BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi dewasa ini berbagai aspek kehidupan mengalami perkembangan dan perubahan, termasuk sektor ekonomi bisnis di dunia. Perubahan yang begitu cepat menciptakan suatu persaingan yang ketat antar perusahaan. Persaingan ini memaksa perusahaan-perusahaan di dunia meningkatkan kinerja perusahaannya agar tujuan-tujuan perusahaan dapat tercapai.
Di Indonesia sendiri, sektor jasa telekomunikasi merupakan sektor bisnis yang mengalami perkembangan yang sangat pesat hal ini dipengaruhi antara lain karena perkembangan teknologi, dan juga disebabkan terjadinya perubahan model pengelolaan sektor telekomunikasi yang di lakukan Indonesia sejak tahun 1999, melalui UU No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Diawali dari UndangUndang tersebut maka pengelolaan sektor telekomunikasi di Indonesia mengalami perubahan dari monopoli menjadi persaingan atau kompetisi. Sejak saat itulah beberapa perusahaan telekomunikasi bermunculan dan beradu memperebutkan pasar Indonesia.
2
Persaingan yang tinggi dalam sektor bisnis jasa telekomunikasi dapat dilihat dari banyaknya perusahaan telekomunikasi yang bermunculan dan jatuh bangun. Salah satunya Operator telekomunikasi pemilik brand Esia, PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) yang juga menjadi salah satu pemain di dunia telekomunikasi Indonesia, kondisinya sedang berada diujung tanduk, sebagaimana di beritakan dalam www.merdeka.com Bakrie Telecom membukukan kerugian hingga Rp 1,52 triliun hingga September 2013 atau melonjak 53 persen dari posisi sama tahun lalu sebesar Rp 988,3 miliar. Bakrie Telecom hanya mendapatkan pendapatan bersih sebesar Rp 1,6 triliun hingga September 2013 atau turun 10 persen dibandingkan tahun lalu Rp 1,78 triliun. Kini, dengan hampir tidak adanya pembangunan jaringan baru dan inovasi layanan baru, maka Esia seperti tinggal menghitung hari saja, untuk merger atau mati perlahan. Permasalahan yang dihadapkan pada perusahaan Bakrie Telecom Tbk ini yang mendasari peneliti melakukan penelitian terkait dengan kinerja perusahaan.
Salah satu dasar yang dijadikan pertimbangan sebagai acuan dalam mengukur kinerja perusahaan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang penting bagi perusahaan, maka perlu dilakukan sebuah analisis kinerja keuangan perusahaan salah satunya dengan menggunakan metode Du Pont System. Metode Du Pont ini memberikan informasi mengenai berbagai faktor yang menyebabkan naik turunnya kinerja keuangan sebuah perusahaan. Tujuan analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas perusahaan dalam memutar modalnya, sehingga analisis ini mencakup berbagai rasio. Du Pont System ini didalamnya menggabungkan rasio aktivitas / perputaran aktiva dengan rasio laba / Profit margin atas penjualan dan menunjukkan
3
bagaimana keduanya berinteraksi dalam menentukan Return On Assets (ROA), yaitu Profitabilitas atas aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio laba atas penjualan (profit margin) dipengaruhi oleh tingkat penjualan dan laba bersih yang dihasilkan. Berarti profit margin ini mencakup pula seluruh biaya yang digunakan dalam operasional perusahaan. Rasio aktivitas sendiri dipengaruhi oleh penjualan dan total aktiva. Dapat dikatakan bahwa analisis ini tidak hanya menfokuskan pada laba yang dicapai, tetapi juga pada investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut.
Kemampuan perusahaan memperoleh laba (profitabilitas) merupakan salah satu penilaian kinerja suatu perusahaan. Profitabilitas adalah rasio yang sangat diperhatikan dalam dunia bisnis karena rasio ini menggambarkan efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Rasio profitabilitas digunakan sebagai dasar untuk mengukur kinerja perusahaan,
hal
ini
dilakukan
mengingat
daya
tarik
bisnis
(business
attractiveness) merupakan salah satu indikator penting dalam persaingan usaha, sedangkan indikator daya tarik bisnis dapat diukur dari profitabilitas usaha seperti, Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM). Semakin tinggi rasio-rasio ini mengartikan bahwa perusahaan dalam posisi keuangan yang baik, aman dan menguntungkan.
Return On Assets (ROA) dalam analisis manajemen keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisis keuangan yang bersifat menyeluruh atau komprehensif. Menurut Munawir (2002), rasio ini mengukur efektivitas perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva
4
yang akan digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Nilai ROA yang semakin besar menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik. Berikut adalah tabel Return On Assets (ROA) perusahaan jasa telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009-2013: Tabel 1.1 Sampel Data Perusahaan Jasa Telekomunikas BEI 2010-2013 Tahun No
1
Perusahaan Bakrie Telecom Tbk
Rasio
XL Axiata Tbk
ROA
3
Smartfren Tbk
ROA
4
Inovisi Infracom Tbk
Indosat Tbk
6
Telekomunikasi Indonesia Tbk
2010
2011
2 012
0.86%
0.08%
-6.76%
-36.32%
2013 -28.98%
6.24%
10.61%
9.08%
7.74%
2.62%
-15.23%
-31.27%
-19.52%
-10.9%
-15.97%
15.13%
11.17%
15.02%
15.1%
12.67%
2.72%
1.25%
1.79%
1.59%
4.85%
11.62%
11.56%
15.02%
16.51%
15.95%
21.34%
3.4%
14.63%
-6.28%
-8.86%
3.5566%
0.5666%
2.4383%
-1.0466%
-1.4766%
ROA
2
5
2009
ROA
ROA
ROA
Jumlah Rata-Rata ROA Sumber : IDX (data diolah, 2015)
Tabel 1.1 Menunjukkan rasio perbandingan laba bersih yang dimiliki dengan total aset perusahaan (ROA). Nilai ROA Bakrie Telecom Tbk mengalami penurunan tiap tahun nya bahkan mengalami kerugian tiga tahun terakhir, dan nilai rasio ROA pada perusahaan Smartfren Tbk selalu menunjukkan nilai negatif, hal ini berarti perusahaan mengalami kerugian dari tahun ke tahun. Lain halnya yang terjadi dengan perusahaan XL Axiata Tbk, Inovisi Infracom Tbk, Indosat Tbk dan
5
Telekomunikasi Indonesia Tbk, nilai ROA ke-empat perusahaan tersebut menunjukkan nilai ROA yang fluktuatif naik turun. Nilai rata-rata ROA dari keenam perusahaan tersebut cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, bahkan dua tahun terakhir yaitu pada tahun 2012 dan 2013 menunjukkan nilai ROA negatif, hanya rata-rata ROA pada tahun 2011 yang mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya.
Kinerja perusahaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa leverage keuangan merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan laba. Penggunaan hutang dalam investasi sebagai tambahan untuk mendanai aktiva perusahaan diharapkan dapat meningkatkan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan, karena aktiva perusahaan digunakan untuk menghasilkan laba. Dengan demikian laba yang tersedia untuk pemegang ekuitas menjadi lebih besar. Adapun keuntungan lain yang diperoleh dari hutang yaitu pembayaran bunga hutang dapat mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Selain itu para pemegang saham tidak perlu mengurangi atau membagi porsi laba apabila operasi dari pembiayaan dana pinjaman berjalan dengan sukses, tetapi penggunaan leverage yang semakin besar menyebabkan beban bunga semakin besar (Brigham dan Gapenski 1997). Jika beban bunga sangat besar sedangkan laba operasi tidak cukup besar maka akan timbul masalah kesulitan keuangan yang menyebabkan kinerja menurun.
Dengan kata lain leverage keuangan memiliki dampak baik dan buruk bagi perusahaan, dapat menyebabkan perusahaan menjadi berkembang lebih baik (kinerja baik), akan tetapi juga dapat mengakibatkan kemunduran bagi perusahaan
6
(kinerja buruk) bahkan dapat berakibat pada kondisi kepailitan atau bangkrut. Untuk itu rasio leverage perlu diperhatikan antara manfaat yang diperoleh dengan pengorbanan yang diambil sehingga penggunaan leverage bisa meningkatkan keuntungan perusahaan dan akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan.
Jensen & Meckling, 1976 adalah yang pertama kali membahas keterkaitan antara leverage dan kinerja perusahaan, yang menunjukkan bahwa besarnya leverage dalam struktur modal perusahaan memengaruhi agency conflict antara manajer dengan pemegang saham, karena di satu sisi leverage merupakan alternatif pendanaan bagi manajer dalam kerangka peningkatan kinerja perusahaan, namun di sisi lain ini merupakan risiko bagi para pemegang saham. Tulisan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa struktur modal dapat memengaruhi kinerja perusahaan.
Temuan-temuan selanjutnya terkait dengan penggunaan utang dan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan yang dinilai menggunakan rasio profitabilitas menunjukkan hasil yang beragam. Penelitian yang dilakuan oleh Widodo (2001), yang meneliti asosiasi likuiditas, struktur modal dan kualitas aktiva produktif terhadap profitabilitas bank, hasilnya struktur modal (diwakili rasio debt to asset) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yogantara & Wijaya (2010) didalam penelitiannya menemukan pengaruh yang signifikan antara struktur modal dan kinerja perusahaan. Namun demikian leverage atau penggunaan hutang bisa berpengaruh negatif atau tidak signifikan terhadap profitabilitas, hal ini diteliti oleh Martono
7
(2002), yang menghasilkan leverage dan intensitas modal berpengaruh negatif terhadap Return on Equity.
Disamping unsur leverage, terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan khususnya kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba (profitabilitas). Sebagaimana pernyataan yang dikemukakan oleh Sartono (1998) Profitabilitas
adalah
kemampuan
perusahaan
memperoleh
laba
dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Berdasarkan dari pernyataan tersebut, penulis beranggapan bahwa pertumbuhan perusahaan (growth) yang diukur dari pertumbuhan penjualannya dan ukuran perusahaan (size) yang dilihat dari total aktiva yang dimiliki perusahaan dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Pagano dan Schlvardi (dalam Hansen dan Juniarti 2014) Pertumbuhan perusahaan yang diproksikan dengan pertumbuhan penjualan mempunyai pengaruh dalam meningkatkan
profitabilitas
perusahaan
dan
nilai
perusahaan.
Dimana
pertumbuhan penjualan yang ditandai dengan peningkatan market share yang akan berdampak pada peningkatan penjualan dari perusahaan sehingga akan meningkatkan profitabilitas dari perusahaan.
Pertumbuhan penjualan yang meningkat tiap tahunnya, membuat para investor percaya bahwa perusahaan akan memberikan keuntungan dimasa depan karena pertumbuhan penjualan berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba (profitabilitas). Hal ini sejalan dengan fakta yang di gambarkan oleh perusahaan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) yang dimana berhasil
membukukan
pertumbuhan
kinerja
keuangan
8
yang mengesankan sepanjang Triwulan
III-2012
yang
ditandai
dengan
peningkatan pendapatan usaha sebesar Rp 56,9 triliun, meningkat sebesar Rp 4,0 triliun atau 7,6 persen sedangkan laba bersih mencapai Rp 10 triliun atau naik 19,3 persen. Peningkatan pendapatan tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan pelanggan seluler dan penjualan tinggi dalam Layanan Data, Internet dan Information Technology (www.telkom.co.id). Dapat diketahui bahwa dengan meningkatnya penjualan perusahaan maka laba yang diperoleh perusahaan akan meningkat pula. Namun Hansen dan Juniarti (2014) dalam penelitiannya menunjukkan hasil yang berbeda, dimana sales growth tidak memiliki pengaruh terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan. Dengan kata lain masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait dengan permasalahan pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap kinerja perusahaan.
Ukuran perusahaan (size) juga diduga dapat mempengaruhi kinerja perusahaan khususnya
dalam
kemampuannya
memperoleh
laba,
sebagaimana
yang
dikemukakan oleh Bhattacharyya dan Saxena (dalam Hansen dan Juniarti, 2014) perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih besar mempunyai pengaruh terhadap peningkatkan profitabilitas perusahaan sehingga akan mempengaruhi penilaian kinerja perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan yang besar memiliki beberapa keuntungan kompetitif, antara lain market power dimana perusahaan yang besar dapat menetapkan harga yang tinggi untuk produknya, adanya economics of scale yang berdampak pada penghematan biaya karena ukuran perusahaan yang besar menghasilkan bargaining power terhadap supplier dan ketika produk dapat diproduksi secara massal, maka perusahaan yang besar dapat lebih efisien. Dengan adanya berbagai keuntungan kompetitif tersebut, maka hal ini akan
9
berdampak pada peningkatan profitabilitas dari perusahaan, sehingga kinerja perusahaan dianggap baik.
Tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan, antara lain dapat dilihat dari total penjualan, dan total aset. Ukuran perusahaan yang dilihat dengan menghitung seberapa besar total aset lebih dapat mencerminkan ukuran perusahaan, karena total aset dianggap lebih stabil (Machfoedz, 1994). Investor yang bersikap hati-hati (risk adverse) cenderung melakukan investasi saham pada perusahaan besar karena mempunyai tingkat risiko lebih kecil. Penelitian terdahulu yang mengaitkan antara ukuran perusahaan dan kinerja perusahaan menunjukkan hasil yang beragam, Lin serta Wright et al (dalam Fachrudin, 2011) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan besar lebih menjanjikan kinerja yang baik. Tetapi Huang (dalam Fachrudin, 2011) menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan Taiwan yang berada di China. Maka dari hasil temuan yang bervariasi ini dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kaitan yang sebenarnya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang disajikan di atas, diketahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan kinerja perusahaan pada sejumlah perusahaan penyedia jasa telekomunikasi di Indonesia, selanjutnya dengan judul “Pengaruh Leverage, Growth dan Size Terhadap Kinerja Perusahaan” (Studi Kasus Pada Perusahaan Jasa Telekomunikasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2013).
10
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan permasalahan secara parsial dan simultan adalah sebagai berikut: 1.
Secara Parsial a. Apakah leverage yang diproksikan oleh Debt To Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Perusahaan ? b.
Apakah pertumbuhan perusahaan (growth) yang diproksikan oleh Growth Sales berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Perusahaan?
c. Apakah ukuran perusahaan (size) yang diproksikan oleh Total Assets berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Perusahaan? 2.
Secara Simultan a.
Apakah Debt To Equity Ratio, Growth Sales dan Total Assets berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Perusahaan ?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Secara Parsial a. Untuk mengetahui pengaruh leverage yang diproksikan dengan Debt To Equity Ratio terhadap Kinerja perusahaan b. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan perusahaan (growth) yang diproksikan dengan Growth Sales terhadap Kinerja Perusahaan c. Untuk
mengetahui
pengaruh
ukuran
perusahaan
(size)
diproksikan dengan Total Assets terhadap Kinerja Perusahaan
yang
11
2.
Secara Simultan a.
Untuk mengetahui pengaruh Debt To Equity Ratio, Growth Sales dan Total Assets terhadap Kinerja Perusahaan
D.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagi Akademisi Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
dalam
pengembangan literatur bidang manajemen keuangan, khususnya dalam hal mendalami masalah tentang pengaruh leverage, growth dan size terhadap
kinerja
perusahaan,
serta
memperkaya
wawasan
bagi
pembacanya. 2.
Bagi pihak manajemen Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan leverage, pertumbuhan perusahaan (growth), dan ukuran perusahaan (size) dalam upaya memaksimalkan kinerja perusahaan.
3.
Bagi investor, calon investor, ataupun kreditur Penelitian ini diharapkan bisa menjadi pertimbangan untuk mengambil keputusan rasional yang berkaitan dengan leverage, pertumbuhan perusahaan (growth) dan ukuran perusahaan (size) terhadap kinerja perusahaan telekomunikasi yang menjadi objek penelitian ini