BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Dalam pembangunan regional, pengembangan jiwa kewirausahaan sangat
diperlukan. Menurut Sulistyastuti (2004), salah satu kritik utama terhadap kebijakan regional tradisional atau klasik pada masa lalu adalah perhatiannya yang terfokus pada masuknya investasi (inward investment), baik dari domestik maupun dari luar negeri. Pengembangan jiwa kewirausahaan akan mampu mendorong tumbuhnya kemandirian suatu wilayah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan. Dalam konsep pengembangan usaha, jenis usaha dikelompokkan menjadi usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar (Suhardjono, 2003). Dalam Suhardjono (2003), Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah memaparkan bahwa usaha kecil (UK) merupakan usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,00 di luar tanah dan bangunan tempat
usaha,
dan
memiliki
penjualan
tahunan
paling
banyak
Rp.
2.500.000.000.000,00 Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2008 usaha menengah (UM) merupakan usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200.000.000,00 sampai dengan Rp. 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan serta memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00.
1
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan suatu bentuk usaha kecil masyarakat yang pendiriannya berdasarkan inisiatif seseorang. Menurut Kerry (2010), UKM sangat penting untuk inisiatif strategis dalam perekonomian. UKM adalah salah satu kekuatan pendorong utama dalam pembangunan ekonomi. Namun di sisi lain sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa UKM hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Pada kenyataannya, UKM memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah maupun pendapatan negara. UKM juga sangat berperan dalam mengurangi tingkat pengangguran karena dari sifatnya yang padat karya, jenis usaha ini mampu menyerap banyak tenaga kerja yang masih menganggur. Menurut kajian empirik yang dilakukan oleh Arief (2009), total usaha yang ada di dunia hampir 90 persen merupakan kontribusi dari UKM. Lebih lanjut menurut Rahmana, UKM pada skala internasional merupakan sumber penciptaan lapangan pekerjaan. Kontribusi UKM terhadap penyerapan tenaga kerja, baik di negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia, mempunyai peranan yang signifikan dalam penanggulangan masalah pengangguran. UKM telah tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Menurut Aremu dan Adeyemi (2011), UKM telah dianggap sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dan dapat digunakan sebagai alat promosi dalam menunjang pemerataan pembangunan. Keuntungan utama dari sektor ini adalah potensinya memproduksi dengan menggunakan biaya yang rendah. Misalnya saja di negara Cina, menurut Khaizong Yang dan Yung Xu (2006), pada tahun 2003, UKM memberikan kontribusi terhadap perekonomian Cina sebanyak 98,9 persen dari jumlah total
2
bisnis yang ada di Cina. Motivasi yang tinggi dari masing-masing individu untuk mengembangkan potensi, kreativitas, dan keterampilan dengan cara merintis usaha kecil menjadi salah satu faktor yang menyebabkan UKM semakin berkembang. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah perkembangan UKM yang semakin pesat tidak diimbangi dengan kemampuan UKM untuk dapat bersaing dengan usaha lainnya. Perkembangan UKM yang pesat berdampak pada kompetisi yang semakin meningkat. Kompetisi yang semakin ketat cenderung menyebabkan tingkat keuntungan (rate of return) yang diperoleh UKM mengarah pada kondisi dimana pengeluaran untuk keperluan produksi sama dengan pendapatan yang diperoleh. Bahkan pada kondisi tertentu, industri kecil yang tidak mampu berkompetisi akan tergusur dari persaingan usaha. Kehadiran UKM dalam konteks ekonomi global menunjukkan bahwa potensi besar yang dimiliki UKM tidak boleh diremehkan (Russo dan Tencati, 2009). Industri dengan julukan “kecil-kecil cabe rawit” ini sangat memegang peranan yang sangat besar dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Peranan UKM dalam menunjang kemajuan pembangunan di Indonesia ditunjukkan oleh kemampuannya bertahan dalam menghadapi badai krisis keuangan dan ekonomi yang menimpa Indonesia pada tahun 1997. Di saat perusahaan-perusahaan besar berjuang untuk tetap bertahan di tengah krisis yang melanda, UKM masih dapat bertahan. Hal ini membuktikan bahwa pengusaha UKM merupakan salah satu pelaku ekonomi yang kuat dan ulet. UKM di masa depan diperkirakan akan cukup berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan ekonomi yang cepat berubah dan
3
dapat meningkatkan posisi daya saing bukan hanya dalam pasar lokal tetapi juga dalam mendorong aktivitas ekspor yang pada akhirnya akan lebih mendorong pengembangan perekonomian daerah. Menurut
Titik
(2004),
krisis
ekonomi
pada
tahun
1997
telah
mengakibatkan kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi berubah. Usaha besar satu persatu pailit karena bahan baku impor meningkat secara drastis dan biaya cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menurun dan berfluktuasi. Terpuruknya sektor perbankan turut memperparah sektor industri dari sisi permodalan. Hal ini diakibatkan oleh permodalan beberapa industri bergantung pada sektor perbankan dan banyak perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat bunga yang tinggi. Bertolak belakang dengan kondisi yang dihadapi industri-industri yang permodalannya bergantung pada sektor perbankan, sebagian besar UKM pada saat itu tetap bertahan, bahkan cenderung bertambah. Terdapat beberapa alasan UKM dapat bertahan di tengah krisis moneter pada tahun 1997. Pertama, sebagian besar UKM memproduksi barang konsumsi dan jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah. Hal ini menyebabkan tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Kedua, sebagian besar UKM menggunakan modal yang tidak berasal dari pinjaman bank. Implikasi keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda halnya apabila permodalan UKM bersumber dari bank dan sektor perbankan mengalami masalah, maka secara tidak langsung
4
kegiatan usaha UKM akan ikut terganggu. Keterpurukan UKM di saat perbankan mengalami masalah tidak berdampak buruk terhadap usaha berkala besar. Sektor ini
cenderung mampu
bertahan.
Di
Indonesia,
sebagian
besar
UKM
mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah (Dhika:2012). Bercermin dari kondisi UKM yang mampu bertahan pada saat krisis, maka pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar, baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UKM di samping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sebagai bagian yang paling kuat dalam ekonomi nasional, UKM memiliki peran aktif dalam meningkatkan lapangan kerja, melakukan pelatihan bagi para wirausaha, penyegaran ekonomi, dan menjalin kerjasama dengan perusahaan besar serta meningkatkan persaingan pasar (Jingting Ma, dkk:2010). Pada saat ini, pertumbuhan dan peran UKM akan memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian Indonesia. Penyebab yang mendasari hal tersebut, antara lain perubahan iklim investasi dan iklim usaha ke arah yang lebih baik yang ditandai dengan keseriusan pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang menjadi faktor penyebab buruknya sistem investasi seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), penegakan dan kepastian hukum, perpajakan, ketenagakerjaan, serta
5
pelayanan birokrasi, baik di pusat maupun di daerah. Selain itu, pemulihan sektor korporat atau perusahaan besar diperkirakan masih memerlukan waktu lama karena permasalahan restrukturisasi yang komplek termasuk permasalahan hukum dan hutang luar negeri yang masih cukup besar sehingga perlu dilakukan penjadwalan
kembali
dengan
krediturnya.
Hal
yang
juga
mendukung
perkembangan UKM di Indonesia yaitu meningkatnya dukungan pembiayaan dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Saat ini dunia perbankan cenderung memberikan kreditnya pada UKM mengingat perusahaan besar masih banyak menanggung kredit macet, sehingga perbankan semakin bersifat hati-hati dalam kegiatan operasinya dan lebih memilih menyalurkan kreditnya pada UKM yang usahanya lebih cepat memberikan hasil. Keyakinan bahwa UKM dapat mengalami perkembangan dan dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian melalui pembiayaan kredit dari perbankan yang semakin baik perlu dirumuskan dan dijabarkan kembali mengenai implementasi strategi dan program yang jelas untuk mencapainya. Dukungan kepada UKM dapat dilakukan pemerintah, Bank Indonesia, perbankan maupun lembaga keuangan non bank, dunia usaha, serta masyarakat pada umumnya agar UKM benar-benar bisa menjadi pilar utama perekonomian. Peningkatan pembiayaan UKM akan efektif, paling tidak harus disertai strategi yang mencakup : 1) penciptaan iklim usaha dan investasi yang kondusif, 2) peningkatan kemampuan kewirausahaan, 3) peningkatan dalam jumlah dan kemudahan persyaratan dalam perkreditan perbankan, 4) pengembangan perangkat penunjang bagi peningkatan pembiayaan seperti penjaminan kredit, 5)
6
meningkatkan Lembaga Keuangan Mikro, 6) meningkatkan layanan Koperasi Simpan Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam Koperasi, 7) peningkatan lembaga keuangan sekunder, 8) peningkatan jaringan informasi baik pusat maupun daerah, 9) Pengembangan Multi Finance (Lestari, 2012). Strategi pengembangan UKM lebih banyak terjadi pada daerah yang memiliki potensi yang baik. Salah satu daerah yang memiliki potensi yang baik sehingga UKM dapat berkembang dengan cepat adalah Kota Denpasar. Kota Denpasar yang merupakan pusat pemerintahan menjadikan kota ini sebagai salah satu daerah yang menjadi incaran masyarakat dalam mencari nafkah baik dalam sektor formal maupun informal. Selain sektor formal, tidak dapat dipungkiri sektor informal yang semakin berkembang mampu memberikan kontribusi yang baik terhadap penyerapan tenaga kerja. Tabel 1.1 menggambarkan bahwa industri informal memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian di Kota Denpasar. UKM yang merupakan salah satu industri informal adalah suatu bentuk usaha yang tidak terikat oleh aturan, tidak ada perlindungan dari negara, serta tidak berbadan hukum. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada setiap tahunnya jumlah UKM di Kota Denpasar mengalami peningkatan. Apabila dibandingkan dengan jumlah unit usaha berskala besar, jumlah unit usaha kecil dan menengah jauh lebih banyak. Namun apabila memperhatikan perkembangannya dari tahun ke tahun, persentase pertumbuhannya mengalami penurunan dari tahun 2005-2009. Penurunan perkembangan industri tampak jelas pada tahun 2009. Menurut Oka (2009), melambatnya pertumbuhan industri pada tahun 2009 dipengaruhi oleh
7
kondisi perekonomian global yang masih belum stabil, turunnya permintaan barang ekspor di sisi permintaan direspon dengan penurunan utilisasi kapasitas produksi di sektor industri. Tabel 1.1 Perkembangan Industri Informal di Kota Denpasar Tahun 20052009 Tahun No. Jenis Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 I. Unit Usaha a. IUI Kecil 2.042 2.131 2.251 2.288 2.320 b. IUI Menengah 711 733 750 759 764 c. IUI Besar 148 160 164 169 173 2.901 3.024 3.165 3.216 3.257 Jumlah (unit) 4,24 4,66 1,61 1,27 Pertumbuhan (%) II. Tenaga Kerja a. IUI Kecil 19.265 19.740 20.484 20.910 23.117 b. IUI Menengah 7.032 7.521 7.958 8.317 8.378 c. IUI Besar 2.901 4.954 5.228 5.549 5.750 29.198 32.215 33.670 34.776 17.305 Jumlah (orang) 10,33 4,52 3,28 7,01 Pertumbuhan (%) Keterangan : IUI (ijin usaha industri) Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, 2010 Oka (2009) juga memaparkan bahwa dengan kondisi pariwisata yang masih tumbuh positif, sektor industri ini masih dapat tumbuh dengan baik. Pertumbuhan positif ini didorong oleh industri makanan dan kayu. Kondisi ini sangat berbeda halnya dengan industri kerajinan. Pada tahun 2009, industri kerajinan mengalami tekanan yang sangat berat, selain karena dampak krisis dan persaingan antar daerah, tekanan lain berasal dari persaingan antara negara berkembang Asia lainnya seperti Vietnam, Thailand, India, Malaysia, dan Cina. Negara pesaing lebih memaksimalkan besarnya skala produksi dengan memanfaatkan teknologi industri, sedangkan industri kerajinan di Bali masih mempertahankan keterampilan tangan (hand made) yang berdampak pada
8
pemenuhan kuantitas produksi. Hal inilah yang menjadi faktor penyebab menurunnya pertumbuhan jumlah UKM di Bali yang nampak jelas terjadi pada tahun 2009. Tingginya jumlah usaha kecil dan menengah memberikan peluang kerja yang lebih banyak pula kepada masyarakat. Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa kesempatan kerja yang diberikan oleh usaha kecil dan menengah jauh lebih banyak dibandingkan dengan kesempatan kerja unit usaha besar. Perkembangan UKM yang meningkat dari segi kuantitas belum diimbangi dengan peningkatan kualitas yang memadai. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha. Keadaan ini secara langsung berkaitan dengan: (a) rendahnya kualitas sumber daya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan akses pemasaran yang belum menunjang penciptaan wirausahawan ataupun tenaga siap pakai di sektor bisnis; (b) lemahnya rata-rata kompetensi kewirausahaan; (c) terbatasnya kapasitas UKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya; (d) iklim usaha belum mendukung; dan (e) koordinasi dan pembinaan belum berjalan dengan baik. Kemajuan UKM sangat mendukung upaya mengatasi ketimpangan antar pelaku, antar golongan pendapatan dan antar daerah, termasuk penanggulangan kemiskinan (Sudarmini, 2006). Peluang yang dapat diciptakan UKM bukan hanya pada penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Perkembangan UKM yang semakin pesat juga membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pendapatan yang dihasilkan. Bukan hanya masyarakat yang memperoleh keuntungan, namun
9
berkembangnya UKM dapat membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah kesenjangan pendapatan. Melalui penciptaan dan pengembangan UKM diharapkan mampu memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat, sehingga dengan itu masyarakat memperoleh pendapatan yang mampu digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Rendahnya produktivitas UKM, rendahnya nilai tambah, dan rendahnya kualitas produk UKM menjadi suatu kendala yang harus segera ditangani. Apabila hal tersebut dibiarkan saja, maka akan berdampak negatif terhadap pendapatan dan perkembangan perekonomian. Ketidakmampuan UKM bersaing dengan produk impor, baik di pasar lokal maupun pasar internasional akan berdampak pada nilai penjualan. Nilai penjualan yang rendah akan menyebabkan ketidakmampuan UKM untuk memutar modal produksi, sehingga terjadilah masalah permodalan yang akan berimbas terhadap rendahnya tingkat dan kualitas produksi dan upaya dalam menyejahterakan karyawan melalui upah minimum yang diberikan kepada tenaga kerja yang dipekerjakan. Dari beberapa permasalahan yang sering dihadapi UKM, nampaknya permodalan tetap menjadi salah satu kebutuhan penting guna menjalankan usahanya, baik kebutuhan modal kerja maupun investasi. Perkreditan dan permodalan bagi pengembangan UKM sering menjadi kendala, karena UKM memiliki kemampuan yang terbatas dalam aksesnya terhadap lembaga perkreditan dan perbankan. UKM pada umumnya mengalami masalah dalam memenuhi persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan kredit.
10
Menurut Biro Riset LM FEUI, penyaluran kredit untuk UKM dari bankbank umum mencapai sekitar 5 persen dari total kredit, dan bertambah 25 persen tiap tahun selama periode 2004 – 2007. Penyaluran kredit untuk UKM oleh bankbank umum tidak berjalan dengan mulus karena sejumlah kendala seperti jarangnya akses UKM terhadap perbankan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengambil langkah mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam penjaminan kredit UKM. BUMN mempunyai dua cara dalam memberikan kredit kepada UKM. Pertama, melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan kedua dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kredit melalui PKBL dilakukan oleh semua BUMN dari penyisihan laba, sedangkan KUR hanya dilakukan oleh bank BUMN. Peran sosial BUMN dalam membantu memberi kredit kepada UKM dituangkan melalui Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003. Keputusan ini dikeluarkan oleh Menteri Negara BUMN untuk menyelenggarakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil dalam bentuk pinjaman, baik untuk modal usaha maupun pembelian perangkat penunjang produksi agar usaha kecil menjadi tangguh dan mandiri. Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat untuk tujuan yang memberikan manfaat kepada masyarakat wilayah usaha BUMN yang bersangkutan (Prisilla, 2008). Hingga tahun 2012, di Indonesia terdapat 140 perusahaan BUMN yang berasal dari 18 sektor usaha yang ada termasuk sektor telekomunikasi. Salah satu perusahaan BUMN yang berasal dari sektor telekomunikasi adalah PT.
11
Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom). Unit Community Development PT. Telkom adalah unit organisasi atau organisasi pusat Telkom yang mengelola Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, yang biasa disebut dengan Telkom Community Development (TCD). TCD merupakan pengganti organisasi proyek pengelolaan dana pembinaan usaha kecil PT. Telkom. PT. Telkom merupakan BUMN yang mempunyai komitmen untuk senantiasa menjamin hubungan yang harmonis dengan lingkungan di wilayah usahanya berupa kegiatan sosial kemasyarakatan dan merupakan tanggung jawab sosial (Good Corporate Citizenship) melalui penyelenggaraan program kemitraan dengan usaha kecil dan program bina lingkungan. Program kemitraan merupakan program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil dan koperasi agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba Telkom. Program bina lingkungan merupakan program kepedulian sosial dalam bentuk pemberian bantuan untuk korban bencana alam, pendidikan, kesehatan, pembangunan sarana umum, tempat ibadah, dan lingkungan. Program Kemitraan (PK) dengan usaha kecil memiliki tujuan, yaitu: (1) untuk mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi, (2) terciptanya lapangan kerja, dan (3) memberikan kesempatan berusaha untuk masyarakat. Dana program kemitraan bersumber dari laba perusahaan setelah pajak yang disisihkan sebanyak 1 persen – 3 persen. Besarnya laba yang akan disisihkan untuk program kemitraan ini ditentukan pada saat rapat umum pemegang saham (RUPS). Selain dari laba perusahaan setelah pajak yang disisihkan, dana untuk program kemitraan juga
12
bersumber dari bunga pinjaman, bunga deposito, jasa giro, dan limpahan dari BUMN lainnya (Darmayasa, 2011). Dalam program kemitraan, mitra binaan diberikan pinjaman dikembalikan secara kredit. Pinjaman yang dipinjam oleh mitra binaan dapat diangsur dalam jangka waktu tertentu (maksimal 2 tahun) sesuai dengan kesepakatan yang ditandatangani antara mitra binaan dengan PT. Telkom. Untuk dapat bergabung sebagai mitra binaan Telkom, harus memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan perusahaan (Darmayasa, 2011). PT. Telkom telah menjalankan program ini dari tahun 2002 hingga sekarang. Telkom cabang Denpasar hingga tahun 2012 triwulan pertama telah memberikan bantuan dana berupa kredit kepada 251 UKM yang berada di Kota Denpasar. Gambar 1.1 memperlihatkan perkembangan jumlah UKM di Kota Denpasar yang tercatat sebagai mitra binaan Telkom dari tahun 2002 hingga 2011. Gambar 1.1 menggambarkan jumlah UKM di Kota Denpasar yang menjadi mitra binaan Telkom. Pada tahun 2002 tercatat sebanyak 17 UKM di Kota Denpasar yang tergabung sebagai mitra binaan. Pada tahun-tahun selanjutnya jumlah UKM di Kota Denpasar yang menjadi mitra binaan Telkom mengalami fluktuasi. Berfluktuasinya jumlah mitra binaan Telkom ditentukan oleh jumlah dana yang dialokasikan oleh PT.Telkom pada setiap programnya. Sebelum tahun 2008, program Good Corporate Citizenship yang dilaksanakan oleh PT. Telkom lebih difokuskan untuk program bina lingkungan seperti penghijauan dan penanggulangan bencana. Demikian juga setelah tahun 2008 dimana dana-dana yang telah dianggarkan lebih banyak disalurkan untuk program
13
lainnya seperti pemberian bantuan untuk keperluan pendidikan, kesehatan, pembangunan sarana umum, tempat ibadah, dan pemberdayaan lingkungan. Selain alokasi dana yang dianggarkan tidak sepenuhnya digunakan untuk program kemitraan, berfluktuasinya jumlah mitra binaan juga disebabkan oleh adanya kegiatan evaluasi terhadap program ini. Misalnya saja jumlah mitra binaan pada tahun 2006 yang menurun dari tahun sebelumnya. Penurunan ini diakibatkan karena pada tahun 2006 triwulan kedua dan ketiga kredit untuk Program Kemitraan Telkom sengaja tidak dikucurkan karena pada triwulan ini diadakan evaluasi untuk keberlangsungan program dari tahun 2002 sampai tahun 2005. Gambar 1.1 Jumlah UKM Mitra Binaan Telkom Tahun 2002-2011
Sumber : PT. Telkom Denpasar, 2012 Menyadari perkembangan UKM yang semakin pesat dan manfaat yang dapat diberikan terhadap perekonomian dan pembangunan ekonomi melalui kesempatan kerja yang mampu diciptakan dan pendapatan yang mampu
14
dihasilkan oleh tenaga kerja yang terserap di dalamnya, maka diperlukan suatu usaha dalam pemberdayaan dan peningkatan kualitas dari UKM yang telah ada. Salah satu yang menjadi kendala utama UKM dalam pengembangan usahanya adalah permodalan. Semakin banyaknya perbankan maupun BUMN yang membantu permodalan UKM secara kredit akan sangat membantu dalam pengembangan dan peningkatan kualitas UKM itu sendiri. Program Kemitraan Telkom yang sudah ada sejak tahun 2002 diharapkan mampu memberikan sumbangsih dalam usaha memajukan UKM, sehingga nantinya mampu tercipta kesempatan kerja yang semakin luas dan secara berkesinambungan diharapkan mampu meminimalisasi kesenjangan pendapatan yang terjadi. Kemampuan UKM dalam bertahan menghadapi krisis global pada tahun 1997 merupakan tonggak awal dari kelahiran industri kecil yang mampu memberikan sumbangsih yang besar. Permasalahan yang dihadapi dalam proses pengembangannya merupakan suatu tantangan yang harus dilalui untuk dapat meningkatkan kualitas sehingga nantinya UKM diharapkan dapat berdiri tangguh dan mampu bersaing secara global. Penelitian ini mengkhusus pada program kemitraan PT. Telkom yang telah banyak memperoleh penghargaan karena dedikasinya yang tinggi terhadap pengembangan UKM. Melalui penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran mengenai keefektifan program ini dan juga kemampuannya dalam hal meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja penduduk di Kota Denpasar. Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka pokok permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut.
15
1) Bagaimana efektivitas Program Kemitraan Telkom di Kota Denpasar? 2) Bagaimana dampak Program Kemitraan Telkom terhadap pendapatan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Denpasar? 3) Bagaimana dampak Program Kemitraan Telkom terhadap penyerapan tenaga kerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Denpasar? 1.2
Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, yang menjadi tujuan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui efektivitas Program Kemitraan Telkom di Kota Denpasar. 2) Untuk mengetahui dampak Program Kemitraan Telkom terhadap pendapatan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Denpasar. 3) Untuk mengetahui dampak Program Kemitraan Telkom terhadap penyerapan tenaga kerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Denpasar. 1.3
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini dapat dibedakan menjadi kegunaan
teoritis dan kegunaan praktis. 1)
Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat serta memperkaya ragam penelitian dan mampu menambah pengetahuan dan wawasan khususnya bagi mahasiswa, sehingga dapat menambah referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan untuk membandingkan teori-teori dengan kenyataan di lapangan, khususnya tentang Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
16
2)
Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan informasi kepada pemerintah, perusahaan, dan pihak yang berkepentingan lainnya dalam mengambil kebijaksanaan mengenai pemberdayaan dan pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Denpasar.
1.4
Sistematika Penulisan Pembahasan penelitian ini disusun berdasarkan urutan beberapa bab secara
sistematis, sehingga antara bab satu dengan bab lainnya mempunyai hubungan yang erat. Adapun penyajiannya adalah sebagai berikut. Bab I
: Pendahuluan Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II
: Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini akan menguraikan kajian pustaka dan rumusan hipotesis. Dalam kajian pustaka akan dibahas mengenai konsep usaha kecil dan menengah, peranan UKM dalam pembangunan ekonomi, konsep efektivitas, konsep kredit, pendapatan, tenaga kerja, hubungan tenaga kerja dengan pembangunan ekonomi, hubungan pendapatan dengan pembangunan ekonomi, pembahasan hasil penelitian sebelumnya, serta hipotesis.
Bab III
: Metode Penelitian Dalam bab ini akan diuraikan mengenai lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel,
17
jenis dan sumber data, metode pengumpulan sampel, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data. Bab IV
: Pembahasan Hasil Penelitian Dalam bab ini diuraikan gambaran umum lokasi penelitian dan pembahasan hasil penelitian.
Bab V
: Simpulan dan Saran Dalam bab ini dikemukakan simpulan-simpulan mengenai hasil pembahasan dan saran-saran yang akan ditujukan sebagai masukan.
18