prinsip-prinsip pengembangan ekowisata : a. Konservasi 1. Pemanfaatan keanekaragaman hayati tidak merusak sumber daya alam itu sendiri. 2. Relatif
tidak
menimbulkan
dampak
negatif
terhadap
lingkungan dan kegiatannya bersifat ramah lingkungan. 3. Dapat memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari. b. Pendidikan Meningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku masyarakat tentang perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. c. Ekonomi 1. Dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pengelolaan kawasan, penyelenggara ekowisata dan masyarakat setempat. 2. Dapat memacu pembangunan wilayah, baik di tingkat lokal maupun nasional. 3. Dampak ekonomi secara luas juga harus dirasakan oleh kabupaten/kota, provinsi bahkan nasional. d. Peran aktif masyarakat 1. Menyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin bagi masyarakat sekitar kawasan. 2. Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata.
16
3. Keterlibatan
masyarakat
sekitar
kawasan
sejak
proses
perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi. e. Wisata 1. Menyediakan informasi yang akurat tentang potensi kawasan bagi pengunjung. 2. Kesempatan menikmati pengalaman wisata dalam lokasi yang mempunyai fungsi konservasi. 3. Memahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan. 4. Memberi kenyamanan dan keamanan kepada pengunjung.
3. Desa Wisata Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993). Pengertian desa wisata adalah suatu wilayah perdesaan dengan keseluruhan suasana yang menecerminkan keasliaan “desa”, baik dari struktur ruang,
arsitektur
bangunan,
maupun
pola
kehidupan
sosial-budaya
masyarakatnya serta mampu menyediakan komponen-komponen kebutuhan pokok wisatawan seperti akomodasi, makanan dan minuman, cinderemata, dan atraksi-atraksi wisata (Pitana, 1999).
17
Desa wisata adalah desa yang hidup mandiri dengan potensi yang dimilikinya. Dapat dijual sebagai atraksi daya tarik wisata tanpa melibatkan investor. Potensi desa adalah seluruh kegiatan sehari-hari di rumha, di alam, di lingkungan dan budayanya (Asyari, 2010: 1-2). Firdaus (2007) mendeskripsikan bahwa desa wisata mempunyai potensi untuk dikembangkan/ditingkatkan dan didesain secara berkualitas dalam berbagai komponen kepariwisataan berdasarkan gambaran budaya tradisional yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari desa itu sendiri. Kriteria sebagai dasar penilaian tersebut mampu mengkombinasikan beberapa hal seoptimal mungkin, oleh karena itu kriteria dasar penilaian itu harus mencerminkan : 1. Kepentingan yang selaras dengan upaya untuk pelestarian warisan budaya dan warisan lokal/keaslian yang ada dan lingkungan alam sekitar. 2. Kepentingan manfaat bagi penduduk/masyarakat pedesaan. 3. Kepentingan manfaat bagi pengunjung baik dari aspek pendidikan, memperkaya pengalaman dan atau rekreasi. 4. Kepentingan peningkatan jumlah dan kepuasaan pengunjung. 5. Kepentingan pengembangan dan pemanfaatan desa sebagai produk wisata. Kriteria desa wisata dalam dua kelompok yaitu kriteria yang berlaku umum untuk semua karakteristik desa wisata dan kriteria yang bersifat khusus untuk masing-masing karakteristik desa wisata.
18
Kriteria berlaku umum : 1. Telah dikunjungi/diminati oleh wisatawan. 2. Kemudahan pencapaian ini akan menyangkut : a. Kondisi jalan yang menuju lokasi, kenyamanan, fasilitas, dan amenitas. b. Ketersediaan sarana transportasi (jumlah, frekuensi). c. Pencapaian yang berhubungan dengan masalah rute. Kriteria yang bersifat khusus untuk masing-masing Desa Wisata : 1. Desa dengan lingkungan alam : a. Keindahan alamnya. b. Jenis sumber daya alam yang menonjol untuk kegiatan wisata. c. Keunikan sumber daya alam. d. keutuhan sumber daya alam. 2. Desa dengan kehidupan ekonomi/mata pencaharian utama : a. Mata pencaharaian penduduk yang utama dapat dikembangkan sebagai atraksi wisata. b. Kurangnya tingkat pengangguran masyarakat. c. Pemerataan yang berhubungan dengan hasil dari investasi lokal. 3. Desa dengan kehidupan adat istiadat budaya : a. Tata cara adat sangat kental mendominasi kehidupan masyarakat.
19
b. Pengelolaan kegiatan seni budaya berlangsung di lingkungan desa dilakukan murni oleh masyarakat. c. Kehidupan masyarakat sangat unik dan tradisioanl/asli. 4. Desa dengan bangunan tradisional Bangunan khas dan unik dan arsitektur lokal sangat dominan. Struktur tata ruang bersifat khas. Pola lengkap serta material yang digunakan sangat alami menggambarkan unsur kelokalan dan keaslian. Interior, peralatan makan dan minum menggambarkan unsur kelokalan dan keaslian, berdasarkan unsur kriteria yang bersifat khusus. 5. Desa dengan lingkungan alam sebagai berikut : a. Keindahan alam Kriteria ini dimaksudkan bahwa lokasi letak geografis di mana desa tersebut berada memiliki pemandangan alam yang indah, baik berupa gunung, perbukitan, pertanian, dan sebagainya. b. Jenis dan sumber daya alam Yang
dimaksud
adalah
bahwa
disamping
memiliki
pemandangan alam yang indah, desa tersebut juga memiliki sumber daya alam yang dapat menjadi daya tarik wisata seperti desa yang dikelilingi areal pertanian berbagai jenis holtikultura (agrowisata). c. Kenunikan sumber daya alam Sumber daya alam yang ada sangat asli dan lokal, jarang bahkan hampir tidak ditemukan di tempat lain, mislanya desa di
20
pantai yang memiliki keindahan taman laut dengan beraneka ragam biota laut (karang laut, berjenis-jenis ikan hias), dan sebagaianya. d. Keutuhan sumber daya alam Sumber daya alam yang dimiliki maish utuh/asli dan terpelihara dengan baik tidak terdapat berbagai bangunan fisik yang terdapat di lingkungan sekitar sumber daya tersebut, atau sentuhan seni lainnya yang merubah keaslian dan keutuhannya. 6. Desa dengan kehidupan ekonomi/mata pencaharian utama : Mata pencaharian penduduk dimaksudkan bahwa mayoritas penduduk hidup dari kegiatan perekonomian yang khas dan unik yang dapat dikembangkan sebagai atraksi wisata, misalnya desa-desa dengan industri kerajinan pembuatan keramik gerabah, cenderamata lainnya, desa-desa di sekitar areal perkebunan dan sebagainya. a. Kurangnya tingkat pengangguran Hampir
seluruh
penduduk
mempunyai
aktivitas
mata
pencaharian menopang perekonomian mereka yang dilakukan secara berkesinambungan akan tetap menjadi bagian dari atraksi wisata yang menarik. b. Pemerataan yang berhubungan dengan investasi lokal Dimaksudkan tidak terdapat kegiatan monopoli usaha yang hanya dimiliki oleh satu atau dua orang penduduk desa. Masyarakat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari kegiatan mereka secara merata (dalam pengertian sesuai dengan tingkat
21
produktifitas mereka). Pembentukan wadah koperasi desa unutk menampung hasil usaha masyarakat sangat dianjurkan. 7. Desa dengan kehidupan adat/seni budaya : a. Tata cara adat yang dominan Yang dimaksudkan adalah suatu desa dimana peranan adat masih sangat kuat dan mendominasi pola kehidupan dan tata cara masyarkaatnya. Secara keseharian, ketua adat/sesepuh adat memiliki peranan yang besar dalam pelaksanaan tatanan kehidupan dengan masyarakat desa. Kepemilikan tanah sangat dilindungi. b. Pengelolaan kegiatan seni budaya oleh masyarakat desa Pengelolaan kegiatan seni budaya berlangsung di dalam lingkungan
dengan
upacara
perkawinan,
upacara
sunatan,
pertunjukan tari dan sebagainya, murni dilakukan oleh masyarakat desa sendiri. c. Kehidupan masyarakat unik dan tradisional Pola kehidupan yang berkaitan dengan tata cara adat yang berbudaya masyarakat sangat unik dan bersifat tradisional dan bahkan tidak dijumpai di tempat lain. Masyarakat desa sangat menjaga dan memelihara keunikan dan ketradisional tersebut sehingga keasliannya tetap utuh. Termasuk dalam pengertian desa adat ini adalah desa yang kehidupan adat/seni budayanya memiliki nilai/aspek historis secara turun-temurun.
22
8. Desa dengan bangunan tradisional : a. Bangunan khas dan unik Dimaksudkan bahwa sebagai desa tradisional, rumah-rumah tempat tinggal penduduk dan balai adat yang dimiliki mempunyai bentuk khas dan unik, tidak terdapat di tempat lain, nuansa arsitekrut lokal sangat menonjol dan mendominasi keseluruhan bangunan tersebut. b. Struktur tata ruang bersifat yang khas Penataan struktur ruang sangat khas, yang menunjukkan keaslian dan kelokalan, misalnya adanya ruang terbuka yang berfungsi sebagai ruang bersama, hamparan tanah dan susunan batu dan sebagaianya. c. Pola lanskap serta material bersifat alamiah Pola lanskap serta material yang digunakan dalam bangunan tradisional
menonjolkan
ciri
khas
desa
sehingga
dapat
mencerminkan keaslian dan kelokalan wilayah/desa setempat.
23
G. Landasan Berpikir
Gambar 1.1 Landasan Berpikir MASYARAKAT (MANUSIA)
LINGKUNGAN
LESTARI
RUSAK
MUCUL IDE TINDAKAN PELESTARIAN
INTERNAL
DAMPAK
EKSTERNAL
PROSES PELESTARIAN LINGKUNGAN
DESA WISATA
SOSIAL
BUDAYA
EKONOMI
LINGKUNGAN
INDIVIDU
MASYARAKAT
24
H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu dengan menggambarkan fenomena dan situasi yang ada dalam objek penelitian dan menganalisis dan menyajikan fakta dengan menggunakan panduan teoritis yang sudah ditetapkan dalam landasan teori untuk mempermudah pemahaman dan penarikan kesimpulan.
2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wisata Sidoakur Jethak II Godean Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini berlangsung selama tiga bulan terhitung tanggal 19 Februari 2014-19 Mei 2014.
3. Alat Pengumpul Data Beberapa peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini diantaranya adalah kamera unutk mendokumentasikan berbagai fenomena selama penulisan Tugas Akhir ini di tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL). Selain itu, laptop juga digunakan sebagai alat untuk menulis dan menyimpan Tugas Akhir. Alat tulis dan buku tulis juga mendukung untuk mencatat data-data yang diperoleh dari hasil wawancara.
25
4. Jenis Data Terdapat dua jenis data pada penulisan tugas akhir ini yaitu : a. Data Primer Data yang diperoleh dan diteliti di lapangan berkaitan dengan strategi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Wisata Sidoakur untuk meningkatkan pelestarian lingkungan, faktor-faktor penyebab masyarakat melakukan pelestarian lingkungan dengan cara wawancara langsung dengan informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalah secara mendalam berkaitan dengan struktur pengelola Desa Wisata Sidoakur, profil Desa Wisata Sidoakur, dan masyarakat padukuhan Jethak II. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah ketua Desa Wisata Sidoakur, Pak dukuh Padukuhan Jethak II, sekretaris Desa Wisata Sidoakur, Seksi Pengelola bidang lingkungan dan budaya Desa Wisata Sidoakur. b. Data Sekunder Data yang dapat diperoleh melalui sumber lain seperti buku-buku perpustakaan, penelitian terdahulu, dokumen-dokumen resmi, sumber pustaka dan tulisan yang berhubungan dengan penelitian.
26
5. Metode Pengumpulan Data Untuk
mendapatkan
data-data
yang
dibutuhkan
penulis
menggunakan beberapa cara pengambilan data antara lain : a. Studi Pustaka Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi dari buku-buku yang ada hubungannya dengan objek yang diteliti untuk memperoleh data sekunder. b. Wawancara (interview) Metode ini dilakukan dengan cara mencari informasi kepada informan secara langsung mengenai obyek yang diteliti, kemudian penulis melakukan tatap muka langsung dengan pengelola desa wisata Sidoakur untuk mendapatkan data primer. c. Observasi Langsung Metode ini dilakukan dengan cara mengamati dan datang langsung ke obyek yang diteliti, yaitu Desa Wisata Sidoakur. Peneliti memperoleh pengetahuan dan data secara langsung dengan cara melihat dan mengamati kegiatan masyarakat di obyek serta wisatawan yang bekunjung.
27
6.
Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penyelesaian penulisan, maka penulis
melanjutkan sistematika penulisan dengan maksud memperjelas dan mempermudah tujuan dari bab yang akan dibahas, yaitu : BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan, Manfaat, Tinjauan Pusataka, Landasan Teori dan Metode Penelitian yang merupakan gambaran pokok dari permasalahan yang ada. BAB II GAMBARAN UMUM Pada bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum mengenai profil umum Kabupaten Sleman, cikal bakal Desa Wisata Sidoakur, profil umum Desa Wisata Sidoakur, aksesibilitas Desa Wisata Sidoakur, struktur pengelola Desa Wisata Sidoakur, visi dan misi Desa Wisata Sidoakur, atraksi dan amenitas Desa Wisata Sidoakur, akun jejaring sosial Desa Wisata Sidoakur, daftar penghargaan yang diraih oleh Desa Wisata Sidoakur, dan kunjungan wisatawan. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini menguraikan tentang faktor-faktor penyebab masyarakat Desa Wisata Sidoakur Jethak II Sidokarto Godean Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta melakukakan upaya pelestarian lingkungan.
28
Kemudian membahas strategi pelestarian lingkungan dan manfaat yang diperoleh dari pelestarian lingkungan yang dijalankan masyarakat Jethak II dan pengelola Desa Wisata Sidoakur Jethak II Sidokarto Godean Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari penulisan keseluruhan yang berasal dari bab-bab sebelumnya dan saran yang ditujukan untuk Desa Wisata Sidoakur agar tetap menjadi desa wisata yang menjunjung tinggi kelestarian lingkungan dan bisa menjadi contoh bagi desa wisata lainnya di daerah Kabupaten Sleman.
29