BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Dalam melakukan penertiban sering kali kita jumpai bahwa sikap satpol
PP lebih mengedepankan tindakan kekerasan anarkisme, sehingga sering terjadi perlawanan pada setiap proses eksekusi yang dilakukan oleh satpol PP. Barubaru ini juga terjadi perlawanan massa terhadap tindakan penertiban yang di lakuakn oleh satpol PP yang terjadi di kawasan Tanjung Priok di sekitar areal pemakaman Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara. Yang mengakibatkan tewasnya tiga orang dan puluhan orang luka ringan dan luka berat. Di bagian lain jajaran Polda Metro Jaya menyimpulkan bahwa kerusuhan yang terjadi tidak murni perlawanan dari warga terhadap rencana peralihan fungsi makam Mbah Priok. Kerusuhan tersebut itu terjadi karena muncul unsur lain yang memanas manasi situasi dan kondisi. Peristiwa berdarah itu terjadi ketika aparat satpol PP akan menertibkan areal pemakaman atas perintah Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Upaya tersebut ditolak oleh warga. Alasannya pemakaman itu termasuk makam yang di keramatkan karena terdapat makam Habib Hasan bin Muhammad Al haddad alias Mbah Priok. Ratusan warga ternyata sudah bersiapsiap menyambut untuk melawan. Kebanyakan dari mereka banyak yang membawa senjata tajam. Ban ban bekas mereka bakar untuk menghadang aparat satpol PP “Kami siap mati demi mempertahankan makam”.
1
Pada bagian lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan untuk menghentikan penertiban kompleks makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara sampai menunggu situasi mereda. Beliau mengharapkan kejadian di Koja dijadikan pelajaran oleh semua golongan masyarakat untuk harus lebih hatihati dan bersikap persuasif dalam melakukan penertiban dan menghindari benturan fisik. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam bentrok antara massa dan satpol PP di pelabuhan Peti Kemas, Koja, Jakarta Utara. Pelanggaran HAM sebenarnya dilakukan oleh kedua belah pihak, tetapi pemda yang di anggap paling bertanggung jawab atas terjadinya bentrok tersebut. “Kami menilai, telah terjadi pelanggaran HAM yang bisa dikategorikan berat” tegas ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim. Komnas HAM akan menerjunkan tim untuk menginvestigasi kasus tersebut. Meski korban jatuh dari kedua belah pihak, karena bentrok tersebut dipicu tindakan penggusuran paksa, Pemdalah yang harus bertanggung jawab. “Kami akan menelusuri lebih jauh penggusuran paksa dengan kekerasan oleh satpol PP. Hal ini harus diproses secara hukum dan merupakan tanggung jawab pemerintah DKI”. “Kami juga akan menyelidiki rantai komandonya. Seperti apa perintah yang mereka terima atau ada pengabaian perintah. Harus ada proses hukum terhadap oangorang yang diduga bertanggung jawab dalam hal ini,” lanjutnya. Komnas HAM sebenarnya menugaskan Komisioner Komnas HAM dalam proses
2
mediasi warga dan satpol PP. Namun, aparat satpol PP lebih dulu menyerang warga ketika mediasi tengah dilakukan. Media komunikasi berfungsi sebagai sarana publik untuk mengetahui berbagai informasi yang hidup ditengahtengah masyarakat, yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dalam kehidupan suatu negara. Sedangkan hal ini tidak terlepas dari suatu bentuk kerja jurnalistik yang merangkum peristiwa yang ada ke dalam suatu bentuk berita. Peran seorang jurnalis/wartawan diharapkan mampu menyusun fakta dilapangan sehingga menjadi sebuah informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara benar dan universal. Konstruks pemberitaan yang dilakukan oleh media massa tentu tidak terlepas dari proses seleksi wartawan di lapangan. Yang mana, sangat berhubungan dengan kemampuan individu wartawan dalam mengolah informasi yang secara internal berdasarkan atas pengetahuan yang di dapat dari pengalamanpengalaman sosialnya. Dalam seleksinya tersebut, wartawan memperkirakan pertimbanganpertimbangan tertentu termasuk dalam menulis berita, pemilihan judul, lead dan bahkan pemilihan nara sumber yang sesuai dengan keyakinannya. Maka dari itu, objektifitas berita tidak dapat ditentukan sebagaimana pengolahan informasi oleh wartawan. Pengolahan informasi oleh wartawan ditentukan oleh skema sosial di lingkungan pekerja media itu sendiri. Disamping itu, landasan profesionalisme perlu dihayati oleh wartawan untuk pegangan dalam menjalankan tugasnya dengan penuh tanggungjawab, jujur dan
3
taat pada ramburambu atau kode etik dan aturan profesinya dalam sebuah lembaga media. Disamping meliput berita dan menyebarkannya, mereka terlibat aktif dalam penggalangan dan pendistribusian bantuan kepada masyarakat. Tak hanya itu saja, pakar ilmu komunikasi, Lasswell menjelaskan bahwa media mempunyai fungsi surveillance of the environment (pengawasan lingkungan) yang beroperasi dengan dua cara yakni warning of beware surveillance (pengawasan peringatan) dan instrumental surveillance (pengawasan instrumental). Dalam hal ini peneliti mencoba untuk mengadakan penelitian bagaimana media mengkrotuksikan tindakan SATPOL PP pada kasus tersebut. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merumuskan masalah yang di teliti. Adapun rumusan masalah dalam penelitian kali ini adalah bagaimana koran Jawa Pos mengkonstruksi pemberitaan peristiwa Tanjung Priok jilid II pada Koran Jawa Pos dalam edisi 1518 April 2010.
C.
Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi media cetak terhadap pemberitaan tragedi Priok jilid II pada Koran Jawa Pos tanggal 1518 April 2010.
4
D. 1.
Manfaat Penelitian Manfaat akademis Dalam penelitian ini di harapkan dapat menambah dan memperluas wawasan keilmuan bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi yang ingin mengulas dan memahami konstruksi pemberitaan pada media cetak terutama majalah atau Koran. Supaya semua mahasiswa lebih peka terehadap semua pemberitaan yang ada.
2.
Manfaat penulis Memberikan gambaran mengenai media cetak surat kabar Jawa Pos ketika menerbitkan masalah penertiban SATPOL PP yang berakhir bentrok oleh warga, khususnya penanggulangan dan penangananan penertiban yang dilakukan oleh pemerintah setempat.
E.
Tinjauan Teoritis
E.1. Media Media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Bahwa media, dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi strategis, terutama karena anggapan akan kemampuannya sebagai sarana legitimasi. Media massa sebagaimana lembagalembaga pendidikan, agama, seni, dan kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan Negara bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa (ideological states apparatus).
5
Bagi Antonio Gramsci, media media merupakan arena pergulatan antar ideologi yang saling berkompetisi (the battle for competing ideologies). Gramsci melihat media sebagai ruang dimana berbagai ideologi direpresentasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan control atas wacana public. Namun di sisi lain media juga bisa menjadi alat resistansi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.
E.2. Perkembangan Media Massa Cetak (koran) Ide surat kabar sendiri sudah setua zaman Romawi kuno dimana setiap harinya, kejadian seharihari diterbitkan dalam bentuk gulungan yang disebut dengan “Acra Diurna”, yang terjemahan besarnya adalah “Kegiatan hari”. Kemudian Setelah Gutenberg menemukan mesin cetak di abad kelimabelas, maka bukubuku pun mulai diterbitkan di Perancis dan Inggris, begitu pula halnya dengan surat kabar. Surat kabar pertama kali dibuat di Amerika Serikat, dengan nama “Public Occurrenses Both Foreign and Domestick” di tahun 1690. Surat kabar tersebut diusahakan oleh Benjamin Harris, seorang berkebangsaan Inggris. Akan tetapi baru saja terbit sekali, sudah dibredel. Bukan karena beritanya menentang pemerintah, tetapi Cuma garagara dia tidak mempunyai izin terbit.
Pihak kerajaan Inggris membuat peraturan bahwa usaha penerbitan harus mempunyai izin terbit, di mana hal ini didukung oleh pemerintah kolonial dan 6
para pejabat agama. Mereka takut mesinmesin cetak tersebut akan menyebarkan beritaberita yang dapat menggeser kekuasaan mereka kecuali bila usaha itu dikontrol ketat.
Kemudian surat kabar mulai bermunculan setelah negara Amerika Serikat berdiri. Saat itu, surat kabar itu pun tidak sama seperti surat kabar yang kita miliki sekarang. Saat itu surat kabar dikelola dalam abad kegelapan dalam jurnalisme. Sebab surat kabar telah jatuh ke tangan partai politik yang saling bertentangan. Tidak ada usaha sedikitpun untuk membuat berita secara objektif., kecuali untuk menjatuhkan terhadap satu sama lainnya. Washington dan Jefferson dituduh sebagai penjahat terbesar oleh korankoran dari lawan partainya.
Apapun situasinya, rakyat hanya menginginkan Amandemen dalam konstitusi yang akan menjamin hak korankoran ini untuk mengungkapkan kebohongan yang terburuk sekalipun tanpa takut dibrendel oleh pemerintah. Presiden John Adams membreidel koran ”The New Republik”. Akibatnya partai Federal pecah dan sebaliknya menguatkan posisi Jefferson. Aksi brendel membrendel ini sampai membuat keheranan seorang menteri bangsa Prusia yang berkunjung ke kantor Jefferson. Secara kebetulan, ia membaca koran dari partai Federalis yang isinya meyerang Jefferson habishabisan. Kritikkritik keras tidak hanya menyerang Washington, Jefferson, John Adams ataupun James Medison, pokoknya semua kena. Dan selama koran tetap dikuasai oleh para anggota partai politik saja, maka tidak banyak yang bisa diharapkan.
7
Kemudian kecerahan tampaknya mulai menjelang dunia persurat kabaran. James Gordon Bennet, seorang berkebangsaan Skotlandia melakukan revolusinisasi terhadap bisnis surat kabar pada 1835. Setelah bekerja di beberapa surat kabar dari Boston sampai Savannah akhirnya dia pun mendirikan surat kabar sendiri. Namanya ”New York Herald” dengan modal pinjaman sebesar 500 dollar. Percetakannya dikerjakan di ruang bawah tanah di Wall Street dengan mesin cetak yang sudah tua dan semua pekerjaan reportase dilakukannya sendiri. ”The Herald” dan Bennet memperlihatkan kepada Amerika dan dunia tentang bagaimana cara mendapatkan berita. Tidak lama kemudian Bennet pun berhasil meraih kesuksesan dan membangun kantor beritanya sama seperti kantorkantor perusahaan surat kabar yang banyak kita jumpai sekarang. Dia juga sudah menempatkan korespondenkorespondennya di luar negeri di mana beritanya dikirim dengan usaha paket milik Bennet sendiri, dari pelabuhan New York ke kantornya di kota. Dia juga yang pertamatama mendirikan biro di Washington, dan memanfaatkan jasa telegraf yang baru saja ditemukan.
Sejak itulah berita sudah mulai dipilahpilahkan menurut tingkat kepentingannya, tapi tidak berdasarkan kepentingan politik. Bennet menempatkan politik di halaman editorial. Isi korannya yang meliputi soal bisnis, pengadilan, dan kehidupan sosial masyarakat New York memang tidak bisa dijamin keobyektifatnya, tetapi setidaknya sudah jauh berubah lebih baik dibandingkan korankoran sebelumnya. Enam tahun setelah ”Herald” beredar, saingannya mulai muncul. Horace Greely mengeluarkan koran “The New York Tribune”. Tribune pun dibaca di seluruh Amerika. Pembacanya yang dominan adalah petani, yang 8
tidak peduli apakah mereka baru sempat membaca korannya setelah berminggu minggu kemudian. Bagi orang awam, koran ini dianggap membawa perbaikan bagi negara yang saat itu kurang terkontrol dan penuh bisnis yang tidak teratur.
Koran besar yang ketiga pun muncul di New York di tahun 1851, ketika Henry J. Raymond mendirikan koran dengan nama “The New York Times”, atas bantuan mitra usahanya, George Jones. Raymondlah yang mempunyai gagasan untuk menerbitkan koran yang non partisan kepada pemerintah maupun perusahaan bisnis. Beruntung, saat itu Presiden Lincoln tidak pernah melakukan pembrendelan terhadap korankoran yang menyerangnya.
Setelah serentetan perang saudara di Amerika usai, bisnis persurat kabaran pun berkembang luar biasa. Korankoran pun mulai muncul di bagian negara negara selain New York dan Chicago. Di selatan, Henry W. Grady dengan koran “Konstitusi Atlanta”. Lalu, muncul koran “Daily News” dan “Kansas City Star” yang mempunyai konsep pelayanan masyarakat sebagai fungsi dari sebuah sebuah surat koran. Bahkan pemilik Star, Rockhill Nelson bersumpah untuk mengangkat kota Kansas dari “kubangan lumpur” dan berhasil. Di barat, Jurnalisme Flamboyan diwakili oleh “Denver Post” dan korankoran San Fransisco. Di New York, surat kabar dianggap sebuah bisnis yang bakal menjanjikan. Charles Dana membeli surat kabar ”Sun” dan menyempurnakannya. Editornya, John Bogart punya cerita sendiri tentang berita. Menurutnya ”kalau anjing menggigit manusia, itu bukan berita. Tapi kalau manusia menggigit anjing, itu baru namanya berita”.
9
James Gordon Bennet Junior (anak Bennet) dan Joseph Pulitzer merupakan rivalrival utama Dana. Bennet Jr. Memperlihatkan cara membuat berita yang baik. Prestasinya yang paling terkenal adalah ketika dia mengirimkan Henry Stanley, seorang wartawan London, untuk mencari David Livingstone, seorang misionaris yang hilang di hutan. Sedangkan Pulitzer mempunyai koran yang bernama ”New York World” dan terkenal sejak jaman perang saudara sampai akhir abad itu. Pulitzer melakukan taktik yang lebih baik dibanding para pendahulunya. Editorialnya yang bersifat perjuangan ke arah perbaikan dan liberal, liputan beritanya yang serba menarik, dan taktik diversifikasinya mengundang decak kagum seperti yang pernah dilakukan oleh Herald. Pulitzer adalah yang pertama kali menerbitkan koran mingguan, di mana isinya ditulis oleh para penulis terbaik yang pernah ada.
Pada tahun 1892 supremasi Pulitzer ditantang oleh William Randolp Hearst lewat koran ”World”. Dalam hal inovasi dan keberanian, ”World”nya Hearst lebih dari ”World”nya Pulitzer. Bukan itu saja, koran Hearst isi beritanya jauh lebih flamboyan daripada koran Pulitzer. Hearst banyak mempekerjakan orangorang terbaiknya Pulitzer. Dia mempekerjakan Richard Outcault, kartunis Pulitzer dan mendorongnya untuk menciptakan sebuah featuer bernama ”The Yellow Kid”, yang menandai lahirnya cergam komik di Amerika. Pada masa perang antara Amerika dan Spanyol, kedua koran ini berteriak paling keras mendukung Amerika Serikat untuk terjun perang, memimpin suara rakyat dengan paduan suara jurnalisme dalam skala nasional, dan memojokkan ke dalam konflik
10
yang tidak terhindarkan. Selanjutnya di perang AmerikaKuba, keduanya mengalihkan kompetisinya dalam usaha meliput perang.
Setelah Pulitzer meninggal, ”New York World” malah menjadi yang terbesar di dunia. Orang menyebut Pulitzer sebagai ”wartawannya surat kabar”. Sebaliknya, Hearst bersama korankoran lainnya terpukul keras ketika depresi besar terjadi. Tetapi usaha majalahnya yang paling terkemuka, yakni ”Good Housekeeping” dan ”cosmopolitan” tetap terus berkembang pesat. Dalam perkembangannya, surat kabar berangkat sebagai alat propaganda politik, lalu menjadi perusahaan perorangan yang disertai keterkenalan dan kebesaran nama penerbitnya, dan sekarang menjadi bisnis yang tidak segemerlap dulu lagi, bahkan dengan nama penerbit yang semakin tidak dikenal.
Perubahan ini memberikan dampak baru. Ketika iklan mulai menggantikan sirkulasi (penjualan langsung) sebagai sumber dana utama bagi sebuah surat kabar, maka minat para penerbit jadi lebih identik dengan minat para masyarakat bisnis. Ambisi persaingan untuk mendapatkan berita paling ideal tidaklah sebesar ketika peloporan. Walaupun begitu, perang sirkulasi masih terjadi pada tahun 1920an, tetapi tujuan jangka panjang mereka adalah untuk mencapai perkembangan penghasilan dari sektor iklan. Sebagai badan usaha, yang semakin banyak ditangani oleh para pengusaha, maka surat kabar semakin kehilangna pamornya seperti yang dimilikinya pada abad ke19. Namun, surat kabar kini mendapatkan sesuatu yang lain yang lebih penting. Surat kabar yang mapan kini tidak lagi diperalat sebagai senjata perang politik yang saling 11
menjatuhkan ataupun bisnis yang individualis, melainkan menjadi media berita yang semakin obyektif, yang lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pihakpihak tertentu saja.
Kenaikan korankoran ukuran tabloid di tahun 1920an yang dimulai oleh ”The New York Daily News”, memberikan suatu dimensi baru terhadap jurnalisme. Akhirnya memang menjadi kegembiraan besar bagi kehidupan surat kabar, terutama dalam meliput beritaberita keras. Perubahan lain yang layak mendapat perhatian adalah timbulnya sindikasi. Berkat adanya sindikatsindikat, maka korankoran kecil bisa memanjakan pembacanya dengan materi editorial, informasi, dan hiburan. Sebab kalau tidak, korankoran kecil itu tentu tidak dapat mengusahakan materimateri tersebut, lantaran biaya untuk itu tidaklah sedikit. Sindikat
adalah
perusahaan
yang
berhubungan
dengan
pers
yang
memperjualbelikan bahan berita, tulisan atau bahanbahan lain untuk digunakan dalam penerbitan pers. Tahun 1950, industri televisi mulai mengancam dominasi media cetak. Namun, sampai sekarang, koran masih bertahan. Kenyataan menunjukkan bahwa koran telah menjadi bagian dari kehidupan manusia pada umumnya. Dengan karakter khususnya ia mampu membedakan dirinya dari media lainnya seperti televisi dan radio. E.3. Fungsi utama Pers Dalam berbagai literatur komunikasi dan jurnalistik disebutkan terdapat lima fungsi utama pers yang berlaku universal. Disebut universal, karena kelima fungsi tersebut dapat ditemukan pada setiap Negara di dunia yang menganut paham demokratis, yakni : 12
3.a. Informasi (to inform) Fungsi pertama dari lima fungsi pers adalah menyampaikan informasi secepatcepatnya kepada masyarakat yang seluasluasnya. Dan harus memenuhi kriteria dasar : aktual, akurat, faktual, menarik atau penting, benar, lengkaputuh, jelasjernih. 3.b. Edukasi (to educated) Apapun informasi yang disebar luaskan pers hendaknya dalam kerangka mendidik. Sebagai lembaga ekonomi, pers memang dituntut berorientasi komersial untuk memperoleh keuntungan financial. Namun orientasi dan misi komersial itu sama sekali tidak boleh mengurangi, apalagi meniadakan fungsi dan tanggung jawab sosial pers. Pers harus mau dan mampu memerankan dirinya sebagai guru bangsa. 3.c. Koreksi (to influence) Dalam hal ini kehadiran pers dimaksudkan untuk mengawasi atau mengontrol kekuasaan legilatif, eksekutif, dan yudiaktif agar kekuasaan mereka tidak terjadi korup dan absolute. 3.d. Rekreasi (to entertain) Fungsi keempat pers adalah menghibur. Harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat. Pers harus jadi sahabat setia pembaca yang menyenangkan. 3.e. Mediasi (to mediate) Yang dimaksut dengan mediasi adalah penghubung. Setiap hari pers melaporkan berbagai peristiwa yang terjadi di dunia. 13
E.4. Analisis framing 1.
Analisis Teks Media ; Analisis Framing Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari
pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana serta yang menyediakan kategorikategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian di kembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingankepingan perilaku (strips of behavior ) yang membimbing individu dalam membaca realitas. Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspekaspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep tentang framing atau frame sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsepkonsep sosiologis, politik dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasikan dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya. 14
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah caracara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang di gunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang di ambil, bagian mana yang di tonjolkan dan di hilangkan, serta hendak di bawa kemana berita tersebut. Karenanya, berita menjadi manilpulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakkan Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara berita atau gugusan ideide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwaperistiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Menurut Erving Goffman, secara sosiologis konsep frame analysis memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalamanpengalaman hidup kita untuk dapat memahaminya. Skemata interpretasi itu disebut frames, yang memungkinkan individu melokalisasi, merasakan, mengindentifikasi, dan member label terhadap peristiwaperistiwa serta informasi. Dengan konsep 15
yang sama Gitlin (1980) mendefinisikan frame sebagai seleksi, penegasan, dan eksklusi yang ketat. Berdasarkan konsep psikologi, framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik. Konsekuensinya, elemenelemen yang terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian individu dalam penarikan kesimpulan. Dalam perspektif disiplin ilmu lain, konsepsi framing terkesan tumpang tindih. Fungsi frames kerap dikatakan sebagai struktur internal dalam pikiran dan perangkat yang dibangun dalam wacana politik. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspekaspek realitas. Kedua faktor ini dapat lebih mempertajam framing berita melalui proses seleksi isu layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya. Perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkannya, dan dibuangnya. Di balik semua ini, pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita.
16
2
Macammacam model penelitian analisis framing Terdapat empat rumusan atau model tentang perangkat framing yang digunakan sebagai metode framing untuk melihat upaya media mengemas media. Macammacam model tersebut antara lain : 2.1
Formula framing Murray Edelman Mengejajarkan framing dengan katagorisasi. Realitas yang komplek disederhanakan dengan ketegori tertentu yang membantu orang untuk memahami realitas, sehingga relitas hadir dalam benak khalayak. Menurut Edelman katagori bukanlah mengabarkan realitas, melainkan menunjukan pada meraka
2.2
Formula framing Robert N. Dalam konsepsi Entmen framing pada dasarnya merujuk pada pendefinisian masalah, memperkirakan masalah atau sumber masalah, membuat keputusan moral dan menekankan penyelesaian dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berfikar tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan.
2.3
Formula framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Teknik analisa model mereka mengoperasikan empat dimensi kultural teks berita sebagai perangkat framing antara lain sintaksis yaitu susunan kata atau frase dalam kalimat. Skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa dalam kalimat bentuk berita. Tematik berhubungan dengan bagaiman wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa 17
kedalam preposisi kalimat atau hubungan antar kalimat yang berbentuk teks secara keseluruhan. Retoris adalah bagaiman wartawan menekankan arti tertentu dalam berita. 2.4
Formula framing William A. Gamson dan Andre Modigliani Menurut mereka sebuah frase memiliki struktur internal. Pada titik ini ada sebuah pusat organisasi atau gagasan yang membuat realitas menjadi relevan dan menekankan suati isu. Sebuah frame umumnya menunjukan dan menggambarkan range posisi bukan hanya satu posisi. Dalam formulasi yang dibuat Gamson dan Modigliani frame dipandang sebagai cara bercerita (story line) atau gagasan atau ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan kontruksimakna dan peritiwa yang berkaitan dengan suatu wacana. Gamson melihat wacana media (khususnya berita) terdiri atas kemasan (package) melalui mana konstruksi atau realitas yang di bentuk kemasan itu merupakan skema atau struktur pemahaman yang dipakai oleh seseorang ketika mengkonstruksi pesan yang ia sampaikan dan menafsirkan pesan yang ia sampaikan.
E.5 Proses Analisis Framing Framing didefinisikan sebagai prises membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih dari pada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Wartawan bukan menjadi agen tunggal yang menafsirkan peristiwa, sebab mungkin ada tiga pihak yang 18
Saling berhubungan; wartawan, nara sumber dan khalayak. Dalam mengkonstruksi suatu realitas, wartawan tidak hanya menggunakan konsepsi yang ada dalam pikirannya. Adapun dalam prosesnya membagi tiga tahap yaitu; Pertama, proses konstruksi itu juga melibatkan nilai sosial yang melekat dalam diri wartawan. Nilainilai sosial yang tertanam mempengaruhi bagaimana realitas dipahami. Hal tersebut umumnya dipahami bagaimana kebenaran di terima secara taken for grandted oleh wartawan. Sebagai bagian dari lingkungan sosial, wartawan akan menerima nilainilai kepercayaan yang ada dalam masyarakat. Kedua, ketika menulis dan mengkonstruksi berita wartawan tidak berhadapan dengan publik yang kosong. Ketika peristiwa ditulis dan kata di susun, khalayak menjadi pertimbangan dari wartawan. Hal itu dikarenakan wartawan tidak menulis untuk dirinya sendiri melainkan untuk dibaca dan dipahami oleh khalayak. Melalui proses inilah nilainilai sosial yang dominan dalam masyarakat ikut mempengaruhi pemaknaan. Ketiga, proses konstruksi juga ditentukan oleh proses produksi yang selalu melibatkan standar kerja, profesi jurnalistik, dan standar professional daru wartawan. E.6 Efek Framing Berbagai macam efek yang ditimbulkan dari proses framing akan berhubungan dengan pendefinisian realitas. Tentang bagaimana peristiwa 19
yang dipahami siapa sumber yang diwawancarai merupakan beberapa elemen yang tidak bias di maknai sebagai teknis jurnalistik, melainkan sebuah proses jurnalistik. Berbagai praktik tersebut bias mengakibatkan pendefinisian tertentu atau suatu realitas. Pengkonstruksi pada sebuah realitas yang dilakukan oleh media pada dasarnya merupakan proses penyederhanaan dari realita yang ada. Dalam hal ini khalayak mendapat keuntungan dalam memahami sebuah realitas karena media telah mengemas permasalahan yang rumit menjadi informasi yang mudah dipahami oleh pembaca. Khalayak tidak ingin menerima informasi yang rumit, melainkan informasi yang praktis, konstektual, yang berarti bagi dirinya dan dikenang dalam benak mereka. E.7 Konstruksi Media Terhadap Realitas Sosial Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing, mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategorikategori standart untuk mengapresiasi realitas. Persepsi dan pandangan kita tentang realitas, dikonstruksikan oleh katakata dan tandatanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Hal ini dianggap sebagai pendapat yang cukup mengejutkan dan di anggap
20
revolusioner, karena hal itu berarti tanda membentuk persepsi manusia, lebih dari sekedar merefleksikan realitas yang ada. Salah seorang pendiri greenpeace Paul Watson memunculkan pendapat bahwa menurutnya konsep kebenaran yang dianut media massa bukanlah kebenaran sejati, tetapi sesuatu yang dianggap masyarakat sebagai kebenaran. Ringkasnya, kebenaran ditentukan oleh media massa. Jika sinyalemen ini benar, dapat kita bayangkan betapa beratnya tugas pembaca dalam menyingkapi sebuah berita. Pembaca harus memiliki kemampuan memadai untuk menyaring sebuah berita agar menemukan kebenaran, setidaknya mendekati kebenaran. Karena itu, salah satu cara untuk membantu pembaca menyingkapi pers adalah konteks pemberitaan. Lewat konteks pemberitaan, pembaca bisa memahami masalah yang ada dan pemecahan masalah yang ditampilkan tidak berlaku untuk konteks yang lain. Lewat konteks pemberitaan ini pembaca dapat menyadari bahwa wartawan kadang menghidangkan “madu” dalam menu beritanya, kadang pula dalam berita yang lain menuangkan “racun”. Melalui konteks pemberitaan, pembaca mengerti bahwa berita yang buruk bias dibungkus dengan bahasa yang manis sehingga tampak samar samar dan menyenangkan. Konteks pembaritaan menjadi alat yang sangat penting. F.
Teori Gatekeeper Dalam bentuk umum pandangan ini sering melahirkan teori gatekeeper. Seperti dijelaskan oleh Fishman bahwa ada kecenderungan studi tentang bagaimana proses produksi berita dilihat. Pandangan inilah 21
yang disebut oleh Fishman sebagai selectivity of news, yakni bagaimana suatu berita diproses dan diseleksi. Yang dimaksud dengan seleksi ini adalah bagaiamana suatu berita yang akan disajikan ke publik, diseleksi terlebih dahulu sesuai dengan tema media yang dikeluarkan oleh pimpinan redaksi terkait dengan data mana yang biasa diterbitkan atau tidak. Jika dilihat secara alurnya, Eryanto menjelaskan bahwa setelah berita masuk ke bagian redaktur, maka akan memasuki proses seleksi, kemudian disunting atau editing hingga masuk penerbitan. Penerbitan berita ini tentunya disesuaikan dengan realitas yang diperoleh wartawan sebagai reporter Oleh karenanya jika mengacu pada gagasan teori Gatekeeper maka fungsi komunikasi disini sebagai penyaring atau proses penyeleksi pesan yang akan diterima oleh seseorang. Gatekeeper ini sendiri merupakan seseorang komunikator profesional yang dapat memilih, mengubah, bahkan menolak pesan yang akan disampaikan kepada khalayak dalam menyampaikan pesan. Fungsi utama gatekeeper adalah menyaring atau menyeleksi pesan yang di terima seseorang atau dikomunikasikan kepada khalayak. Beberapa contoh peran sebagai gatekeeper adalah editor dan reporter surat kabar, “penarik jangkar” (anchorperson) berita televisi, penerbit, manager dan direktur program di stasiun radio dan televisi, jaringan eksekutif atau operator televisi kabel, gatekeeper mungkin memodifikasi dengan berbagai cara dan berbagai alasan. Oleh karena itu, Gatekeeper membatasi pesan yang diterima khalayak.
22
Informasi yang benar menghindarkan salah paham dan menjadi sarana penting untuk menciptakan perdamaian. Oleh karena itu, di dalam komunikasi massa biasanya komunikator profesional memiliki fungsi yang dikonsepsikan sebagai “penjaga gawang” (gatekeeper). Penjaga gawang adalah orang yang dapat memilih, mengubah, dan menolak pesan sehingga pesan yang dihasilkan dari prosesnya itu nantinya juga dapat mempengaruhi aliran informasi kepada seseorang atau sekelompok penerima. Seperti diketahui orang bahwa media mempunyai kemampuan untuk membentuk issu menyampaikan dan mendapatkan informasi kepada publik, maka realitas yang dikonstruksi oleh media juga harus diperhitungkan. Sebab realitas yang disepakati mungkin benar jika dilihat dari perspektif media itu sendiri akan tetapi realitas yang dikonstruksi media tersebut akankah sama dengan realitas dari konteks ruang publik. Melalui kemampuannya untuk mempengaruhi kognisi, pemikiran, dan perilaku pembacanya, media dapat mempengaruhi pola pikir, perilaku sosial dan interaksi sosiologis masyarakat. Kenyataan ini adalah akibat dari pemberitaan surat kabar yang dibaca oleh pembacanya. Dengan kata lain, agenda seting membentuk isuisu yang menonjol dalam pikiran publik. Sebagai gatekeeper informasi, harus selektif dalam memilih dan menentukan berita yang harus dilaporkan. Dari adanya gatekeeper ini diharapkan media massa mampu menempatkan keberadaannya sebagai kontrol sosial bukan sebagai media yang menyudutkan, menghujat, serta membawa ketegangan atas pemberitaannya itu. 23
G.
Hierarchy of Influence Dalam menjalankan fungsi penyampai informasi, media mempunyai pandangan tersendiri dalam melakukan kontruksi realitas akan tetapi dalam fungsinya tersebut tidak selalu berpihak pada pandangannya sendiri, dia harus menyesuaikan pemberitaan dengan kondisi sosial yang ada. Secara keseluruhan dari setiap realitas yang dikontruksikan oleh media merupakan sebuah hasil atau cerminan dari beberapa pandangan yang disepakati. Beberapa pandangan yang dimaksudkan adalah lingkungan media yang terdiri dari beberapa pelapisan–pelapisan yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi gaya dan isi pemberitaan, sedang hal itu menjadikan pemberitaan media yang satu dengan yang lain berbeda. Berkaitan dengan hal tersebut, Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese menjelaskan model “Hierarchy of Influence” dalam Syahputra sebagai berikut :
1.
Pengaruh
individu–individu pekerja
media, diantaranya adalah
karakteristik pekerja komunikasi, latar belakang personal dan profesional. Dalam dunia kerja bukan hanya pada beberapa aspek keterampilan dan penguasaan bidang kerja yang harus dikuasai namun ada beberapa hal lainnya yang harus diperhatikan. Seorang yang bekerja di dunia media massa harus dapat mencari sumber berita dan menyajikan berita secara obyektif, netral dan jauh dari kepentingan apapun. Siapa yang dimaksud dengan pekerja media. Pekerja media disini adalah seorang wartawan, jurnalis, reporter dan sebagainya.
24
Oleh sebab itu, seorang pekerja media ini harus memiliki keterampilan berkomunikasi dengan baik. Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila didalamnya mengandung pengiriman dan penerimaan informasi yang paling cermat, pengertian pesan yang mendalam oleh kedua pihak dan pengambilan tindakan yang tepat terhadap penyelesaian pertukaran informasi. Untuk menunjang hal ini ada beberapa faktor yang menjadi kriteria komunikasi yang efektif, yaitu kemurnian komunikasi, penghematan, kesesuaian, pengaruh, membangun hubungan dan menggunakan umpan balik. Pengertian dan pemahaman yang baik tersebut merupakan bagian dari profesionalisme pekerja media dalam dunia pers sehingga menjadi suatu hal yang sangat assensial dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal terutama didalam mencari sumber berita dan penyajianya kepada publik. Pengertian dan pemahaman yang baik tersebut bagi pekerja media ini akan sangat menguntungkan karena apa yang diinginkan disampaikan kepada publiknya lebih efektif dengan bantuan media massa. Oleh karenanya seorang para praktisi media harus senantiasa siap menyediakan atau memasok materimateri yang akurat dimana saja dan kapan saja hal itu dibutuhkan. Hanya dengan cara inilah ia akan dinilai sebagai suatu sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya oleh para jurnalis. Bertolak dari itu, maka komunikasi timbal balik yang saling menguntungkan akan lebih mudah diciptakan dan dipelihara.
25
Sebab media sesungguhnya memainkan peran khusus dalam mempengaruhi budaya tertentu melalui penyebaran informasi. Peran media sangat penting karena menampilkan sebuah cara dalam memandang realita. Para produser meangendalikan isi medianya melalui caraacara tertentu untuk menyandikan pesanpesan. Becker menggambarkan proses tersebut 2.
Pengaruh rutinitas media. Apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi oleh kegiatan seleksi–seleksi yang dilakukan oleh komunikator, termasuk tenggat (deadline) dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat (space), kepercayaan reporter pada sumber–sumber resmi dalam berita yang dihasilkan. Dalam mengkonstruksi realita kedalam suatu pemeberitaan, hal ini tidak terlepas dari dari proses seleksi wartawan dilapangan, yang mana ini sangat berhubungan dengan kemampuan individu wartawan dalam mengolah informasi yang secara internal berdasar atas pengetauhan yang didapat dari pengalaman–pengalaman sosialnya. Dalam seleksinya itu, wartawan memperkirakan pertimbangan–pertimbangan tertentu termasuk dalam menulis berita, pemilihan Judul, Lead dan bahkan pemilihan narasumber yang sesuai dengan keyakinannya. Maka dari itu, objektivitas berita tidak dapat ditentukan sebagaimana pengolahan informasi oleh wartawan ditentukan oleh skema sosial dalam lingkungan pekerja media sendiri.
26
Tak jarang kita jumpai, suatu kondisi seperti hal tersebut diatas masih sering ditemui misalkan saja kesalahpahaman atau hubungan yang kurang harmonis diantara humas dan wartawan. Akibatnya yang terjadi adalah keluhan – keluhan dan tindakan yang menghambat kerja kedua belah pihak. Humas dengan media saling membutuhkan, tetapi hubungannya tidak selalu berjalan baik dan harmonis. Hubungan antara humas dengan Media dapat berjalan baik apabila memperhatikan prinsipprinsip dalam menjalin hubungan baik dengan pers. Prinsip simbiosis mutualis inilah yang terbangun antara wartawam sebagai orang yang meliput dan mencari berita sementara instansi dalam hal ini adalah institusi yang memberikan informasi atau data pada wartawan atau media. Hal ini berangkat dari pemikiran dasar mengenai hakekat keberadaan Pers sendiri. Yaitu, bahwa Pers memiliki banyak elemen yang membuat keberadaannya menjadi amat multi dimensional, dimana unsur pelaku (jurnalis) merupakan salah satu elemen terpenting. Karena dari kerja jurnalistik inilah muncul sebuah karya yang kemudian disebut Pers. Selanjutnya dalam perkembangannya Pers sering juga disebut sebagai Institusi Sosial. Mengingat bahwa sebuah produk Pers selalu membawa maknamakna yang berkaitan dengan kehidupan sosial (didalamnya mengandung kaitan antara Pers dan Kekuasaan). Dengan keragaman elemen yang ada di dalamnya, Pers seakan mampu menjembatani segala polarisasi yang beredar dalam ruang lingkup kehidupan manusia. Namun benarkah bahwa 27
Pers telah benarbenar mampu menjadi mediator sosial yang ideal. Bukankah dalam banyak kasus di berbagai negara, sistem kekuasaan banyak berpengaruh atas keberadan sistem Persnya 3.
Pengaruh organisasional. Salah satu tujuan yang penting dari media adalah mencari keuntungan materiil. Tujuan–tujuan dari media akan berpengaruh pad isi yang dihasilkan. Meskipun pers hidup mengabdi sebagai sarana informasi, dari segi lain organisasional juga menilai berita dari sudut materi atau keuntungan. Dan dari pada itu produksi berita oleh para pekerja media atau wartawan haruslah mempunyai daya tarik tersendiri dan berkualitas sesuai dengan permintaan konsumen di pasaran. Langkah ini harus diterapkan demi kelangsungan hidup dan kesejahteraan para pekerja didalamnya. Wartawan atau media dan pers juga dituntut untuk selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan azas praduga tak bersalah. Namun, seorang pakar media berpendapat, liputan dua sisi adalah mitos, sebab pada dasarnya wartawan bukan robot yang mengambil fakta atas dasar pertimbangan objektif. Berita yang diturunkan wartawan bagaimana pun adalah fakta sosial yang direkonstruksikan untuk kemudian diceritakan. Cerita tentang fakta sosial itulah yang ditampilkan dalam media.
28
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, Pers yang sebenarnya bisa menjadi salah satu alternatif bagi pemberdayaan moral masyarakat ternyata juga mengalami pergeseran nilai. Meskipun dalam wacana idealistik ada semacam kredo penting menyangkut eksistensi pers dalam lingkaran kehidupan masyarakat. Yakni, bahwa salah satu fungsi Pers adalah memperjuangkan kepentingan masyarakat dan membantu meniadakan kondisi yang tidak diinginkan. Namun dengan merujuk pada kenyataan seperti apa yang dikatakan Rosihan dan barangkali juga sekian banyak anggota masyarakat yang lain tentang kemerdekaan pers adalah merupakan hal yang ironis ketika harapan ditimpakan kepada institusi pers. 4.
Pengaruh dari luar organisasi media. meliputi lobi dari kelompok kepentingan terhadap isi media. Pesudoevent dari praktisi publik relations dan Pemerintah yang membuat peraturan – peraturan di bidang pers. Dengan memperhatikan perspektif kelompok kelompok tertentu, media massa senantiasa bersikap bijaksana dalam menetukan arah pemberitaannya kedalam bentuk skema aturan yang disepakati. Atas proses interaksinya itu, setiap peristiwa yang dikontruksi mulai saat peliputan sampai kepada proses penyebaran berita memiliki eksistensi tertentu yang tergambar pada isi pemberitaan yang berimbang sesuai dengan kebijaksaannya terhadap kepantingan tertentu pula.
5.
Pengaruh ideologi. Ideologi merupakan sebuah pengaruh yang paling menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi disini diartikan sebagi 29
mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang mempersatukan di dalam masyarakat. Yang dimaksud Ideologi di sini adalah apa saja yang diyakini oleh kelompok tertentu atau nilainilai yang dianut oleh media massa dalam memposisikan dirinya. Lebih jauh lagi, dikatakan ideologi juga terkadang menekankan bagaimana kekuasaan dominan kelompok untuk mengontrol. Ideologi adalah hasil rumusan dari individuindividu tertentu mengenai suatu hal dan ini harus ditaati oleh semua komponen didalamnya. Berbagai media atau apapaun bentuknya memiki perspektif tersendiri yang merupakan manifestasi dari konstitusi yang disepakati. Sehinggga tidak heran jika produk media mssa cenderung berbeda satu sama lain khusunya dalam isi. Arah dan tujuannya dapat teridentifikasi oleh keberpihakannya kepada sesuatu hal yang bersifat statis atau tetap dan yang penting selalu memakai kaca mata publik sebagai asas pertimbangan isi dalam penebritaannya. Dan Karena itu pers akan selalu hidup dinamis. H. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing, untuk melihat bagaimana bagaimana media mengkonstruksi realitas. Penelitian ini mengacu pada model framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Teknik analisa framing model mereka mengoperasikan empat struktur besar dimensi kultural teks berita sebagai perangkat framing. Antara lain ; struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, struktur retoris (Sobur, Alex 2009).
30
Struktur Sintakis, berhubungan bagaimana wartawan menyusun peristiwa pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk susunan kisah berita. Dengan demikian bisa diamati dari bagan berita (headline yang dipilih, lead yang di pakai, latar informasi yang dijadikan sandaran, sumber yang di kutip). Struktur Skrip, berhubungan dengan bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai wartawan untuk mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Struktur Tematik, berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur Retoris, bagaimana wartawan menekankan arti tertentu dalam berita. Dengan kata lain melihat pemakaian pilihan kata, idiom, grafik, gambar, guna memberi penekanan pada arti tertentu. H.1. Jenis Penelitian Tipe penelitian ini adalah kualitatif interpretatif menggunakan pandekatan analisis teks media. Karena dalam penelitian ini akan mengungkapkan tentang konstruksi pemberitaan pada Koran Jawa Pos periode tanggal 1518 April 2010 terhadap tindakan penertiban yang di lakuakan oleh satpol PP yang terjadi di kawasan Tanjung Priok di sekitar areal pemakaman Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara. Yang mengakibatkan tewasnya tiga orang dan puluhan orang luka ringan dan luka berat. Dimana proses pengumpulan datanya diperoleh dari media yang kemudian hasilnya akan diuraikan secara kualitatif interpretatif. Metode ini merupakan suatu metode yang berupaya untuk memberikan gambaran mengenai suatu fenomena tertentu secara terperinci, yang pada 31
akhirnya akan memperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai fenomena yang diteliti. Pemberian pemahaman dan gejala atau realitas dengan melakukan pembatasan pada kasus dan atau konteks dari gejala atau realitas sehingga hal – hal seperti konsep apa yang digunakan dan apa maknanya serta variabel apa saja yang ada dan bagaimana pula hubungan antar variabel satu dengan variabel lain dapat didefinisikan dengan pengamatan, memperoleh data, dan kemudian menganalisisnya. H.2. Ruang Lingkup Penelitian Raung lingkup penelitian ini adalah media cetak pada Koran Jawa Pos edisi tanggal 1518 April 2010. Fokus penelitian ini adalah peristiwa Tanjung Priok dalam pemberitaan surat kabar. Hal ini dikarenakan adanya tindak kekerasan yang di lakukan oleh satpol PP terhadap warga setempat sehingga mengakibatkan tewasnya tiga orang dan puluhan orang luka ringan dan luka berat.
H.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi yaitu dengan mengkliping peristiwa Tanjung Priok dalam pemberitaan surat kabar pada Koran Jawa Pos edisi 1518 april 2010. Hasil kliping tersebut adalah data primer untuk penelitian ini. Penelitian juga menggunakan data sekunder untuk melengkapi referensi dan untuk menunjang data primer. Data sekunder pada penelitian ini diambil dari
32
buku literatur, jurnal maupun internet yang dirasa dapat menunjang kelengkapan berita. H.4. Teknik Analisa Data Untuk memperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, Peneliti menggunakan analisis kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki yang terbagi kedalam empat struktur besar yaitu sintaksis, skrip, tematik dan retroris, dimana fungsi dari perangkat tersebut diharapkan dapat menjelaskan strategi wartawan dalam menyusun, menulis, dan menjabarkan faktafakta berdasarkan kontruksi realitas yang dimaknai kedalam bentuk berita yang disajikan dalam harian media massa dimana mereka bekerja. Berikut penjabaran metode framming tersebut digambarkan dalam tabel berikut. TABEL 1.1 STRUKTUR
PERANGKAT
SINTAKSIS Cara wartawan menyusun fakta
1. Skema berita
UNIT YANG DIAMATI Headline, Lead, latar informasi, kutipan, sumber, pernyataan, penutup.
SKRIP Cara wartawan megisahkan fakta
2.Kelengkapan berita
5W + 1H
3. Detail TEMATIK Cara wartawan menulis fakta
4. Maksud kalimat, Paragraf, Proposisi hubungan 5. Nominalisasi antar kalimat 6. Koherensi 33
7. Bentuk kalimat 8. Kata ganti RETORIS
9. Leksikon
Cara wartawan menekankan fakta
10. Grafis 11. Metafor 12. Pengandaian
Sobur, Alex M.Si. ; Analisis Teks Media
34
Kata, idiom, gambar atau foto, grafik.